Tampilkan postingan dengan label YAMAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label YAMAN. Tampilkan semua postingan

Selasa, 12 Februari 2019

PBB Peringatkan Dampak Tertutupnya Akses Hodeidah


Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang.
Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang.
Foto: Reuters

Sebanyak 51 ribu ton gandum di kota ini terancam membusuk




CB, DUBAI— Utusan Khusus PBB untuk Yaman mengatakan pentingnya akses ke gudang-gudang gandum yang berada di garis depan di kota pelabuhan Hodeidah karena menikatnya risiko membusuknya bahan makanan itu.


Gudang-gudang gandum milik Program Pangan Dunia (WFP) di pabrik-pabrik penggilingan di Laut Merah cukup untuk menghidupi 3,7 juta warga selama satu bulan.

“Namun, tempat itu tidak dapat diakses selama lebih dari lima bulan,” kata Utusan Khusus Martin Griffiths, Senin (11/2).


Perang yang berlangsung selama hampir empat tahun di Yaman telah menewaskan puluhan ribu orang, meruntuhkan perekonomian, dan membuat jutaan orang berada di ambang kelaparan.


PBB mendorong penerapan gencatan senjata dan penarikan pasukan dari Hodeidah yang disetujui Desember lalu di Swedia. Hodeidah merupakan titik masuk utama sebagian besar impor Yaman.


Mengakses 51 ribu ton gandum dan perlengkapan penggilingan milik PBB di garis depan titik pertempuran tersebut menjadi bahasan utama pembicaraan perdamaian yang tengah berlangsung.


Negosiasi antara pihak-pihak yang bertikai pada pekan lalu menghasilkan hal yang PBB sebut sebagai "kompromi awal" untuk menarik pasukan, meskipun kesepakatan akhirnya belum disetujui.


Griffiths mengatakan dia terdorong oleh kesepakatan baru-baru ini yang dicapai semua pihak dalam pembicaraan untuk menemukan jalan guna mengakses pengilingan tersebut.


"Kami menekankan bahwa jaminan akses ke penggilingan-penggilingan tersebut merupakan tanggung jawab bersama antara berbagai pihak yang bertikai di Yaman. Dengan akses yang aman, tidak terbatas, dan berkelanjutan, PBB bisa membuat makanan yang sangat dibutuhkan oleh warga ini tersedia," katanya dalam pernyataan.


Pernyataan bersama antara Griffiths dan Kepala Kantor Urusan Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) Mark Lowcock menegaskan bahwa PBB meningkatkan kegiatan operasionalnya untuk membantu menyediakan makanan bagi hampir 12 juta warga yang membutuhkan di penjuru Yaman.





Credit  republika.co.id






Senin, 11 Februari 2019

Pemerintah Yaman-Houthi Lanjutkan Pertemuan Terkait Pertukaran Tahanan


Pemerintah Yaman-Houthi Lanjutkan Pertemuan Terkait Pertukaran Tahanan
Pemberontak Houthi. Foto/Istimewa

AMMAN - Pemerintah Yaman dan kelompok pemberontak Houthi memutuskan untuk melanjutkan pertemuan mereka terkait pertukaran tahanan. Keduanya juga sepakat meminta waktu untuk menyelesaikan daftar tahanan yang akan dimasukkan dalam kesepakatan.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Utusan Khusus PBB untuk Yaman mengindikasikan bahwa kedua pihak menyatakan komitmen mereka untuk membebaskan semua napi dan tahanan serta mereka yang berada dalam tahanan rumah, yang akan dilaksanakan secara bertahap.

Keduanya juga memperbarui kesiapannya untuk mengerahkan semua upaya yang mungkin untuk merealisasikan tujuan ini dan untuk mempercepat proses memungkinkan para tahanan bersatu kembali dengan keluarga mereka seperti dikutip dari Xinhua, Sabtu (9/2/2019).

Pernyataan itu mengindikasikan bahwa komite yang mewakili kedua belah pihak membuat "kemajuan yang signifikan" untuk mengimplementasikan kesepakatan untuk membebaskan para tahanan karena lebih banyak informasi diberikan dalam hal ini selama pertemuan kedua di Amman.

Sub-komite yang dibentuk untuk melihat pertukaran badan-badan yang berafiliasi dengan kedua belah pihak juga mendukung rencana aksi yang akan dilaksanakan sejalan dengan jangka waktu tertentu.

Kantor utusan khusus PBB mengatakan akan terus mengerahkan upaya bersama dengan Palang Merah Internasional untuk mendukung semua upaya yang berusaha untuk mengimplementasikan perjanjian dan untuk menyediakan semua bantuan teknis yang diperlukan. 





