Rabu, 24 Agustus 2016

'Jimat' Nelayan Ini Ternyata Mutiara Senilai Rp 1,3 Triliun


Seorang nelayan tidak menyadari nilai mutiara temuannya dan menjadikan benda itu sekedar jimat peruntungan nasib. (Sumber Aileen Cynthia Amurao)
Seorang nelayan tidak menyadari nilai mutiara temuannya dan menjadikan benda itu sekedar jimat peruntungan nasib. (Sumber Aileen Cynthia Amurao)

CB, Puerto Princesca - Selama sekitar 10 tahun, seorang nelayan tidak menyadari bahwa ia memiliki mutiara terbesar yang pernah ditemukan manusia.
Nelayan yang tidak disebutkan namanya itu menemukan mutiara seberat 34 kilogram itu di lepas Pantai Palawan, Filipina.
Dikutip dari Daily Mail pada Rabu (24/8/2016), nelayan itu tidak menyangka betapa bernilainya temuan tersebut dan menjadikannya sebagai 'jimat' keberuntungan di gubuk kayunya.
Pihak berwenang baru mengetahui keberadaan mutiara tersebut setelah gubuk kayu itu terbakar pada awal tahun ini sehingga penghuninya terpaksa mengeluarkan semua barang dan pindah.
Sang Nelayan pun menyerahkan mutiara kepada seorang petugas pariwisata di Puerto Princesca. Ia juga menjelaskan asal muasal mutiara raksasa itu yang memilik lebar sekitar 30 cm dan panjang sekitar 66 cm.
Ukuran tersebut lebih besar daripada mutiara raksasa bernama The Pearl of Allah atau Pearl of Lao Tzu yang selama ini berstatus yang terbesar sedunia.
Berat mutiara yang ditemukan pada 1934 itu 'hanya' 6,4 kilogram dan bernilai sekitar US$35 juta atau setara dengan Rp 462,7 miliar.
Sementara itu, mutiara temuan nelayan ini memiliki berat sekitar 34 kilogram dengan nilai sekitar US$ 100 juta atau senilai Rp 1,3 triliun.
Aileen Cynthia Amurao, seorang petugas pariwisata mengatakan, "Sekitar 10 tahun lalu nelayan itu melempar sauhnya, dan tersangkut di karang saat ada badai."
"Ia mengamati bahwa jangkar tersebut ternyata menyangkut di sebuah cangkang. Ia kemudian menyelam untuk melepas jangkarnya sekaligus membawa cangkang itu bersamanya," ujar Amurao.
"Ia tidak menyadari nilainya dan memajangnya di rumah sekadar sebagai jimat keberuntungan. Kami akan menjaganya di Filipina dan saya harap mutiara ini akan menarik lebih banyak turis ke kota ini," imbuhnya.
Mutiara itu dipamerkan kepada umum pada Senin 22 Agustus 2016.
Sementara itu, laporan Elite Readers menyebutkan bahwa Palawan sendiri adalah magnet bagi wisatawan meski tanpa keberadaan mutiara raksasa itu.
Majalah Travel+Leisure mendudukkan Palawan di peringkat pertama dalam daftar 2016 World's Best Islands karena warna air lautnya yang "hijau kebiruan". Ditambah lagi dengan keberadaan beberapa bangkai kapal karam dan tebing-tebing di sekitar pulau yang membuatnya kian eksotis.







Credit  Liputan6.com



Sejarah Hari Ini: Pasukan Inggris Bakar Gedung Putih

 
Gedung Putih
Gedung Putih
 
CB,  Pada 24 Agustus 1814, pasukan Inggris memasuki Washington DC dan membakar Gedung Putih. Serangan merupakan balasan atas serangan Amerika Serikat di kota York di Ontario, Kanada pada Juni 1812.

Saat Inggris tiba di Gedung Putih kala itu, mereka menemukan Presiden James Madison dan ibu negara Dolley sudah melarikan diri ke tempat yang aman di Maryland.
Tentara kemudian dilapokan duduk untuk makan makanan sisa makanan dari bufet di Gedung Putih. Mereka menggunakan peralatan makan presiden sebelum menggeledah rumah dan melakukan pembakaran.

History.com melansir dari White House Historical Society dan surat pribadi Dolley mengatakan presiden telah meninggalkan Gedung Putih sejak 22 Agustus. Saat itu Inggris mengancam memasuki gedung parlemen.

Sebelum pergi Madison meminta istrinya menunggunya kembali keesokan harinya. Ia juga meminta Dolley mengumpulkan dokumen negara yang penting dan bersiap meninggalkan Gedung Putih.

Meski presiden dan istrinya bisa kembali ke Washington tiga hari kemudian setelah serangan, namun mereka tak pernah lagi tinggal di Gedung Putih.. Madison menjabat sisa masa jabatannya dengan tinggal di rumahnya di kota Octagon. Tidak sampai 1817, presiden baru terpilih James Monroe pindah kembali ke gedung yang telah direkonstruksi itu.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID







Perang Hibrida


http://apdf-magazine.com/wp-content/uploads/2016/08/Hybrid-Warfare.jpg

Tantangan Baru dalam Lingkungan Informasi

Oleh Kol. (Purn.) Arthur N. Tulak, Angkatan Darat A.S.
Sifat lingkungan ancaman militer telah berubah ketika musuh dan musuh potensial kita semakin sering menggunakan cara nonmiliter dan paramiliter untuk mencapai tujuan strategis dan operasional yang sebelumnya dianggap tugas militer murni. Kecenderungan penggunaan kemampuan dan operasi nonmiliter untuk menggantikan kekuatan militer, serta konvergensi pendekatan konvensional dan tidak teratur, telah diakui selama bertahun-tahun oleh para penulis dan ahli militer. Taktik yang dilakukan selama kompetisi di masa damai ini dapat menimbulkan hasil negatif abadi yang memengaruhi keamanan, ekonomi, dan hukum internasional secara langsung.
Kecenderungan ini baru-baru ini dipercepat ketika negara-negara adikuasa mencoba mencapai tujuan militer tanpa memicu konflik terbuka antarnegara. Pendekatan “campuran” terhadap perang modern telah diberi banyak nama, termasuk “perang generasi baru,” “perang asimetris,” “perang majemuk,” “perang hibrida,” dan baru-baru telah digambarkan sebagai tindakan yang dilakukan dalam “zona abu-abu” antara diplomasi klasik dan konflik militer terbuka. Dari berbagai istilah tersebut, istilah perang hibrida lebih populer sebagai cara untuk memahami peristiwa saat ini. Di lingkungan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), istilah ini digunakan untuk menggambarkan atribut operasional baru dari serangan Rusia terhadap Ukraina. Penggunaan peralatan dan pasukan militer oleh Rusia dengan kedok pasukan pribumi dan separatis di Ukraina adalah contoh pelik perang hibrida yang mencakup penggunaan kekuatan mematikan. Versi Tiongkok di Laut Cina Selatan hingga kini masih belum mematikan, meskipun metode mematikan seperti pesawat tempur, artileri, dan rudal pertahanan udara dikerahkan di pulau-pulau yang diperebutkan.
Perang hibrida menggunakan kombinasi metode militer dan nonmiliter di masa damai untuk mencapai tujuan militer tradisional (misalnya, kontrol atau penaklukan teritorial), dan dengan demikian mengubah “fakta di lapangan” tanpa memicu konflik yang sebenarnya. Dalam karyanya yang baru-baru ini diterbitkan, Mastering the Gray Zone: Understanding a Changing Era of Conflict, Michael Mazarr, seorang ilmuwan politik dan mantan pembantu dekan di National War College, mengungkapkan bahwa perang hibrida masa damai mencapai tujuan militer, yakni kontrol medan perang. Dia menegaskan bahwa “tujuan perang hibrida adalah memenangkan kampanye konklusif melalui penggunaan kekuatan dan beberapa tingkat kekerasan, atau mempersiapkan semacam aksi militer yang menentukan.”
Bukti dunia maya dipajang di Laboratorium Forensik Komputer Pertahanan di Linthicum, Maryland. Amerika Serikat membelanjakan 135,8 triliun rupiah (10 miliar dolar A.S.) per tahun untuk melindungi data sensitif pemerintah. THE ASSOCIATED PRESS

 Bukti dunia maya dipajang di Laboratorium Forensik Komputer Pertahanan di Linthicum, Maryland. Amerika Serikat membelanjakan 135,8 triliun rupiah (10 miliar dolar A.S.) per tahun untuk melindungi data sensitif pemerintah. THE ASSOCIATED PRESS

Perebutan lahan melalui perang hibrida di masa damai dapat dilihat sebagai membentuk medan operasi militer di masa depan dengan memperluas kontrol militer atas lahan atau ruang operasional yang diperebutkan agar dapat menggunakan kemampuan ofensif dan defensif dengan lebih baik seandainya terjadi konflik yang sebenarnya. Versi perang hibrida Rusia dan Tiongkok menggunakan langkah-langkah tanpa memicu konfrontasi militer langsung antar negara yang akan melanggar batas-batas perjanjian. Versi Rusia menampilkan “teknik yang tidak lazim dan beragam” yang menggabungkan perpaduan pasukan khusus, kampanye informasi, pasukan pihak ketiga, dan kegiatan kriminal, demikian menurut laporan Jane’s Defence Weekly pada tahun 2015. Ciri umum dari bentuk perang baru ini adalah manajemen strategis akurat terhadap tentara dan operasi, sampai ke tingkat taktis, dalam rangka mencapai ambiguitas tentang apakah pasukan dan metode yang digunakan benar-benar di bawah otoritas komando nasional, dan untuk mencapai efek pengaruh yang diinginkan dan penyampaian pesan komunikasi strategis di semua media.
Angkatan Darat A.S. telah mengakui tantangan yang ditimbulkan oleh perang hibrida dan meneliti kemampuan ancaman hibrida Tiongkok, Rusia, dan Iran dalam The U.S. Army Operating Concept: Win in a Complex World, yang diterbitkan pada Oktober 2014. Dalam mengkaji potensi ancaman ini, kami menemukan bahwa operasi informasi tradisional, perang elektronik (electronic warfare – EW), dan perang dunia maya adalah komponen penting dari perang hibrida.
OPERASI INFORMASI DALAM PERANG HIBRIDA: MEDAN EROPA
Operasi perang hibrida klasik ditunjukkan dalam kampanye Krimea pada tahun 2014, ketika pasukan Rusia berhasil menggunakan perang psikologis, operasi penyesatan, komunikasi internal yang terampil, intimidasi, penyuapan, dan propaganda Internet/media “untuk melemahkan perlawanan, sehingga menghindari penggunaan kekuatan senjata,” demikian menurut analisis pada tahun 2014 yang diterbitkan oleh Akademi Pertahanan Nasional Latvia. Baru-baru ini, serangan militer Rusia di Ukraina timur membuat mantan Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen menyatakan bahwa “Rusia telah mengadopsi pendekatan ini [perang hibrida], dan perang itu adalah campuran dari perang konvensional yang sangat dikenal dan kampanye disinformasi dan propaganda baru yang lebih canggih termasuk upaya Rusia untuk memengaruhi opini publik melalui hubungan keuangan dengan partai politik dalam NATO dan keterlibatan dalam LSM [lembaga swadaya masyarakat],” lapor majalah Newsweek pada April 2015.
Dalam kedua kampanye itu, Rusia menggunakan pasukan daratnya sendiri yang mengenakan seragam kamuflase militer (dan sering kali dengan topeng wajah), tapi tanpa lencana yang akan mengidentifikasi mereka dengan jelas sebagai militer Rusia. Taktik ini memiliki efek menciptakan ambiguitas, karena Rusia mengklaim bahwa tentara yang bersenjata lengkap dan terlatih dengan baik itu hanyalah separatis dalam negeri. Pers menyebut pasukan misterius ini sebagai “pria hijau kecil” yang muncul dalam jumlah terlalu besar dan dengan kemampuan terlalu canggih sehingga tidak sesuai dengan deskripsi Kremlin sebagai kelompok separatis yang dibentuk secara lokal. Meskipun demikian, strategi itu berhasil memberikan ambiguitas dan pengingkaran masuk akal yang cukup lama untuk mengubah fakta-fakta di lapangan. Pada Maret 2015, para pejabat NATO memperkirakan bahwa 1.000 personel militer dan intelijen Rusia dikerahkan di Ukraina timur. Personel ini besar kemungkinan mengoperasikan atau mengawasi operasi sistem persenjataan canggih, termasuk tank, artileri, pertahanan udara, dan jaringan komando, kontrol, dan komunikasi yang mendukung pasukan separatis, demikian yang dilaporkan Jane’s Defence Weekly.
dari kiri: Direktur FBI James Comey, Direktur CIA John Brennan, Direktur Intelijen Nasional James Clapper, Direktur Lembaga Keamanan Nasional Laksamana Michael Rogers, dan Direktur Badan Intelijen Pertahanan Letjen Vincent Stewart hadir dalam dengar pendapat mengenai ancaman dunia maya di depan Komite Intelijen DPR A.S. di Washington, D.C., pada September 2015.

