Selasa, 02 Desember 2014

Badan Antariksa Eropa Siapkan Roket Baru


Badan Antariksa Eropa Siapkan Roket Baru  
Roket baru bernama Ariane 6 sedang dibicarakan oleh para Menteri Riset negara Eropa yang tergabung dalam Badan Antariksa Eropa (Reuters/NASA/Alexander Gerst)
 
Jakarta, CB -- Badan Antariksa Eropa (ESA) berencana untuk membuat sebuah roket yang akan digunakan untuk meluncurkan satelit ke ruang angkasa.

Roket bernama Ariane 6 ini ditargetkan agar dapat digunakan pada 2020 mendatang untuk menggantikan Ariane 5 yang hingga saat ini masih beroperasi.

Dikutip dari AsiaOne, ESA menilai bahwa pembuatan Ariane 6 ini dapat menghemat biaya di Eropa hingga 50 milar euro atau setara dengan Rp 763 miliar.

"Sebuah perdebatan besar telah terjadi tentang proyek ini dan kami yakin bahwa itu adalah proyek yang baik," kata Menteri Ekonomi Jerman, Sigmar Gabriel.

Pada Selasa (2/12), para Menteri Riset dari Eropa akan berkumpul di Luxembourg untuk menyelesaikan masa depan roket Ariane 6 serta keterlibatan negara Eropa dalam mengelola Stasiun Ruang Angkasa Internasional (International Space Station/ISS)

Keputusan untuk menjalankan proyek ini menjadi sangat penting mengingat ESA harus memastikan bahwa mereka masih layak berkompetisi dan dapat mengejar ketertinggalan dari pihak swasta yang ikut memproduksi roket antariksa seperti SpaceX.

Anggaran, tentu menjadi perdebatan utama bagi negara-negara Eropa terkait proyek eksplorasi antariksa. Hal ini juga melibatkan kalangan swasta.

Perancis nampaknya akan menjadi negara yang akan memberi sumbangan paling besar untuk proyek ini. Mereka memerlukan dukungan finansial dari Jerman beserta para pemrogramnya.

Airbus, sebagai perusahaan yang ikut terlibat dalam pembuatan Ariane 5, berharap proyek ini dapat terealisasi untuk mengembangkan eksplorasi ruang angkasa.

"Metode dan proyek baru ini diperlukan agar ESA tetap kompetitif," ujar Tom Enders, Chief Executive Airbus Group.

ESA saat ini memang sedang gencar membuat beberapa proyek ruang angkasa. Ini dilakukan agar ESA yang menjadi pusat penelitian ruang angkasa di Eropa tidak tertinggal dan dapat bersaing dengan NASA sebagai salah satu lembaga antariksa yang paling diperhitungkan.

Bahkan, ESA beberapa waktu lalu telah berhasil melakukan misi Rosetta, proyek jangka panjang yang dilakukan selama 10 tahun untuk mendaratkan pesawat robotika tanpa awak di permukaan komet.

Credit CNN Indonesia

Kapolri Kerahkan 670 Kapal Jaga Perairan Indonesia


Kapolri Kerahkan 670 Kapal Jaga Perairan Indonesia  
Kapolri Kerahkan 670 Kapal Jaga Perairan Indonesia (Foto: Okezone)
 
 
SEMARANG (CB) - Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Sutarman, menyatakan pihaknya siap mengerahkan 670 kapal yang bisa mengamankan perairan Indonesia hingga laut dalam.
"Polri cukup banyak kapal ada 670 kapal yang bisa melaut sampai laut-laut dalam. Seluruhnya ada 1.005 kapal dan sisanya kapal-kapal kecil seperti perahu karet dan speedboat kecil," kata dia di Akademi Kepolisian Semarang, Jawa Tengah, Selasa (2/11/2014).
Berdasarkan batas teritorial, kata Sutarman, wilayah Indonesia terbagi dalam wilayah Yurisdiksi, zona ekonomi ekslusif, dan Landas Kontinen 12 mil. Menurut Sutarman, kewenangan polisi ada di wilayah Yurisdiksi 12 mil.
"Kewenangan Polri ada di wilayah Yurisdiksi 12 mil. Kita harus bermitra kalau kita dibutuhkan masuk ke area tersebut kita tentu akan bekerja sama dengan KPLP dan dengan kementerian atau lembaga lain untuk mengerahkan kapal kita," terang Sutarman.
Sutarman menambahkan, pemerintah sedang menggodok sebuah badan yang bertujuan mengamankan perairan Indonesia.
"Sekarang pemerintah sedang menyusun badan untuk mengoordinasi sehingga bisa mengamankan poros maritim yang sedang dicanangkan pemerintah," tegas Sutarman.

Credit OkeZone

Australia Kurangi Dana Untuk Program Lingkungan PBB



Pemerintah Australia mengurangi pendanaan untuk UNEP,  program lingkungan PBB, sebesar lebih dari 80 persen, langkah yang mengejutkan berbagai lembaga lingkungan menjelang KTT mengenai Iklim Global di Lima, Peru.
Menurut keterangan yang diperoleh ABC, pemerintah Australia  memutuskan memotong anggaran sebesar $ 4 juta untuk UNEP selama beberapa tahun mendatang.
UNEP adalah lembaga yang memberikan nasehat bagi kebijakan lingkungan dan peerundingan soal perubahan iklim.
"Apakah itu berkenaan dengan polusi udara, melebarnya lapisan ozone, atau apa yang terjadi di laut dunia, konservasi hayati, untuk sumbangan yang kecil, Australia sebenarnya menarik manfaat dari sumbangan $ 500 juta kontribusi dari berbagai negara lain," kata Direktur Eksekutif UNEP, Achim Steiner.
Setiap tahun Australia memberikan sumbangan $ 1,2 juta dolar, namun sekarang hanya akan memberikan $ 200 ribu.
Dalam beberapa tahun mendatang, dana keseluruhan dari Australia berkurang sebesar $ 4 juta (sekitar Rp 40 miliar).
Berbagai kelompok lingkungan terkejut dengan perkembangan ini, karena menurut penghitungan yang dilakukan oleh UNEP, sumbangan Australia untuk badan tersebut adalah $ 2,2 juta setiap tahunnya.
"Sebagai direktur eksekutif, tentu saja saya kecewa karena dari kontribusi negara anggotalah, UNEP bisa menjalankan mandatnya secara penuh dan melayani komunitas global," kata Steiner.
"Ini menurut saya adalah investasi yang paling menguntungkan karena bayangkan Australia tidak akan  bisa bekerjasama secara bilateral dengan 193 lain untuk mengatasi masalah yang ada."
Menurut Menteri Lingkungan Australia Greg Hunt, pemerintah harus "membuat keputusan berat dalam situasi anggaran saat ini."
"Saya kira banyak warga Australia akan mengerti bahwa kami sudah memberikan dana $ 12 juta untuk melindungi batu karang di kawasan ini dan memerangi penebangan liar di kawasan Pasifik. Ini pengeluaran dana yang besar dibandingkan sumbangan $ 4 juta untuk bantuan birokratis dalam sistem PBB," katanya.

Credit  tribunnews.com

Ribut "Manusia Perahu", Australia Tunjuk Dubes Baru untuk RI


Ribut Manusia Perahu, Australia Tunjuk Dubes Baru untuk RI
Paul Grigson jadi Dubes baru Australia untuk Indonesia, saat kedua negara 'ribut' soal 'manusia perahu'. | (smh.com)


CANBERRA (CB) - Pemerintah Australia menunjuk Paul Grigson sebagai duta besar (Dubes) baru untuk Indonesia. Grigson ditunjuk saat kedua negara berpolemik soal penanganan pencari suaka atau manusia perahu.