Credit  sindonews.com




Senin, 04 Februari 2019

Pihak-pihak yang berperang di Yaman bertemu di kapal bahas penarikan tentara


Pihak-pihak yang berperang di Yaman bertemu di kapal bahas penarikan tentara
ilustrasi: Tentara yang bersekutu dengan Houthi menghadiri aksi di lapangan berbaris yang rusak oleh serangan udara untuk memperingati tiga tahun campur tangan Saudi pada konflik Yaman di Sanaa, Yaman, Senin (26/3/2018). (REUTERS/Khaled Abdullah)



Dubai, UAE (CB) - Para wakil dari pihak-pihak yang berperang di Yaman bertemu di satu kapal di Laut Merah pada Ahad dalam dorongan pimpinan Perserikatan Bangsa-Bangsa guna melaksanakan penarikan tentara dari pelabuhan utama Hudaidah, Yaman, sebagaimana disepakati pada pembicaraan perdamaian Desember, kata seorang pejabat PBB kepada Reuters.

PBB mengawasi pelaksanaan gencatan senjata dan persetujuan penarikan tentara dari Hudaidah, pintu masuk utama bagi sebagian besar barang-barang impor Yaman, dengan harapan hal itu akan mengarah kepada penyelesaian politik bagi perang yang berlangsung hampir empat tahun.

Berdasarkan kesepakatan tersebut pihak-pihak yang berperang menarik tentaranya pada 7 Januari sebagai bagian dari usaha-usaha menghindari serangan skala-penuh atas Hudaidah, tetapi telah gagal untuk melakukan langkah itu sementara kelompok Al-Houthi, yang bersekutu dengan Iran, dan pemerintahan dukungan Saudi tidak sepakat mengenai siapa yang seharusnya mengendalikan kota tersebut dan pelabuhan-pelabuhan.

Para pihak bertemu untuk ketiga kali dengan penengah Komite Koordinasi Pengerahan Kembali pimpinan PBB (RCC) sejak dibentuk pada Desember. Pihak-pihak yang mengikuti pertemuan itu dari Al-Houthi, pemerintahan Yaman dukungan Saudi yang diakui internasional dan para penengah PBB.

Para pihak bertemu di sebuah kapal karena usaha-usaha untuk menyelenggarakan pertemuan ketiga di wilayah yang dikuasai pasukan koalisi gagal karena pihak Al-Houthi enggan melintasi garis depan, kata sumber-sumber kepada Reuters.

Dua pertemuan pertama diadakan di bawah kendali Al-Houthi, setelah kepala misi PBB yang bertugas mengawasi perjanjian itu, Patrick Cammaert, bertemu pihak-pihak bolak-balik.

Kapal itu menjemput delegasi dari pemerintahan Yaman yang diakui internasional di satu tempat di Laut Merah sebelum berlayar ke Hudaidah menjemput delegasi Al-Houthi, kata pernyataan PBB pada Sabtu.

Sadiq Dweid, juru bicara delegasi pemerintahan Yaman untuk RCC, mengatakan kepada Reuters, komite itu telah membahas proposal Camaert bagi penarikan tentara pada pertemuan Ahad. "Pertemuan-pertemuan akan dilanjutkan," katanya.

Gencatan senjata sudah diberlakukan di Hudaidah, tapi bentrokan-bentrokan telah meningkat dalam beberapa pekan belakangan dan utusan PBB untuk Yaman Martin Griffiths telah mendesak semua pihak untuk mengurangi ketegangan. Kekerasan telah berlangsung di bagian-bagian lain dari negara itu yang tidak tercakup dalam perjanjian tersebut.





Credit  antaranews.com





Jumat, 01 Februari 2019

Koalisi Saudi siap gunakan "pasukan terukur" di Yaman


Koalisi Saudi siap gunakan "pasukan terukur" di Yaman
Negara-negara anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa di Markas PBB di New York City, New York, Amerika Serikat, 21 Desember 2018, melakukan pemungutan suara atas resolusi soal keamanan Yaman. (REUTERS/Carlo Allegri)





Dubai (CB) - Koalisi pimpinan Arab Saudi siap mengerahkan "pasukan dengan kekuatan terukur" untuk menekan Al-Houthi, gerakan yang berhubungan dengan Iran, agar mundur dari kota pelabuhan Hudaidah di Yaman di bawah kesepakatan yang didukung PBB, kata pejabat Uni Emirat Arab (UAE) pada Rabu (30/1).

Pihak-pihak yang berperang di Yaman gagal menarik pasukan mereka dari kota pelabuhan utama negara itu di bawah gencatan senjata satu bulan. Kegagalan itu dapat memicu ancaman serangan besar di Hudaidah yang bisa berujung pada bencana kelaparan.

Al-Houthi menguasai Hudaidah sementara faksi-faksi lain di Yaman, yang didukung koalisi dan mencoba mengembalikan pemerintahan yang diakui internasional, berkumpul di pinggiran kota itu.

