CB, Teheran – Juru bicara pemerintah Iran, Mohammad Bagher Nobakht, menepis kabar soal bekas menteri Israel yang menjadi mata-mata Iran lalu tertangkap. Menurut pejabat ini, berita itu sebaiknya diabaikan saja.
“Tidak jelas ini masalah apa tapi kita harus mengabaikannya,” kata Nobakht kepada media dalam jumpa pers seperti dilansir media Israel, Times of Israel, Kamis, 21 Juni 2018.
Nobakht melanjutkan,”Rezim Zionis menggunakan berbagai cara untuk menyalahkan Republik Islam Iran.”
Ini merupakan pernyataan pertama dari pejabat tinggi Iran mengenai kabar penangkapan Segev. Pada Senin malam, 18 Juni 2018, media Iran, Isna, memberitakan informasi ini dengan menyebutnya sebagai informasi bohong.
Gonen Segev di depan gedung parlemen Israel, Knesset, pada 15 Marte 1993.[Times of Israel]
Pemerintah Iran selama ini tidak menanggapi kabar penangkapan bekas menteri Energi dan Infrastruktur Israel, Gonen Segev, oleh dinas intelijen dalam negeri Shin Bet.
“Rezim Zionis dikenal karena membuat informasi bohong mengenai Iran dan sejak pelanggaran perjanjian nuklir oleh pemerintah AS, Israel memulai serangan Iranophobia,” begitu dilansir situs Isna. “Para ahli menyatakan tuduhan (terkait Segev) ini merupakan bagian dari upaya Netanyahu menciptakan informasi bohong mengenai Iran.”
Sejak berita penangkapan Segev muncul, sebagian pengguna jejaring sosial di Iran mulai menyebarkan tagar #freeGonenSegev.
Shin Bet menuding Segev menjadi mata-mata bagi Iran selama enam tahun terakhir. Ini membuat Segev sebagai tokoh tertinggi yang terkena tuduhan menjadi mata-mata asing dalam sejarah Israel.
Segev, yang pernah menjadi dokter, pernah menjalani tahanan dalam kasus penyelundupan ekstasi. Dia lalu pindah ke Nigeria setelah bebas pada 2007. Dia pernah bertugas di Knesset dan menjabat menteri Energi dan Infrastruktur pada era PM Yitzhak Rabin dan Shimon Peres pada 1995 dan 1996.
Juru bicara pemerintah Iran, Mohammad Bagher Nobakht. Iran Mirror
Menurut Shin Bet, Segev pernah menjalin kontak dengan dinas intelijen Iran pada 2012 lewat kedutaan Iran di Nigeria.
“Segev memberikan informasi kepada atasannya mengenai sektor energi Israel, lokasi petugas keamanan, dan gedung-gedung serta pejabat diplomatik dan badan keamanan,” begitu pernyataan Shin Bet yang dilansir pada Senin, 18 Juni 2018.
Shin Bet juga menuding Segev berusaha menjalin kontak dengan tokoh-tokoh keamanan dan diplomasi Israel untuk menggali informasi dan dikirimkan ke Iran.
Segev ditangkap di Guinea Khatulistiwa setelah tiba dari Nigeria pada pertengahan Mei 2018. Polisi Guinea lalu mengekstradisinya ke Israel.
Pada Jumat pekan lalu, Segev mulai didakwa di pengadilan Jerusalem dengan dakwaan membantu musuh pada masa perang, memata-matai, dan sejumlah kejahatan lainnya. Namun, kasus ini baru dibuka ke publik pada Senin pekan ini.
Pengacara Segev mengatakan dokumen dakwaan menggambarkan hal berbeda dengan informasi yang dipublikasikan. Channel 10 melansir Segev mengaku sebenarnya berusaha menipu dinas intelijen Iran agar dia bisa pulang ke Israel sebagai pahlawan.
