Credit republika.co.id
Selasa, 12 Februari 2019
Senin, 11 Februari 2019
Pemerintah Yaman-Houthi Lanjutkan Pertemuan Terkait Pertukaran Tahanan
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Utusan Khusus PBB untuk Yaman mengindikasikan bahwa kedua pihak menyatakan komitmen mereka untuk membebaskan semua napi dan tahanan serta mereka yang berada dalam tahanan rumah, yang akan dilaksanakan secara bertahap.
Keduanya juga memperbarui kesiapannya untuk mengerahkan semua upaya yang mungkin untuk merealisasikan tujuan ini dan untuk mempercepat proses memungkinkan para tahanan bersatu kembali dengan keluarga mereka seperti dikutip dari Xinhua, Sabtu (9/2/2019).
Sub-komite yang dibentuk untuk melihat pertukaran badan-badan yang berafiliasi dengan kedua belah pihak juga mendukung rencana aksi yang akan dilaksanakan sejalan dengan jangka waktu tertentu.
Credit sindonews.com
Senin, 04 Februari 2019
Pihak-pihak yang berperang di Yaman bertemu di kapal bahas penarikan tentara
PBB mengawasi pelaksanaan gencatan senjata dan persetujuan penarikan tentara dari Hudaidah, pintu masuk utama bagi sebagian besar barang-barang impor Yaman, dengan harapan hal itu akan mengarah kepada penyelesaian politik bagi perang yang berlangsung hampir empat tahun.
Berdasarkan kesepakatan tersebut pihak-pihak yang berperang menarik tentaranya pada 7 Januari sebagai bagian dari usaha-usaha menghindari serangan skala-penuh atas Hudaidah, tetapi telah gagal untuk melakukan langkah itu sementara kelompok Al-Houthi, yang bersekutu dengan Iran, dan pemerintahan dukungan Saudi tidak sepakat mengenai siapa yang seharusnya mengendalikan kota tersebut dan pelabuhan-pelabuhan.
Para pihak bertemu untuk ketiga kali dengan penengah Komite Koordinasi Pengerahan Kembali pimpinan PBB (RCC) sejak dibentuk pada Desember. Pihak-pihak yang mengikuti pertemuan itu dari Al-Houthi, pemerintahan Yaman dukungan Saudi yang diakui internasional dan para penengah PBB.
Para pihak bertemu di sebuah kapal karena usaha-usaha untuk menyelenggarakan pertemuan ketiga di wilayah yang dikuasai pasukan koalisi gagal karena pihak Al-Houthi enggan melintasi garis depan, kata sumber-sumber kepada Reuters.
Dua pertemuan pertama diadakan di bawah kendali Al-Houthi, setelah kepala misi PBB yang bertugas mengawasi perjanjian itu, Patrick Cammaert, bertemu pihak-pihak bolak-balik.
Kapal itu menjemput delegasi dari pemerintahan Yaman yang diakui internasional di satu tempat di Laut Merah sebelum berlayar ke Hudaidah menjemput delegasi Al-Houthi, kata pernyataan PBB pada Sabtu.
Sadiq Dweid, juru bicara delegasi pemerintahan Yaman untuk RCC, mengatakan kepada Reuters, komite itu telah membahas proposal Camaert bagi penarikan tentara pada pertemuan Ahad. "Pertemuan-pertemuan akan dilanjutkan," katanya.
Gencatan senjata sudah diberlakukan di Hudaidah, tapi bentrokan-bentrokan telah meningkat dalam beberapa pekan belakangan dan utusan PBB untuk Yaman Martin Griffiths telah mendesak semua pihak untuk mengurangi ketegangan. Kekerasan telah berlangsung di bagian-bagian lain dari negara itu yang tidak tercakup dalam perjanjian tersebut.
Credit antaranews.com
Jumat, 01 Februari 2019
Koalisi Saudi siap gunakan "pasukan terukur" di Yaman
Pihak-pihak yang berperang di Yaman gagal menarik pasukan mereka dari kota pelabuhan utama negara itu di bawah gencatan senjata satu bulan. Kegagalan itu dapat memicu ancaman serangan besar di Hudaidah yang bisa berujung pada bencana kelaparan.
Al-Houthi menguasai Hudaidah sementara faksi-faksi lain di Yaman, yang didukung koalisi dan mencoba mengembalikan pemerintahan yang diakui internasional, berkumpul di pinggiran kota itu.
Menteri Luar Negeri UAE Anwar Gargash mengatakan koalisi Muslim Suni Arab yang didukung negara-negara Barat telah menyerang 10 kamp pelatihan Al-Houthi di luar kantor gubernur Hudaidah pada Rabu.
"Koalisi bersiap untuk mengerahkan lebih banyak pasukan dengan kekuatan yang terukur untuk membuat Al-Houthi mematuhi Kesepakatan Stockholm," tulisnya di Twitter.
"Untuk menjaga gencatan senjata dan harapan bagi proses politik, PBB dan komunitas internasional harus menekan Al-Houthi untuk menghentikan kekerasan, memfasilitasi konvoi bantuan, dan melakukan penarikan dari kota dan pelabuhan Hudaidah seperti yang telah disepakati," kata Gargash.