“Paul Grigson akan meninggalkan jabatannya sebagai Wakil Menteri Luar Negeri dan Perdagangan untuk menjadi Dubes yang betugas di Jakarta,” tulis Fairfax Media, Selasa (2/12/2014).

Grigson akan menggantikan Greg Moriarty, Dubes Australia untuk Indonesia sebeumnya yang telah ditarik pada November 2014 lalu.

Grigson adalah seorang perwira senior yang diyakini mampu mendinginkan hubungan diplomatik Australia dan Indonesia yang sensitif terkait kebijakan baru Australia dalam menangani “manusia perahu”.

Sebelumnya, Australia di bawah pemerintahan Perdana Menteri Tony Abbott, sempat bersitegang dengan Indonesia setelah aksi intelijen Australia yang memata-matai para pejabat Indonesia, termasuk mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terungkap beberapa bulan lalu.

Australia tertarik untuk membangun hubungan yang kuat dengan pemerintah baru Indonesia, dengan mendorong Indonesia untuk mengambil peran kepemimpinan yang kuat di tubuh ASEAN untu mengatasi ketegangan di Laut China Selatan.


Credit SINDOnews

Neraca Perdagangan Surplus $20 Juta

Associated Press
Ilustrasi: Anjungan minyak lepas pantai. Kemerosotan harga minyak dunia membuat nilai impor Indonesia mengecil, sehingga neraca perdagangan berhasil mencetak sedikit surplus.

JAKARTA (CB)—Neraca perdagangan berhasil membukukan sedikit surplus senilai $20 juta pada Oktober. Kinerja ini membaik setelah neraca September mencatat defisit $270 juta. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin, kejatuhan harga minyak dunia telah memangkas nilai impor.
BPS mengumumkan impor minyak dan gas berkurang 2% dibanding bulan sebelumnya, sehingga impor keseluruhan turun 1,4% menjadi $15,33 miliar. Dibanding angka setahun sebelumnya, impor menyusut 2,2%.

Sementara itu, pengiriman bahan mineral ke luar negeri meningkat setelah beberapa perusahaan tambang besar kembali mengekspor produknya pada September dan Oktober. Ekspor bulan Oktober secara keseluruhan beranjak naik sebesar 0,5% dari September menjadi $15,35 miliar. Bagaimanapun, angka ekspor ini masih lebih kecil 2,2% dari setahun sebelumnya.
Dari 11 ekonom yang dihubungi The Wall Street Journal, median perkiraan mereka adalah surplus $25 juta.
Surplus perdagangan pada Oktober semakin membuka kemungkinan membaiknya defisit transaksi berjalan. Pada kuartal ketiga, defisit tersebut telah menyempit menjadi $6,8 miliar setelah sempat mencapai $8,7 miliar pada kuartal kedua. Presiden Joko Widodo bulan lalu juga telah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi konsumsi dan pada akhirnya menekan impor.

Credit  indo.wsj.com

AS Persenjatai Jepang, Laut Cina Timur Memanas

 
Headline
(Foto: presstv)

CB. Washington -- AS menyatakan siap menjual senjata ke Jepang. Beijing merespon, dan Laut Cina Timur memanas.

Pejabat Departemen Pertahanan AS, Senin (1/12), mengatakan Jepang berencana membeli 52 kendaraan amfibi pada tahun 2018, tetapi belum memutuskan model yang diinginkan.

Stars and Stripes melaporkan kesepakatan militer Jepang-AS muncul menyusul kian panasnya saling klaim atas kepemilikan sejumlah pulau di Laut CinaTimur.

Jepang kini menguasi Senkaku, pulau yang dalam peta Tiongkok diberi nama Diaoyu. Tokyo mengakui internasionalisasi bagian dari rantai pulau, dan membeli Senkaku dari seorang tuan yang menguasai pulau itu atas nama pribadi.

Tahun lalu, Tiongkok membentuk Identifikasi Zona Pertahanan Udara atas Laut Cina Timur, dan mendesak semua pesawat militer dan sipil menginformasikan pemerintah Tingkok sebelum memasuki wilayah itu.

AS dan Jepang beberapa kali melanggar zona itu, setelah Beijing mendeklarasikannya.

Jepang ingin membangun kembali kekuatan lautnya, dengan membentuk unit marinir di tubuh Pasukan Bela Diri. Pilihan jatuh pada Amphibious Assault Vehicle (AAV-7).

"Kami telah membeli empat AAV-7 tahun 2013, dan dua pada tahun berikutnya," ujar seorang juru bicara militer Jepang.

Credit INILAHCOM

Deterrence and Doctrine



Z-9EC helicopter (1)Pakistan’s nuclear umbrella has given the country breathing space to modernise her military, with a sea-based deterrent on the cards. Islamabad is pursuing a policy of self-reliance and export promotion in the defence sector, based on an emerging strategic relationship with Beijing.
by Alex Calvo

The October 2014 centenary anniversary of the arrival of the first British Indian troops on the European Western Front during the First World War is a good moment to examine the current military modernisation plans of one of the successor states of British India: Pakistan. This is a country where the armed forces are widely seen by both experts and the population as the backbone of a still-ongoing process of nation-building. At the international level, Pakistan remains a state which is strategically essential to both Beijing and Washington DC. The existence of Pakistan’s nuclear deterrent has provided some breathing space to confront India without the need for a conventional parity in terms of materiel and personnel, allowing Islamabad to focus on military modernisation and internal security. Her nuclear force also widens the scope to wage or at least tolerate sub-conventional and limited conventional warfare against India, including the use of proxy actors such as armed militants in the disputed region of Kashmir without fear of escalation.
In addition to infiltration in Kashmir, incidents blamed on proxy Pakistan actors in recent years include the 26 November 2008 seaborne attack against Mumbai and the 23 May 2014 strike against the Indian Consulate in Herat, western Afghanistan. Domestically, the Pakistan military has managed to develop a strong esprit de corps, seeing itself as more advanced and modern than the country’s surrounding society and its politicians. It has also become a meritocratic avenue for social advancement. While fears of Islamist infiltration into Pakistan’s armed forces persist, most officers are considered to be Pakistani nationalists; loyal to Pakistan as nation-state rather than the Ummah, Islam’s universal community of believers.
Pakistan has to contend with three strategic imperatives: bringing together a diverse population in terms of language, ethnicity and economic interests, confronting India, and preventing the emergence of a unified, hostile Afghanistan. Reza Fazli, a Kabul-based researcher at the United Nations Non-Governmental Organisation Liaison Office, active in research and peace-building, who follows regional dynamics, believes that Pakistan is “an expansionist state bent on destroying, occupying or at least weakening Afghanistan”, while pointing out that “it is the Pakistani military that sets the tone of Pakistani foreign policy, particularly with regards to Afghanistan (and India)”. Islamabad’s motivations to try to weaken Afghanistan include avoiding encirclement and the emergence of a unified Pashtunistan, an area of land encompassing parts of Afghanistan and Pakistan inhabited by the Pashtun ethnic group. In addition to these concerns, a fourth preoccupation of Pakistan is maritime security while the country remains one of the largest contributors to United Nations peacekeeping operations.
In defence industrial terms, Islamabad can be expected to continue her drive for self-reliance partly prompted by past United States sanctions against her nuclear weapons programme, diversification, and a push for exports, with China as the Pakistan government’s preferred partner. Saudi Arabia is one of Pakistan’s most significant clients, with some observers concerned that Islamabad may enable Riyadh to acquire a nuclear deterrent through the export of know-how to this end.