Saat ini, Segev telah dipindahkan dari fasilitas Shin Bet ke penjara Gilboa di utara Israel. Kasus ini akan kembali disidangkan pada 9 Juli 2018.
“Tidak jelas ini masalah apa tapi kita harus mengabaikannya,” kata Nobakht kepada media dalam jumpa pers seperti dilansir media Israel, Times of Israel, Kamis, 21 Juni 2018.
Nobakht melanjutkan,”Rezim Zionis menggunakan berbagai cara untuk menyalahkan Republik Islam Iran.”
Ini merupakan pernyataan pertama dari pejabat tinggi Iran mengenai kabar penangkapan Segev. Pada Senin malam, 18 Juni 2018, media Iran, Isna, memberitakan informasi ini dengan menyebutnya sebagai informasi bohong.
Gonen Segev di depan gedung parlemen Israel, Knesset, pada 15 Marte 1993.[Times of Israel]
Pemerintah Iran selama ini tidak menanggapi kabar penangkapan bekas menteri Energi dan Infrastruktur Israel, Gonen Segev, oleh dinas intelijen dalam negeri Shin Bet.
“Rezim Zionis dikenal karena membuat informasi bohong mengenai Iran dan sejak pelanggaran perjanjian nuklir oleh pemerintah AS, Israel memulai serangan Iranophobia,” begitu dilansir situs Isna. “Para ahli menyatakan tuduhan (terkait Segev) ini merupakan bagian dari upaya Netanyahu menciptakan informasi bohong mengenai Iran.”
Sejak berita penangkapan Segev muncul, sebagian pengguna jejaring sosial di Iran mulai menyebarkan tagar #freeGonenSegev.
Shin Bet menuding Segev menjadi mata-mata bagi Iran selama enam tahun terakhir. Ini membuat Segev sebagai tokoh tertinggi yang terkena tuduhan menjadi mata-mata asing dalam sejarah Israel.
Segev, yang pernah menjadi dokter, pernah menjalani tahanan dalam kasus penyelundupan ekstasi. Dia lalu pindah ke Nigeria setelah bebas pada 2007. Dia pernah bertugas di Knesset dan menjabat menteri Energi dan Infrastruktur pada era PM Yitzhak Rabin dan Shimon Peres pada 1995 dan 1996.
Juru bicara pemerintah Iran, Mohammad Bagher Nobakht. Iran Mirror
Menurut Shin Bet, Segev pernah menjalin kontak dengan dinas intelijen Iran pada 2012 lewat kedutaan Iran di Nigeria.
“Segev memberikan informasi kepada atasannya mengenai sektor energi Israel, lokasi petugas keamanan, dan gedung-gedung serta pejabat diplomatik dan badan keamanan,” begitu pernyataan Shin Bet yang dilansir pada Senin, 18 Juni 2018.
Shin Bet juga menuding Segev berusaha menjalin kontak dengan tokoh-tokoh keamanan dan diplomasi Israel untuk menggali informasi dan dikirimkan ke Iran.
Segev ditangkap di Guinea Khatulistiwa setelah tiba dari Nigeria pada pertengahan Mei 2018. Polisi Guinea lalu mengekstradisinya ke Israel.
Pada Jumat pekan lalu, Segev mulai didakwa di pengadilan Jerusalem dengan dakwaan membantu musuh pada masa perang, memata-matai, dan sejumlah kejahatan lainnya. Namun, kasus ini baru dibuka ke publik pada Senin pekan ini.
Pengacara Segev mengatakan dokumen dakwaan menggambarkan hal berbeda dengan informasi yang dipublikasikan. Channel 10 melansir Segev mengaku sebenarnya berusaha menipu dinas intelijen Iran agar dia bisa pulang ke Israel sebagai pahlawan.
Saat ini, Segev telah dipindahkan dari fasilitas Shin Bet ke penjara Gilboa di utara Israel. Kasus ini akan kembali disidangkan pada 9 Juli 2018.
Credit tempo.co