 Tempat penampungan minyak milik PT 
Pertamina di Limau, Prabumulih, Sumatera Selatan, PetroChina kini 
menyelidiki kesepakatan pembelian sumur minyak tua di Limau oleh anak 
perusahaannya.  (Reuters/Fergus Jensen)
                        Tempat penampungan minyak milik PT 
Pertamina di Limau, Prabumulih, Sumatera Selatan, PetroChina kini 
menyelidiki kesepakatan pembelian sumur minyak tua di Limau oleh anak 
perusahaannya.  (Reuters/Fergus Jensen) 
 
 
                
Hong Kong, CB 
 -- 
                    Di satu lokasi hutan berlumpur di Sumatera Selatan, 
satu genset listrik bertenaga diesel berdesir di sebelah pompa yang 
bekerja keras menghisap keluar minyak mentah dari sumur tua yang berada 
di bawah perkebunan karet itu. 
Ternyata lebih mudah memompa uang
 tunai dari satu perusahaan minyak raksasa milik Tiongkok daripada 
memompa minyak mentah di sumur tua ini.
Para pejabat industri minyak Tiongkok mengatakan 
PetroChina Daqing Oilfield,
 anak perusahaan China Petrolemum Corporation, CNPC, membayar US$85 juta
 untuk mengambil minyak dari tiga blok sumur tua di Limau berdasarkan 
kontrak yang ditandatangani dengan Pertamina pada 2013 lalu. 
Kini,
 ketiga blok sumur minyak Limau itu hanya berhasil memompa kurang dari 
tiga persen dari jumlah minyak yang diproduksi ketiganya pada tahun 
1960-an. 
Ketika 
PetroChina Daqing mengumumkan kesepakatan ini tidak diungkap penjual, harga atau rincian finansial lain. 
"Yang
 kami tahu adalah bahwa itu adalah investasi sangat buruk, tetapi saya 
tidak tahu kemana dana itu akhirnya mengendap," ujar seorang pejabat 
senior industri minyak yang telah melihat angka anggaran sumur-sumur 
Limau tersebut. 
Manajemen CNPC sekarang sedang menyelidiki 
kesepakatan itu sebagai bagian dari gerakan menghapus korupsi pejabat 
yang dicanangkan oleh Presiden Xi Jinping, yang berhasil menghancurkan 
salah seorang pesaing politiknya, Zhou Yongkang. 
Zhou Yongkang dulu pelaksana kegiatan perusahaan minyak raksasa Tiongkok. 
Gerakan
 anti-korupsi ini berhasil menjaring sejumlah besar manajer senior CNPC,
 dan selusin mantan pejabat tinggi telah ditangkap. 
Para pejabat
 perusahaan yang mengetahui penyelidikan ini mengatakan terdapat praktek
 korupsi besar-besaran di kerajaan CNPC, yang memiliki anak perusahaan 
seperti 
Petro China Company Ltd dan ratusan unit lain. 
Kelompok ini adalah salah satu perusahaan terbesar di dunia, dan tahun lalu melaporkan pendapatan sebesar US$432 miliar. 
Namun,
 mantan pejabat dan pejabat perusahaan ini mengatakan sulit untuk 
melacak seluruh bisnis dan kesepakatan yang sedang berjalan. 
'Ini Gila'Bulan
 lalu Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK, mengatakan kepada kantor berita
 Reuters bahwa pihaknya berencana melakukan penyelidikan di sektor 
minyak Indonesia. 
Sementara itu, Direktur Pengembangan Pertamina
 Satoto Agustono yang dihubungi kantor berita Reuters mengatakan tidak 
tahu soal harga kesepakatan Limau tetapi mengatakan 
perusahaan-perusahaan minyak terkadang mengeluarkan dana besar untuk 
investasi berisiko. 
"Bisnis minyak dan gas sangat gila," 
ujarnya. "Kami tidak tahu alasan mereka membeli dengan harga tinggi 
padahal produksinya rendah. Tetapi, ada orang yang membeli. Ini gila."
Para
 pejabat industri minyak Tiongkok mengatakah telah mengidentifikasi dua 
tersangka lain dalam kesepakatan minyak di Indonesia dimana grup CNPC 
membayar US$350 juta untuk membeli aset-aset perusahaan swasta yang 
tidak terkenal. 
| 
Sumur
 minyak tua di Limau tidak menghasilkan minyak mentah seperti yang 
ditargetkan oleh perusahaan Tiongkok. (Reuters/Fergus Jensen) 
  | 
"Pada dasarnya perusahaan-perusahaan itu tidak berharga," ujar pejabat 
industri minyak yang melihat angka anggaran kesepakatan Limau tadi. 
"Kesepakatan itu membuat negara rugi besar."
Situs CNCP 
menyebutkan bahwa Direktur Utama Zhou Jiping mengatakan dalam pertemuan 
internal Agustus lalu bahwa perusahaan itu akan "secara aktif mencari' 
jalan baru untuk menyelidiki operasi luar negerinya dalam upaya 
mengatasi korupsi. 
Seorang juru bicara CNCP di Bejing menolak menjawab pertanyaan Reuters terkait kesepakatan-kesepakatan yang mencurigakan ini. 
Hasil
 wawancara dengan pejabat CNPC, pencarian pendaftaran perusahaan dan 
dokumen terkait kesepakatan ini yang dilakukan oleh Reuters 
memperlihatkan bahwa PetroChina Daqing membeli mayoritas saham satu 
perusahaan bayangan yang terdaftar di negara pajak rendah, British 
Virgin Islands atau BVI. 
Transaksi ini memungkinkan 
Petrochina Daqing bisa mengambil alih operasi tiga blok sumur Limau. 