Menteri Luar Negeri UAE Anwar Gargash mengatakan koalisi Muslim Suni Arab yang didukung negara-negara Barat telah menyerang 10 kamp pelatihan Al-Houthi di luar kantor gubernur Hudaidah pada Rabu.

"Koalisi bersiap untuk mengerahkan lebih banyak pasukan dengan kekuatan yang terukur untuk membuat Al-Houthi mematuhi Kesepakatan Stockholm," tulisnya di Twitter.

"Untuk menjaga gencatan senjata dan harapan bagi proses politik, PBB dan komunitas internasional harus menekan Al-Houthi untuk menghentikan kekerasan, memfasilitasi konvoi bantuan, dan melakukan penarikan dari kota dan pelabuhan Hudaidah seperti yang telah disepakati," kata Gargash.

Utusan PBB Martin Griffiths menjalin kontak dengan kedua pihak yang bertikai untuk menyelamatkan kesepakatan. Kesepakatan itu merupakan terobosan diplomatik besar pertama untuk mengakhiri perang empat tahun, yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan membuat Yaman di ambang kelaparan.




Credit  antaranews.com





Rabu, 30 Januari 2019

Putra Mahkota Saudi Bersama Sekjen PBB Bahas Konflik Yaman


Konflik di Yaman (ilustrasi)
Konflik di Yaman (ilustrasi)
Foto: VOA
Arab Saudi memimpin agresi militer di Yaman.



CB, RIYADH -- Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) melakukan pembicaraan via telepon dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Selasa (29/1). Mereka membahas tentang upaya penyelesaian konflik Yaman yang dinilai mulai menampakkan hasil positif.

"Sekjen PBB menyatakan terima kasih atas dukungan Kerajaan (Saudi) dalam mendorong hasil positif dalam dialog antara pihak-pihak Yaman," kata Saudi Press Agency dalam laporannya mengutip pembicaraan Pangeran MBS dan Guterres.

Pangeran MBS menyambut apresiasi Guterres dengan menyatakan kesiapan Saudi untuk mengakhiri konflik Yaman. "Putra mahkota menekankan ketegasan Arab Saudi pada segala sesuatu yang melayani kepentingan rakyat dan keamanan serta stabilitas Yaman," menurut Al Arabiya dalam laporannya.

Saudi merupakan negara yang memimpin agresi ke Yaman. Serangan militer dilakukan guna memukul kelompok Houthi yang merongrong pemerintahan Abd-Rabbu Mansour Hadi. Riyadh diketahui mendukung pemerintahan Mansour Hadi.

Dalam konflik tersebut, Saudi dan Houthi berusaha untuk mengontrol pelabuhan Hodeidah yang menjadi pintu masuk utama impor komersial serta bantuan kemanusiaan untuk Yaman. Saudi sempat menguasai pelabuhan tersebut dan memblokade akses dari dan menuju Hodeidah.

Hal itu menyebabkan aliran bantuan untuk Yaman sempat tersendat. Akibatnya, negara itu dilanda krisis kemanusiaan yang semakin memburuk setiap harinya.

Saat ini PBB sedang berupaya menyelamatkan kesepakatan yang telah dicapai kedua belah pihak pada Desember tahun lalu. Kesepakatan itu mengatur tentang penarikan pasukan masing-masing dari pelabuhan Hodeidah.

Namun Saudi dan Houthi masih belum bersepakat tentang siapa yang akan mengontrol pelabuhan jika pasukannya masing-masing ditarik dari sana.

Konflik Yaman telah berlangsung selama empat tahun. Lebih dari 10 ribu orang telah tewas selama peperangan berlangsung, sementara sekitar 3 juta lainnya mengungsi.




Credit  republika.co.id




Jumat, 18 Januari 2019

Pihak bertikai Yaman mulai rundingkan pertukaran tahanan


Pihak bertikai Yaman mulai rundingkan pertukaran tahanan
Delegasi dari gerakan Houthi, yang bersekutu dengan Iran, serta pemerintah Yaman, yang didukung Arab Saudi, bertemu di Amman, Jordania pada 17 Januari, 2019, untuk merundingkan pertukaran tahanan. (REUTERS/Muhammad Hamed)



Amman (CB) - Pihak-pihak yang bertikai di Yaman memulai perundingan di Amman pada Rabu untuk membahas pelaksanaan pertukaran tahanan sebagai bagaian dari upaya perdamaian yang dipimpin Perserikatan Bangsa-bangsa,  kata para pejabat PBB dan delegasi.

Pertukaran tahanan tersebut akan memungkinkan banyak keluarga berkumpul kembali.

Delegasi gerakan Al Houthi ,yang bersekutu dengan Iran, dan pemerintah Yaman, yang didukung Arab Saudi, sebelumnya bertemu di Ibu Kota Jordania untuk membahas pertukaran tersebut, yang disepakati dalam pembicaraan pimpinan PBB di Swedia, Desember lalu.