 dari kiri: Direktur FBI James Comey, Direktur CIA John Brennan, Direktur Intelijen Nasional James Clapper, Direktur Lembaga Keamanan Nasional Laksamana Michael Rogers, dan Direktur Badan Intelijen Pertahanan Letjen Vincent Stewart hadir dalam dengar pendapat mengenai ancaman dunia maya di depan Komite Intelijen DPR A.S. di Washington, D.C., pada September 2015. [THE ASSOCIATED PRESS]

Perang hibrida Rusia yang sering kali ditampilkan dalam operasi militer Rusia sekarang menjadi bagian dari doktrin baru militer Rusia, yang menekankan operasi informasi, kampanye disinformasi, dan mengeksploitasi “potensi protes” populasi target, serta menggunakan pasukan operasi khusus dan pihak ketiga untuk tetap berada di bawah ambang batas operasi militer konvensional, demikian lapor Jane’s Defence Weekly. Marsekal Angkatan Udara A.S. Philip Breedlove, panglima tertinggi NATO di Eropa, bersaksi di depan Komite Angkatan Bersenjata Senat A.S. bahwa doktrin ini sedang dipraktikkan. Dia menggambarkan upaya pengaruh Rusia di Eropa Timur sebagai “kampanye informasi yang berdedikasi, mahir, dan sangat aktif,” demikian menurut surat kabar Defense News. Marsekal Breedlove memperkirakan bahwa kampanye informasi ini didukung dengan pendanaan yang setara dengan 4,75 triliun rupiah (350 juta dolar A.S.) dan disebarluaskan oleh media cetak, Internet, dan televisi “dengan cara yang mahir dan berdedikasi.”
OPERASI INFORMASI DALAM PERANG HIBRIDA:
MEDAN INDO-ASIA-PASIFIK
Sejalan dengan militer Rusia, Tentara Pembebasan Rakyat (People’s Liberation Army – PLA) Tiongkok telah mengintegrasikan prinsip perang hibrida ke dalam doktrin militernya, yang menyerukan “menggabungkan tindakan konvensional dan non-konvensional,” demikian menurut Komando Pelatihan dan Doktrin Angkatan Darat A.S. Contoh perang hibrida di Indo-Asia-Pasifik ditampilkan oleh penggunaan pasukan nonmiliter dan paramiliter Tiongkok, seperti Penjaga Pantai dan kapal penindakan perikanan, kapal eksplorasi minyak, platform pengeboran minyak, dan kapal komersial, dan kapal nelayan yang terdaftar di Tiongkok untuk menekankan pengaruh dan menegaskan klaim teritorial dan maritim Tiongkok yang meragukan di Laut Cina Selatan. Seperti dilaporkan Defense News, Tiongkok telah menunjukkan bahwa pihaknya dapat mengerahkan sejumlah besar kapal nelayan secara mendadak menjadi “milisi maritim.” Taktik itu digunakan secara efektif melawan Taiwan pada tahun 1990-an dengan sekawanan kapal nelayan mengelilingi pulau-pulau terluar Taiwan selama periode ketegangan politik dan baru-baru ini ketika melawan Filipina dalam ketegangan di Scarborough Shoal dan ketika melawan Jepang di dekat Kepulauan Senkaku pada tahun 2012. Menurut Defense News, Tiongkok menggunakan sekawanan kapal nelayan untuk mengepung area yang disengketakan guna menghalangi akses penjaga pantai atau angkatan laut negara pesaingnya tanpa menggunakan kekuatan militer secara terang-terangan.
Dalam kesaksian di depan Komite Angkatan Bersenjata DPR A.S. pada April 2015, Laksamana Angkatan Laut A.S. Samuel J. Locklear III, komandan Komando Pasifik A.S. pada saat itu, mengakui kekhawatiran akan berbagai operasi nonmiliter dan paramiliter ini, serta peningkatan operasi militer di Laut Cina Selatan. Dia mengatakan bahwa meskipun ketergantungan Tiongkok pada penggunaan “kapal penegak hukum maritim untuk menegakkan klaim mereka sebagian besar telah terus membuat masalah ini berada di luar lingkup militer,” taktik ini juga disertai dengan “peningkatan yang stabil dalam patroli udara dan laut militer.”
Penggunaan apa yang besar kemungkinan adalah armada kapal keruk samudra terbesar di dunia untuk menciptakan serangkaian pulau buatan di atas beting dan terumbu karang yang terendam air laut di Laut Cina Selatan dan Laut Filipina Barat oleh Tiongkok adalah contoh lain dari taktik ini, demikian lapor majalah The Diplomat pada Februari 2015. Laksamana Harry B. Harris Jr., saat memegang komando Armada Pasifik A.S., mengomentari teknik perang hibrida PLA, mengatakan bahwa “Tiongkok sedang menciptakan ‘Tembok Raksasa pasir’ dengan kapal keruk dan buldoser selama berbulan-bulan,” lapor surat kabar The Washington Post pada April 2014.
Tiongkok telah menggunakan milisi maritim pada kapal komersial dan nonmiliter untuk mengganggu kapal Angkatan Laut A.S. yang sedang transit di Laut Cina Selatan, termasuk konfrontasi yang dilakukan kapal nelayan Tiongkok dengan mengganggu USNS Impeccable pada Maret 2009 dan kapal dagang Tiongkok lainnya yang mengganggu USS Lassen pada Oktober 2015. Baru-baru ini, Tiongkok menggunakan personel milisi angkatan lautnya yang menyamar sebagai nelayan untuk melakukan pendaratan di pulau-pulau Senkaku di Jepang seperti yang dilaporkan oleh Defense News pada Maret 2016. Sebagaimana dicatat dalam serangkaian artikel oleh Dr. Andrew Erickson dan Conor Kennedy dari Institut Studi Maritim Tiongkok di Naval War College A.S., milisi maritim Tiongkok adalah bagian dari organisasi milisi Tiongkok di bawah PLA dan kontrol negara. Sebagaimana dilaporkan oleh Defense News pada November 2015, penggunaan pasukan paramiliter ini, yang disebut sebagai “pria biru kecil,” yang diambil namanya dari warna seragam milisi maritim mereka, telah dibandingkan dengan “pria hijau kecil,” pasukan militer misterius Rusia yang menyamar sebagai separatis lokal di Krimea dan Ukraina timur. Maksud dari taktik perang hibrida tersebut adalah mencapai tujuan militer tanpa memicu konflik, sembari mengacaukan dan menunda pengambilan keputusan militer Barat.
Taruna Akademi Militer A.S. Kiefer Ragay berpartisipasi dalam latihan pertahanan dunia maya tahunan di Pusat Penelitian Dunia Maya (Cyber Research Center) di Akademi Militer A.S. di West Point, New York, pada April 2014. THE ASSOCIATED PRESS

 Taruna Akademi Militer A.S. Kiefer Ragay berpartisipasi dalam latihan pertahanan dunia maya tahunan di Pusat Penelitian Dunia Maya (Cyber Research Center) di Akademi Militer A.S. di West Point, New York, pada April 2014. THE ASSOCIATED PRESS