Para
 pejabat industri minyak Tiongkok dan Indonesia yang mengetahui situasi 
di blok sumur Limau mengatakan perusahaan itu baru berhasil menyedot 
minyak mentah dalam jumlah yang sangat sedikit dari Limau. 
Mensasar ZhouIndonesia menjadi sasaran utama rencana perluasan grup CNPC. 
Indonesia
 yang sebelumnya berswasembada di bidang minyak kini berada dalam 
situasi dimana produksi minyaknya turun sejak masa puncak pada 1995. 
Jakarta pun berusaha keras menarik investasi asing untuk mengatasi produktifitas yang menurun ini. 
Sejumlah investasi awal CNPC di Indonesia yang dilakukan ketika harga minyak rendah telah menguntungkan. 
PetroChina, unit CNPC yang terdaftar di bursa saham, membeli aset-aset milik 
Devon Energi Corp pada 2002 yang ada di Indonesia. 
CNCP
 adalah produsen minyak terbesar ke tujuh di Indonesia pada 2011 dengan 
3.500 pegawai dan produk tahunan mencapai 40 juta barel. 
Kesepakatan Limau adalah satu pengecualian dalam model bisnis yang biasa diterapkan 
PetroChina Daqing Oilfield. 
Perusahaan
 jasa minyak ini menganggap kesepakatan 2013 itu sebagai kesepakatan 
"teknologi-untuk sumber daya" pertamanya setelah sebelumnya 
menggantungkan pendapatan dari pembayaran jasa yang ditawarkan. 
Perusahaan
 itu menyatakan bahwa dalam kesepakatan ini, mereka bisa menerapkan 
keahliannya dalam menyedot minyak di sumur-smur tua dengan imbalan saham
 jika terjadi kenaikan produksi. 
Dalam pernyataan tertulis 
selanjutnya, yang dikeluarkan Juni tahun lalu, perusahaan itu mengatakan
 telah menyelesaikan "akuisisi equitas terkait proyek Limau", tanpa 
menyebut penjual atau harganya. 
| 
Zhou Yongkang adalah pejabat tertinggi Tiongkok yang ditangkap karena diduga melakukan korupsi besar-besaran. (Reuters/Feng Li) 
  | 
Wawancara dengan para pejabat industri minyak dan juga penyelidikan atas
 dokumen terkait dengan transaksi tersebut menunjukkan bahwa 
PetroChina Daqing sebenarnya membeli Vision Horizong Holdings Ltd, satu perusahaan yang terdaftar di Kepulauan British Virgins. 
Penelusuran
 atas perusahaan menunjukkan bahwa Vision Horizon didaftarkan pada Mei 
2009, perusahaan-perusahaan BVI tidak diwajibkan menyebut para direktur 
atau pemegang saham. 
Melalui perusahaan-perusahaan bayangan lain
 di negara dengan pajak murah, Vision Horizon terkait dengan Indospeck 
Energi Limau yang juga terdaftar di BVI, satu perusahaan yang memegang 
kontrak operasi bersama tiga sumur minyak Limau. 
Dalam wawancara
 dengan Reuters di Jakarta, direktur utama Indospeck Energy Limau Indra 
Wijaya membenarkan bahwa perusahaanya telah memenangkan kontrak itu dari
 Pertamina melalui tender. 
Satu rancangan kontrak sepanjang 91 
halaman yang dikaji oleh Reuters memperlihatkan bawa Indospec Energy 
Limau dijadwalkan untuk berinvestasi sebesar US$50 juta dalam tiga tahun
 pertama dari kesepakatan operasi selama 20 tahun ini. 
Wijaya, 
yang mengatakan sebelumnya bekerja di Pertamina selama 20 tahun, 
membenarkan bahwa Vision Horizon terlibat dalam kesepakatan Limau tetapi
 menolak memberi rincian. 
Dia juga menolak membicarakan pembayaran US$85 juta oleh PetroChina. 
"Ini menyangkut bisnis kami," katanya. "Saya tidak akan menjawabnya". 
Sulit Memenuhi TargetSeperti sumur minyak tua di Indonesia, produksi Limau terus menurun sejak masa puncaknya pada 1960-an. 
Ladang
 minyak Limau tersebar di wilayah seluas 200 kilometer per segi yang 
terdiri dari hutan dan pertanian, termasuk perkebunan karet dan kelapa 
sawit, di Provinsi Sumatera Selatan. 
Dalam laporan teknis yang 
dikeluarkan pada 2013, Wijaya dan dua pakar Pertamina mengusulkan 
pengunaan metode perbaikan canggih untuk meningkatkan produksi. 
Mereka melaporkan bahwa produksi dari tiga blok sumur itu mencapai yang tertinggi, 46 ribu barel per hari, pada 1960. 
Laporan
 dari Wood Mackenzie, kantor konsultan energi, memperlihatkan bahwa pada
 1990-an, injeksi air dan metode perbaikan lain perlu dilakukan agar 
sumur terus menghasilkan minyak.
Perusahaan yang sebelumnya 
mengoperasikan Limau, South Sea Petroleum Holdings Ltd dari Hong Kong, 
mengatakan dalam laporan ke bursa saham bahwa produksi seluruh sumur itu
 pada 2007 adalah 7 ribu barel per hari. 
Agustono dari Pertamina mengatakan produksi dari ketiga sumur tersebut sekarang adalah 1.200 barel per hari. 
Dalam
 pernyataan terkait kesepakatan ini pada 2013, Petrochina Daqing 
mengatakan berniat meningkatkan produksi di tiga blok Limau hingga 7.300
 barel per hari. 
Para pakar industri hulu yang mengetahui sumur 
Limau mengatakan sulit bagi PetroChina untuk bisa memenuhi target 
tersebut.                    
Credit 
CNN Indonesia