Utusan PBB Martin Griffiths menjalin kontak dengan kedua pihak yang bertikai untuk menyelamatkan kesepakatan. Kesepakatan itu merupakan terobosan diplomatik besar pertama untuk mengakhiri perang empat tahun, yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan membuat Yaman di ambang kelaparan.
Credit antaranews.com
Rabu, 30 Januari 2019
Jumat, 18 Januari 2019
Pihak bertikai Yaman mulai rundingkan pertukaran tahanan
Pertukaran tahanan tersebut akan memungkinkan banyak keluarga berkumpul kembali.
Delegasi gerakan Al Houthi ,yang bersekutu dengan Iran, dan pemerintah Yaman, yang didukung Arab Saudi, sebelumnya bertemu di Ibu Kota Jordania untuk membahas pertukaran tersebut, yang disepakati dalam pembicaraan pimpinan PBB di Swedia, Desember lalu.
"Kedua pihak bertukar daftar tahanan di Swedia dan mereka kini membahas langkah-langkah untuk menjalankannya," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric kepada awak media di New York.
Negara-negara Barat, beberapa di antaranya memasok senjata dan intelijen untuk koalisi pimpinan Saudi yang mendukung pemerintah, telah menekan kedua pihak untuk menyepakati jalan untuk membangun kepercayaan.
Upaya itu dilakukan untuk menerapkan genjatan senjata yang lebih luas dan proses politik guna mengakhiri peperangan yang telah menewaskan puluhan ribu orang.
Sebagai bagian dari upaya itu, kedua pihak telah memberikan sekitar 15.000 nama tahanan untuk pertukaran, yang menurut para delegasi akan dilakukan melalui bandara Sanaa yang dikuasai pemberontak di Yaman utara dan bandara Sayun yang dikuasai pemerintah di selatan.
Langkah itu juga meliputi rencana untuk penarikan dari Hudaidah, kota pelabuhan yang diperebutkan, bantuan bagi jutaan orang yang menghadapi kelaparan, dan menempatkan kota tersebut di bawah kendali entitas sementara.
Kepala Delegasi Pemerintah Yaman Hadi Haig mengatakan kedua pihak melakukan verifikasi atas daftar tahanan sebagai bagian dari proses lima tahap sebelum pertukaran tahanan dilaksanakan.
Pertukaran tahanan akan diawasi PBB dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC). Menurut ICRC, koalisi pimpinan Saudi harus menjamin bahwa wilayah udara aman untuk diterbangi.
Credit antaranews.com
Senin, 14 Januari 2019
Houthi ancam lancarkan lagi serangan-serangan dengan gunakan "drone"
Ancaman tersebut menaikkan ketegangan antara pihak-pihak yang berperang di tengah-tengah usaha perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Juru bicara Houthi Yahya Sarea mengatakan serangan drone pada Kamis atas pangkalan militer di Provinsi Lahaj, yang menewaskan sejumlah orang, merupakan "operasi sah terhadap agresi". Dikatakannya, gerakan itu sedang mengembangkan drone yang dibuat sendiri, demikian Reuters melaporkan.
"Segera akan cukup persedian strategis untuk melancarkan operasi drone di fron-fron pertemupran pada saat yang sama," kata Sarea kepada wartawan di Sanaa, ibu kota yang dikuasai Houthi.
Serangan atas parade militer tersebut terjadi sementara PBB berusaha memproses pembicaraan perdamaian antara Houthi, yang menguasai sebagian besar pusat-pusat kota di Yaman, dan pemerintah Abd-Rabbu Mansour Hadi dukungan Saudi, yang berpusat di kota pelabuhan Aden, Yaman selatan.
Sehari setelah serangan itu, koalisi militer yang dipimpin Saudi mengatakan pihaknya menghancurkan pusat kendali dan komunikasi Houthi yang digunakan untuk mengarahkan peswat-pesawat tanpa awak.
Houthi mengatakan pada November mereka menghentikan serangan-serangan peluru kendali dan drone atas Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan sekutu-sekutu mereka di Yaman, tetapi ketegangan telah eningkat mengenai bagaimana melaksanakan perjanjian perdamaian yang ditaja PBB yang dicapai pada Desember di Hudaidah, kota pelabuhan Laut Merah.
Arab Saudi dan UAE memimpin koalisi Arab yang Muslim Sunni yang campur tangan dalam perang Yaman setelah Houthi menggulingkan pemerintahan Hadi dari Sanaa pada 2014.
Negara-negara Teluk menuduh Iran memasok senjata kepada Houthi, tuduhan yang Teheran dan kelompok itu bantah. Pihak Houthi menyatakan mereka berperang melawan korupsi.
Credit antaranews.com
Sabtu, 12 Januari 2019
Diduga Kena Sabotase, Kilang Minyak di Yaman Terbakar
Ledakan tangki minyak di yaman (Foto: REUTERS/Fawaz Salman)
Jakarta - Sebuah ledakan menyebabkan kebakaran terjadi di kilang minyak utama milik Yaman di Kota Aden. Pemerintah setempat menduga kilang minyak itu sengaja dibakar.
"Hasil ledakan dan mungkin tindakan sabotase yang disengaja," kata pejabat setempat seperti dilansir AFP, Sabtu (12/1/2019).
