CB, ANKARA -- Kicauan Stratfor, lembaga analisis
berbasis di AS ihwal penerbangan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
dari Marmaris saat malam kudeta memicu kontroversi.
Tak hanya
itu, kicauan Statfor yang dinilai mendukung tentara pengkudeta dan
menentang Presiden Erdogan menimbulkan kritik dan pertanyaan. Apakah
benar Stratfor salah satu bagian dari perencanaan kudeta?
Stratfor merupakan lembaga yang menyediakan kajian analisis global tentang ekonomi, kebijakan luar negeri serta keamanan.
Seperti dikutip kantor berita Turki
Anadolu,
kicauan Stratfor pada malam kudeta tak biasa. Ketika pesawat Erdogan
balik ke Istanbul dari Marmaris, Stratfor berkicau sebanyak tiga kali
tentang jalur penerbangan sang presiden.
Pada kicauan pertama,
Stratfor menunjukkan posisi pesawat Erdogan yang berada di Laut Marmara.
Cicitan kedua tentang pesawat Erdogan yang mendekati Istanbul dan akan
mendarat.
Kicauan ketiga, Stratfor mengonfirmasi Erdogan telah mendarat di
Bandara Ataturk. Mereka juga menggambarkan citra satelit lokasi bandara.
Ketika ditanya
Anadolu bagaimana mereka bisa
mengetahui pasti lokasi presiden, Stratfor cenderung mengelak.
Begitupula ketika ditanya mengapa informasi sensitif itu dibagikan ke
media sosial pada malam kudeta.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menetapkan status darurat selama tiga bulan, Rabu (20/7), menyusul kudeta gagal pekan lalu.
Pada malam yang sama, Stratfor juga menyebut-nyebut laporan salah dari
MSNBC tentang kabar Erdogan meminta suaka ke Jerman.
Tak berhenti di sini, pada keesokan harinya, Stratfor berkicau di
Twitter
dengan membagian profil salah Erdogan. Stratfor melaporkan, Erdogan
telah ditahan oleh militer pada 1999. Ia dipenjara selama empat bulan
karena mencoba memicu kekerasan dan kebencian agama.
Stratfor
juga mengatakan, Erdogan telah lama menginginkan kekuatan militer
dipangkas sejak pertengahan 2000-an. Hal ini menunjukkan seakan Erdogan
telah memiliki permusuhan abadi dengan tentara.
Menurut
Anadolu, kicauan-kicauan ini seakan meyakinkan kepada pengikut Stratfor bahwa ada alasan nyata untuk melakukan kudeta.
Ini
bukan pertama kali Stratfor menyasar pemimpin negara. WikiLeaks pada
2012 membocorkan surat elektronik Wakil Presiden Stratfor Fred Burton
tentang mendiang mantan presidken Venezuela Hugo Chavez.
Dalam
surel, Burton menulis,"Kembali pada hari itu, kita akan merencanakan
kecelakaan helikopter (Chavez) untuk menutupi pembunuhannya."
Suasana rapat umum ntuk mendukung demokrasi dan mengutuk upaya kudeta berdarah 15 Juli lalu di Turki
Sejumlah spekulasi muncul, Statfor memiliki
kedekatan tertentu dengan Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA). Namun
majalah Atlantik pada 2012 menulis, "Stratfor bukanlah lembaga bayangan
CIA seperti diperkirakan WikiLeaks." "Seorang teman yang bekerja di
intelijen berkelakar Stratfor hanyalah majalah ekonomi dan ratusan kali
lebih mahal."
Pada 2012, WikiLeaks mengunggah koresponden
internal Stratfor. Menurut WikiLeaks, daripada menyandarkan kepada
sumber valid, Stratfor lebih menggunakan informasi intelijen yang ia
peroleh dari 'mata-matanya' di berbagai belahan dunia.
Dalam
salah satu bocoran dokumen, Stratfor disebut pernah membayar seseorang
yang berhubungan dengan tentara Lebanon sebesar 6.000 dolar AS per
bulan untuk analisis Timur Tengah.
Stratfor didirikan pada 1996
dan berbasis di Austin, Texas. Anadolu menyebut George Friedman,
pendiri Stratfor merupakan mantan analis politik yang memilki
perspektif anti-Islam dan pro-Israel. Friedman lahir di Hungaria dari
keluarga Yahudi.
Friedman mundur pada 2015 ketika CEO David Sikora bergabung dengan perusahaan.
Anadolu mengungkapkan latar belakang staf Stratfor lainnya juga menarik.
Ilustrasi Erdogan dan Fetullah/Mardiah
Sebut saja Jon Sather, merupakan anggota tim yang
ikut dalam operasi CIA selama 25 tahun. Ia direkrut oleh Stratfor pada
November 2015 menjadi kepala intelijen.
Birol Akgun, profesor
dari Universitas Yildrim Beyazit di Ankara mengatakan, Stratfor
sepertinya transparan. Namun siapa yang tahu jika ada pihak lain di
balik lembaga itu.
"Membagi informasi pada malam kudeta, jam demi jam menunjukkan
perusahaan yang juga badan bayangan berafiliasi CIA itu telah
mengetahui tentang persiapan kudeta."
Kudeta Turki berakhir dengan kegagalan. Presiden Turki Recep Tayyip
Erdogan menyalahkan Fethullah Gulen yang tinggal di AS sebagai biang
kudeta. Otoritas Turki telah melakukan pembersihan di kubu militer itu.
Tak hanya itu, pemerintah juga menangkapi hakim dan staf pengadilan yang
terlibat dalam upaya kudeta.
Credit
REPUBLIKA.CO.ID