Tindakan perang hibrida yang dilakukan di masa damai dapat mengakibatkan ancaman jangka panjang bagi keamanan regional. Dalam pidato di Pusat Keamanan Amerika Baru, Wakil Menteri Luar Negeri A.S. Antony Blinken membandingkan proyek penciptaan lahan berskala besar Tiongkok di Laut Cina Selatan dengan pendudukan Krimea dan bagian Ukraina timur oleh Rusia, dan menyebutnya “ancaman bagi perdamaian dan stabilitas.” Pendirian pangkalan operasi berkemampuan militer di Laut Cina Selatan di perairan yang disengketakan di atas pulau-pulau buatan, dan pendudukan Krimea dan bagian Ukraina timur merupakan operasi perang hibrida yang dilakukan di bawah ambang batas konflik militer, tetapi tindakan ini sebenarnya besar kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya konflik militer konvensional antarpasukan di masa mendatang. Guna mengatasi ancaman ini, Blinken mengeluarkan peringatan keras:
“Di Ukraina timur dan Laut Cina Selatan, kita menyaksikan upaya untuk mengubah status quo secara sepihak dan secara paksa — pelanggaran yang akan dilawan secara bersama-sama oleh Amerika Serikat dan sekutu kami.”
Ketika Tiongkok melakukan perang hibrida untuk mencapai akuisisi teritorial melalui metode nonmiliter dan paramiliter, Tiongkok mengikuti contoh Rusia di Ukraina dengan menerapkan “kampanye informasi” pendukung terkoordinasi yang direncanakan di tingkat strategis dan disebarkan secara global. Kampanye informasi ini sesuai dengan doktrin “Tiga Perang” PLA dengan tindakan, kegiatan, dan penyampaian pesan untuk mendukung perang psikologis, media, dan hukum. Pesan-pesan itu telah mempromosikan “klaim historis,” niat damai, dan konsep “kedaulatan teritorial yang tak terbantahkan” dari pangkalan pulau-pulau buatan Tiongkok. Dalam konferensi pers pada April 2015 (selama operasi pengerukan yang sedang gencar dilakukan yang diawasi oleh Angkatan Laut PLA), Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengungkapkan pembenaran nonmiliter untuk pendudukan karang, beting, dan pulau yang diperebutkan banyak pihak dengan memuji setinggi langit banyaknya manfaat yang diharapkan dihasilkan dari administrasi dan kontrol pemerintah Tiongkok terhadap masyarakat internasional. Pesan ini ditujukan untuk membuat “penyesatan” informasi guna memungkinkan Tiongkok melanjutkan perjalanan untuk menyelesaikan pembangunan pulau-pulau buatan.
Sebulan kemudian, Ouyang Yujing dari Kementerian Luar Negeri Tiongkok menegaskan “bahwa Tiongkok memiliki hak untuk mengerahkan fasilitas yang diperlukan untuk pertahanan militer di terumbu karang dan pulau yang relevan” seperti yang dilaporkan surat kabar China Daily. Intelijen A.S. menemukan bahwa Tiongkok membuktikan klaim ini, ketika pihaknya mengidentifikasi kendaraan artileri berat di pulau buatan yang dibangun di atas Fiery Cross Reef, demikian lapor The Associated Press pada Mei 2015.
Pengerahan pesawat jet tempur J-11BH/BS PLA (seperti yang dilaporkan di situs web berbahasa Mandarin) baru-baru ini ke Pulau Woody di Kepulauan Paracel berfungsi untuk menyoroti tujuan sebenarnya dari landasan udara yang sedang dibangun di pulau-pulau buatan, seperti landasan udara 3.000 meter yang dibangun di atas Fiery Cross Reef. Terakhir, pengerahan rudal pertahanan udara HQ-9 ke Pulau Woody pada Februari 2016 membuktikan bahwa tujuan akhir perang hibrida adalah melakukan penaklukan militer tanpa memicu konflik militer terbuka. Singkatnya, Tiongkok memanfaatkan doktrin “Tiga Perang” untuk melaksanakan tindakan ofensif perang hibrida terhadap lawan yang militernya berada dalam masa damai.
PERANG ELEKTRONIK, LINGKUNGAN ANCAMAN DUNIA MAYA, DAN PERANG HIBRIDA
Aspek lain dari perang hibrida seperti yang dilakukan oleh Rusia dan Tiongkok adalah peran penting yang ditugaskan untuk unit perang elektronik dan dunia maya militer mereka, yang membawa rangkaian tantangan baru lainnya ketika kemampuan ini diterapkan pada perang hibrida.
Sebagaimana yang diamati oleh Wakil Menteri Pertahanan Robert Work, “pesaing kita mencoba untuk memenangkan kompetisi perang elektronik,” lapor Defense News. Buktinya adalah penggunaan perang elektronik oleh Angkatan Darat Rusia sebagai komponen perang hibrida selama operasi ofensifnya di Ukraina. Angkatan Darat Rusia menggunakan sistem perang elektronik canggih militer Rusia seperti sistem gelombang mikro berkekuatan tinggi untuk mengacaukan komunikasi dan pengintaian militer Ukraina serta menonaktifkan pengawasan wahana udara tak berawak yang dioperasikan oleh tim pemantauan gencatan senjata Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa, demikian yang dilaporkan oleh Jane’s Defence Weekly.
PLA juga mempertimbangkan perang elektronik dengan sangat serius, sebagaimana yang dibuktikan lewat tulisan militer yang menekankan “memperoleh dominasi elektromagnetik merupakan prasyarat untuk memenangkan perang modern,” demikian menurut China Radio. Dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh Komisi Tinjauan Ekonomi dan Keamanan A.S.-Tiongkok pada Februari 2015, analis menilai bahwa “PLA melihat kemampuan ruang angkasa, dunia maya, dan perang elektronik sebagai aspek yang semakin penting dari kemampuannya untuk mencegah atau, jika perlu, mengalahkan musuh berteknologi maju dalam perang lokal berbasis informasi di masa depan, baik terhadap Taiwan atau Kepulauan Senkaku/Diaoyu, sengketa teritorial maritim di Laut Cina Selatan, atau di tempat lain.”
Di lini dunia maya, seperti halnya dengan perang elektronik, pesaing dan musuh potensial kita semakin banyak menanamkan investasi dalam kemampuan ini dan menempatkannya untuk digunakan dalam perang hibrida di masa damai.
Dalam kesaksiannya pada tahun 2015 kepada Komite Angkatan Bersenjata DPR A.S., Laksamana Locklear menyatakan kekhawatiran tentang “risiko yang ditimbulkan oleh ancaman dunia maya yang terjadi secara terus-menerus” serta “peningkatan kemampuan dan penggunaan dunia maya, terutama oleh Tiongkok, Korea Utara, dan Rusia.” Dia secara khusus menyebutkan serangan dunia maya Korea Utara pada Sony Pictures sebagai contoh kemampuan dunia maya negara tersebut yang diterapkan terhadap jaringan militer dan sipil sekutu kita, Korea Selatan. Ancaman ini merupakan ancaman paling kompeten yang dikategorisasikan dalam dua tingkat teratas dalam matriks ancaman lima tingkat yang dikembangkan oleh Satuan Tugas Dewan Sains Pertahanan A.S. yang berfokus pada pemahaman ancaman dunia maya canggih yang dihadapi negara Amerika.
Kemampuan dunia maya Tiongkok terus tumbuh, matang, dan berkembang. PLA mendirikan unit perang informasi pertamanya pada tahun 2003. Unit ini ditugaskan “untuk mengembangkan virus guna menyerang sistem dan jaringan komputer musuh, dan taktik serta langkah-langkah untuk melindungi sistem dan jaringan sahabat,” demikian menurut Security Bulletin edisi tahun 2007. PLA mulai menggabungkan operasi jaringan komputer ofensifnya ke dalam latihannya pada tahun 2005 untuk membangun kemampuannya. Setelah penyangkalan resmi selama bertahun-tahun, PLA mengakui keberadaan unit khusus perang dunia maya dalam The Science of Military Strategy edisi 2013 yang diterbitkan oleh Akademi Sains Militer PLA, seperti yang dilaporkan oleh The Diplomat. Pengakuan ini diikuti oleh laporan terkenal pada tahun 2013 yang diterbitkan oleh perusahaan keamanan komputer komersial Mandiant, yang mengidentifikasi Unit 61398 Biro Kedua Departemen Ketiga Departemen Staf Umum PLA sebagai sumber dari banyak intrusi jaringan komputer yang berasal dari Tiongkok.
Hal penting dalam perang hibrida adalah pengakuan bahwa banyak kemampuan dunia maya dan prajurit dunia maya Tiongkok berada di luar militer, seperti peretas patriotik dan mahasiswa. Oleh karena itu Science of Campaigns menyerukan mobilisasi aset ini untuk perang dunia maya.  Menempatkan kemampuan ini di bawah kontrol militer di masa damai akan menjadi “Perang Rakyat” dalam ranah dunia maya dan akan memberikan pengingkaran masuk akal untuk serangan dunia maya yang mungkin akan menyertai perang hibrida. Seperti yang dijelaskan oleh Franz-Stefan Gady dalam tulisan di The Diplomat pada Maret 2015, “Pendekatan ini bisa jadi, mungkin lebih efektif daripada di negara-negara Barat, menempatkan kemampuan pelaku sipil dan non-negara di tangan pengambil keputusan militer senior yang bisa lebih efektif menyalurkan dan mengarahkan sumber daya ini untuk berbagai operasi di dunia maya.” Strategi Dunia Maya Departemen Pertahanan A.S. yang diterbitkan pada April 2015 membahas ancaman eksternal secara langsung: “Musuh-musuh potensial menanamkan investasi secara signifikan dalam dunia maya karena memberi mereka kemampuan penyangkalan praktis dan masuk akal untuk menarget wilayah A.S. dan mengganggu kepentingan A.S. Rusia dan Tiongkok telah mengembangkan kemampuan dan strategi dunia maya mutakhir.” Pengingkaran masuk akal terhadap serangan dunia maya telah membuatnya menjadi komponen perang hibrida yang praktis dan lebih disukai.
Tiongkok sekarang sepenuhnya menganggap dunia maya sebagai komponen operasi militer, sebagaimana yang terungkap dalam Buku Putih Pertahanan tahun 2015, yang menyatakan bahwa “Tiongkok akan mempercepat pengembangan pasukan dunia maya,” lapor surat kabar Stars and Stripes pada Mei 2015. Baru-baru ini, pada Oktober 2015, Bloomberg News menyiarkan pengumuman PLA bahwa PLA mengonsolidasikan berbagai unit dan kemampuan perang dunia maya Tiongkok menjadi komando militer tunggal di bawah Komisi Militer Pusat. Tindakan PLA dalam membangun komando dunia maya dilakukan lebih dari satu tahun setelah pengumuman militer Rusia pada Februari 2014 tentang komando dunia mayanya sendiri. Mayjen Yuri Kuznetso dari Rusia mengatakan bahwa sasarannya dalam mengoperasikannya secara penuh pada tahun 2017 “untuk membela infrastruktur penting angkatan bersenjata Rusia dari serangan komputer,” demikian lapor situs web Tripwire.com.
Perang dunia maya adalah karakteristik utama invasi Rusia ke Republik Georgia pada tahun 2008, dan taktik tersebut digunakan lagi dalam invasi Krimea pada tahun 2014. Selama invasi Rusia dan aneksasi Krimea, Ukraina mengalami “serangan dunia maya yang canggih dan terkoordinasi yang melumpuhkan jaringan komunikasi dan membanjiri situs web pemerintah,” sebagaimana dilaporkan oleh Channel 4 News Britania Raya pada Mei 2014. Baru-baru ini, peretas yang berbasis di Rusia melakukan serangan canggih pada jaringan listrik Ukraina pada Desember 2015 sehingga memutus sambungan listrik untuk puluhan ribu pelanggan di Ukraina tengah dan barat. Dinas keamanan negara SBU Ukraina menyalahkan dinas keamanan Rusia untuk malware yang digunakan dalam serangan itu, demikian yang dilaporkan Reuters. Kemudian, investigasi Tim Respons Darurat Dunia Maya Sistem Kontrol Industri Departemen Keamanan Dalam Negeri A.S. mengonfirmasi bahwa serangan ini adalah serangan dunia maya, yang dikaitkan oleh ahli keamanan dunia maya dengan kelompok peretas Russian Black Energy, demikian yang dilansir Reuters pada Februari 2016.
Serangan dunia maya meningkat di seluruh dunia, dan paling mengkhawatirkan di kawasan Indo-Asia-Pasifik. Pada Februari 2015, Jane’s Defence Weekly melaporkan statistik yang menunjukkan bahwa selama tahun 2013-2014, persentase serangan dunia maya di dunia yang berasal dari kawasan Indo-Asia-Pasifik berkisar dari 64 persen hingga 70 persen, dengan prediksi bahwa “ruang lingkup ancaman dunia maya … [dan] ancaman serangan dunia maya tetap berada pada tingkat yang cukup tinggi.”
Dalam menanggapi fenomena ini, pemerintah di seluruh kawasan Indo-Asia-Pasifik “mendorong upaya untuk meningkatkan keamanan dunia maya, dengan instansi pertahanan dan militer mengambil posisi utama” dengan investasi dari sekutu dan mitra keamanan Pasifik A.S. sebesar 230,9 triliun rupiah (17 miliar dolar A.S.) pada tahun 2014, demikian menurut Jane’s Defence Weekly. Kemungkinan serangan dunia maya, komponen utama perang hibrida, mengarah pada konflik bersenjata terbuka sekarang menjadi kekhawatiran serius. Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, berbicara pada pertemuan puncak perencanaan aliansi utama pada Maret 2015, mengatakan: “NATO telah menjelaskan bahwa serangan dunia maya berpotensi memicu respons Pasal 5 [militer, keamanan kolektif],” lapor Defense News pada Maret 2015.
MELANGKAH KE DEPAN
Perang hibrida berlangsung selama “masa damai” dengan hasil yang dramatis tercermin dalam batas-batas yang digambar ulang di Eropa dan pulau-pulau buatan baru yang dibuat di dalam “garis putus-putus” yang digambarkan pada peta di Pasifik. Seperti yang ditampilkan dalam contoh yang diberikan Rusia dan Tiongkok, operasi informasi merupakan komponen utama untuk melakukan perang melawan musuh ketika berada dalam masa damai, tanpa memicu baku tembak. Pesaing dan musuh potensial telah mengadaptasikan operasi informasi tradisional agar sesuai dengan perang hibrida yang dirancang untuk menunda dan mengacaukan respons dan pengambilan keputusan militer dan pemerintah sehingga menciptakan tantangan baru bagi A.S., sekutu militer, dan mitra keamanan kita. Demikian juga, perang elektronik dan dunia maya telah terbukti sebagai komponen aktif perang hibrida yang dapat mengakibatkan gangguan dan perusakan komando dan kontrol, komunikasi, dan infrastruktur. Perang elektronik dan dunia maya ditetapkan sebagai bidang prioritas pengembangan oleh Tiongkok dan Rusia, yang mengupayakan dan mengembangkan kemampuan baru secara agresif dan membangun unit dan komando baru untuk menggunakannya. Perang hibrida berbasis pada operasi yang sukses dalam lingkungan informasi, yang menyediakan kamuflase, penyembunyian, dan penyamaran yang diperlukan untuk hal yang pada dasarnya merupakan operasi militer guna mencapai tujuan dan efek dalam lingkungan fisik. Mengatasi ancaman ini akan membutuhkan kemampuan dan organisasi militer yang lebih lincah serta personel militer khusus untuk mencegah agar operasi informasi, perang elektronik (EW), dan tindakan dunia maya dalam perang hibrida di masa damai tidak memicu konflik militer.





Credit APDF



Kesiapan Militer untuk Bertempur di Timur Ukraina

 Kesiapan Militer untuk Bertempur di Timur Ukraina
Sebuah tank T-62 Ukraina menembakan meriamnya dalam latihan taktis militer di wilayah Kharkiv, Ukraina, 23 Agustus 2016. Mikhail Palinchak/Ukraina Presiden Press Service

 Kesiapan Militer untuk Bertempur di Timur Ukraina
Sejumlah tank T-62 Ukraina berjaga-jaga saat mengikuti latihan taktis militer di wilayah Kharkiv, Ukraina, 23 Agustus 2016. Mikhail Palinchak/Ukraina Presiden Press Service

 Kesiapan Militer untuk Bertempur di Timur Ukraina
Presiden Ukraina Petro Poroshenko, menghadiri upacara untuk penyerahan senjata dan kendaraan militer untuk tentara Ukraina yang berperang di timur Ukraina, di Chuhui, 23 Agustus 2016. Mikhail Palinchak/Ukraina Presiden Press Service

 Kesiapan Militer untuk Bertempur di Timur Ukraina
Presiden Ukraina Petro Poroshenko, memberikan pidato saat menghadiri upacara untuk penyerahan senjata dan kendaraan militer untuk tentara Ukraina yang berperang di timur Ukraina, di Chuhui, 23 Agustus 2016. Mikhail Palinchak/Ukraina Presiden Press Service

 Kesiapan Militer untuk Bertempur di Timur Ukraina
Presiden Ukraina Petro Poroshenko, memantau latihan militer yang dilakukan di wilayah Kharkiv, Ukraina, 23 Agustus 2016. Mikhail Palinchak/Ukraina Presiden Press Service

 Kesiapan Militer untuk Bertempur di Timur Ukraina
Presiden Ukraina Petro Poroshenko, berjalan didepan kendaraan militer yang dipersiapkan untuk tentara Ukraina yang berperang di timur Ukraina, di Chuhui, 23 Agustus 2016. Mikhail Palinchak/Ukraina Presiden Press Service