"Kedua pihak bertukar daftar tahanan di Swedia dan mereka kini membahas langkah-langkah untuk menjalankannya," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric kepada awak media di New York.

Negara-negara Barat, beberapa di antaranya memasok senjata dan intelijen untuk koalisi pimpinan Saudi yang mendukung pemerintah, telah menekan kedua pihak untuk menyepakati jalan untuk membangun kepercayaan.

Upaya itu dilakukan untuk menerapkan genjatan senjata yang lebih luas dan proses politik guna mengakhiri peperangan yang telah menewaskan puluhan ribu orang.

Sebagai bagian dari upaya itu, kedua pihak telah memberikan sekitar 15.000 nama tahanan untuk pertukaran, yang menurut para delegasi akan dilakukan melalui bandara Sanaa yang dikuasai pemberontak di Yaman utara dan bandara Sayun yang dikuasai pemerintah di selatan.

Langkah itu juga meliputi rencana untuk penarikan dari Hudaidah, kota pelabuhan yang diperebutkan, bantuan bagi jutaan orang yang menghadapi kelaparan, dan menempatkan kota tersebut di bawah kendali entitas sementara.

Kepala Delegasi Pemerintah Yaman Hadi Haig mengatakan kedua pihak melakukan verifikasi atas daftar tahanan sebagai bagian dari proses lima tahap sebelum pertukaran tahanan dilaksanakan.

Pertukaran tahanan akan diawasi PBB dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC). Menurut ICRC, koalisi pimpinan Saudi harus menjamin bahwa wilayah udara aman untuk diterbangi. 



Credit  antaranews.com





Senin, 14 Januari 2019

Houthi ancam lancarkan lagi serangan-serangan dengan gunakan "drone"


Houthi ancam lancarkan lagi serangan-serangan dengan gunakan "drone"
Tentara yang bersekutu dengan Houthi menghadiri aksi di lapangan berbaris yang rusak oleh serangan udara untuk memperingati tiga tahun campur tangan Saudi pada konflik Yaman di Sanaa, Yaman, Senin (26/3/2018). (REUTERS/Khaled Abdullah)





Sanaa (CB) - Kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran mengancam pada Ahad akan melancarkan serangan-serangan dengan pesawat tanpa awak (drone) lagi setelah serangan mematikan pekan lalu atas parade militer pemerintah Yaman.

Ancaman tersebut menaikkan ketegangan antara pihak-pihak yang berperang di tengah-tengah usaha perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Juru bicara Houthi Yahya Sarea mengatakan serangan drone pada Kamis atas pangkalan militer di Provinsi Lahaj, yang menewaskan sejumlah orang, merupakan "operasi sah terhadap agresi". Dikatakannya, gerakan itu sedang mengembangkan drone yang dibuat sendiri, demikian Reuters melaporkan.

"Segera akan cukup persedian strategis untuk melancarkan operasi drone di fron-fron pertemupran pada saat yang sama," kata Sarea kepada wartawan di Sanaa, ibu kota yang dikuasai Houthi.

Serangan atas parade militer tersebut terjadi sementara PBB berusaha memproses pembicaraan perdamaian antara Houthi, yang menguasai sebagian besar pusat-pusat kota di Yaman, dan pemerintah Abd-Rabbu Mansour Hadi dukungan Saudi, yang berpusat di kota pelabuhan Aden, Yaman selatan.



Sehari setelah serangan itu, koalisi militer yang dipimpin Saudi mengatakan pihaknya menghancurkan pusat kendali dan komunikasi Houthi yang digunakan untuk mengarahkan peswat-pesawat tanpa awak.

Houthi mengatakan pada November mereka menghentikan serangan-serangan peluru kendali dan drone atas Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan sekutu-sekutu mereka di Yaman, tetapi ketegangan telah eningkat mengenai bagaimana melaksanakan perjanjian perdamaian yang ditaja PBB yang dicapai pada Desember di Hudaidah, kota pelabuhan Laut Merah.



Arab Saudi dan UAE memimpin koalisi Arab yang Muslim Sunni yang campur tangan dalam perang Yaman setelah Houthi menggulingkan pemerintahan Hadi dari Sanaa pada 2014.

Negara-negara Teluk menuduh Iran memasok senjata kepada Houthi, tuduhan yang Teheran dan kelompok itu bantah. Pihak Houthi menyatakan mereka berperang melawan korupsi.





Credit  antaranews.com







Sabtu, 12 Januari 2019

Diduga Kena Sabotase, Kilang Minyak di Yaman Terbakar


Ledakan tangki minyak di yaman (Foto: REUTERS/Fawaz Salman)

Jakarta - Sebuah ledakan menyebabkan kebakaran terjadi di kilang minyak utama milik Yaman di Kota Aden. Pemerintah setempat menduga kilang minyak itu sengaja dibakar.