Conventional Land Forces
Traditionally the senior service, Pakistan’s Army has a strength of more than 600,000 (1,400,000 adding reserves and paramilitary forces), it fields more than 2500 Main Battle Tanks (MBTs) and 4000 armoured personnel carriers and other armoured vehicles, and its artillery is believed to comprise more than 3000 towed guns and almost 500 self-propelled pieces, as well as different types of anti-tank guided missiles, including the AQ Khan Research Laboratories Bakhtar-Shikan, and 92 multiple launch rocket systems. The MBT inventory include more than 300 (600 planned) Heavy Industries Taxila Al-Khalid MBTs which is closely based upon the Russian/Soviet Kharkiv Morozov T-54, plus 320 Kharkiv Morozov T-80 MBTs, 320 Heavy Industries Taxila Al-Zarrar T-59s along with Norinco Type 85-II and Type 69-II MBTs, as well as 345-450 General Dynamics Land Systems M48A5 and 50 Kharkiv Morozov T-54/55 MBTs. The armoured vehicle inventory includes 2000 domestic-developed amphibious Heavy Industries Taxila Talha and Saad armoured personnel carriers, 300 BAE Systems M2 Bradley infantry fighting vehicles, and more than 1600 Food Machinery Corporation/BAE Systems M113 armoured personnel carriers.

Auxiliary Forces
A significant portion of Pakistan has never been fully brought under the control of the central government, including the FATA (Federally-Administered Tribal Areas), located in the north west of the country. Rather than civilian police and conventional army units, a number of militia and constabulary-type forces constitute Islamabad’s most visible face in those regions, leaving the army free to face India. To this end, the Frontier Corps are recruited from the Pashtun population near the Afghan border. Created by the British, it is separate from the army and sometimes works with irregular village forces. The Frontier Corps are joined by the Laskhars, a part-time tribal militia made up of civilians available to take up weapons. Lightly armed, they on the other hand know the physical and human terrain in the areas where they operate. Paramilitary police forces in the FATA include the Levies, armed with weapons provided by the authorities (the Laskhars use their own) and more formal training compared to the Lashkars.

Navy
A junior service in comparison to the army, it is nevertheless tasked with key roles such as coastal protection and the defence of Sea Lines Of Communication (SLOCs). It operates eleven frigates and destroyers (including six ‘Amazon’ class frigates and one ‘Leander’ class frigate in a training role), three ‘Eridan’ class Mine Countermeasures (MCM) vessels, four ‘Jalalat’ class fast attack craft, and eight auxiliary ships, plus oilers and Offshore Patrol Vessels (OPVs). The subsurface fleet includes five French-made ‘Khalid’ class conventional hunter-killer (SSKs) boats purchased in the 1990s and two ‘Hashmat’ class SSKs which were bought in the 1970s, plus three midget submarines.
Pakistan’s naval aviation comprises four Lockheed Martin P-3C Orion Maritime Patrol Aircraft (MPA), eight Fokker F27-200 MPA, and three Dassault Breguet Atlantique ATL-I MPA. The naval support helicopter fleet includes six AgustaWestland Sea King Mk.45 rotorcraft and twelve Hafei Z-9EC aircraft, among others. Weapons used by the Pakistan Navy include China Aerospace Science and Industry Corporation (CASIC) C-602 anti-ship cruise missiles, purchased from China and with an estimated speed of 529 knots (980 kilometres-per-hour) and range of 151 nautical miles (280 kilometres). In addition, the Pakistan Air Force operates a specialised anti-ship squadron equipped with Dassault Mirage V strike aircraft. The personnel strength of the navy includes more than 22000 active and 5000 reserve officers and sailors.
Traditionally, the port of Karachi has been the home of the Pakistani Navy. A crowded harbour, in a city sometimes described as ‘feral’, it experienced an attack on the Mehran Naval Air Base there in 2011, when Pakistani Taliban cadres destroyed two Lockheed Martin P-3C Orion patrol aircraft. John P. Sullivan, a senior research fellow at the Centre for Advanced Studies on Terrorism (CAST), explains that “a feral city has lost the ability to moderate gangs, crime and violence. The rule of law is replaced by impunity for criminal conflict and a lack of state solvency (legitimacy plus capacity).  The absence of the state is reinforced by the primacy of the illicit economy”. Mr. Sullivan adds that “Karachi fits this model”. Gradually, the Navy is diversifying into other bases, such as PNS Siddique in Turbat, in the south-west, near the strategic deepwater port of Gwadar and border with Iran, designed to host some naval air assets. Another base is Pasni, where the P-3Cs are located. In April 2014 Pakistan shifted the bulk of her operational fleet (submarines included) from Karachi to Jinnah Naval Base, also located in the south-west of the country.
Pakistan’s navy is planning to expand and modernise. Current procurement initiatives include four more ‘Zulfiqar’ class frigates. The first three were built in China and the fourth in Pakistan. The ‘Zulfiquar’ class displaces 3000 tons and carries CASIC C-802A long-range anti-ship and China Academy of Defence Technology FM-90 surface-to-air missiles, depth charges, torpedoes, a 76mm gun and a close-in-weapons system, while embarking a Hafei Z-9EC naval support helicopter. Also four modern corvettes are to be built at the Karachi Shipyard and Engineering Works, at an unspecified date, and Pakistan has requested the purchase of six ‘Oliver Hazard Perry’ class frigates from the US, however US Congressional hostility which may prevent the deal. Candidate corvettes to meet Pakistan’s requirements include DCNS’ ‘Gowind’ class, ThyssenKruppMarineSystems ‘MEKO A-100/D’ class or Istanbul Naval Shipyard’s ‘Ada’ class. Naval procurement plans also cover additional oilers, MCMs and OPVs.
In order to replace her ‘Daphne’ class SSKs, decommissioned in 2006, there are reports that the Pakistani Navy is negotiating the purchase of DCNS ‘Marlin’ or Howaldtswerke-Deutsche Werft GmbH ‘Type-214’ class submarines. Other reports point out that China may have offered to sell six ‘Yuan’ class SSKs. Sino-Pakistani cooperation in naval construction is not only further proof of the strong bilateral relationship and move away from US procurement by Pakistan, but is also geared towards exports to third countries and shows that Islamabad, like Beijing, is enhancing its maritime power.

Air Force
Pakistan’s air force operates some 800 aircraft from seven air bases, and its personnel numbers 65000 (with around 3000 pilots). Its front line strength remains focused on the General Dynamics/Lockheed Martin F-16A/B/C/D Block-10/15/50/52 multi-role combat aircraft, with Islamabad buying a further 13 from Jordan in 2014, bringing her total to 76. In September 2014 the last of 41 F-16A/Bs to be modernised by Turkish Aerospace Industries (TAI) were delivered back to the air force following both structural and avionics upgrades (see ‘Pakistan receives upgraded F-16s from Turkey’ news story in this issue). However the Chenghu/Päkistan Aeronautical Complex JF-17 Thunder MRCA, co-produced with China, is currently the air force’s first priority and is one of the best examples of Pakistan’s gradual shift towards Beijing. In December 2013 production of 50 JF-17 Block-II MRCA began, with improved avionics and weapons load, as well as an in-flight refuelling capability. Plans call for the purchase up to 250 planes, replacing the Chengdu F-7 and Dassault Mirage-III/V MRCA. Beijing and Islamabad are working on a two-seater variant of the JF-17 for use as a trainer or for night strike missions expected to be designated as the JF-17 Block-III. Furthermore, there has been much speculation about the possible purchase of Chengdhu J-10 MRCA, considered to be roughly equivalent to the US F-16C/D Block-50/52 MRCA.
Pakistan’s main aircraft manufacturing and maintenance centre is the state-owned Pakistan Aeronautical Complex (PAC) in Kamra (Punjab). Considered to be the world’s third largest assembly plant, it was originally built to service Chinese-made aircraft. Domestic Unmanned Aerial Vehicles (UAV) manufacturers include the privately-owned Karachi-based Integrated Dynamics (ID) and government-owned PAC, the latter producing the Uqaab UAV. While observers point out that current UAVs have not been weaponised, some have pointed out that the Uqaab may be weaponised with Chinese assistance in the future.