Kebakaran itu terjadi pada Jumat (11/1) malam waktu setempat. Setelah terjadi lekadakan, api membesar dan merambat ke tangki-tangki lainnya di lokasi tersebut.
Tangki-tangki tersebut merupakan sumbangan dari Arab Saudi. Namun, pemerintah Yaman belum menyebutkan siapa pihak yang harus bertanggungjawab atas peristiwa ini.
"Pemadam kebakaran sedang bekerja untuk mengendalikan api dan menghentikan penyebarannya ke tangki-tangki penyimpanan di sebelahnya, yang penuh dengan minyak dan diesel," ujar pejabat itu.
Menyusul dugaan sabotase itu, pemerintah Yaman langsung memberikan pengamanan ketat di sekitar kilang minyak. Pasukan keamanan melarang orang-orang yang berada di wilayah itu untuk pergi guna kepentingan penyelidikan.
Pemerintah Yaman kini terpusat di kota pelabuhan selatan Aden setelah digulingkan kelompok Houthi dari ibukota Sanaa pada 2014 lalu. Setahun kemudian Kilang Aden rusak akibat pertempuran antara pasukan pemerintah melawan pemberontak Houthi.
Kilang minyak tersebut sempat tidak dioperasikan selama satu tahun. Kondisi itu membuat wilayah sekitarnya kekurangan bahan bakar dan pemadaman listrik.
Credit detikNews
https://m.detik.com/news/internasional/d-4381329/diduga-kena-sabotase-kilang-minyak-di-yaman-terbakar
Sabtu, 05 Januari 2019
Serangan Udara Koalisi Arab Saudi Tewaskan 7 Orang di Yaman
Foto: REUTERS/Ammar Awad
Sanaa - Koalisi Arab Saudi melancarkan serangan-serangan udara ke sebuah kawasan permukiman di provinsi Shabwah, Yaman selatan. Serangan udara itu dilaporkan menewaskan setidaknya tujuh orang.
Sumber setempat mengatakan kepada kantor berita berbahasa Arab, al-Wahdah seperti dilansir Press TV, Sabtu (5/1/2019), bahwa para milisi loyalis Uni Emirat Arab menyerang wilayah Markhah pada Jumat (4/1/2019), waktu setempat. Pertempuran sengit pun terjadi antara para milisi tersebut dengan para petempur etnis Sada.
Kontak senjata itu berlangsung selama beberapa jam, sebelum kemudian sebuah helikopter penyerang Boeing AH-64 Apache milik Uni Emirat Arab menembakkan sejumlah rudal ke beberapa rumah di wilayah tersebut. Tujuh orang dilaporkan tewas dalam serangan itu.
Tak lama kemudian di hari yang sama, para pemberontak Houthi menembakkan delapan rudal balistik Zelzal-1 (Earthquake-1) ke posisi-posisi pasukan Arab Saudi di kamp militer Akefah, di wilayah Najran, perbatasan selatan Saudi. Beberapa tentara Saudi dilaporkan tewas dan luka-luka dalam serangan itu. Namun pihak koalisi Saudi belum memberikan konfirmasinya.
Arab Saudi dan sejumlah sekutu regionalnya mulai melancarkan operasi militer terhadap Yaman pada Maret 2015 untuk memerangi pemberontak Houthi. Perang Yaman tersebut telah merenggut nyawa puluhan ribu warga Yaman dan menghancurkan banyak infrastruktur negara miskin itu.
PBB telah menyatakan bahwa sekitar 22,2 juta warga Yaman sangat memerlukan bantuan pangan, termasuk 8,4 juta warga yang terancam kelaparan parah. Menurut badan dunia itu, perang telah membuat Yaman mengalami bencana kelaparan paling parah dalam kurun waktu lebih dari 100 tahun ini.
Credit detikNews
https://m.detik.com/news/internasional/d-4371809/serangan-udara-koalisi-arab-saudi-tewaskan-7-orang-di-yaman
AS Habisi Dalang Pemboman Kapal Perang USS Cole di Yaman
Kapal perang USS Cole yang dibom agen al-Qaeda di Yaman tahun 2000. Pemboman itu menewaskan 17 pelaut Amerika Serikat dan melukai 39 orang lainnya. Foto/REUTERS
WASHINGTON - Militer Amerika Serikat (AS) melakukan serangan udara di Yaman yang menewaskan salah satu dalang pemboman kapal perang USS Cole pada tahun 2000. Pemboman kala itu menewaskan 17 pelaut Amerika dan melukai 39 orang lainnya.
Target yang dibunuh dalam serangan militer Washington di Yaman adalah Jamal Ahmed Mohammed Ali al-Badawi. Pada tahun 2003, dia dinyatakan bersalah oleh panel hakim federal di AS atas tuduhan mendalangi pemboman terhadap kapal perang USS Cole.
Menurut Komando Pusat Militer AS yang dikutip Reuters, Sabtu (5/1/2019), serangan yang menewaskan Badawi berlangsung pada 1 Januari di wilayah Marib, Yaman.
Badawi pernah melarikan diri dari penjara di Yaman dua kali, yakni pada pada tahun 2003 dan pada tahun 2006. Sejak melarikan diri, AS menawarkan hadiah USD5 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapannya.
