Ia bersedia menerima pengungsi Rohingya yang lari dari kekejian itu.
CB,
MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Kamis (5/4) menyatakan
pemusnahan terjadi di Myanmar. Ia bersedia menerima pengungsi Rohingya
yang lari dari kekejian itu.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kelompok hak asasi menyatakan sekitar
700 ribu warga Rohingya lari dari Myanmar ke Bangladesh sejak Agustus
tahun lalu. Mereka lari sesudah serangan gerilyawan Rohingya terhadap
pasukan keamanan memicu penumpasan oleh tentara.
Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan beberapa negara Barat menyatakan tindakan Myanmar itu
adalah pembersihan etnis, tapi Myanmar menolaknya. Myanmar mengatakan
pasukan keamanannya melakukan tindakan sah terhadap 'teroris'.
Duterte,
dalam pidato luas kepada petani dan pejabat pertanian di istana
presiden, menyentuh berbagai masalah, termasuk keputusannya baru-baru
ini menarik diri dari Mahkamah Pidana Antarbangsa, yang memutuskan
membuka penyelidikan awal dalam perang berdarahnya melawan narkotika.
Dengan mengundang kemarahan pejabat di Myanmar, Duterte menyatakan
belarasa kepada Rohingya dan menawarkan bantuan.
"Saya
betul-betul mengasihani orang di sana. Saya bersedia menerima pengungsi.
Rohingya, ya. Saya akan bantu tapi kita harus membaginya dengan Eropa,"
kata Duterte.
Ia juga menyebutkan ketidakmampuan
masyarakat dunia menyelesaikan masalah di Myanmar. "Mereka bahkan tidak
bisa memecahkan masalah Rohingya. Itu adalah pemunahan, jika saya boleh
mengatakan demikian," kata Duterte.
Myanmar menolak tuduhan
pemusnahan sedang terjadi dan juru bicara pemerintahnya, Zaw Htay,
menyatakan tanggapan Duterte tidak mencerminkan keadaan sebenarnya. "Ia
tidak tahu apa-apa tentang Myanmar," kata Zaw Htay kepada
Reuters, "Perilaku biasa orang itu adalah berbicara tanpa pengekangan. Itu mengapa ia mengatakannya."
Pernyataan
Duterte disiarkan langsung di televisi dan kemudian dimasukkan dalam
salinan pidatonya, yang dikeluarkan kantornya. Kecaman seperti itu oleh
pemimpin Asia Tenggara terhadap tetangganya adalah kejadian langka.
Filipina
dan Myanmar adalah anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara, yang sejak
lama menjunjung tinggi kesepakatan menahan diri dari mengecam sesama
anggota. Duterte tidak menyebut pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, yang
banyak dikecam di luar negeri karena tidak bersikap untuk Rohingya, yang
sebagian besar tanpa kewarganegaraan. Ia hanya mengatakan, "Wanita itu,
ia teman saya."