Nuclear Forces
Given Pakistan’s smaller population and economy, compared to India’s, her nuclear arsenal (estimated at 100-120 warheads) remains a cornerstone of her defence posture. The programme owes much to Chinese assistance and is widely considered to have resulted in proliferation assistance to third parties, through the same networks set up to procure key materials, and benefiting Libya, Iran, and the Democratic People’s Republic of Korea (DPRK). It enjoys popular and military support and seems to have made it easier for Pakistan to engage in asymmetrical war against India involving proxies (see above). In addition, Islamabad has never ruled out a first strike in any future nuclear confrontation.
Pakistan nuclear delivery systems include the F-16A/B (see above) carrying nuclear gravity bombs. Other delivery systems include the 173 nautical mile (320 kilometre) range National Defence Complex (NDC) Ghaznavi and 486nm (900km) range Shaheen short-range tactical ballistic missiles, with two more in development: the NDC Abdali and Nasr, the latter with an estimated range of 32nm (60km), plus the intermediate-range Khan Research Laboratories Ghauri-2 and 1349nm (2500km) range Shaheen-2. The Ghauri-2 is based on the DPRK’s Nodong intermediate-range ballistic missile which is believed to be road-mobile and liquid-fuelled, with a single stage and a range of some 1079nm (2000km). The Shaheen-2 is solid-fuelled with a similar range. To this we must add two cruise missiles in development, the air-launched Air Weapons Complex Ra’ad with a 189nm (350km) range and the ground-launched NDC Babur, the latter of which has a range of some 348nm (644km). It is rumoured that a naval version of the latter is also under development. Meanwhile, Pakistan is working on the Taimur intercontinental ballistic missile with a range of 3777nm (7000km).
Some observers consider Pakistan to have the fastest-growing nuclear arsenal in the world, which the country is modernising. This may be connected to doctrinal developments giving nuclear weapons a wider role. Islamabad may be working to develop a sea-based deterrent, giving her a second-strike capability. Mandeep Singh, associate editor at specialised defence website Orbat believes that this would “change the strategic balance completely” and “significantly enhance the chances of nuclear war”. Mr. Singh says that “Pakistan now has extremely competent security in place for its nuclear weapons”, although the possibility of the weapons (falling under the unauthorised possession of violent Islamist organisations) can’t be ruled out given recent experience”. He deems it credible that Saudi Arabia, “in an extremely difficult strategic position”, may purchase nuclear technology or hardware from Pakistan.

Conclusions
Pakistan is modernising key weapons systems, often in partnership with China, and gearing them also towards exports. In terms of nuclear weapons the two big questions are whether Islamabad may deploy a sea-based deterrent, thus completing its triad, and whether Saudi Arabia may obtain a nuclear deterrent with technological support from Pakistan. In the conventional arena, the continued development and possible export of the JF-17 MRCA, co-produced with China, merits careful attention, as does the progress in domestic-made UAVs. The renewal of Pakistan’s submarine fleet could also significantly contribute to the country’s military strength.


Credit  asianmilitaryreview.com

Kerja Sama dengan TNI AL Menteri Susi Perketat Illegal Fishing


Kerja Sama dengan TNI AL Menteri Susi Perketat Illegal Fishing
Kerja Sama dengan TNI AL Menteri Susi Perketat Illegal Fishing

CB, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersinergi dengan TNI Angkatan Laut (AL) dalam melakukan pengamanan wilayah perairan RI dari aksi pencurian ikan atau illegal fishing.
Kerja sama itu tertuang dalam bentuk nota kesepahaman atau (Memorandum of Understanding/MoU) yang ditandatangani Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Marsetio di Mabes TNI AL, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (1/12/2014) kemarin.
Penandatanganan kerja sama ini merupakan salah satu upaya untuk menegaskan kembali komitmen pemerintah terkait kedaulatan penuh di laut. Dalam kerja sama itu akan diatur pula soal pertukaran data dan informasi antara dua lembaga.
Laksamana TNI Marsetio menyebutkan, data mengenai FMS (Fishing Monitoring System) yang telah dimiliki KKP sudah bisa diakses TNI AL. Dengan akses ini, pihaknya akan lebih mudah dalam menanggulangi praktek-praktek illegal fishing.
Selama ini, TNI AL memang kesulitan dalam mengidentifikasi kapal-kapal pelaku illegal fishing, terutama kapal-kapal yang izinnya sudah kedaluwarsa. Hal ini berkaitan erat dengan pengawasan dan penegakan hukum di wilayah laut Indonesia.
"Sehingga data yang ada di KKP dimiliki juga oleh TNI AL," kata Marsetio.
Sementara itu Susi mengatakan, kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan pengawasan di bidang kelautan dan perikanan di perairan Indonesia.
"MoU ini sangat penting menjadi dasar utama bersama TNI AL untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia," kata Susi.
Selain itu kerja sama ini, kata Susi, juga bertujuan untuk menyukseskan program moratorium izin kapal penangkap ikan, agar pemerintah RI dihargai dunia dan mengelola tata kelola laut dengan benar serta berkelanjutan.
Dalam kerja sama itu Kementerian Kelautan dan Perikanan akan bertugas melakukan operasi laut di wilayah-wilayah tertentu, dibantu patroli TNI AL.

Credit TRIBUNNEWS.COM

Harga Minyak Dunia Turun, Berkah Bagi Indonesia


Harga Minyak Dunia Turun, Berkah Bagi Indonesia 
 Harga Minyak Dunia Turun, Berkah Bagi Indonesia. (Foto: Okezone)
 
 
JAKARTA (CB) - Saat ini harga minyak dunia terus merosot tajam, bahkan berpeluang terpuruk ke level USD30 per barel. Padahal sebelumnya, harga minyak dunia masih di level USD115 per barel, dan sekarang di posisi USD69 per barel.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, hal tersebut akan dimonitor terus. Walau begitu, dia menyebutkan penurunan harga ini adalah sebuah berkah.
Menurutnya, dengan semakin turunnya harga minyak dunia, pemerintah diperkirakan akan mendapatkan dana penghematan dari kenaikan harga BBM subsidi yang lebih banyak.



Sofyan mengungkapkan, dana penghematan tersebut nantinya akan digunakan ke arah produktif yang selama ini sudah terabaikan.
"Kelebihannya untuk infrastruktur-infrastruktur yang kita butuhkan, irigasi kita butuhkan, kesehatan, nelayan kecil, UKM kita butuhkan. Kelebihan dimanfaatkan untuk hal-hal yang sejauh ini terabaikan," kata Sofyan di kantornya, Jakarta.
Dia juga memperkirakan, harga minyak dunia diprediksi akan kembali naik. "Tentu kita akan monitor terus, harga itu kalau naik dan turun. Memang harganya turun tapi berapa lama,
"Oleh sebab itu pemerintah memonitor dan akan mengambil tindakan pada saatnya," sambungnya.