"Hasil ledakan dan mungkin tindakan sabotase yang disengaja," kata pejabat setempat seperti dilansir AFP, Sabtu (12/1/2019).

Kebakaran itu terjadi pada Jumat (11/1) malam waktu setempat. Setelah terjadi lekadakan, api membesar dan merambat ke tangki-tangki lainnya di lokasi tersebut.


Tangki-tangki tersebut merupakan sumbangan dari Arab Saudi. Namun, pemerintah Yaman belum menyebutkan siapa pihak yang harus bertanggungjawab atas peristiwa ini.

"Pemadam kebakaran sedang bekerja untuk mengendalikan api dan menghentikan penyebarannya ke tangki-tangki penyimpanan di sebelahnya, yang penuh dengan minyak dan diesel," ujar pejabat itu.

Menyusul dugaan sabotase itu, pemerintah Yaman langsung memberikan pengamanan ketat di sekitar kilang minyak. Pasukan keamanan melarang orang-orang yang berada di wilayah itu untuk pergi guna kepentingan penyelidikan.


Pemerintah Yaman kini terpusat di kota pelabuhan selatan Aden setelah digulingkan kelompok Houthi dari ibukota Sanaa pada 2014 lalu. Setahun kemudian Kilang Aden rusak akibat pertempuran antara pasukan pemerintah melawan pemberontak Houthi.

Kilang minyak tersebut sempat tidak dioperasikan selama satu tahun. Kondisi itu membuat wilayah sekitarnya kekurangan bahan bakar dan pemadaman listrik.



Credit detikNews



https://m.detik.com/news/internasional/d-4381329/diduga-kena-sabotase-kilang-minyak-di-yaman-terbakar



Sabtu, 05 Januari 2019

Serangan Udara Koalisi Arab Saudi Tewaskan 7 Orang di Yaman


Foto: REUTERS/Ammar Awad

Sanaa - Koalisi Arab Saudi melancarkan serangan-serangan udara ke sebuah kawasan permukiman di provinsi Shabwah, Yaman selatan. Serangan udara itu dilaporkan menewaskan setidaknya tujuh orang.

Sumber setempat mengatakan kepada kantor berita berbahasa Arab, al-Wahdah seperti dilansir Press TV, Sabtu (5/1/2019), bahwa para milisi loyalis Uni Emirat Arab menyerang wilayah Markhah pada Jumat (4/1/2019), waktu setempat. Pertempuran sengit pun terjadi antara para milisi tersebut dengan para petempur etnis Sada.



Kontak senjata itu berlangsung selama beberapa jam, sebelum kemudian sebuah helikopter penyerang Boeing AH-64 Apache milik Uni Emirat Arab menembakkan sejumlah rudal ke beberapa rumah di wilayah tersebut. Tujuh orang dilaporkan tewas dalam serangan itu.

Tak lama kemudian di hari yang sama, para pemberontak Houthi menembakkan delapan rudal balistik Zelzal-1 (Earthquake-1) ke posisi-posisi pasukan Arab Saudi di kamp militer Akefah, di wilayah Najran, perbatasan selatan Saudi. Beberapa tentara Saudi dilaporkan tewas dan luka-luka dalam serangan itu. Namun pihak koalisi Saudi belum memberikan konfirmasinya.



Arab Saudi dan sejumlah sekutu regionalnya mulai melancarkan operasi militer terhadap Yaman pada Maret 2015 untuk memerangi pemberontak Houthi. Perang Yaman tersebut telah merenggut nyawa puluhan ribu warga Yaman dan menghancurkan banyak infrastruktur negara miskin itu.

PBB telah menyatakan bahwa sekitar 22,2 juta warga Yaman sangat memerlukan bantuan pangan, termasuk 8,4 juta warga yang terancam kelaparan parah. Menurut badan dunia itu, perang telah membuat Yaman mengalami bencana kelaparan paling parah dalam kurun waktu lebih dari 100 tahun ini.


Credit detikNews



https://m.detik.com/news/internasional/d-4371809/serangan-udara-koalisi-arab-saudi-tewaskan-7-orang-di-yaman



AS Habisi Dalang Pemboman Kapal Perang USS Cole di Yaman

Kapal perang USS Cole yang dibom agen al-Qaeda di Yaman tahun 2000. Pemboman itu menewaskan 17 pelaut Amerika Serikat dan melukai 39 orang lainnya. Foto/REUTERS



WASHINGTON - Militer Amerika Serikat (AS) melakukan serangan udara di Yaman yang menewaskan salah satu dalang pemboman kapal perang USS Cole pada tahun 2000. Pemboman kala itu menewaskan 17 pelaut Amerika dan melukai 39 orang lainnya.