Credit  Tempo.co

Inilah Kapal Perusak Korea Selatan untuk Hadapi Korea Utara dan Tiongkok

 Inilah Kapal Perusak Korea Selatan untuk Hadapi Korea Utara dan Tiongkok
Korea Selatan membangun tiga kelas kapal perusak sejak dekade 1990-an sampai sekarang. Ketiga kelas perusak dikenal dengan sebutan KDX (Korean Destroyer eXperimental), yaitu KDX I (3.800 ton), KDX II (5.500 ton), dan KDX III (10.000 ton). Saat ini, Angkatan Laut Korea Selatan diperkuat oleh tiga KDX I, enam KDX II, dan tiga KDX III. military-today.com


 Inilah Kapal Perusak Korea Selatan untuk Hadapi Korea Utara dan Tiongkok
Perangkat sensor, persenjataan, kendali penembakan dan mesin KDX-I memakai buatan Amerika Serikat dan Eropa. Rudal permukaan ke udara Sea Sparrow, rudal anti kapal Harpoon, torpedo, dan radar pencari target di udara, diproduksi oleh perusahaan Amerika Serikat. Meriam 127 mm, CIWS, helikopter Super, radar permukaan, radar pengendali tembakan, dan sonar, merupakan produk dari negara-negara Eropa. wikiwand.com

 Inilah Kapal Perusak Korea Selatan untuk Hadapi Korea Utara dan Tiongkok
Korea Selatan kemudian mengembangkan dan membangun KDX-II, yang memiliki panjang 150 m, dan lebar 17,4 m. KDX-II dapat melaju hingga kecepatan 29 knots (54 km/jam). Desain lambung kapal perusak KDX-II merupakan pengembangan sea-keeping hull, lisensi dari IABG, Jerman. Desain lambung menggabungkan teknologi siluman untuk mengurangi penampang inframerah dan radar. Kapal ini memiliki daya tahan tinggi dan dapat melindungi kru dari serangan biokimia. naval.com.br


 Inilah Kapal Perusak Korea Selatan untuk Hadapi Korea Utara dan Tiongkok
Perangkat sensor menggunakan radar pencari jarak jauh Raytheon AN/SPS-49(V)5 dua dimensi (2D) buatan Raytheon, radar indentifikasi target MW08 G-band 3D buatan Thales Belanda, dua radar pengendali tembakan STIR240, sonar hull-mounted DSQs-21, dan sonar pasif towed array buatan Daewoo. KDX-II dipersenjatai dengan rudal anti pesawat RIM-116 RAM, rudal anti kapal Harpoon, rudal permukaan ke udara SM-2 Block IIIB, meriam 127 mm Mk 45 mod 4, dan Goalkeeper 30 mm sebagai CIWS. globalsecurity.org

 Inilah Kapal Perusak Korea Selatan untuk Hadapi Korea Utara dan Tiongkok
Kapal perusak KDX-III memiliki panjang 165 m, lebar 21 m, dan mampu menjelajah hingga 5.500 mil laut atau 10.186 km dengan kecepatan jelajah 20 knots (37 km/jam). Kecepatan maksimum mencapai 30 knots (56 km/jam). KDX-III dilengkapi dengan sistem tempur Aegis yang dikembangkan oleh Lockheed Martin. Sistem ini terdiri dari radar AN/SPY-1D(V) , pemancar SPY-1D (V) dan sistem kontrol penembakan AN/SPG-62. Perusak KDX III juga dilengkapi dengan hull mounted sonar DSQS-21BZ , sistem towed array sonar MTeQ, dan sistem Infrared Search & Track (IRST) Sagem. wikipedia.org


 Inilah Kapal Perusak Korea Selatan untuk Hadapi Korea Utara dan Tiongkok
Kapal perusak KDX-III memiliki panjang 165 m, lebar 21 m, dan mampu menjelajah hingga 5.500 mil laut atau 10.186 km, dan kecepatan maksimum mencapai 30 knots (56 km/jam). KDX-III dilengkapi dengan sistem tempur Aegis yang dikembangkan oleh Lockheed Martin. Sistem ini terdiri dari radar AN/SPY-1D(V) , pemancar SPY-1D (V) dan sistem kontrol penembakan AN/SPG-62. Perusak KDX III juga dilengkapi dengan hull mounted sonar DSQS-21BZ , sistem towed array sonar MTeQ, dan sistem Infrared Search & Track (IRST) Sagem. wikipedia.org



Credit  Tempo.co

Armada Kapal Selam Rusia: Warisan Kekuatan Soviet dari Era Perang Dunia II

 
Armada kapal selam modern Rusia merupakan salah satu yang terkuat di dunia. Hal itu terbukti dalam operasi Suriah pada 2015 lalu. Namun, di balik segala kesuksesan tersebut, ada usaha puluhan tahun yang telah dimulai sejak Perang Dunia II.
 
M-98
Di balik kesuksesan armada kapal selam Rusia kini, ada usaha puluhan tahun yang telah dimulai sejak PD II. Sumber: Foto arsip
Dalam Perang Dunia II, armada kapal selam Soviet merupakan armada terbesar di dunia. Dari segi jumlah, kapal selam Soviet dua kali lipat lebih banyak dibanding AS, dan hampir empat kali lipat lebih besar dari Kriegsmarine (Angkatan Laut Nazi Jerman). 
Namun, tantangan yang ia hadapi terbilang ketat. Karena posisi geografisnya, Uni Soviet tak bisa memperjuangkan supremasinya di samudra. Mereka hanya punya dua jalur masuk ke samudra. Baik Kutub Utara maupun Timur Jauh tak memungkinkan bagi penyusunan infrastruktur marinir skala penuh. Dengan begitu, yang tersisa hanyalah laut tertutup: Laut Hitam dan Laut Baltik. Setelah perang pecah, ada keyakinan bahwa marinir Soviet dapat menyerang fasilitas komunikasi musuh yang terletak di wilayah ini. 
Uni Soviet hanya punya dua jalur masuk ke samudra. Namun, baik Kutub Utara maupun Timur Jauh tak memungkinkan bagi penyusunan infrastruktur marinir skala penuh.Uni Soviet hanya punya dua jalur masuk ke samudra. Namun, baik Kutub Utara maupun Timur Jauh tak memungkinkan bagi penyusunan infrastruktur marinir skala penuh.
 
Namun, kapal selam Rusia tak bisa menandingi kapal selam Jerman, sementara armada terbesar di dunia milik Inggris tak yakin hendak terlibat dalam perang untuk membantu Uni Soviet. Karena itu, keputusan untuk membangun armada kapal selam sendiri sangat logis: biaya produksi yang terbilang rendah membantu menciptakan pasukan tangguh yang memainkan peran penting dalam pertempuran laut.
Sebuah kapal selam Shchuka selama Perang Dunia II. Museum Pusat Kemaritiman Sankt Peterburg. Sumber: Alexander Sokolenko / RIA NovostiSebuah kapal selam Shchuka selama Perang Dunia II. Museum Pusat Kemaritiman Sankt Peterburg. Sumber: Alexander Sokolenko / RIA Novosti

Senjata Bawah Air Uni Soviet

Kapal selam Soviet beraksi dengan cepat dan efektif dalam pertempuran Perang Dunia II. Kapal selam seri Malyutka (Bayi) tak bisa dibilang senjata yang serius. Kapal ini terbilang mungil dan bisa dikirim menggunakan kereta, tapi tidak nyaman bagi para kru sekalipun mereka bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. Hal yang paling perlu diperhatikan, kapal ini tak aman, karena hanya punya satu instalasi penembakan, tak cukup tangguh untuk menyelam cukup dalam untuk bertempur, dan dengan mudah bisa terbelah oleh badai. 
Namun anehnya, kapal Malyutka menjadi kapal selam Soviet yang paling efekif pada PD II. Kapal ini berhasil menghancurkan lebih dari 60 kapal transportasi musuh dan 8 kapal tempur. Meski kru kurang terlatih, mereka berhasil mencapai hasil yang mengesankan.
Armada Laut Hitam. Kapal selam Malyutka di muara Sungai Kopi. Sumber: Alexei Mezhuyev / TASS 
Armada Laut Hitam. Kapal selam Malyutka di muara Sungai Kopi. Sumber: Alexei Mezhuyev / TASS
 
Sementara kapal selam Soviet seri Srednyaya (S) adalah barang canggih pada eranya. Secara tak terduga, ia tak bisa menampilkan potensi tempurnya dalam skala penuh di Laut Baltik yang penuh ranjau. Kapal ini merupakan tiruan kapal Jerman, namun ternyata bisa melampaui kehebatan versi aslinya karena disesuaikan dengan perlengkapan dan persenjataan Soviet. Hasilnya, kapal selam universal ini tahan banting meski diserang ratusan kali, tak pernah rusak sekalipun.

Perang di Bawah Laut

Para sejarawan menuturkan fakta penting yang tak banyak dikenal. AL Soviet berhasil menghancurkan empat dari sembilan kapal selam milik Jerman. Pertempuran tersebut berlangsung di perairan Baltik dan Barents.
Armada Laut Hitam Uni Soviet, Perang Patriotik Raya (1941 – 1945). Kapal dan kapal selam Uni Soviet dalam sebuah misi, 1942. Sumber: Alexander Sokolenko / RIA NovostiArmada Laut Hitam Uni Soviet, Perang Patriotik Raya (1941 – 1945). Kapal dan kapal selam Uni Soviet dalam sebuah misi, 1942. Sumber: Alexander Sokolenko / RIA Novosti
AL Soviet menang dari ‘segi jumlah’. Mereka berhasil menghancurkan empat kapal selam milik Jerman meski di sisi lain harus mengorbankan tiga milik mereka. 
Sehari setelah Jerman menginvasi Uni Soviet, kapal U-144 Jerman yang memiliki persenjataan unggul menenggelamkan kapal selam Soviet M-98. Lalu 1,5 bulan kemudian, situasi berbalik. Di pesisir Estonia, kapal selam Soviet kelas Schuka menembakkan dua torpedo dan berhasil mengenai kapal utama Jerman tersebut. Dua tahun kemudian, pertempuran lain berakhir dengan kemenangan Soviet: tiga torpedo Soviet secara tak terduga mengenai kapal selam Jerman U-639 yang tengah menyebar ranjau di permukaan air Laut Barents.




Credit  RBTH Indonesia




Mirip, Sistem Rudal Bavar-373 Iran Pesaing S-300 Rusia?

 
Mirip Sistem Rudal Bavar 373 Iran Pesaing S 300 Rusia
Sistem rudal pertahanan Bavarian-373 Iran yang resmi diluncurkan. | (Facebook Iran Military)
 
TEHERAN - Iran baru-baru ini memamerkan sistem rudal pertahanan udara terbarunya, Bavar-373 yang karakteristiknya mirip dengan sistem rudal pertahanan udara S-300 Rusia. Lantaran mirip, kini muncul spekulasi bahwa Bavar-373 Iran menjadi pesaing S-300 Rusia.

Rusia sejatinya masih terikat kontrak dengan Iran untuk mengirim S-300, sebagai pengganti pembelian paket senjata yang dibatalkan Moskow di masa lalu. Namun Iran, terkesan enggan melanjutkan pembelian senjata itu.

Sistem rudal pertahanan Bavar-373 Iran diluncurkan secara resmi oleh Presiden Iran Hassan Rouhani hari Minggu lalu. Bavar-373 merupakan sistem rudal pertahanan buatan sendiri yang sudah lama dinantikan Iran.

Bavar-373 berhasil diuji coba pada bulan Agustus 2014. Hasilnya mirip dengan Rusia S-300 dan mampu menghantam target di ketinggian.

Pada hari Senin, Menteri Pertahanan Iran, Hossein Dehghan, mengumumkan bahwa Teheran sudah bersiap memproduksi massal sistem rudal pertahanan udra Bavar-373 setelah uji coba lanjutan dilakukan pada Maret 2017.

Spekulasi bahwa Bavar-373 Iran menjadi pesaiang S-300 Rusia tak dipungkiri Mahmud Shoori, Direktur Eurasia Research Group di Center for Strategic Research (CSR), sebuah kelompok think tank terkemuka di Iran.

Menurutnya, secara teknologi, sangat sulit untuk membedakan dua sistem rudal pertahanan S-300 Rusia dan Bavar-373 Iran.Keduanya memiliki kesamaan dan sulit dibedakan jika digunakan secara bersamaan.

Shoori mengatakan, yang lebih penting adalah perkembangan sistem rudal domestik Iran ditujukan untuk memuaskan semua kebutuhan militer secara mandiri.

”Secara keseluruhan, saya tidak melihat ada masalah bagi Iran melanjutkan pembelian dari S-300 di bawah kontrak yang ada (dengan) Rusia, sementara secara bersamaan (Iran) mengembangkan dan menampilkan prestasi industri pertahanan militer,” ujar Mahmud Shoori kepada Sputnik, yang dikutip Rabu (24/8/2016).