Credit OkeZone

Mengejutkan, Kingkong Setinggi 3 Meter Pernah Hidup di Tanah Jawa

 
Siswanto/Balai Arkeologi Yogyakarta Fragmen rahang bawah King Kong Jawa Purba yang ditemukan di situs Semedo, Tegal, Jawa Tengah.


CB — Fosil pertama kera raksasa purba di Indonesia ditemukan di situs Semedo, Tegal, Jawa Tengah. Penemuan tersebut memberi petunjuk bahwa kera raksasa purba atau kingkong pernah hidup di Indonesia, khususnya tanah Jawa.

"Ini ditemukan oleh warga pada bulan Juli lalu. Kita berhasil mengonfirmasi bahwa ini milik kera raksasa Jawa," ungkap Siswanto, Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta, ketika dihubungi Kompas.com, Senin (1/12/2014).

Fosil yang ditemukan berupa tulang rahang bawah. Awalnya, fosil itu diduga milik manusia. Akan tetapi, saat menganalisis ukuran dua gigi geraham yang besar, pihak Balai Arkeologi Yogyakarta meyakini bahwa fosil tersebut bukan milik manusia, melainkan kera raksasa.

Temuan ini mencengangkan sebab selama ini Gigantopithecus atau kera raksasa yang ukurannya mencapai 3 meter dipercaya hanya tersebar di Tiongkok, Asia Selatan, dan wilayah Vietnam yang dekat dengan Tiongkok.

"Ini temuan pertama di Indonesia," kata Siswanto. Dia menambahkan, kera raksasa yang ditemukan di Semedo berbeda dengan di Asia Selatan dan Tiongkok. "Kalau di India, misalnya, ukurannya lebih kecil," imbuhnya.

Ada beragam jenis Gigantopithecus yang tersebar di dunia, antara lain G giganteus, G bilaspurensis, dan G blacki. Jenis yang fosilnya dijumpai di Semedo adalah G blacki.

Tulang Gigantopithecus ini ditemukan pada lapisan tanah dengan umur geologi mencapai satu juta tahun lalu. Lokasi penemuan ini mendukung gagasan bahwa kera raksasa pernah menyebar hingga ke Indonesia.

Jutaan tahun lalu, daratan Asia dan wilayah Jawa, Sumatera, serta Kalimantan masih tergabung dalam satu pulau raksasa. Kondisi tersebut memungkinkan hewan darat seperti kera raksasa menyebar hingga ke Tanah Air.

Siswanto mengutarakan, kera raksasa purba menghuni Jawa pada masa pleistosen hingga lebih kurang 200.000 tahun lalu. Setelahnya, spesies tersebut punah, diduga akibat perubahan iklim.

"Ada perubahan iklim mendadak dari ekstrem dingin menjadi kering. Kera raksasa dengan ukurannya yang besar tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga akhirnya punah," ujar Siswanto.

Siswanto percaya, kera raksasa tidak hanya bisa dijumpai di Jawa, tetapi juga Sumatera dan Kalimantan. Hanya, kondisi pengendapan di Sumatera dan Kalimantan mungkin tidak mendukung terawetkannya tulang sehingga fosil tak ditemukan.

Siswanto menguraikan temuan fosil kingkong purba tersebut dalam acara kuliah umum di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, pada Sabtu (29/11/2014). Dalam acara itu, dia juga menguraikan temuan penting lain di situs Semedo.

Salah satu temuan lain dari situs Semedo adalah gajah kerdil purba atau Stegodon (pygmy) semedoensis. Jenis stegodon tersebut diyakini endemik Semedo, tak bisa dijumpai di wilayah lain.


Credit KOMPAS.com

Perancis akan Akui Negara Palestina


Perancis akan Akui Negara Palestina  
Aktivis Palestina dari dalam dan luar negeri mencoba memanjat tembok yang didirikan Israel pada November lalu, dalam serangkaian peristiwa yang membuat tensi memanas di Yerusalem. (Reuters/Ammar Awad)
 
Paris, CB -- Anggota parlemen Perancis akan melakukan pemungutan suara pada Selasa (2/12) untuk meminta pemerintah mengakui negara Palestina.

Langkah ini merupakan langkah simbolis yang tidak akan segera mempengaruhi sikap diplomatik Perancis tapi cukup mendemonstrasikan ketidaksabaran Eropa terhadap proses perdamaian yang menemui jalan buntu.

Sementara sebagian besar negara-negara berkembang mengakui Palestina sebagai sebuah negara, tidak demikian dengan sebagian besar negara-negara Eropa Barat, yang mendukung posisi Israel dan AS bahwa negara Palestina harus lahir dari negosiasi dengan Israel.

Namun gagalnya proses perundingan damai yang disponsori AS pada April lalu menumbuhkan frustrasi di negara-negara Eropa terhadap Israel.

Palestina mengatakan negosiasi telah gagal dan mereka tidak punya pilihan selain untuk mengejar kemerdekaan secara sepihak.

Pada Oktober, Swedia menjadi negara Eropa terbesar Barat yang mengakui Palestina dan parlemen di Inggris dan Irlandia melakukan pemungutan suara di mana mereka mengakui negara Palestina.

Israel telah secara tegas menentang semua langkah tersebut. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut langkah Perancis sebagai sebuah “kesalahan besar”.

Langkah Perancis, yang diusulkan oleh Partai Sosialis yang berkuasa dan didukung oleh partai-partai sayap kiri serta beberapa partai konservatif, meminta pemerintah untuk "menggunakan pengakuan negara Palestina dengan tujuan menyelesaikan konflik secara definitif".

Berbicara kepada parlemen menjelang pemungutan suara, Menteri Luar Negeri Laurent Fabius mengatakan, pemerintah tidak akan terikat oleh pemungutan suara. Namun ia mengatakan jika upaya perundingan kembali gagal, maka Perancis akan mengakui Palestina sebagai negara.

Dia mendukung jangka waktu dua tahun untuk meluncurkan kembali dan menyimpulkan negosiasi dan mengatakan Paris bekerja pada resolusi Dewan Keamanan PBB.

"Jika upaya akhir untuk mencapai solusi yang dirundingkan gagal, maka Perancis akan harus melakukan apa yang diperlukan dengan mengakui negara Palestina tanpa ditunda," kata Fabius.

Pemungutan suara yang akan dilakukan hari ini, telah meningkatkan tekanan pada pemerintah Perancis untuk lebih aktif dalam isu Palestina.

Sebuah jajak pendapat terbaru menunjukkan lebih dari 60 persen dari warga Perancis mendukung negara Palestina.

Credit CNN Indonesia

Empat Poin Penting Aturan Baru Menteri Susi

Empat Poin Penting Aturan Baru Menteri Susi
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (kanan) meninjau tempat penyimpanan kapal sitaan di Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak, Kalimantan Barat, 15 November 2014. ANTARA/Jessica Helena Wuysang

 CB, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan akan membuat peraturan kelautan dan ekosistem yang membatasi penangkapan ikan di laut. Peraturan ini akan diterbitkan seusai moratorium izin kapal berakhir. "Moratorium ini berlaku enam bulan sejak November lalu," kata Susi dalam acara Chief Editors Meeting di kantornya, Senin 1 Desember 2014.