Target yang dibunuh dalam serangan militer Washington di Yaman adalah Jamal Ahmed Mohammed Ali al-Badawi. Pada tahun 2003, dia dinyatakan bersalah oleh panel hakim federal di AS atas tuduhan mendalangi pemboman terhadap kapal perang USS Cole.

Menurut Komando Pusat Militer AS yang dikutip Reuters, Sabtu (5/1/2019), serangan yang menewaskan Badawi berlangsung pada 1 Januari di wilayah Marib, Yaman.

Badawi pernah melarikan diri dari penjara di Yaman dua kali, yakni pada pada tahun 2003 dan pada tahun 2006. Sejak melarikan diri, AS menawarkan hadiah USD5 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapannya.

Pemboman terhadap USS Cole menjadi pukulan telak bagi militer AS. Tragedi serangan itu terjadi pada 12 Oktober 2000, di mana dua pria di kapal kecil meledakkan bahan peledak di kapal perang bersenjata rudal milik Angkatan Laut AS. Kapal USS Cole yang dibom itu sedang mengisi bahan bakar di Aden. Ledakan itu membuat lambung kapal menganga lebar.


Badawi dituduh AS sebagai agen al-Qaeda. Belum jelas apakah serangan udara yang menewaskannya hasil operasi CIA atau pasukan militer AS. Seorang pejabat pemerintah AS yang berbicara kepada CNN dalam kondisi anonim mengatakan, serangan udara itu hasil operasi gabungan antara militer dan intelijen.

Menurut pejabat tersebut, Badawi sedang mengemudi sendirian di sebuah kendaraan di wilayah Marib, sebelah timur Sana'a, pada saat serangan udara terjadi.



Credit Sindonews.com




https://international.sindonews.com/read/1368018/42/as-habisi-dalang-pemboman-kapal-perang-uss-cole-di-yaman-1546649224




Selasa, 01 Januari 2019

Tentara Pemerintah Rebut Kembali Sarawah Yaman Barat


Pertempuran tersebut menewaskan dan melukai puluhan anggota milisi Syiah Houthi.

Tentara Yaman

CB, ADEN—  Tentara Nasional Yaman mengumumkan pasukannya telah membuat kemajuan di lapangan. Direktorat Sarawah di Gubernuran Marib, Yaman Barat berhasil direbut. 

Satu sumber militer Yaman mengatakan, "Prajurit militer merebut kembali Al-Groon Tibet, yang berada di atas Kota Sarawah, sementara anggota Al-Houthi bersenjata menyelamatkan diri setelah serangan gencar militer."

Sumber tersebut mengatakan, satuan militer ditmpatkan di kedua kota besar itu, yang dari pusat kota berjarak sekitar tiga kilometer, kata Kementerian Pertahanan Yaman, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Arab Saudi, SPA.

Pertempuran tersebut menewaskan dan melukai puluhan anggota milisi Syiah Houthi, selain menghancurkan kendaraan mereka.

Sumber militer itu menyatakan senjata artileri militer membom posisi bala bantuan Houthi saat mereka dalam perjalanan ke daerah bentrokan sehingga dua kendaraan milisi Houthi rusak dan semua anggota bala bantuan milisi Syiah tersebut tewas atau cedera.

Sementara itu juru bicara Houthi pada Sabtu (29/12) mengatakan gerilyawan telah mulai menggelar kembali anggotanya di Kota Pantai Yaman, Hodeidah. 

"Pasukan komite rakyat dan militer pada Jumat malam memulai tahap pertama penggelaran kembali di Hodeidah," kata Brig Jend Yahya Sari di dalam satu pernyataan yang dikutip kantor berita yang dikuasai Houthi, Saba.

Ia mengatakan penggelaran kembali tersebut adalah bagian dari kesepakatan yang diperantarai PBB dengan pemerintah yang dicapai selama pembicaraan perdamaian di Swedia pada awal Desember.

"Kami berharap Komite Pemantauan PBB mengharuskan pihak lain melaksanakan kewajibannya berdasarkan tahap pertama Kesepakatan Stockholm, untuk mundur dari sisi barat kota itu dan wilayah lain," katanya.

Tak ada komentar dari Pemerintah Yaman mengenai pengumuman Houthi tersebut.

Hodeidah, tempat beberapa pelabuhan strategis di Yaman, merupakan nadi kehidupan buat penduduk sipil Yaman, yang terkepung. Banyak bantuan kemanusiaan secara rutin mengalir melalui kota pelabuhan itu.

Pihak yang berperang di Yaman pada awal Desember sepakat untuk menarik pasukan mereka dari kota pelabuhan Laut Merah tersebut dan melaksanakan gencatan senjata selama pembicaraan yang ditaja PBB di Swedia.

Pertengahan Desember, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mensahkan resolusi yang ditaja Inggris, dan menyetujui penggelaran tim PBB untuk memantau gencatan senjata di Hodeidah.