Menurutnya, prioritas utama untuk kompleks pertahanan militer Iran adalah memaksimalkan produksi persenjataan strategisnya secara mandiri.

Meski demikian, Shoori yakin kerjasama militer-teknis antara Rusia dan Iran akan terus berlanjut.

”Sejauh yang saya tahu, menteri pertahanan kami telah mengatakan bahwa Iran memiliki (kerjasama). Saat ini tidak ada kebutuhan pengiriman sistem rudal pertahanan canggih. Apa yang sudah kita miliki dalam pelayanan dan apa yang sekarang sedang disampaikan oleh Rusia cukup untuk memenuhi tuntutan industri pertahanan kami,” imbuh dia.

“Saya pribadi berpikir bahwa kerjasama militer-teknis antara dua negara pasti akan terus berlanjut," katanya.





Credit  Sindonews





Milisi Syiah Irak juga banyak siksa warga sipil Sunni

 
Milisi Syiah Irak juga banyak siksa warga sipil Sunni
Seorang ibu dan dua anaknya diungsikan melalui helikopter oleh militer Irak dari kota Amerli yang sedang dikepung ISIS (Reuters)
 
Jakarta (CB) - Milisi Syiah di Irak telah menahan, menyiksa dan melecehkan warga sipil Sunni yang jumlahnya jauh lebih banyak dari yang diperkirakan Amerika Serikat ketika kota Falluja direbut kembali dari tangan ISIS Juni lalu, kutip dokumen yang didapatkan Reuters.

Sekitar 700 pria dan bocah laki-laki Sunni hilang dalam dua bulan terakhir setelah benteng ISIS itu jatuh.

Penyiksaan itu terjadi kendati AS telah membatasi peran milisi Syiah dalam operasi ke Falluja, termasuk dengan mengancam menarik dukungan serangan udara dalam operasi militer Irak.

Ternyata ancaman itu tidak efektif karena milisi Syiah tidak menarik diri dari Falluja dengan malah berpartisipasi dalam penjarahan di sana dan kini mengabaikan upaya AS dalam membatasi peran mereka dalam operasi-operasi berikutnya ke sarang-sarang ISIS di Irak.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 20 penyintas, pemimpin suku, politisi Irak dan diplomat Barat, milisi Syiah membunuh paling sedikit 66 pria Sunni dan melecehkan paling sedikit 1.500 orang yang kabur dari Falluja.

Orang-orang Sunni Irak ini ditembak, dipukuli dengan pipa karet dan beberapa di antara mereka dipenggal. Pengakuan para penyintas, pemimpin suku, politisi Irak dan diplomat Barat itu sesuai dengan sebuah investigasi pihak berwenang setempat Irak dan testimoni video dan foto para penyintas yang diambil setelah mereka dibebaskan.

Perang melawan ISIS dalam babak terakhir dari konflik antara mayoritas Syiah melawan minoritas Sunni di Irak yang merebak setelah invasi pimpinan AS pada 2003.

Perang yang dilancarkan AS itu mengakhiri dominasi beberapa dekade Sunni di bawah kepemimpinan Saddam Hussein dan mengantarkan terbentuknya pemerintahan yang didominasi partai-partai islamis Syiah yang dipatronase oleh Iran.

Ketidakmampuan Washington mencegah kekerasan sektarian kini menjadi keprihatinan besar para pejabat pemerintahan Presiden Barack Obama di tengah upaya mereka merebut kembali kota Irak yang jauh lebih besar, Mosul, yang telah menjadi ibu kota ISIS di Irak, demikian Reuters.






Credit  ANTARA News




Gencatan senjata harus dilakukan semua pasukan perang Suriah


 
Gencatan senjata harus dilakukan semua pasukan perang Suriah
Dokumentasi seorang wanita membawa walkie-talkie menuju lokasi kerusakan setelah terjadi serangan udara di kawasan dikendalikan pemberontak, kota Maaret al-Numan, provinsi Idlib, Suriah, Selasa (31/5/2016). (REUTERS/Khalil Ashawi)
 
Markas Besar PBB, New York (CB) - PBB meminta jaminan semua pasukan perang Suriah --bukan hanya Rusia-- mematuhi kesepakatan gencatan senjata kemanusiaan 48 jam, kata kepala gerakan tersebut, Senin.

Ia mengatakan, PBB siap mengantarkan bantuan ke Aleppo, Suriah, dengan menunjukkan kekecewaan atas kurang perhatian banyak pihak terhadap warga.

Aleppo pernah menjadi kota terpadat dan pusat ekonomi, tetapi kini menjadi tempat utama perang saudara, yang telah berlangsung lima tahun.

Lebih dari dua juta orang dari kedua pihak tidak mempunyai jaminan ke air bersih setelah bom menghancurkan banyak bangunan.

Rusia, yang mendukung pemerintah Suriah dengan menjatuhkan banyak bom, mengatakan pada Kamis akan memenuhi permintaan gencatan senjata itu.

PBB meminta gencatan senjata dilakukan selama dua hari per minggunya guna membuka akses ke wilayah pemberontak di timur, dan pemerintah di barat Aleppo.

"Pernyataan Rusia cukup positif, tetapi permintaan ini tak hanya untuk satu pihak," kata kepala misi bantuan PBB, Stephen O'Brien, di depan negara anggota Dewan Keamanan PBB.

"Saat kami mendapatkan lampu hijau, bantuan itu dapat segera dikirim dalam waktu 48 sampai 72 jam," katanya.

Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, mengingatkan pada pekan lalu, "bencana kemanusiaan" semacam itu belum pernah terjadi di Aleppo. Ia mendesak Rusia dan Amerika Serikat secepatnya membuat gencatan senjata di kota itu dan wilayah lai di Suriah.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, dan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, telah membahas masalah tersebut.

Amerika Serikat mendukung sejumlah kelompok oposisi pemerintah Suriah dan ikut mengebom pegaris keras ISIS di sana.

Perang saudara itu dipicu upaya Presiden Suriah, Bashar al-Assad, menindak pengunjuk rasa pendukung demokrasi pada lima tahun lalu.

Pegaris keras ISIS memanfaatkan kerusuhan itu dengan mengambil alih wilayah di Suriah dan Irak.

O'Brien mengatakan tak ada bantuan yang dikirim ke satu juta warga yang terisolir dan sulit dijangkau pada Agustus akibat perang dan birokrasi berbelit pemerintah Suriah.

"Saya marah, dan sangat kesal," kata O'Brien, "Pembantaian massal ini jelas aksi penuh dosa."

Duta Besar Suriah untuk PBB, Bashar Ja'afari, mengatakan di depan anggota Dewan Keamanan PBB, pemerintahnya tak bertanggung jawab atas serangan udara di wilayah pemberontak di al Qaterji pekan lalu.

Sebelumnya, video yang menayangkan anak laki-laki bernama Omran Daqneesh, ia tampak berdarah dan penuh luka saat ditarik dari puing akibat serangan udara di pemukiman itu, Rabu, sempat mengejutkan banyak orang di seluruh dunia.

"Serangan itu pasti dilakukan pihak lain," kata Ja'afari.



Credit  ANTARA News





Turki tarik duta besarnya dari Austria

 
Turki tarik duta besarnya dari Austria
Presiden Turki Tayyip Erdogan saat memberikan pidato di hadapan hadirin dalam pertemuan di Ankara, Turki, Selasa (12/1). (REUTERS/Kayhan Ozer/Presidential Palace Press Office/Handout via Reuters )
 
Ankara (CB) - Turki menarik duta besarnya untuk Austria guna meninjau kembali hubungan setelah serangkaian sengketa dengan negara anggota Uni Eropa tersebut menurut Menteri Luar Negeri Turki, Senin (22/08).

"Kami sudah memanggil ke Ankara duta besar untuk Wina untuk konsultasi dan peninjauan kembali hubungan kita," kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu seperti dilansir Anadolu, kantor berita negara itu.

Penarikan duta besar itu dilakukan setelah media menyiarkan kabar bahwa pihak berwenang Austria mengizinkan para pendukung kelompok terlarang Partai Pekerja Kurdistan (PKK) berunjuk rasa di Wina.

Dalam konferensi pers bersama timpalannya dari Moldova, Cavusoglu menuding Austria "mendukung terorisme".

"Sayangnya, alasan-alasan untuk mempertahankan hubungan bilateral dan kerja sama dengan Austria seperti sebelumnya sudah tidak ada lagi," katanya.

Pada Senin, Ankara juga memanggil kuasa usaha kedutaan besar Austria ke Kementerian Luar Negeri Turki. Ini merupakan kali kedua bagi diplomat tersebut dipanggil terkait sengketa di Turki.

Sengketa dipicu oleh berita yang disiarkan di layar bandara Wina yang menyatakan bahwa pemerintah Turki mengizinkan hubungan seks dengan anak-anak di bawah usia 15 tahun.

Cavusoglu mengatakan Turki akan mengambil "kebijakan-kebijakan lain" mengenai hubungan bilateral kedua negara.

Austria juga membuat geram Turki dengan mengklaim perundingan keanggotaan Uni Eropa (UE) dengan Ankara harus dihentikan karena upaya pembersihan tiada henti yang dilancarkan usai upaya kudeta yang gagal pada 15 Juli.

"Kita harus menghadapi kenyataan: perundingan keanggotaan kini tidak lebih dari fiksi," kata Kanselir Christian Kern kepada media Austria awal bulan ini.

Menteri Pertahanan Austria Hans-Peter Doskozil menyebut Turki membandingkan Turki dengan "kediktatoran", menambahkan bahwa "negara semacam itu tidak punya tempat di UE".

Menteri Luar Negeri Austria Sebastian Kurz kemudian mengatakan bahwa Wina menolak langkah apa pun yang akan membawa Turki mendekati bergabung dengan Uni Eropa, demikian menurut warta kantor berita AFP.




Credit  ANTARA News




Korut Luncurkan Rudal Balistik, Korsel Waspada Penuh

 
Korut Luncurkan Rudal Balistik, Korsel Waspada Penuh  
Korut meluncurkan rudal dari kapal selam setelah memprotes latihan militer gabungan Korsel dan AS. (Reuters/KCNA/file photo)
 
Jakarta, CB -- Korea Utara kembali membuat negara tetangganya, Korea Selatan, bersiaga setelah meluncurkan rudal balistik dari kapal selam pada Rabu dini hari (24/8). Peluncuran ini disinyalir sebagai bentuk protes atas latihan militer gabungan Korsel-AS.

Juru bicara Kementerian Pertahanan Korsel kepada Reuters mengatakan rudal itu ditembakkan sekitar pukul 5.30 waktu setempat dari dekat kota pesisir Sinpo, sesuai dengan tangkapan citra satelit. Kota ini juga merupakan pangkalan kapal selam Korut.

Rudal tersebut melesat hingga 500 kilometer di udara dan proyektilnya jatuh di zona identifikasi pertahanan udara Jepang, ADIZ, sebuah wilayah yang ditetapkan sebagai zona kendali keamanan udara.

Pejabat militer Korsel mengakui, peluncuran kali ini menunjukkan adanya kemajuan dalam teknologi rudal balistik kapal selam atau SLBM milik Korut.

Peluncuran ini terjadi selang dua hari setelah Korsel dan AS memulai latihan militer gabungan yang rutin digelar setiap tahun. Korut mengecam latihan yang melibatkan 25 ribu tentara itu, dengan mengatakan bahwa AS dan Korsel tengah mempersiapkan invasi.

Rezim Kim Jong Un telah melancarkan ancaman terkait latihan tersebut. Pyongyang bahkan mengirim surat ke Dewan Keamanan PBB, mengeluhkan provokasi oleh AS yang mengancam stabilitas perdamaian kawasan.

Rudal balistik juga diluncurkan setelah dua pekan lalu diplomat senior Korut yang bertugas di Inggris membelot ke Seoul.

Korut dan Korsel sejatinya masih dalam status berperang setelah Perang Korea berakhir pada tahun 1953 dengan gencatan senjata, bukan perdamaian.

Menyusul peluncuran ini, Korsel siaga penuh dan akan menggelar rapat dewan keamanan nasional di Seoul hari ini untuk membahas ancaman Korut.

Di bawah resolusi Dewan Keamanan PBB yang bertujuan membendung pengembangan senjata nuklir Korut, Pyongyang dilarang meluncurkan rudal balistik. Pelanggaran resolusi ini berbuah embargo dan sanksi internasional, yang semakin membuat perekonomian Korut babak belur.

Namun ancaman sanksi tidak menghentikan Korut. Pejabat pertahanan Korsel awal bulan ini mengatakan Korut telah meluncurkan lebih dari 30 rudal dalam berbagai pengujian sejak Kim Jong un naik takhta menggantikan ayahnya Kim Jong Il pada 2011.