Dalam aturan baru ini, ada tiga poin penting. Poin pertama adalah pemerintah menerapkan sistem kuota dalam penangkapan ikan di laut. Susi beralasan, peraturan ini diterbitkan untuk menjaga kelestarian sumber daya laut seusai moratorium izin kapal berakhir. "Karena sumber daya laut kita ini sudah over ditangkepin," ujar Susi..

Poin kedua, kata Susi, beleid tersebut akan mengatur waktu penangkapan ikan selama beberapa bulan. Nantinya, masa tangkap atau bulan tangkap ikan tidak bisa dilakukan sepanjang tahun. Poin ketiga, Susi akan membatasi ukuran ikan yang boleh ditangkap demi menjaga ekosistem laut. Susi melarang nelayan menangkap bayi-bayi hewan laut seperti kepiting dan tuna.

Poin keempat, Susi akan membatasi zona tangkap untuk menjaga wilayah tertentu yang menjadi lokasi perkembangbiakan ikan atau tempat ikan langka. Salah satu penandanya adalah zona merah yang menunjukkan jumlah ikan di kawasan tersebut sudah menipis. "Sehingga tidak boleh dilakukan penangkapan ikan di zona tersebut," ujar Susi.

Credit TEMPO.CO

WNI Tenggelam di Rusia, KBRI Moskow Kirim Tim untuk Verifikasi

Total ada 35 WNI di dalam kapal berbendera Korea Selatan itu.
 Ilustrasi mercusuar 
Ilustrasi mercusuar (REUTERS/Mark Blinch )



CB - Duta Besar Indonesia untuk Rusia, Djauhari Oratmangun, mengaku telah mendengar mengenai insiden tenggelamnya kapal penangkap ikan asal Korea Selatan, Oryong 501, di Selat Bering, Rusia.

Dihubungi VIVAnews pada Selasa dini hari, 2 Desember 2014, Djauhari mengatakan telah mengutus tim untuk berangkat ke kota terdekat dari lokasi tenggelamnya kapal berbobot 1.753 ton, yaitu Anadyr, yang terletak di timur laut Rusia.

"Kami telah mengirimkan tim dari KBRI Moskow, agar secepatnya bisa berangkat ke sana. Saya sendiri, juga rencananya akan ikut terbang ke sana. Hanya saja, permasalahannya untuk bisa ke sana, pesawat yang tersedia hanya ada dua kali seminggu yaitu hari Rabu dan Jumat," ujar Djauhari.

Tantangan lain yang akan dihadapinya, yakni suhu udara dingin. Menurut informasi yang diterima Djauhari, saat ini, di kota tersebut suhu berkisar minus 20 derajat celcius di daratan. Suhu ini bisa lebih rendah lagi, jika berada di permukaan laut.

Dia sendiri, rencananya akan menyusul tim pada Rabu malam. Untuk bisa mencapai ke sana pun, tambah mantan Direktur Kerjasama ASEAN, Kementerian Luar Negeri itu, tidak mudah. Butuh waktu sekitar 11 jam, jika langsung terbang ke Anadyr. 

"Tapi kalau stop over, bisa memakan waktu lebih lama yakni satu hari lebih," lanjut dia. 

Dari informasi yang dia terima dari Kemlu Rusia, sebanyak enam WNI sudah berhasil diselamatkan dari laut dan dalam keadaan hidup. Sementara itu, menurut otoritas Korea Selatan, ada tiga WNI saja yang berhasil dievakuasi. 

"Sebab itu, kami masih terus berupaya untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Datanya saat ini masih simpang siur," kata dia. 

Total ada delapan kru kapal, termasuk di dalamnya WNI yang berhasil dievakuasi. Mereka diselamatkan oleh kapal-kapal setempat, yang tengah melintasi wilayah tersebut. Sayang, satu warga Korsel yang berhasil diselamatkan sudah tak lagi bernyawa.

Djauhari juga tengah berupaya untuk memperoleh nama-nama ke-35 WNI yang bekerja di kapal milik perusahaan bernama Sajo Industri itu. Dia menambahkan, selain itu memverifikasi, kehadiran tim dari KBRI Moskow untuk memberikan dukungan dan menjenguk jika WNI dirawat di rumah sakit.

"Yang terpenting, mereka tahu bahwa KBRI hadir di sana untuk memberikan perlindungan," kata dia. 

Kapal Oryong 501 tenggelam pada Senin, 1 Desember 2014. Data dari laman Dailymail melansir kapal tenggelam sekitar pukul 17.00 waktu setempat. Belum ada pernyataan resmi dari otoritas Rusia mengenai penyebab kapal tenggelam, walau media menduga kapal karam akibat dihantam ombak tinggi.

Kantor berita Rusia, ITAR-TASS menyebut ada 62 kru kapal yang tengah diangkut. Saat tenggelam, kapal tengah menangkap ikan.

Credit VIVAnews

Sudan uji coba lima varian padi Indonesia

Beberapa investor Sudan telah menyatakan minat mereka untuk mengembangkan varian padi Indonesia tersebut."
Kairo (CB) - Kementerian Pertanian dan Irigasi Sudan melakukan uji coba penanaman lima varian padi dari Indonesia di Gedarif State, Sudan.

Uji coba penanaman lima varian padi dari Indonesia ini merupakan tindak lanjut perjanjian kerja sama pertanian Kementerian Pertanian RI dan Kementerian Pertanian dan Irigasi Sudan, kata siaran pers KBRI Khartoum, Senin.

Disebutkan, uji coba penanaman varian padi Indondesia tersebut merupakan realisasi dari Nota Persepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) Indonesia-Sudan di bidang pertanian 2002, Agreed Minutes di bidang pertanian 2007 dan Joint Technical Committee di bidang pertanian dan peternakan 2013.

Luas lahan uji coba lima varian padi itu sekitar lima hektare, yang penanamannya dilakukan pada pertengahan Juli 2014 dan panen perdana mulai 2 November 2014.

"Jumlah produksi belum diketahui karena masih dalam proses panen perdana," kata Suaib Taher, staf KBRI Khartoum yang dikonformasi Antara dari Kairo.

Menurut Suaib, hasil panen dua dari lima jenis padi, yaitu inpago-19 dan inpari-17 sangat memuaskan, namun tiga varian lainnya dinilai belum memuaskan.

"Beberapa investor Sudan telah menyatakan minat mereka untuk mengembangkan varian padi Indonesia tersebut," katanya.

Panen perdana itu dihadiri sekitar 100 orang dari kalangan pejabat, peneliti dan investor Sudan, di samping Duta Besar RI untuk Sudan dan Eritrea, Burhanuddin Badruzzaman.

Dijelaskan, dalam kerangka kerja sama tersebut, Kementerian Pertanian RI juga menghibahkan sejumlah peralatan pertanian kepada Kementerian Pertanian dan Irigasi Sudan serta mengirimkan tenaga teknis untuk memberikan pelatihan di bidang perakitan, pengoperasian dan perawatan peralatan pertanian.

Ketika penyerahan hibah peralatan pertanian pada 26 November 2014 di Masaad for Transfer Technology and Train Center, Wad Madani, Gezira State, Dubes Burhanuddin menyampaikan bahwa hibah peralatan pertanian tersebut mencerminkan keinginan kuat Indonesia untuk melakukan alih teknologi pengembangan varian padi Indonesia di Sudan.

"Pengembangan varian padi Indonesia ini diharapkan dapat menopang ekonomi Sudan, baik untuk memenuhi kebutuhan beras lokal maupun ekspor," demikian Dubes Burhanuddin Badruzzaman.