Pemboman terhadap USS Cole menjadi pukulan telak bagi militer AS. Tragedi serangan itu terjadi pada 12 Oktober 2000, di mana dua pria di kapal kecil meledakkan bahan peledak di kapal perang bersenjata rudal milik Angkatan Laut AS. Kapal USS Cole yang dibom itu sedang mengisi bahan bakar di Aden. Ledakan itu membuat lambung kapal menganga lebar.
Badawi dituduh AS sebagai agen al-Qaeda. Belum jelas apakah serangan udara yang menewaskannya hasil operasi CIA atau pasukan militer AS. Seorang pejabat pemerintah AS yang berbicara kepada CNN dalam kondisi anonim mengatakan, serangan udara itu hasil operasi gabungan antara militer dan intelijen.
Menurut pejabat tersebut, Badawi sedang mengemudi sendirian di sebuah kendaraan di wilayah Marib, sebelah timur Sana'a, pada saat serangan udara terjadi.
Credit Sindonews.com
https://international.sindonews.com/read/1368018/42/as-habisi-dalang-pemboman-kapal-perang-uss-cole-di-yaman-1546649224
Selasa, 01 Januari 2019
Tentara Pemerintah Rebut Kembali Sarawah Yaman Barat
Pertempuran tersebut menewaskan dan melukai puluhan anggota milisi Syiah Houthi.
Tentara Yaman
CB, ADEN— Tentara Nasional Yaman mengumumkan pasukannya telah membuat kemajuan di lapangan. Direktorat Sarawah di Gubernuran Marib, Yaman Barat berhasil direbut.
Satu sumber militer Yaman mengatakan, "Prajurit militer merebut kembali Al-Groon Tibet, yang berada di atas Kota Sarawah, sementara anggota Al-Houthi bersenjata menyelamatkan diri setelah serangan gencar militer."
Sumber tersebut mengatakan, satuan militer ditmpatkan di kedua kota besar itu, yang dari pusat kota berjarak sekitar tiga kilometer, kata Kementerian Pertahanan Yaman, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Arab Saudi, SPA.
Pertempuran tersebut menewaskan dan melukai puluhan anggota milisi Syiah Houthi, selain menghancurkan kendaraan mereka.
Sumber militer itu menyatakan senjata artileri militer membom posisi bala bantuan Houthi saat mereka dalam perjalanan ke daerah bentrokan sehingga dua kendaraan milisi Houthi rusak dan semua anggota bala bantuan milisi Syiah tersebut tewas atau cedera.
Sementara itu juru bicara Houthi pada Sabtu (29/12) mengatakan gerilyawan telah mulai menggelar kembali anggotanya di Kota Pantai Yaman, Hodeidah.
"Pasukan komite rakyat dan militer pada Jumat malam memulai tahap pertama penggelaran kembali di Hodeidah," kata Brig Jend Yahya Sari di dalam satu pernyataan yang dikutip kantor berita yang dikuasai Houthi, Saba.
Ia mengatakan penggelaran kembali tersebut adalah bagian dari kesepakatan yang diperantarai PBB dengan pemerintah yang dicapai selama pembicaraan perdamaian di Swedia pada awal Desember.
"Kami berharap Komite Pemantauan PBB mengharuskan pihak lain melaksanakan kewajibannya berdasarkan tahap pertama Kesepakatan Stockholm, untuk mundur dari sisi barat kota itu dan wilayah lain," katanya.
Tak ada komentar dari Pemerintah Yaman mengenai pengumuman Houthi tersebut.
Hodeidah, tempat beberapa pelabuhan strategis di Yaman, merupakan nadi kehidupan buat penduduk sipil Yaman, yang terkepung. Banyak bantuan kemanusiaan secara rutin mengalir melalui kota pelabuhan itu.
Pihak yang berperang di Yaman pada awal Desember sepakat untuk menarik pasukan mereka dari kota pelabuhan Laut Merah tersebut dan melaksanakan gencatan senjata selama pembicaraan yang ditaja PBB di Swedia.
Pertengahan Desember, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mensahkan resolusi yang ditaja Inggris, dan menyetujui penggelaran tim PBB untuk memantau gencatan senjata di Hodeidah.
Yaman terjerumus dalam perang saudara pada 2014, ketika gerilyawan Syiah Houthi merebut sebagian besar wilayah negeri itu, termasuk Ibu Kotanya, Sana'a, dan memaksa pemerintah menyelamatkan diri ke Arab Saudi.
Setahun kemudian, Arab Saudi dan beberapa sekutu Arabnya melancarkan serangan udara gencar dengan tujuan memutar-balikkan perolehan Houthi.
Operasi pimpinan Arab Saudi di Yaman tersebut telah memporak-porandakan prasarana di negeri itu, termasuk sistem kebersihan dan kesehatan, sehingga PBB menggambarkannya sebagai salah satu bencana kemanusiaan paling buruk pada jaman modern.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
https://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/18/12/31/pklv25320-tentara-pemerintah-rebut-kembali-sarawah-yaman-barat
Senin, 31 Desember 2018
PBB: Pemindahan pasukan Houthi di Hudaidah hendaknya hormati perjanjian Stockholm
Presiden Yaman Abdrabbuh Mansur Hadi (ANTARA /IORA SUMMIT 2017/Rosa )
Dubai (CB) - Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Ahad menyambut pemindahan pasukan Houthi dari kota pelabuhan Hudaidah, Yaman, tapi mengatakan bahwa itu seharusnya diuji secara mandiri sesuai dengan perjanjian gencatan senjata Stockholm.
