BEIJING
- China menyatakan perluasan di kepulauan Laut China Selatan dan proyek
konstruksi di sana, termasuk fasilitas radar yang mencakup kawasan
290.000 meter persegi itu, layak. Pernyataan itu diungkapkan dalam
laporan baru Pemerintah China yang dirilis, Senin (25/12/2017).
Data tersebut hampir mirip dengan yang diungkapkan lembaga analis Amerika Serikat (AS) awal bulan tersebut. China melakukan sejumlah proyek reklamasi lahan skala besar di beberapa kepulauan dan karang yang dikuasainya di Laut China Selatan. Mereka membangun bandara dan fasilitas lain yang membuat negara-negara tetangga dan AS merasa khawatir.
Beijing menyatakan proyek di wilayah sengketa itu untuk menyediakan layanan internasional seperti search-and rescue (SAR).
Meski demikian China juga mengakui fasilitas di sana memiliki tujuan militer. Beijing juga menegaskan dapat melakukan apa pun yang diinginkan di wilayahnya.
Laporan terbaru yang dirilis di website Badan Informasi dan Data Maritim Nasional China serta di surat kabar People's Daily menyatakan, China telah memperkuat kehadiran militer di sana dan perluasan itu layak dilakukan. Salah satunya ialah pemasangan "radar besar". Tidak jelas apakah laporan itu terkait dengan konstruksi tahun ini di beberapa pulau, termasuk pembangunan fasilitas untuk gudang bawah tanah dan gedung administratif. "Di wilayah itu juga ada peningkatan patroli militer China," ungkap laporan tersebut seperti dikutip kantor berita Reuters.
Laporan itu tidak memberikan penjelasan lebih terperinci tentang patroli tersebut. Laporan itu dirilis pekan lalu, tapi baru dimuat kemarin di harian Global Times. "Saat perhatian di Asia teralihkan oleh krisis nuklir Korea Utara (Korut), China melanjutkan pemasangan radar frekuensi tinggi dan fasilitas lain yang dapat digunakan untuk tujuan militer di pulau-pulau buatan di Laut China Selatan," papar laporan lembaga analis AS, Center for Strategic and International Studies, Asia Maritime Transparency Initiative of Washington.
Lembaga itu menyatakan, aktivitas China melibatkan sejumlah aktivitas di berbagai fasilitas yang mencakup wilayah seluas 29 hektare di Kepulauan Spratly dan Paracel. Wilayah kepulauan itu juga diklaim oleh negara-negara lain di Asia. Lebih dari USD5 triliun perdagangan global melintasi Laut China Selatan setiap tahun. Selain klaim China di wilayah itu, Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina, dan Taiwan juga mengklaim beberapa bagian kawasan tersebut.
Data tersebut hampir mirip dengan yang diungkapkan lembaga analis Amerika Serikat (AS) awal bulan tersebut. China melakukan sejumlah proyek reklamasi lahan skala besar di beberapa kepulauan dan karang yang dikuasainya di Laut China Selatan. Mereka membangun bandara dan fasilitas lain yang membuat negara-negara tetangga dan AS merasa khawatir.
Beijing menyatakan proyek di wilayah sengketa itu untuk menyediakan layanan internasional seperti search-and rescue (SAR).
Meski demikian China juga mengakui fasilitas di sana memiliki tujuan militer. Beijing juga menegaskan dapat melakukan apa pun yang diinginkan di wilayahnya.
Laporan terbaru yang dirilis di website Badan Informasi dan Data Maritim Nasional China serta di surat kabar People's Daily menyatakan, China telah memperkuat kehadiran militer di sana dan perluasan itu layak dilakukan. Salah satunya ialah pemasangan "radar besar". Tidak jelas apakah laporan itu terkait dengan konstruksi tahun ini di beberapa pulau, termasuk pembangunan fasilitas untuk gudang bawah tanah dan gedung administratif. "Di wilayah itu juga ada peningkatan patroli militer China," ungkap laporan tersebut seperti dikutip kantor berita Reuters.
Laporan itu tidak memberikan penjelasan lebih terperinci tentang patroli tersebut. Laporan itu dirilis pekan lalu, tapi baru dimuat kemarin di harian Global Times. "Saat perhatian di Asia teralihkan oleh krisis nuklir Korea Utara (Korut), China melanjutkan pemasangan radar frekuensi tinggi dan fasilitas lain yang dapat digunakan untuk tujuan militer di pulau-pulau buatan di Laut China Selatan," papar laporan lembaga analis AS, Center for Strategic and International Studies, Asia Maritime Transparency Initiative of Washington.
Lembaga itu menyatakan, aktivitas China melibatkan sejumlah aktivitas di berbagai fasilitas yang mencakup wilayah seluas 29 hektare di Kepulauan Spratly dan Paracel. Wilayah kepulauan itu juga diklaim oleh negara-negara lain di Asia. Lebih dari USD5 triliun perdagangan global melintasi Laut China Selatan setiap tahun. Selain klaim China di wilayah itu, Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina, dan Taiwan juga mengklaim beberapa bagian kawasan tersebut.
Credit sindonews.com