Credit ANTARA News

Pemerintah: Pertamina Harus Ambil Alih Blok Migas yang Kontraknya Akan Habis

 
KOMPAS/SUBUR TJAHJONO Ilustrasi blok migas

JAKARTA, CB – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil menuturkan banyak pekerjaan rumah yang menanti Dwi Soetjipto sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) dan jajaran direksinya.

Selain menyoroti soal kilang-kilang minyak yang sudah memasuki usia senja, Sofyan juga menekankan agar Dwi bersiap untuk mengambil alih blok-blok minyak yang kontraknya akan segera habis.

“Banyak PR Pertamina yang harus dibereskan, seperti masalah kilang yang sudah tua, storage, eksplorasi. Lalu, mempersiapkan diri untuk mengambil-alih sumur-sumur yang sudah habis kontraknya,” kata Sofyan, Senin (1/12/2014).

Sofyan berharap Dwi dapat membentuk tim yang solid, sehigga tercipta kerjasama yang baik untuk memperkuat Pertamina menjadi national oil company andal. “Karena national oil company kita masih kecil dibanding negara lain,” kata dia.

Sebagai informasi, Rapat Umum Pemegang Saham Pertamina memutuskan mengangkat Dwi Soetjipto sebagai Direktur Utama Pertamina 2014-2019. Bersamaan dengan itu, rapat juga menetapkan tiga nama sebagai direktur, yaitu Ahmad Bambang, Yenny Andayani, serta Arief Budiman.


Credit KOMPAS.com

Senin, 01 Desember 2014

Anggota TNI dan Kru Heli yang Mendarat Darurat di Papua Sukses Dievakuasi


 
(Foto: Wilpret Siagian/detikcom)

Jayapura (CB) - Anggota TNI dan kru Helikopter Super Puma milik TNI yang mendarat darurat di daerah Batom - Kiwirok, Pengunungan Bintang, Papua, akhirnya berhasil dievakuasi, Senin (1/12/2014). Sebagian di antaranya mengalami patah tulang.

Pada pukul 17.30 WIT, Lettu Rico (pilot), Pelda Hadi dan Serda Ulil Amri (kru) tiba di Rumah Sakit Kodam Mathen Indey, Jayapura. Lettu Rico mengalami patah tulang belakang, Pelda Hadi sesak nafas dan Serda Ulil Amri patah kaki.

"Ketiganya diterbangkan dengan heli ke Makodam XVII/ Cenderawasih agar lebih dekat ke RS tempat dirawat," kata Kasdam XVII/Cenderawasih Brigjend TNI Deliaman TH Damanik yang ikut mengantar para korban ke RS Marthen Indey.

5 Orang lainnya diangkut dengan helikopter dan mendarat di Bandara Sentani. Mereka juga akan dibawa ke RS Marthen Indey.

Sementara 6 orang lainnya sudah dievakusi dari lokasi kejadian. Namuan karena kondisi kesehatannya membaik, mereka akan dievakuasi ke Jayapura, Selasa (2/12) besok.

Heli Super Puma membawa pasukan Batalyon Infanteri 133 Yudha Sakti/Padang ke Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Jumat (28/11) lalu. Heli sempat hilang kontak, lalu mendarat darurat di kawasan yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini tersebut. Heli membawa 10 anggota dan 4 kru.

Credit DetikNews

Tony Abbott Diragukan Pimpin Australia Satu Periode

Menlu Julie Bishop diunggulkan sebagai pengganti Abbott.Perdana Menteri Australia Tony Abbott menyampaikan sambutan di KTT ASEAN - AUSTRALIA ke-40 Tahun 2014 di kota Nay Pyi Taw, Myanmar, Rabu (12/11/2014).  
Perdana Menteri Australia Tony Abbott menyampaikan sambutan di KTT ASEAN - AUSTRALIA ke-40 Tahun 2014 di kota Nay Pyi Taw, Myanmar, Rabu (12/11/2014).

CB  - Hampir setahun masa jabatannya, Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott tampak tertatih-tatih dan salah langkah, dengan melambatnya perekonomian, serta popularitas yang jatuh ke tingkat terendah.

Dilansir Reuters, Senin, 1 Desember 2014, spekulasi meningkat bahwa Abbott akan kesulitan untuk bisa selamat menyelesaikan satu periode kepemimpinan. Dia berhadapan dengan anjloknya harga komoditas.

Juga konflik dengan Senat, yang telah menyandera anggaran sejak Mei. Para pemilih telah meninggalkan kubu konservatif pendukung Abbott, lebih cepat dari yang pernah terjadi selama tiga dekade terakhir.

Publik Australia semakin yakin dengan kubu oposisi Partai Buruh, yang menggambarkan Abbott sebagai hipokrit, setelah dia mengeluarkan beberapa kebijakan yang bertolak belakang, dengan janji yang dibuatnya saat kampanye.

Diantaranya adalah pemangkasan anggaran bagi ABC, yang membuat media pemerintah itu harus mengurangi ratusan pekerjanya. Abbott menjadi pemimpin oposisi yang efektif, saat Partai Buruh berkuasa.

Dia menyerang dengan kejam mantan PM Julia Gillard dan Kevin Rudd. Tapi kualitasnya tidak terlihat saat dia menjabat sebagai PM. Demikian disampaikan Andrew Hughes, akademisi dari Universitas Nasional Australia.

Pada jajak pendapat terakhir, yang dilakukan Newspoll, November lalu, Partai Oposisi berhasil unggul dengan 55 persen suara, sementara pemerintahan Abbott hanya 45 persen. Perombakan kabinet diyakini akan terjadi.

Tapi, kata Hughes, pergantian kepemimpinan (PM) mungkin juga tidak terhindarkan. Hughes menyebut Menteri Luar Negeri Julie Bishop yang popularitasnya sedang naik, berpotensi menjadi pengganti Abbott.

"Jika angka-angka itu (tingkat kepercayaan publik) tidak berubah, mereka harus mempertimbangkan itu (penggantian PM). Mereka tidak punya pilihan," ujar Hughes.


Credit VIVAnews

Jaringan 5G Diklaim akan Bawa Perubahan Besar



Jaringan 5G Diklaim akan Bawa Perubahan Besar
Jaringan 5G diklaim akan bawa perubahan besar. Foto: Istimewa 


LONDON (CB) - Jika selama ini mengunduh video banyak memakan waktu, tapi tidak dengan jaringan 5G yang kini memasuki masa percobaan.

Rahim Tafazolli ditunjuk memimpin proyek bernilai jutaan pound, Pusat Inovasi 5G di Universitas Surrey.

"5G akan menjadi perbaikan dramatis dan harmonisasi spektrum radio," katanya, seperti dikutip dari BBC, Senin (1/12/2014).

Perbaikan yang dilakukan seperti menghubungkan dengan benar kota-kota cerdas, operasional jarak jauh, mobil otonom dan hal-hal yang terkait dengan internet.

Tampaknya bahwa istilah harmonisasi spektrum radio merupakan kunci.Di mana, data ditransmisikan melalui gelombang radio. Gelombang radio dibagi menjadi band dengan frekuensi berbeda.

Masing-masing band disediakan untuk berbagai jenis komunikasi, seperti sinyal navigasi penerbangan dan maritim, siaran televisi dan mobile data.

Penggunaan pita frekuensi tersebut diatur oleh International Telecommunication Union (ITU).

Saat ini, spektrum frekuensi radio masih sedikit berantakan. Sebagai teknologi baru telah dikembangkan, frekuensi akan mengisi celah-celah yang ada. Sehingga kecepatan koneksi dan reliabilitas akan tercipta.