"Tiap pemindahan hanya akan tepercaya jika semua pihak dan PBB dapat memeriksa dan menguji bahwa itu sesuai dengan hasil dari perjanjian Stockholm," kata PBB dalam satu pernyataan, yang dilansir Reuters.
Warga Taiz, yang diporakporandakan perang dan kota terbesar ketiga di Yaman setelah Sana`a dan Aden, menyampaikan harapan baru-baru ini bahwa kehidupan kembali normal setelah gencatan senjata itu ditandatangani pemerintah dan gerilyawan Houthi.
Wartawan kantor berita Turki Anadolu mengunjungi Distrik Jahmaliyyah di Taiz, yang rusak parah akibat bentrokan belum lama ini di antara kedua pihak berperang di bagian baratdaya Yaman.
Bangunan di berbagai daerah yang dulu dikuasai kelompok teror Da`esh (IS) --bersama dengan sebagian besar prasarana lokal-- telah berubah menjadi puing, sementara kebanyakan warga telah menyelamatkan diri dari daerah itu.
Keperluan dasar, termasuk air dan listrik, sangat kekurangan, sementara anak-anak tak memiliki akses ke pendidikan.
Rivad Abdullah Abdulhamid, warga Jahmaliyyah, mengatakan ia bersama dengan tujuh anggota keluarganya, telah tinggal di permukiman tersebut sangat lama.
Menurut Abdulhamid, daerah itu dulu stabil --meskipun miskin-- sebelum perang. Semua warga, katanya, telah memikul beban akibat krisis di Yaman, termasuk kekurangan pangan parah.
"Dengan meletusnya perang, permukiman kami sangat terpengaruh," kata Abdulhamid, "Pasokan listrik dan air terputus, dan akibat ledakan yang dipasang di bawah tanah, sistem saluran dan prasarana kami ambruk."
"Sebagian besar warga terpaksa pergi, sebab permukiman itu telah menjadi ajang pertempuran," ia menambahkan, "Kami pulang pada 2016, setelah Jahmaliyyah dibebaskan (dari gerilyawan Houthi)." Tapi bentrokan kadangkala masih berkecamuk, kata Abdulhamid, sekalipun pasukan pemerintah telah menguasai daerah tersebut.
"Kami menyaksikan sebanyak 70 pemboman per hari, yang dilancarkan anggota Houthi dan IS," katanya mengenang. "Da`esh berusaha memperlihatkan kepada dunia bahwa Jahmaliyyah sepenuhnya berada di bawah kendalinya."
"Pada saat itu, anggota Houthi menggunakan kampung kami sebagai markas," katanya, "Anggota Houthi, yang melepaskan tembakan secara membabi-buta pada satu keadaan, berusaha mengusir anggota Da`esh dari daerah ini."
Credit AntaraNews
https://m.antaranews.com/berita/782527/pbb-pemindahan-pasukan-houthi-di-hudaidah-hendaknya-hormati-perjanjian-stockholm
Arab Saudi Diduga Rekrut Anak-anak Sudan Berperang di Yaman
Arab Saudi diduga kuat telah merekrut anak-anak dari Darfur, Sudan, untuk berada di garda depan perang Yaman. Sumber: Nael Shyoukhi/Reuters/aljazeera.com
CB, Jakarta - Arab Saudi diduga kuat telah merekrut anak-anak dari Darfur, Sudan, untuk berada di garda depan perang Yaman. Surat kabar New York Times melaporkan, Kerajaan Arab Saudi menawarkan kepada keluarga-keluarga miskin di Sudan uang sekitar US$ 10 ribu atau atau Rp 145 juta agar mau menjadikan anak-anak mereka tentara yang berperang di Yaman melawan pemberontak Houthi.
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, memimpin serangan militer ke Yaman bersama Uni Emirat Arab untuk mengintervensi pergolakan keamanan dan politik di negara itu. Perang Yaman meletup sejak awal 2015 dan serangan Arab Saudi ke Yaman untuk memperlihatkan dukungan negara itu kepada Presiden Yaman, Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Dikutip dari aljazeera.com Minggu, 30 Desember 2018, lima warga negara Sudan yang baru kembali dari perang Yaman menceritakan sekitar 20 persen sampai 40 persen anak-anak memenuhi unit-unit tempur di Yaman. Banyak dari tentara anak-anak ini berusia 14 tahun sampai 17 tahun yang diserahkan oleh orang tua mereka ke Arab Saudi agar bisa mendapatkan uang.
“Keluarga tahu, satu-satunya cara bagi mereka untuk bertahan hidup adalah menyerahkan anak mereka ke medan tempur dan pulang membawa uang,” kata Hager Shomo Ahmed, yang direkrut untuk ikut perang Yaman pada 2016 atau ketika usianya baru 14 tahun.
