Kamis, 20 Oktober 2016

Kedubes AS di Manila Didemo, Presiden Duterte Penasaran

 
Kedubes AS di Manila Didemo, Presiden Duterte Penasaran
Demonstrasi anti-Amerika Serikat (AS) oleh sekitar 1.000 pengunjuk rasa di kompleks Kedubes AS di Manila pada Rabu (19/10/2016) berujung rusuh. Foto/REUTERS/Romeo Ranoco
 
BEIJING - Presiden Filipina Rodrigo Duterte penasaran untuk melihat demonstrasi yang berujung rusuh di kompleks Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) di Manila pada hari Rabu. Duterte yang sedang berada di China mengatakan bahwa dia ingin menelepon untuk mengetahui kondisi demonstrasi.

Sekitar 1.000 demonstran pendukung kebijakan Duterte mendatangi Kedubes AS. Namun, demo yang semula berlangsung damai menjadi rusuh ketika mobil van polisi digunakan untuk menabrak demonstran.

Sekitar tiga demonstran terluka setelah ditabrak mobil van polisi Filipina. Kelompok demonstran sayap kiri Filipina yang marah menuduh polisi Filipina sebagai “peliharaan” AS.

Duterte baru bisa kembali ke Filipina akhir pekan ini. Dia masih harus berada di China untuk menuntaskan kunjungan empat hari dan melakukan pembicaran bilateral dengan para pemimpin China.

”Saya harus menyelidiki. Saya harus membuat panggilan (telepon) malam ini (Rabu). Tapi hanya untuk menjadi sangat yakin bahwa saya tidak tidak menyimpang bersama isu lain. Saya hanya akan menunggu pengumuman resmi untuk kedatangan saya,” kata Duterte dalam sebuah konferensi pers, seperti dikutip GMA, Rabu (19/10/2016) petang.

Duterte selama beberapa pekan terakhir telah mengkritik AS setelah para pemimpin Washington, termasuk Presiden Barack Obama, menyatakan keprihatinan atas dugaan pembunuhan di luar hukum dalam perang melawan narkoba di Filipina. Duterte juga telah mengumumkan diakhirinya latihan militer bersama dengan AS selama dia menjabat sebagai presiden.

Duterte mengaku mendapatkan laporan tentang kekerasan dalam demonstrasi di Kedubes AS di Manila dari Sekretaris Eksekutif Salvador Medialdea.

”Apakah itu bentuk ramah dari kedutaan yang tidak begitu ramah di seluruh dunia, kita terikat oleh aturan internasional dan bahwa kita harus memungkinkan pembentukan kedutaan terutama jika Anda memiliki warga di negara itu untuk melindunginya,” ujar Duterte.

Sekitar 23 demonstran telah ditangkap di luar Kedubes AS. Polisi juga menggunakan gas air mata dan pentungan untuk membubarkan sekitar 1.000 pengunjuk rasa anti-AS.
Seorang polisi yang mengemudikan mobil van, Franklin Kho, mengakui tindakannya dengan alasan dia khawatir demonstran akan merebut mobil untuk menyerang polisi.

”Kami harus membubarkan mereka. Mereka yang memulai. Mereka mencoba untuk memasuki kedutaan,” kata Kepala Inspektur Polisi Arsenio Riparip. ”Kami harus menggunakan gas air mata. Mereka dikendalikan polisi kami.”


Credit  Sindonews



Kelompok Sayap Kiri Sebut Polisi Filipina 'Peliharaan" AS

Kelompok Sayap Kiri Sebut Polisi Filipina Peliharaan AS
Pernyataan ini muncul setelah adanya aksi kekerasan yang dilakukan polisi Filipina terhadap massa yang melakukan demonstrasi di depan Kedutaan Besar AS di Manila. Foto/Reuters
 
MANILA - Pemimpin kelompok sayap kiri Filipina, Renato Reyes menyebut polisi Filipina sebagai "peliharaan" Amerika Serikat (AS). Pernyataan ini muncul setelah adanya aksi kekerasan yang dilakukan polisi Filipina terhadap massa yang melakukan demonstrasi di depan Kedutaan Besar AS di Manila.

Polisi Filipina menggunakan gas air mata untuk membubarkan sekitar 1.000 pengunjuk rasa di luar Kedubes AS di Manila, Rabu. Dimana, dalam cuplikan berita televisi menunjukkan sebuah mobil polisi yang diserang oleh demonstran, menabrak para demonstran tersebut.

"Sama sekali tidak ada pembenaran (untuk kekerasan polisi). Bahkan ketika Presiden kita telah diakui oleh kebijakan luar negerinya yang independen, pasukan polisi Filipina masih bertindak sebagai "peliharan" AS," kata Reyes, seperti dilansir Reuters pada Rabu (19/10).

Reyes menambahkan, pihak kepolisian melakukan penangkapan terhadap 29 orang demonstran. Sementara itu, setidaknya 10 orang dibawa ke rumah sakit setelah tertabrak oleh mobil polisi.

Demontrasi ini terjadi saat Presiden Rodrigo Duterte mengunjungi Beijing untuk memperkuat hubungan dengan China. Penguatan hubungan dengan China terjadi di tengah semakin memburuknya hubungan dengan AS, yang disebabkan oleh kritik berkelanjutan terhadadap kebijakan anti-narkoba yang dianut Duterte.




Credit  Sindonews