5G diklaim juga akan beroperasi lebih cepat. Tafazolli percaya, menjalankan koneksi data nirkabel pada 800Gbps, akan 100 kali lebih cepat dari pengujian 5G saat ini.

Ketika Samsung mengumumkan pada 2013 itu sedang menguji 5G di 1Gbps, berarti film HD bisa di-download dalam hitungan detik. Sehingga, jika kecepatan 800Gbps akan sama dengan men-download 800 film HD.

"Jaringan akan perlu mengatasi peningkatan besar dalam permintaan komunikasi," kata Kepala Penelitian Ericsson, Sara Mazur, salah satu perusahaan terkemuka pengembangan 5G.

Pada 2020 diperkirakan 50-100 miliar perangkat akan terhubung ke internet. Jadi, koneksi berjalan di pita frekuensi yang berbeda, akan dibentuk untuk mengatasi permintaan.

Kenaikan besar dalam perangkat yang terhubung akan menyebabkan ledakan dalam menggunakan jaringan 5G.

Perusahaan termasuk China Huawei sudah berbicara tentang menggunakan 5G, untuk membiarkan mobil otonom berkomunikasi satu sama lain.

Sementara itu, di Korea Selatan, Samsung berharap meluncurkan uji coba jaringan 5G sementara pada waktunya untuk 2018 di Olimpiade Musim Dingin.

Tidak mau kalah, Huawei berlomba menerapkan versi yang sama untuk Piala Dunia 2018 di Moskow.


Meskipun persaingan tersebut jelas dan sejumlah perusahaan masing-masing berinvestasi besar dalam R&D.

"Persaingan itu sampai 6G datang di sekitar 2040," komentar Tafazolli.




 

Credit SINDOnews
 

KKP-TNI bekerja sama amankan wilayah laut

KKP-TNI bekerja sama amankan wilayah laut
Personel TNI Angkatan Laut memantau aktifitas nelayan dan kapal laut di perairan Benoa-Nusa Dua menjelang berlangsungnya Konferensi Asia-Pasifik di Nusa Dua, Bali, Minggu (4/5). (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
 
 
Jakarta (CB) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut menandatangani nota kesepahaman kerja sama dalam pengamanan wilayah laut, khususnya untuk mengantisipasi kasus pencurian ikan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Marsetio menandatangani nota kesepahaman kerja sama itu di Markas Besar Angkatan Laut, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin.

"Ada tiga penandatanganan perjanjian kerja sama. Pertama antara eselon 1 KKP dan dinas hidrografi TNI AL, dalam konteks pembuatan peta. Karena selama ini para nelayan tidak tahu tentang batas wilayah Indonesia," kata Marsetio.

"Misalnya pada bulan November dan Desember di daerah ini musim udang, atau musim ikan apa. Nanti kita bekerja sama, kita berikan kepada nelayan sehingga mereka tidak kesulitan mencari ikan, (supaya tidak) jauh-jauh cari ikan. Di mana daerahnya," tambah dia.

Kerja sama TNI Angkatan Laut dan KKP juga meliputi bidang pendidikan dan pelatihan, termasuk mengenai penegakan hukum di laut terhadap para nelayan.

"Kita akan berikan pelatihan, yang aman untuk laut. Hukum laut, apa itu hukum internasional, hukum laut nasional, bagaimana kebiasaan-kebiassan internasional di laut yang itu juga supaya tidak ada kesalahpahaman apabila bertemu dengan kapal-kapal asing dan supaya para nelayan kita juga tahu oh ini kapal dari nelayan-nelayan Indonesia bertemu dengan kapal-kapal KKP, kapal-kapal AL," paparnya.

Kerja sama kedua institusi juga meliputi pertukaran informasi berkaitan dengan patroli dan tindak lanjut jika ada temuan-temuan kegiatan pencurian ikan di perairan Indonesia.

Namun demikian, TNI Angkatan Laut tidak menyiapkan kapal-kapal khusus untuk menangani pencurian ikan.

"Penguatan dalam patroli, termasuk juga bagaimana exchange informasi data, contoh di KKP punya data FMS (Fishing Monitoring System), data itu sudah di-link ke Puskodal kita, areanya di mana, sehingga data yang dimiliki KKP dimiliki juga oleh TNI AL," ucap Marsetio.

Menteri Susi Pudjiastuti menyatakan kesepakatan kerja sama itu sangat penting untuk mewujudkan visi dan misi kemaritiman pemerintah.

Susi menyebut perjanjian itu sebagai pilar utama untuk kemakmuran dan kesejahteraan di bidang kelautan.

"Menjadi pilar pertama KKP dengan TNI agar laut Indonesia bisa dihargai, dan kemakmuran rakyat bisa tercapai," kata Susi.


Credit ANTARA News

Mi-28NE “Night Hunter”


 

CB - Mi-28NE "Night Hunter" adalah  helikopter serang modern yang dirancang untuk melakukan pencarian dan menghancurkan operasi melawan tank, kendaraan lapis baja dan un-lapis baja, dan personil musuh dalam pertempuran, serta target udara kecepatan rendah. Hal ini dapat beroperasi siang dan malam, dan dalam kondisi cuaca buruk.

Mi-28N "Night Hunter" telah resmi diterima ke layanan dengan Kementerian Pertahanan Rusia. "Night Hunter" memenuhi standar internasional terbaru untuk helikopter serang tempur, dan Mi-28NE adalah versi ekspor.


 


Mi-28NE "Night Hunter" dirancang untuk misi berikut:

     memberikan dukungan tembakan untuk pasukan darat ke depan;
     bertindak sebagai bagian dari cadangan anti-tank;
     menyertai dan mendukung serangan udara taktis dan udara unit serangan berlaku;
     memerangi musuh taktis pasukan serbu udara;
     memerangi kecepatan rendah, ketinggian rendah target udara.

Sasaran utama untuk Mi-28NE "Night Hunter" adalah:

     tank, self-propelled artileri, dan unit pertahanan anti-udara militer;
     kendaraan lapis baja infanteri, APC, dan kendaraan;
     senjata perorangan (peluncur), lapangan dan baterai artileri nuklir;
     peralatan militer ringan (target individu);
     personil musuh;
     helikopter dan ketinggian rendah, kecepatan rendah pesawat udara.

On-board peralatan mendukung:

     penerbangan dan navigasi dalam kondisi cuaca yang menguntungkan dan merugikan pada ketinggian rendah dan sangat rendah dengan sistem peringatan kendala overflight dan otomatis;
     Penggunaan senjata siang dan malam dalam kondisi cuaca yang menguntungkan dan merugikan, ketika target yang diidentifikasi secara visual dan dengan menggunakan cara-cara teknis;
     peralatan komunikasi yang efektif.

Mi-28NE "Night Hunter" helikopter membanggakan kemampuan pesawat canggih, dan dapat melaksanakan manuver aerobatic. Terkenal Berkuty (Golden Eagles) tim display penerbangan telah beroperasi baru Mi-28N "
Night Hunter" sejak 2012.

Helikopter Rusia terlibat dalam pekerjaan yang sedang berlangsung untuk memajukan dan meningkatkan kemampuan penerbangan dari Mi-28NE "Night Hunter" helikopter. Sebuah Mi-28NE "Night Hunter" model helikopter khusus dikembangkan untuk pelatihan pilot, membual sistem dual control untuk digunakan pelatihan Mi-28NE pilot sementara tetap mempertahankan kemampuan serangan penuh helikopter.


Credit  russianhelicopters.aero