Dalam tempo empat tahun meletupnya perang Yaman, sekitar 14 ribu warga negara Sudan bertempur bersama pasukan militer Yaman yang didukung oleh Riyadh untuk mengalahkan militan kelompok Houthi. Laporan New York Times menyebut, ratusan tentara anak asal Sudan tewas di Yaman.
Dalam foto 25 Agustus 2018 ini, bayi yang kekurangan gizi, Zahra, digendong oleh ibunya, di desa al-Mashraqah, Aslam, Haji, Yaman. Perang saudara Yaman telah menghancurkan kemampuan negara yang sudah rapuh itu untuk memberi makan penduduknya. Sekitar 2,9 juta wanita dan anak-anak mengalami kekurangan gizi akut, 400.000 anak lainnya berjuang untuk hidup dari kelaparan. (Foto AP / Hammadi Issa)
Sebagian besar tentara anak yang direkrut Arab Saudi berasal dari kawasan Darfur, dimana di wilayah itu sekitar 300 ribu orang tewas setelah terjadi pemberontakan melawan kelompok Khartoum pada 2003 silam.
Menanggapi laporan tersebut, Juru bicara koalisi serangan militer Arab Saudi ke Yamanmenyangkal laporan adanya perekrutan anak-anak untuk menjadi tentara. Riyadh menyebut, pemberitaan mengenai hal ini fiksi dan tak bisa dibuktikan. Sedangkan Juru bicara Kementerian Luar Negeri Sudan Babikir Elsiddig Elamin, menolak berkomentar. Dia hanya mengatakan Sudan bertempur demi kepentingan perdamaian kawasan dan stabilitas.
Credit TEMPO.CO
https://dunia.tempo.co/read/1160099/arab-saudi-diduga-rekrut-anak-anak-sudan-berperang-di-yaman
Kamis, 27 Desember 2018
Rabu, 26 Desember 2018
Warga Taiz di Yaman harapkan perdamaian setelah gencatan senjata
Wartawan Kantor Berita Anadolu mengunjungi Kabupaten Jahmaliyyah di Taiz, yang rusak parah akibat bentrokan belum lama ini antara kedua pihak yang berperang di bagian barat-daya Yaman.
Bangunan di berbagai daerah yang dulu dikuasai oleh kelompok teror Da`esh --bersama dengan sebagian besar prasarana lokal-- telah berubah menjadi puing, sementara kebanyakan warga telah menyelamatkan diri dari daerah itu.
Keperluan dasar, termasuk air dan listrik, sangat kekurangan, sementara anak-anak tak memiliki akses ke pendidikan.
Warga Jahmaliyyah, Rivad Abdullah Abdulhamid, mengatakan ia, bersama dengan tujuh anggota keluarganya, telah tinggal di permukiman tersebut sangat lama.
Menurut Abdulhamid, daerah itu dulu stabil --meskipun miskin-- sebelum perang.
Semua warga, kata Abdulhamid, telah memikul akibat dari krisis di Yaman, termasuk kekurangan pangan parah.
"Dengan meletusnya perang, permukiman kami sangat terpengaruh," kata Abdulhamid, sebagaimana dikutip Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin malam. "Pasokan listrik dan air terputus, dan akibat ledakan yang dipasang di bawah tanah, sistem saluran dan prasarana kami ambruk."
"Sebagian besar warga dipaksa pergi, sebab permukiman itu telah menjadi ajang pertempuran," ia menambahkan. "Kami pulang pada 2016, setelah Jahmaliyyah dibebaskan (dari gerilyawan Al-Houthi)."
Tapi bentrokan kadangkala masih berkecamuk, kata Abdulhamid, sekalipun pasukan pemerintah telah menguasai daerah tersebut.
"Kami menyaksikan sebanyak 70 pemboman per hari, yang dilancarkan oleh anggota Al-Houthi dan Da`esh," ia mengenang. "Da`esh berusaha memperlihatkan kepada dunia bahwa Jahmaliyyah sepenuhnya berada di bawah kendalinya."
"Pada saat itu, anggota Al-Houthi menggunakan kampung kami sebagai markas," katanya. "Anggota Al-Houthi, yang melepaskan tembakan secara membabi-buta pada satu keadaan berusaha mengusir anggota Da`esh dari daerah ini."
Abdulhamid terus mendesak Bulan Sabit Merah Turki agar terus mengirim bantuan kemanusiaan buat rakyat Yaman, yang, katanya, memiliki ikatan sangat dalam dengan rakyat Turki sejak Dinasti Usmaniyah (Ottoman).
Sementara itu, seorang warga lain Jahmaliyyah, Mohamed Al-Amiri, yang menderita luka tembak di kepalanya pada awal tahun ini, selama salah satu bentrokan, berterima kasih kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan rakyat Turki atas kemurahan hati mereka yang berlanjut.
Yaman telah dirongrong konflik sejak 2014, ketika gerilyawan Syiah Al-houthi menguasai sebagian besar wilayah negeri tersebut, termasuk Ibu Kotanya, Sana`a, sehingga memaksa pemerintah untuk sementara berpusat di Kota Aden.
Tahun berikutnya, Arab Saudi dan beberapa sekutu Arabnya melancarkan serangan udara gencar di Yaman dengan tujuan merebut kembali wilayah yang dikuasai Al-houthi atas nama pemerintah pro-Arab Saudi di negeri itu.