Credit  CNN Indonesia




Korut Ancam Jadikan Washington 'Tumpukan Debu'

 
Korut Ancam Jadikan Washington 'Tumpukan Debu'  
Korea Utara mengancam akan meluncurkan serangan nuklir ke Korea Selatan dan Amerika Serikat, dan menghancurkan ibu kota Seoul dan Washington. (Reuters/KCNA)
 
Jakarta, CB -- Korea Utara mengancam akan meluncurkan serangan nuklir ke Korea Selatan dan Amerika Serikat, dan menghancurkan ibu kota Seoul dan Washington, D.C., menjadi tumpukan debu. Ancaman Korut ini dilontarkan menyusul latihan militer bersama tahunan antara AS dan Korsel awal pekan ini.

Militer Korut menyatakan siap menjadikan Seoul dan Washington "tumpukan debu melalui serangan pencegahan bergaya Korea" jika AS dan Korsel menunjukkan tanda-tanda agresi terhadap wilayah Korut.

Retorika ekstrem dari Pyongyang tersebut semakin meningkatkan ketegangan di kawasan Semenanjung Korea, di tengah rencana pengerahan sistem rudal pertahanan berteknologi tinggi AS ke Korea Selatan dan pembelotan wakil dubes Korut untuk Inggris, Thae Yong Ho, ke Korsel.

Media pemerintah di Pyongyang memperingatkan "serangan pertama" itu telah siap diarahkan ke pasukan Korsel dan AS ytang tengah menjalani latihan militer, menurut laporan dari The Independent, Senin (22/8).

Kementerian Unifikasi Korea Selatan menyesalkan ancaman yang diluncurkan Korut dan menyatakan bahwa latihan militer dengan AS merupakan latihan rutin yang terjadwal. Seoul dan Washington kerap menegaskan bahwa latihan militer gabungan tidak bertujuan menyerang Pyongyang.

Latihan militer tahun ini disebut Ulchi Freedom Guardian dan mulai dijalankan sejak Senin selama 12 hari. Sebagian besar latihan militer ini dijalankan melalui simulasi komputer. Latihan ini melibatkan 25 ribu tentara AS dan 50 ribu tentara Korsel.

Presiden Korea Selatan mengatakan pada Senin bahwa terdapat tanda-tanda "keretakan serius" di kelas elite penguasa Korut. Korsel menilai Korut akan melakukan beberapa tindakan kontroversial untuk mengalihkan perhatian publik dari masalah dalam negeri tersebut.

Sementara itu, para pakar menilai pembelotan Thae merupakan tindakan yang mencoreng nama pemimpin Korut Kim Jong Un, namun tidak mampu untuk melemahkan persatuan kelas elite negara yang terisolasi itu.

Korea Utara kerap meningkatkan retorika perang terhadap AS dan Korsel, utamanya setelah AS mengerahkan sistem pertahanan anti rudal (THAAD) di Korsel bulan lalu. Pengerahan THAAD bertujuan untuk menghalau kemungkinan tembakan rudal balistik dan nuklir dari Korea Utara.




Credit  CNN Indonesia





Burkini Dilarang di Prancis, Tapi Disayang Desainer

 
Burkini Dilarang di Prancis, Tapi Disayang Desainer 
Burkini boleh saja dilarang di Prancis. Kenyataannya, burkini keluaran desainer dan butik retail ternama malah laris manis. (Thinkstock/kzenon)
 
Jakarta, CB -- Pelarangan burkini—busana renang yang menutup sekujur tubuh kecuali wajah, telapak tangan dan telapak kaki—di sejumlah kota di Prancis, membuat desainer busana asal Australia, Aheda Zanetti, prihatin.

"Reaksi pertama saya adalah … Ya Tuhan, itu hanya baju renang, demi Tuhan," kata Zanetti, dikutip laman ABC, saat ditanya tentang kehebohan burkini. Menurutnya, pelarangan burkini adalah penindasan terhadap perempuan.

Padahal, diakui wanita keturunan Lebanon ini, tidak semua pelanggannya adalah muslim. Banyak wanita memilih burkini agar kulitnya terhindari dari efek buruk paparan sinar Matahari. Banyak juga ibu-ibu yang risih mengenakan bikini.

“[Burkini] melambangkan kebebasan, gaya hidup sehat, percaya diri,” kata Zanetti, dikutip SMH, seraya mencontohkan seorang pelanggannya, survivor kanker kulit, yang tentu tidak bisa memakai baju renang biasa di bawah sinar Matahari.

Zanetti memproduksi burkini berlabel Ahiida sejak belasan tahun lalu, di Villawood, Sydney Barat. Penjualan burkininya tak sebatas Negeri Kanguru, melainkan meluas ke berbagai negara, dari Norwegia sampai Israel, dengan harga US$80-200.

Ribut-ribut burkini membuat Zanetti kebanjiran e-mail, baik berisi pujian maupun cacian. “Seorang pria Italia mengatakan, ‘Saya senang melihat wanita berbikini, apa yang kamu lakukan terhadap kami?’ Lalu, saya jawab, ‘Gunakan imajinasimu.’”

Diakui Zanetti, ribut-ribut soal burkini malah membuat kreasinya laris manis, dan keuntungannya berlipat ganda, termasuk di Eropa. Tapi daripada burkini ‘mubazir’ di Paris, ia pun mengajak para wanita berlibur di pantai-pantai Australia saja.

Senada dengan Zanetti, aktris Prancis, Isabelle Adjani, juga menyayangkan pelarangan burkini di 23 resor di Prancis. "Kita tidak bisa melarang perempuan pergi ke pantai hanya gara-gara kostumnya,” kata wanita 61 tahun ini, dikutip Telegraph.

Adjani menilai pelarangan burkini tak terlepas dari perdebatan politik. Padahal burkini bukan hanya dikenakan dan dikreasikan oleh muslim. Terbukti butik retail Marks and Spencer (M & S) juga menjual burkini di cabangnya di 58 negara.

Laman Newsweek mengabarkan, burkini Marks and Spencer laris manis. Juru bicara M & S, Emily Dimmock, menyatakan, “Ini pertama kali kami menawarkan burkini di Inggris Raya, juga secara global melalui website, dan langsung ludes.”



Credit  CNN Indonesia


Pengusaha Perancis Siap Bayar Denda Pemakai Burkini


Pengusaha Perancis Siap Bayar Denda Pemakai Burkini  
Ilustrasi burkini (Matt King/Getty Images)
 
Jakarta, CB -- Seorang pengusaha Perancis keturunan Aljazair menyatakan siap membayar seluruh denda yang dijatuhkan pemerintah Perancis terhadap wanita Muslim yang memakai burkini, baju renang yang menutup seluruh tubuh dan kepala.

Rachid Nekkaz, pengusaha kaya yang juga aktivis HAM di Perancis, telah menyiapkan buku cek untuk membayar denda-denda tersebut. Nekkaz mengatakan, tindakan ini dilakukan demi mendukung kebebasan berpakaian wanita Muslim di Perancis.

"Saya memutuskan membayar seluruh denda para pemakai burkini demi menjamin kebebasan wanita dalam berpakaian, dan lebih dari itu, untuk menetralisir penerapan hukum yang tidak adil dan menindas ini," ujar Nekkaz, dikutip CNN, Selasa (23/8).

Larangan burkini diterapkan di beberapa kota di Perancis, salah satunya Cannes. Di kota ini, Muslimah yang memakai burkini terancam didenda hingga 38 euro atau hampir Rp600 ribu.

Larangan ini diberlakukan oleh wali kota Cannes mulai dari 28 Juli hingga 31 Agustus.

Pelarangan burkini kali ini diterapkan di tengah ketakutan pada Islam di Eropa, menyusul serangan di Paris, Nice dan Brussels yang total menewaskan ratusan orang. Nekkaz mengaku tidak terima jika negara-negara Eropa memanfaatkan Islamofobia untuk menekan kebebasan umat Islam.

"Tugas saya adalah mengingatkan negara-negara demokrasi di Eropa bahwa apa yang membuat demokrasi mereka luar biasa adalah penghormatan terhadap hak-hak fundamental," tutur Nekkaz.

"Kebebasan yang direnggut dari wanita yang memilih memakai pakaian tradisional Islam," lanjut pengusaha real estate ini.

Hingga saat ini sudah 15 wanita yang menghubungi Nekkaz untuk dibayarkan dendanya. "Saya kira hingga akhir bulan ini akan ada sekitar 100 denda," ujar Nekkaz.

Bukan kali ini saja Perancis menerapkan hukum yang mengatur pakaian Muslimah. Sebelumnya tahun 2011 saat pemerintahan Nicolas Sarcozy, Perancis adalah negara pertama di Eropa yang menerapkan larangan memakai cadar bagi wanita Muslim dengan denda hingga 150 euro atau lebih dari Rp2,2 juta.

Saat itu, Nekkaz juga membayarkan setiap denda wanita yang memakai cadar. Bahkan dia berhasil menggalang dana hingga setara Rp10 miliar untuk membayarkan denda-denda tersebut.


Credit  CNN Indonesia

Iran Buka Babak Baru Hubungan dengan Kuba

 
Iran Buka Babak Baru Hubungan dengan Kuba  
Iran dan Kuba sama-sama pernah menderita akibat dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat. Kini setelah sanksi dicabut, perekonomian kedua negara mulai bangkit. (Reuters/Stringer)
 
Jakarta, CB -- Kunjungan Menteri Luar Negeri Iran Zavad Zarif ke Havana, Kuba, menandai dibukanya kembali babak baru hubungan kedua negara.

Diberitakan Reuters, Iran dan Kuba berkomitmen meningkatkan kerja sama dagang usai sanksi Amerika Serikat atas kedua negara dicabut.

"Kita akan memulai babak baru hubungan luar negeri dengan Kuba didasari oleh delegasi [pengusaha] besar yang menemani saya dalam kunjungan ini," kata Zarif saat bertemu Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Rodriguez, Senin (22/8).

Kuba dan Iran sama-sama pernah merasakan menjadi "musuh AS" dan dihujani sanksi dan embargo yang membuat perekonomian mereka terpuruk. Keduanya pernah berada dalam daftar negara pendukung terorisme.

AS mencabut Kuba dari daftar tersebut tahun lalu. Pemerintah Havana juga mulai membuka hubungan dengan Washington dan membenahi perekonomian.

Sementara Iran mulai mendapat angin segar setelah perundingan nuklir tahun lalu berbuah pencabutan sanksi dan embargo internasional.

Rodriguez mengucapkan selamat atas kesuksesan Iran dalam perundingan tersebut sembari menyampaikan dukungan Kuba bagi "semua negara yang mengembangkan energi nuklir untuk tujuan damai."

Zarif menyatakan dukungan terhadap Kuba sebagai negara yang sama-sama pernah merasakan sanksi yang menurutnya "tidak adil."

"Pemerintah dan rakyat Kuba selalu menunjukkan solidaritas terkait kekejian yang dilakukan oleh kekaisaran [AS]," ujar Zarif.

Zarif akan melakukan kunjungan selama enam hari di negara-negara Amerika Latin. Selain Kuba, dia juga dijadwalkan mengunjungi Chile, Nikaragua, Bolivia dan Venezuela.

Pekan lalu, Menteri Perekonomian baru Kuba, Ricardo Cabrisas, mengunjungi Teheran dan bertemu Presiden Hassan Rouhani.



Credit CNN Indonesia





Selasa, 23 Agustus 2016

Akhir Persahabatan Kartosoewirjo dan Sukarno

 Akhir Persahabatan Kartosoewirjo dan Sukarno
Seorang pengunjung mengamati foto eksekusi Imam DI/TII, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. (FOTO ANTARA/Andika Wahyu) 
CB, Jakarta: Tahun 1923 Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo melanjutkan kuliah di Nederlands Indische Artsen School (Pendidikan Tinggi Kedokteran) di Surabaya. Tahun inilah dimulai masa perkenalannya dengan Sarekat Islam (SI) dan Haji Oemar Said Tjokroaminoto.