Operasi tersebut telah memporak-porandakan sebagian besar prasarana dasar di Yaman, termasuk sistem kebersihan dan kesehatan, sehingga PBB menggambarkan situasi itu sebagai "salah satu bencana kemanusiaan terburuk pada jaman modern".
Credit antaranews.com
Senin, 24 Desember 2018
Kepala Pemantau PBB Temui Gerilyawan Houthi
Gerilyawan Houthi (ilustrasi)
CB, SANA'A -- Kepala misi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang bertugas memantau gencatan senjata di Kota Pelabuhan Al-Hudaydah di Yaman, Patrick Cammaert, tiba di Sana'a pada Ahad (23/12). Purnawirawan jenderal Belanda itu tiba di ibu kota Yaman, yang dikuasai gerilyawan, dengan naik pesawat PBB dari Kota Aden di Yaman Selatan, kata seorang wartawan Kantor Berita Anadolu.
Cammaert dijadwalkan mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin kelompok Syiah Al-Houthi. Jenderal Belanda itu telah tiba di Aden pada Sabtu (22/12), tempat ia mengadakan pembicaraan dengan para pejabat pemerintah yang diakui masyarakat internasional.
Pada Jumat (21/12), Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mensahkan resolusi yang mensahkan penggelaran satu tim PBB untuk memantau gencatan senjata di Al-Hudaydah.
Semua pihak yang berperang di Yaman baru-baru ini menarik pasukan mereka dari kota pelabuhan Laut Merah tersebut dan menegakkan gencatan senjata selama pembicaraan yang ditaja PBB di Swedia.
Arab Saudi telah memimpin satu koalisi beberapa negara untuk menghadapi milisi Syiah Al-Houthi sejak 2015, ketika Riyadh dan sekutu Arab-Sunninya melancarkan serangan besar di Yaman dengan tujuan memutar-balikkan perolehan Al-Houthi --yang dimulai satu tahun sebelumnya.
Operasi pimpinan Arab Saudi di Yaman tersebut telah memporak-porandakan prasarana di negeri itu, termasuk sistem kebersihan dan kesehatannya, sehingga membuat PBB menggambarkannya sebagai salah satu bencana kemanusiaan terburuk pada jaman modern.
Al-Hudaydah adalah saluran utama kehidupan penduduk sipil yang dirongrong bencana di Yaman, dan banyak bantuan kemanusiaan memasuki Yaman melalui kota pelabuhan tersebut.
Pada Senin (11/12), Kepala Badan Kemanusiaan PBB, dengan mengutip perkiraan terakhir, mengatakan di Yaman sekarang rakyat menderita kondisi rawan pangan di 42 persen lebih daerah dibandingkan dengan jumlah mereka tahun lalu.
Mark Lowcock, Wakil Sekretaris Jenderal PBB Urusan Kemanusiaan, mengatakan di antara 333 kabupaten di Yaman tempat PBB melakukan survei, 152 kabupaten menghadapi darurat tahap keempat sistem krisis pangan yang dikenal sebagai Integrated Food Security Phase Classification (IPC), dibandingkan dengan 107 tahun lalu.
Secara keseluruhan, sebanyak 20 juta orang Yaman kelaparan, atau 70 persen dari seluruh penduduk negeri tersebut dan merupakan kenaikan 15-persen dari tahun-ke-tahun, katanya.
Secara mengerikan, sebanyak 250.000 warga Yaman telah memasuki tahap kelima IPC tahun ini, katanya. Mark Lowcock menyatakan jumlah itu 10 kali lebih besar dibandingkan dengan rakyat yang menderita kondisi rawan pangan serupa di Sudan Selatan, satu-satunya negara lain yang menghadapi masalah tingkat kelima.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
https://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/18/12/24/pk77h7383-kepala-pemantau-pbb-temui-gerilyawan-houthi
Minggu, 23 Desember 2018
PBB Setuju Kirim Tim Awasi Gencatan Senjata di Yaman
Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang.
CB, NEWYORK -- Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat setuju untuk mengirimkan tim pengawas untuk mengawasi gencatan senjata di Kota pelabuhan Hudaydah, Yaman. Resolusi yang diajukan oleh Inggris itu melalui negosiasi alot.
Duta Besar Inggris untuk PBB Karen Pierce mengatakan, pengawas gencatan senjata PBB sangat dibutuhkan di Hudaydah. Beberapa hari ke depan tim inti pengawas tersebut sudah akan terbang ke Yaman.
Pierce mengatakan di fase kedua, Sekretaris Jendral PBB Antonio Guterres memiliki waktu selama satu bulan untuk mengukur ukuran dan cakupan misi ini.
PBB akan mencari tahu bagaimana caranya agar pasukan dari kedua belah pihak dipastikan mengosongkan kota dan pelabuhan Hudaydah. "Guterres akan terlebih dahulu menugaskan tim advance dan tim itu akan berangkat pada beberapa hari kedapan, ia harus segera menempatkan orang di sana dan oleh karena itu Dewan Keamanan memberikan wewenang selama tiga hari untuk tim advance," kata Pierce, seperti dilansir dari Aljazirah, Sabtu (22/12).
Setelah beberapa kali diubah akhirnya resolusi tersebut disepakati. Resolusi ini juga mendukung hasil dari perundingan damai yang digelar oleh PBB di Swedia pada pekan lalu.
Penarikan pasukan dari Hudaydah menjadi salah satu poin dalam hasil perundingan damai di Swedia. Hudaydah merupakan gerbang utama untuk pendistribusian makanan dan bantuan lainnya yang dibutuhkan Yaman. Dalam hasil perundingan PBB yang melibatkan Houthi, pemerintahan Yaman di pengasingan dan Saudi juga disepakati penukaran 15 ribu tahanan.
"Sekretaris Jendral PBB juga akan mengajukan rencana untuk misi pengawasan yang lebih besar lagi," tambah Pierce.
Duta Besar Prancis untuk PBB Francois Delattre mengatakan suara bulat Dewan Keamanan ini menandakan sinyal kuat persatuan dan keterlibatan Dewan Keamanan di Yaman.
Para diplomat di Dewan Keamanan mengatakan para pengawas dari PBB ini berisi sekitar 30 sampai 40 orang. Tugas mereka memastikan kedua belah pihak yang berkonflik menarik pasukan mereka masing-masing dari Hudaydah.
Yaman adalah negara paling miskin di antara negara-negara Arab lainnya. Sekarang mereka menderita karena konflik yang melibatkan banyak pihak dari aktor lokal, regional sampai internasional.
Konflik di Yaman di mulai pada tahun 2014 ketika pemberontah Houthi merebut ibu kota Sana'a. Mereka ingin menggulingkan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi. Pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi membela pemerintahan Yaman yang diakui masyarakat internasional.
Mereka sudah berperang melawan Houthi sejak 2015. Sejak saat itu menurut organisasi hak asasi manusia lebih dari 60 ribu orang terbunuh dalam perang ini. Pada tanggal 8 Desember lalu PBB mengatakan sekitar 20 juta orang Yaman terancam kelaparan. Mereka menyebutnya sebagai krisis kemanusiaan yang paling buruk saat ini.
"Resolusi ini mengirim pesan penting kepada rakyat Yaman yang menderita bahwa mereka belum dilupakan," kata Direktur Hak Asasi Manusia PBB, Louis Charbonneau.
Credit Republika.co.id
https://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/18/12/22/pk58jh377-pbb-setuju-kirim-tim-awasi-gencatan-senjata-di-yaman
Jumat, 21 Desember 2018
Pihak berperang di Yaman saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata
Selain itu gencatan senjata tersebut bertujuan memuluskan jalan bagi perundingan-perundingan perdamaian.
Warga masyarakat melaporkan gempuran pada Selasa malam, hari pertama gencatan senjata, selama satu jam di pinggiran bagian selatan dan timur kota Laut Merah yang dikuasai Houthi itu, urat nadi bagi jutaan orang yang berrisiko terpapar kelaparan. Suasana kembali tenang pada Rabu, demikian Reuters melaporkan.
Tetapi satu sumber di koalisi pimpinan Saudi, yang berperang melawan Houthi sekutu dengan Iran, mengatakan kepada Reuters bahwa jika para pemantau internasional tidak ditempatkan di Hudaidah segera, perjanjian yang sudah dicapai dalam proses pembangunan kepercayaan dan ditengahi PBB itu dapat membuat bimbang.
PBB dijadwalkan mengadakan konferensi melalui tautan video pada Rabu dengan mengikutsertakan pihak Houthi dan pemerintah Yaman guna membahas penarikan tentara dari Hudaidah dan tiga pelabuhan berdasarkan perjanjian perdamaian yang disepakati dalam pembicaraan di Swedia pekan lalu, perundingan pertama dalam lebih dua tahun.
TV al-Masirah yang dikelola Houthi menuding pasukan koalisi melancarkan serangan atas beberapa tempat di Hudaidah, termasuk kawasan-kawasan di sebelah timur bandar udara. Kantor berita Uni Emirat Arab WAM yang mengutip sumber Yaman melaporkan, pihak Houthi melancarkan serangan bom mortir dan roket terhadap Rumah Sakit 22 Mei di bagian timur kota itu.
"Kami akan terus memberi mereka (pihak Houthi) manfaat dari keraguan dan menunjukkan tahan diri, tetapi inidikator-indikator awal tak menjanjikan," kata sumber koalisi itu yang tak bersedia disebut namanya.
"Kalau PBB ... terlalu lama untuk masuk ke arena itu, mereka akan kehilangan peluang dan perjanjian Stockholm akan berfungsi."
Tiga warga di Sanaa, ibu kota Yaman, mengatakan kepada Reuters bahwa koalisi melancarkan serangan-serangan udara atas pangkalan udara al-Dulaimi dekat bandar udara Sanaa pada Rabu.
Houthi menggulingkan pemerintah yang diakui internasional pada tahun 2014.
Berdasarkan perjanjian gencatan senjata, yang hanya mencakup Hudaidah, para pemantau internasional akan ditempatkan di kota itu dan pelabuhan dengan seluruh pasukan bersenjata ditarik dalam kurun waktu 21 hari gencatan senjata.
Credit antaranews.com