Hubungan antara Tjokroaminoto dan Kartosoewirjo, adalah antara guru dan murid. Berkat kecerdasan dan keberpihakannya yang kuat terhadap Islam, Tjokroaminoto meminta Kartosoewirjo menjadi sekretaris pribadinya. Kartosoewijo pun berkesempatan tinggal di rumah Tjokroaminoto di Jalan Peneleh VII No. 29–31 Surabaya. Interaksi seperti yang pernah dilakukan Tjokroaminto kepada Sukarno, berulang pada diri Kartosoewirjo. Ya. Sukarno dan Kartosoewirjo sama-sama berguru kepada Tjokroaminoto. Keduanya pernah menjadi anak kos di rumah Tjokroaminoto.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya yang juga salah satu pendiri Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED) Aji Dedi Mulawarman, mengisahkan bahwa Sukarno menyebut Rumah Peneleh sebagai dapur nasionalisme. Julukan ini memang tak berlebihan, karena di tempat itulah Tjokroaminoto melakukan pengkaderan untuk menggodok putra-putra terbaik bangsa, baik langsung maupun tak langsung. Beberapa muridnya antara lain seperti Sukarno (Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia), Kartosoewirjo (tokoh Pendiri Negara Islam Indonesia), Semaoen, Alimin, Moeso (tokoh-tokoh utama PKI), dan masih banyak lagi.

Boleh dibilang Rumah Peneleh saat itu bagaikan "rumah bernyawa". Karena di rumah itu Tjokroaminoto melakukan aktivitas sehari-hari, menerima tamu dari kalangan biasa sampai tokoh-tokoh utama negeri yang nantinya bernama Indonesia, hingga menjadi tempat diskursus ideologi, diskursus masalah kontekstual negeri, bahkan menjadi tempat di mana rencana-rencana besar Sarekat Islam digerakkan.

"Tak dapat disangkal, Rumah Peneleh juga menjadi simbol bagi lahirnya guru bangsa," ujar Aji dalam buku Jang Oetama: Jejak H.O.S Tjokroaminoto.

Pertemanan Sukarno dan Kartosoewirjo juga terungkap melalui kisah dalam buku yang ditulis Roso Daras. Ceritanya bermula dari pesan Tjokroaminoto yang menyatakan, "Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan, dan bicaralah seperti orator".

Pesan itu sangat diingat Soekarno, hingga setiap malam dia selalu belajar pidato.  Setiap Sukarno belajar berpidato, suaranya yang lantang terdengar sangat mengganggu kawan-kawannya yang juga tinggal di rumah Tjokroaminoto, seperti Moeso, Alimin, Kartosoewirjo, dan Darsono. Tidak jarang, mereka yang mendengar tertawa.

Bahkan, sering kali saat Sukarno sedang belajar berpidato, kawan-kawannya memintanya untuk berhenti, karena merasa terganggu.  Tetapi Soekarno tak mau peduli, ia tetap melanjutkan pidatonya di depan kaca, di dalam kamarnya yang gelap.

Menurut Roso Daras, Kartosoewirjo pernah melontarkan ejekan kepada Sukarno saat latihan pidato. Ia menuliskan mengenai karibnya hubungan keduanya kala itu di buku Bung Karno Vs Kartosuwiryo, Serpihan Sejarah Yang Tercecer.

“Hei Karno, buat apa berpidato di depan kaca? Seperti orang gila saja,” kata Kartosoewirjo.

Mendengar celetukan itu, Sukarno diam saja terus melanjutkan pidatonya. Setelah pidatonya selesai, dia baru membalas ejekan Kartosoewirjo. Kalimat pertamanya adalah penjelasan kenapa dia belajar berpidato sebagai persiapan untuk menjadi orang besar. Pada kalimat kedua, Soekarno baru membalas ejekan kawannya itu.

"Tidak seperti kamu, sudah kurus, kecil, pendek, keriting, mana bisa jadi orang besar!.” ucap Sukarno dibarengi oleh tawa keduanya.

Peristiwa itu terjadi di rumah Tjokroaminoto, hingga keduanya tumbuh dewasa. Roso Daras menceritakan, Kartosoewirjo memang paling dekat dengan Sukarno dibandingkan dengan pemuda lain yang "mondok" di Rumah Peneleh. "Mungkin karena yang lain (Semaoen, Alimin dan Moeso) lebih senior," kata Roso kepada metrotvnews.com, Kamis (18/8/2016).

Ia menambahkan, di rumah itu memang nuansa politik dan suasana pergerakan sangat kental. Namun, mereka yang kos di rumah tersebut bergaul layaknya anak muda pada zamannya. Saling ledek, saling ejek, juga penuh canda tawa.

Kader Tjokroaminoto

Meski lahir dari kalangan bangsawan, Tjokroaminoto terkenal konsisten menyuarakan persamaan hak untuk kaum pribumi. SI pun menjadi mesin perjuangan pribumi yang masif kala itu, anggotanya lebih dari dua juta orang dan tersebar di berbagai daerah.

Kondisi inilah yang mengundang sejumlah tokoh pergerakan kerap mendatangi Tjokroaminoto, berkumpul dan diskusi di rumahnya. Sebut saja tokoh Islam Agus Salim, tokoh nasionalis Ki Hajar Dewantara hingga tokoh sosialis "kiri" Hendrikus Sneevliet.

Sebagai "bangsawan pikir" yang sanggup menggerakkan jutaan orang dan berpengaruh di kalangan pergerakan saat itu, pemerintah kolonial menjuluki Tjokroaminoto sebagai “Raja Jawa tanpa Mahkota”, atau De Ongekroonde van Java.


Karisma Tjokroaminoto dalam memimpin, mengagitasi, pidato, hingga pemikiran ”zelfbestuur”-nya (kemandirian bangsa dengan pemerintahan sendiri), kian mempesona anak semangnya di rumah. "Rumah Cokroaminoto menjadi “surga pengetahuan” bagi anak-anak muda pada jaman itu untuk lebih mengerti keadaan bangsanya. Cokroaminoto memposiskan diri sebagai mentor bagi anak-anak muda," ucap Sukarno dalam biografi Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams.

Dari sederet nama pemuda yang dikader Tjokroaminoto, Sukarno yang paling mampu merebut hati sang guru. Selain karena sering diajak Tjokro dalam aktivitas politiknya, Sukarno kerap memperlihatkan kecerdasannya dalam berdiskusi.

Sukarno juga dipercaya Tjokro untuk menggantikan posisinya dalam rapat-rapat SI bila ia berhalangan hadir. "Sejarah menyebutkan, di manapun ketika Tjokro berhalangan, microphone diberikan ke Sukarno," tutur Roso.

Sejarawan Peter Kasenda, dalam tulisannya seputar pergerakan SI, menduga Sukarno telah dipersiapkan Tjokro sebagai pewaris kepemimpinan Sarekat Islam. “Alasan itu juga yang membuat Tjokro mengangkat Sukarno sebagai menantu,” katanya.

Sukarno pernah menikah dengan putri sulung Tjokroaminoto bernama Siti Utari. Saat itu usia Sukarno masih 21 tahun, sementara usia Utari belum genap 16 tahun.

Dalam biografi yang ditulis Cindy Adam, Sukarno mengungkap alasan pernikahan itu. Yakni, ingin membahagiakan Tjokro yang saat itu terpukul setelah isterinya meninggal dunia. Tjokro tampak khawatir terhadap hari depan anaknya, siapa yang akan menjaganya, sementara ia harus mengurus Sarekat Islam yang kerap direpresi Belanda. Ditengarai adik Tjokro atau paman dari Utari yang melobi Sukarno untuk menikahi Utari.

Sukarno menikahi Utari dengan status "kawin gantung. Lantaran ia belum bisa memberi nafkah dan Utari masih tinggal di rumah Tjokroaminoto. Pengakuan Sukarno kepada Cindy Adams, meski statusnya menikah, tetapi ia tidak bercampur dengan Utari karena usianya yang masih belia. "Boleh jadi aku seorang yang pencinta, akan tetapi aku bukanlah seorang pembunuh anak gadis remaja. Itulah sebabnya, mengapa kami melakukan kawin gantung. Pesta kawinnya pun digantung,” kata Sukarno.

Namun, pernikahan dengan Utari itu tidak berlangsung lama. Setelah menamatkan pendidikan menengah pada HBS (Hogere Burger School), Sukarno meninggalkan Surabaya, pindah ke Bandung untuk kuliah di THS (Technice Hogere School/Sekolah Teknik Tinggi - sekarang Institut Teknologi Bandung). Lantaran itu, Sukarno menceraikan Utari secara baik-baik.  Pada titik ini, interaksi “Keislaman” dengan Tjokroaminoto, terutama menyangkut penyelaman ideologi Islam, baik secara personal maupun organisatoris tidak lagi dirasakan oleh Sukarno.

Sementara itu, interaksi Tjokroaminoto dengan Kartosoewirjo berjalan intens. Pada saat itu, keduanya sedang berada pada situasi perlawanan Sarekat Islam yang makin keras terhadap Belanda dan Komunis. Tjokroaminoto pun sedang getol-getolnya menulis dan mendesain Sosialisme Islam, tafsir program Asas dan program tandhim, serta memperkuat pengkaderan di lingkungan Sarekat Islam. Kedekatan ini memberi pengaruh Islam yang sangat kental pada Kartosoewirjo.

"Diskursus yang berkembang pada masa kedekatan mereka berdua, Kartosoewirjo dan Tjokroaminoto, adalah Islam sebagai kata kunci penyelesaian masalah negeri, bukan lagi zelfbestuur," kata Aji saat berbincang dengan metrotvnews.com di Jakarta, Jumat (19/8/2016).

Berbeda dengan Kartosoewirjo yang harus mendampingi Tjokroaminoto sehari-hari. Sukarno juga banyak melakukan interaksi dengan tokoh-tokoh tua lain di luar Tjokroaminoto, yang banyak dari kalangan Nasionalis Sekuler.

Menurut Aji, inilah yang menjadikan Sukarno percaya Islam sekaligus juga percaya Sosialisme. Meski begitu, ketika melihat keduanya, Sukarno sangat moderat. Sehingga hasilnya adalah Pidato Pancasila tanggal 1 Juni 1945 yang memiliki jiwa nasionalis dan sosialis yang beragama. "Nah, nantinya juga ketika pada masa Orde Lama, beliau malah mendekatkan Islam sebagai ideologi yang sejajar dengan Nasionalis dan Komunis, yang kemudian disebutnya dengan Nasakom, Nasionalis-Agama-Komunis," kata Aji.




Kritikan

Nasionalisme mengental dalam diri Sukarno setelah mengenal Tjipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker, pentolan Indische Partij. Lebih dari itu, pada 1922, Sukarno, yang saat itu mengetuai Algemeene Studie Club (ASC), turut bergabung dengan organisasi politik ini.

Kepada Cindy Adams, Sukarno bercerita pernah bertemu dengan Kartosoewirjo dalam sebuah kesempatan di Bandung. Namun, pertemuan dua sahabat itu tidak mempengaruhi pilihan politik masing-masing. Kartosoewirjo, yang saat itu menjadi asisten pribadi Tjokroaminoto dan memimpin keredaksian koran Fadjar Asia milik Tjokroaminoto, tetap yakin bahwa diperlukan persatuan umat Islam untuk mencapai kemerdekaan Indonesia sejati, dan mendirikan pemerintahan pribumi yang mandiri dalam masyarakat Islami.

Peneliti dan antropolog dari Universitas Malikussaleh, Al Chaidar, menyatakan perdebatan Kartosoewirjo dengan Sukarno soal ideologi sering muncul. Meski begitu, saling ejek antara dua karib itu pun masih terjadi. Dengan nada kritik, Kartosoewirjo mengatakan kepada Sukarno agar lebih banyak belajar agama.

"Ejekan itu dibalas Sukarno. Katanya, Kartosoewirjo hanya bisa menulis pamlet, artikel, tulisan pendek-pendek, tidak bisa menulis buku," tutur Chaidar, yang mengaku sebagai pengagum Kartosoewirjo, saat dihubungi metrotvnews.com pada Kamis (18/8/2016).

Di Bandung, Sukarno bersama kawan-kawannya di ASC memperlihatkan kemajuan dalam gerakannya. Sukarno mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia, yang kelak menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI).

Sementara itu, Sarekat Islam - yang sudah menjadi Partai Sarekat Islam - justru alami perpecahan. Perpecahan itu antara kelompok Cokroaminoto dengan kelompok muda yang terpengaruh pola perjuangan "kiri" ala komunisme pimpinan Semaoen.

SI di bawah Semaoen, yang dijuluki SI Merah, kemudian bermetamorfosa menjadi Sarekat Rakyat (SR), selanjutnya menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI), dan melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda pada 1926.

Nahas, gerakan Semaoen berhasil dipatahkan, dan pemerintah Belanda mulai represif. Tokoh-tokoh pergerakan, mulai dari "kiri" hingga "kanan", hampir semua ditangkap, dihukum, dipenjara dan diasingkan.

Di kala pergerakan mencapai titik lesu, gagasan nasionalisme dari Bandung semakin diterima di akar rumput. Belajar dari gagalnya aksi PKI dan ditangkapnya aktivis-aktivis pergerakan, Sukarno kampanyekan perjuangan bersama lintas ideologi.

Sejarawan Anhar Gonggong mengatakan, Sukarno adalah modifikasi sang guru, si "singa podium" Tjokroaminoto. Karisma, keberanian dan gaya agitasi Sukarno mirip Tjokro, termasuk pidato-pidatonya. Lumrah bila nasionalisme di tangan Sukarno disambut gempita kala itu.

Meski begitu, aktivis Islam menunjukkan kekhawatirannya terhadap nasionalisme "sekuler" Sukarno yang pengaruhnya semakin besar.

M. C. Ricklefs, dalam buku Sejarah Indonesia Modern, menulis, sejak 1925 saja Agus Salim yang merupakan salah satu rekan perjuangan Tjokroaminoto di Sarekat Islam sudah memperingatkan kaum muslim bahwa ide Sukarno tentang 'ibu pertiwi Indonesia' membahayakan kesetiaan tunggal mereka kepada Tuhan.

Ahmad Hasan dari Persatuan Islam juga mengecam ide-ide kaum nasionalis. Termasuk Mohammad Natsir, yang kala itu tampil sebagai ahli politik Islam, menulis artikel-artikel yang menyatakan bahwa hanya Islam yang dapat menjadi dasar bagi suatu kebangsaan Indonesia.

Tiga proklamasi

Chaidar bercerita, pada zaman pendudukan Jepang, tepatnya menjelang kekalahan Jepang terhadap sekutu, Kartosoewirjo sempat bertemu kembali dengan Sukarno. Ia menyarankan agar Sukarno, yang saat itu Ketua PPKI, segera proklamasikan kemerdekaan Indonesia sebagai negara Islam.

"Setelah peristiwa pemboman Hiroshima dan Nagasaki, pada 11 Agustus Kartosoewirjo berangkat dari Malangbong (Jawa Barat) ke Jakarta melalui Bandung, ingin proklamasikan negara Islam," kata Chaidar.

Saat itu kiprah politik kaum nasionalis sedang di atas angin. Sukarno dan Hatta menentang keinginan Kartosoewirjo. Selang beberapa hari, Sukarno dan Hatta pun diculik kelompok pemuda ke Rengasdengklok, dan pada 17 Agustus 1945 memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia. Setelah itu, keduanya diangkat sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI.

Sayangnya, Belanda yang didukung sekutu kembali datang, belum mau mengakui kedaulatan Indonesia. Revolusi Indonesia pun pecah, perang fisik dan diplomasi dilancarkan demi memperoleh pengakuan de jure sebagai negara berdaulat.

Saat itu politik ideologi kembali mewarnai perjuangan bangsa Indonesia. Dari sinilah dimulainya pertentangan serius antara kalangan Islam dan kaum nasionalis sekuler.

"Karena kaum nasionalis sekuler mulai secara efektif memegang kekuasaan negara, maka pertentangan ini untuk selanjutnya dapat disebut sebagai pertentangan antara Islam dan negara," kata Chaidar, seperti yang pernah ia tulis dalam bukunya berjudul Negara Islam Indonesia: Antara Fitnah dan Realita.

Situasi yang kacau akibat agresi militer kedua Belanda, semakin kacau dengan ditandatanganinya Perjanjian Renville antara pemerintah Republik dengan Belanda, tentang pengakuan garis demarkasi Van Mook.

Di Madiun, pada 1948, Moeso yang baru saja pulang dari Uni Soviet memproklamasikan negara Soviet Indonesia bersama PKI-nya. Namun, Sukarno, melalui tentara Republik pimpinan A.H Nasution berhasil menumpasnya. Dalam operasi penumpasan ini, Moeso, yang juga alumni Rumah Peneleh, tewas.

Sementara itu, Jawa Barat, yang saat itu diputuskan sebagai wilayah kekuasaan Belanda, memaksa pasukan Republik harus mundur ke Jawa Tengah. Mulai dari sini, Kartosoewirjo memimpin gerakan perlawanan dengan menolak perintah mundur ke Jawa Tengah. Didukung laskar Hizbullah dan Sabilillah Jawa Barat, Kartosoewirjo mendirikan Tentara Islam Indonesia (TII) untuk melawan Negara Pasundan yang merupakan Boneka Belanda.

Bahkan, di saat kekosongan kekuasaan itu, pada 7 Agustus 1949 Kartosoewirjo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) dengan wilayah de facto Jawa Barat, atau disebut Darul Islam (DI). Tak hanya itu, ia mengangkat dirinya sendiri sebagai kepala negara atau Imam NII.

Chaidar mengatakan, Kartosoewirjo menganggap proklamasi NII merupakan kelanjutan proklamasi 17 Agustus 1945. Republik dianggap telah runtuh, maka NII akan melindungi warga Jawa Barat, yang menurutnya telah ditinggal pimpinan Republik setelah perjanjian Renville.

"Pemikiran gurunya, Tjokro, soal pribumi dan kebangsaan masih melekat pada Karto. Boleh jadi ini sebabnya negara Islam yang didirikan tak lepas dari nama Indonesia sebagai identitas kebangsaan. Bahkan benderanya saja didasari merah-putih, bukan hitam atau warna lainnya," kata Chaidar.

Dalang upaya pembunuhan

Bagi pihak Republik, agresi Belanda yang menyerang ibukota Yogyakarta saat itu, telah membatalkan perjanjian Renville. Pemimpin pasukan Republik, Panglima Sudirman, menginstruksikan divisi Siliwangi kembali ke posnya, Jawa Barat.

Di sinilah terjadi pertempuran segitiga antara tentara DI/TII, Belanda, dan pasukan Republik. Kartosoewirjo menganggap proklamasi dan kedaulatan NII diganggu Belanda dan pasukan divisi Siliwangi.

Usai ditandatanganinya pengakuan kedaulatan Belanda atas wilayah Indonesia di Konferensi Meja Bundar, termasuk wilayah Jawa Barat, Sukarno memerintahkan penangkapan Kartosoewirjo. Perlawanan pun terjadi.
Situasinya, TII cukup kuat mempertahankan wilayah-wilayah yang dianggap kedaulatan NII. Sebaliknya, Republik tidak terlalu fokus akibat tajamnya krisis politik saat itu, ditambah pemberontakan-pemberontakan lain di luar Jawa.

"Perlawanan Kartosoewirjo juga semakin runcing karena kedekatan (koalisi pemerintah) Sukarno dengan komunis (PKI), tidak disukai kelompok Islam saat itu," ujar Chaidar.

Bahkan, pergerakan NII di Jawa Barat - yang meluas ke Aceh dan Sulawesi, dikaitkan dengan usaha-usaha pembunuhan terhadap Sukarno. Pihak ekstrem kanan dituding sebagai dalangnya. Antara lain peristiwa pengeboman Cikini terhadap Presiden (1957), juga penembakan Idul Adha (1962).

"Secara terang, sejarah mengungkap peristiwa itu dilakukan oleh anasir-anasir NII," kata Roso Daras.

Baratayudha

Pada 1960, Operasi Baratayudha, yang merupakan sandi penumpasan gerakan DI/TII di Jawa Barat dimulai. Upaya penangkapan Kartosuwiryo dimaksimalkan melalui operasi militer ini.

"Ada satu yang menarik. Interpretasi saya, penamaan Baratayudha ini sarat makna," kata Roso.

Menurut dia, operasi mencerminkan pergolakan batin Sukarno yang dijuluki "Bung Besar" dalam menghadapi si Kartosoewirjo yang mengklaim sebagai "Imam Besar".

Legenda perang saudara dalam epos karya sastra kuno yang berasal dari India, Mahabharata, menceritakan
Pandawa dan Kurawa, yang sama-sama keturunan Bharata, bersengketa mengenai hak pemerintahan kerajaan Astina. Puncak perselisihannya adalah perang Bharata Yuddha, yaitu Pandawa dan Kurawa bertempur di padang Kurusetra untuk memperebutkan singgasana dan kekuasaan di Astina.

Dalam konteks ini, Sukarno dan Kartosoewirjo, meski keduanya sama-sama putra terbaik dalam perjuangan kemerdekaan Tanah Air, hubungan mereka berubah menjadi permusuhan dan berakhir dengan perang. Jika Pandawa dan Kurawa sama-sama berguru kepada Resi Drona, maka Sukarno dan Kartosoewirjo sama-sama berguru kepada HOS Tjokroaminoto.

"Tentu ada konflik batin yang menyelimuti peperangan ini. Konteks penumpasan NII ini soal bela negara. Bagaimana ketika seorang kakak harus menghabisi nyawa adiknya," kata Roso.

Konflik Batin

Dalam perang gerilya yang panjang itu, akhirnya TNI berhasil mendesak TII dan menangkap Kartosoewirjo dan pengawalnya pada 4 Juni 1962 di Gunung Geber. Pada tahun itu juga, pengadilan di gelar. Kartosoewirjo bersikukuh terhadap idealismenya, menolak meminta maaf dan tidak mengakui pemerintahan RI di bawah Sukarno. Alhasil, hukuman mati pun dijatuhkan untuk Kartosoewirjo.

"Saya tidak akan pernah meminta ampun kepada manusia yang bernama Soekarno,” ucap Kartosuwiryo di muka mahkamah angkatan darat untuk darurat perang (Mahadper), seperti dikisahkan Chaidar.

Soal tawaran untuk mengajukan permohonan grasi dari Mahadper ini, Roso Daras mengatakan, bila saja Kartosoewirjo saat itu mau, dirinya sangat yakin Kartosuwiryo tidak akan di hukum. Sukarno pasti memberikan ampunan, seperti tokoh-tokoh Premesta dan PRRI saat itu.

Mau tidak mau, sesuai hukum yang berlaku, Sukarno pun harus menandatangani surat eksekusi mati kepada Kartosoewirjo. Inilah surat eksekusi mati pertama di Republik yang baru berusia seumur jagung itu.

Menurut Roso, saat itu pergolakan batin Sukarno cukup hebat. Sejarah mengungkapkan bahwa surat eksekusi yang di antar pimpinan militer kepada Sukarno, berkali-kali ditolak olehnya.

"Tiga bulan lamanya, Sukarno selalu marah setiap diminta tanda tangan. Pernah kertas vonis itu dilempar, hingga tercecer di ruang kerjanya," kata Roso.

Sang Presiden juga berkali-kali bertanya kepada pimpinan militer soal Kartosoewirjo. Salah satunya Mayjen S. Parman, Asisten I/Menpangad, yang saat itu datang untuk meminta tandatangan. Sambil menangis, Sukarno bertanya mengenai sorot mata Kartosoewirjo.

"Jawabannya selalu sama, para pimpinan militer mengatakan sorot mata Kartosuwiryo masih memperlihatkan perlawanan. Masih ganas, setajam mata harimau, nggak ada jiwa lemah atau menyerah," ucap Roso.

Dari Megawati, putri Presiden Sukarno, Roso mendapat cerita bahwa pimpinan militer saat itu melobi Megawati. Selanjutnya, Megawati yang saat itu sedang di Bandung, secara khusus datang ke Jakarta dan meminta Bapaknya untuk menandatangani surat vonis itu.

"Luhurnya hakikat pertemanan sejati jangan dicampur-aduk dengan dharma sebagai kepala negara," tutur Roso meniru ucapan Megawati ke Sukarno.

September 1962, lama Sukarno terpekur di meja kerja, mengenang masa muda bersama Kartosoewirjo. Hingga akhirnya Sukarno mau menandatangani surat vonis itu.

Pada 5 September 1962, Kartosoewiryo pun dieksekusi di depan regu tembak di Kepulauan Seribu, Jakarta.
Setelah eksekusi pun Sukarno masih bertanya kepada komandan regu tembak, lagi-lagi tentang sorot mata karibnya itu. Tidak ada satupun yang menjawab pertanyaan sang Presiden, karena saat dieksekusi mata Kartosoewirjo ditutup.

Namun, keesokannya petugas kembali datang dan menyodorkan foto Kartosuwiryo sebelum dieksekusi. Sukarno pun tersenyum dan berkata, "Sorot matanya masih tetap. Sorot matanya masih sama. Sorot matanya masih menyinarkan sorot mata seorang pejuang."

Kepada Cindy Adams, Sukarno juga menggambarkan beratnya menandatangani surat vonis itu. "Menandatangani hukuman mati tidaklah memberikan kesenangan kepadaku. Ambillah, misalnya, Kartosoewirjo. Di tahun 1918, dia kawanku yang baik. Di tahun 20-an, di Bandung, kami tinggal bersama, makan bersama, dan bermimpi bersama-sama," tutur Sukarno.

Namun, putusan harus diambil. "Seorang pemimpin harus bertindak, tanpa memikirkan betapapun getir jalan yang ditempuh," kata Soekarno.





Credit  Metrotvnews.com