Yaman terjerumus dalam perang saudara pada 2014, ketika gerilyawan Syiah Houthi merebut sebagian besar wilayah negeri itu, termasuk Ibu Kotanya, Sana'a, dan memaksa pemerintah menyelamatkan diri ke Arab Saudi.

Setahun kemudian, Arab Saudi dan beberapa sekutu Arabnya melancarkan serangan udara gencar dengan tujuan memutar-balikkan perolehan Houthi.

Operasi pimpinan Arab Saudi di Yaman tersebut telah memporak-porandakan prasarana di negeri itu, termasuk sistem kebersihan dan kesehatan, sehingga PBB menggambarkannya sebagai salah satu bencana kemanusiaan paling buruk pada jaman modern.




Credit REPUBLIKA.CO.ID



https://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/18/12/31/pklv25320-tentara-pemerintah-rebut-kembali-sarawah-yaman-barat




Senin, 31 Desember 2018

PBB: Pemindahan pasukan Houthi di Hudaidah hendaknya hormati perjanjian Stockholm


Presiden Yaman Abdrabbuh Mansur Hadi (ANTARA /IORA SUMMIT 2017/Rosa )


Dubai (CB) - Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Ahad menyambut pemindahan pasukan Houthi dari kota pelabuhan Hudaidah, Yaman, tapi mengatakan bahwa itu seharusnya diuji secara mandiri sesuai dengan perjanjian gencatan senjata Stockholm.

"Tiap pemindahan hanya akan tepercaya jika semua pihak dan PBB dapat memeriksa dan menguji bahwa itu sesuai dengan hasil dari perjanjian Stockholm," kata PBB dalam satu pernyataan, yang dilansir Reuters.

Warga Taiz, yang diporakporandakan perang dan kota terbesar ketiga di Yaman setelah Sana`a dan Aden, menyampaikan harapan baru-baru ini bahwa kehidupan kembali normal setelah gencatan senjata itu ditandatangani pemerintah dan gerilyawan Houthi.

Wartawan kantor berita Turki Anadolu mengunjungi Distrik Jahmaliyyah di Taiz, yang rusak parah akibat bentrokan belum lama ini di antara kedua pihak berperang di bagian baratdaya Yaman.

Bangunan di berbagai daerah yang dulu dikuasai kelompok teror Da`esh (IS) --bersama dengan sebagian besar prasarana lokal-- telah berubah menjadi puing, sementara kebanyakan warga telah menyelamatkan diri dari daerah itu.

Keperluan dasar, termasuk air dan listrik, sangat kekurangan, sementara anak-anak tak memiliki akses ke pendidikan.

Rivad Abdullah Abdulhamid, warga Jahmaliyyah, mengatakan ia bersama dengan tujuh anggota keluarganya, telah tinggal di permukiman tersebut sangat lama.

Menurut Abdulhamid, daerah itu dulu stabil --meskipun miskin-- sebelum perang. Semua warga, katanya, telah memikul beban akibat krisis di Yaman, termasuk kekurangan pangan parah.

"Dengan meletusnya perang, permukiman kami sangat terpengaruh," kata Abdulhamid, "Pasokan listrik dan air terputus, dan akibat ledakan yang dipasang di bawah tanah, sistem saluran dan prasarana kami ambruk."

"Sebagian besar warga terpaksa pergi, sebab permukiman itu telah menjadi ajang pertempuran," ia menambahkan, "Kami pulang pada 2016, setelah Jahmaliyyah dibebaskan (dari gerilyawan Houthi)." Tapi bentrokan kadangkala masih berkecamuk, kata Abdulhamid, sekalipun pasukan pemerintah telah menguasai daerah tersebut.

"Kami menyaksikan sebanyak 70 pemboman per hari, yang dilancarkan anggota Houthi dan IS," katanya mengenang. "Da`esh berusaha memperlihatkan kepada dunia bahwa Jahmaliyyah sepenuhnya berada di bawah kendalinya."

"Pada saat itu, anggota Houthi menggunakan kampung kami sebagai markas," katanya, "Anggota Houthi, yang melepaskan tembakan secara membabi-buta pada satu keadaan, berusaha mengusir anggota Da`esh dari daerah ini."


Credit AntaraNews



https://m.antaranews.com/berita/782527/pbb-pemindahan-pasukan-houthi-di-hudaidah-hendaknya-hormati-perjanjian-stockholm




Arab Saudi Diduga Rekrut Anak-anak Sudan Berperang di Yaman

Arab Saudi diduga kuat telah merekrut anak-anak dari Darfur, Sudan, untuk berada di garda depan perang Yaman. Sumber: Nael Shyoukhi/Reuters/aljazeera.com

CBJakarta - Arab Saudi diduga kuat telah merekrut anak-anak dari Darfur, Sudan, untuk berada di garda depan perang Yaman. Surat kabar New York Times melaporkan, Kerajaan Arab Saudi menawarkan kepada keluarga-keluarga miskin di Sudan uang sekitar US$ 10 ribu atau atau Rp 145 juta agar mau menjadikan anak-anak mereka tentara yang berperang di Yaman melawan pemberontak Houthi.


Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, memimpin serangan militer ke Yaman bersama Uni Emirat Arab untuk mengintervensi pergolakan keamanan dan politik di negara itu. Perang Yaman meletup sejak awal 2015 dan serangan Arab Saudi ke Yaman untuk memperlihatkan dukungan negara itu kepada Presiden Yaman, Abd-Rabbu Mansour Hadi.

 

Dikutip dari aljazeera.com Minggu, 30 Desember 2018, lima warga negara Sudan yang baru kembali dari perang Yaman menceritakan sekitar 20 persen sampai 40 persen anak-anak memenuhi unit-unit tempur di Yaman. Banyak dari tentara anak-anak ini berusia 14 tahun sampai 17 tahun yang diserahkan oleh orang tua mereka ke Arab Saudi agar bisa mendapatkan uang.   



“Keluarga tahu, satu-satunya cara bagi mereka untuk bertahan hidup adalah menyerahkan anak mereka ke medan tempur dan pulang membawa uang,” kata Hager Shomo Ahmed, yang direkrut untuk ikut perang Yaman pada 2016 atau ketika usianya baru 14 tahun.

 

Dalam tempo empat tahun meletupnya perang Yaman, sekitar 14 ribu warga negara Sudan bertempur bersama pasukan militer Yaman yang didukung oleh Riyadh untuk mengalahkan militan kelompok Houthi. Laporan New York Times menyebut, ratusan tentara anak asal Sudan tewas di Yaman.   

Dalam foto 25 Agustus 2018 ini, bayi yang kekurangan gizi, Zahra, digendong oleh ibunya, di desa al-Mashraqah, Aslam, Haji, Yaman. Perang saudara Yaman telah menghancurkan kemampuan negara yang sudah rapuh itu untuk memberi makan penduduknya. Sekitar 2,9 juta wanita dan anak-anak mengalami kekurangan gizi akut, 400.000 anak lainnya berjuang untuk hidup dari kelaparan. (Foto AP / Hammadi Issa) 



Sebagian besar tentara anak yang direkrut Arab Saudi berasal dari kawasan Darfur, dimana di wilayah itu sekitar 300 ribu orang tewas setelah terjadi pemberontakan melawan kelompok Khartoum pada 2003 silam. 

Menanggapi laporan tersebut, Juru bicara koalisi serangan militer Arab Saudi ke Yamanmenyangkal laporan adanya perekrutan anak-anak untuk menjadi tentara. Riyadh menyebut, pemberitaan mengenai hal ini fiksi dan tak bisa dibuktikan. Sedangkan Juru bicara Kementerian Luar Negeri Sudan Babikir Elsiddig Elamin, menolak berkomentar. Dia hanya mengatakan Sudan bertempur demi kepentingan perdamaian kawasan dan stabilitas.


Credit TEMPO.CO

https://dunia.tempo.co/read/1160099/arab-saudi-diduga-rekrut-anak-anak-sudan-berperang-di-yaman




Kamis, 27 Desember 2018

Bentrokan Kembali Pecah di Yaman


Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang.
Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang.
Foto: Reuters
Saat ini Hodeidah masih dikuasai pemberontah Houthi.




CB, HODEIDAH--Terjadi sebuah bentrokan antara pasukan pro-pemerintah dengan pemberontak Houthi di Hodeidah, Yaman. Bentrokan ini terjadi tepat saat kedua belah pihak akan bertemu dengan tim pengawas gencatan senjata.

Kabarnya terdengar suara rentetan tembakan arteleri berat dan baku tembak di sebelah timur kota pelabuhan tersebut. Menandakan rentannya perjanjian gencatan senjata yang disepakati pada 18 Desember lalu.

Salah seorang pejabat koalisi yang dipimpin Arab Saudi mengatakan ada sebanyak 10 pasukan pro-pemerintah  yang tewas sejak perjanjian gencatan senjata disepakati. Ia menuduh pemberontah Houthi melanggar kesepakatan tersebut sebanyak 183 kali.

"Faktanya adalah, sayangnya, pemberontak Houthi jelas melakukan provokasi untuk mendapatkan tanggapan dari koalisi dan tidak ada yang meminta pertanggungjawaban mereka," kata pejabat itu seperti dilansir dari Aljazirah, Rabu (26/12).

Sementara pemberontak Houthi juga mengatakan hal yang sama. Mereka mencatat pasukan pro-pemerintah Yaman setidaknya sudah melakukan 31 pelanggaran dalam 24 jam. Mereka mengatakan hal ini di stasiun televisi Al-Masirah yang mereka kelola.

Gencatan senjata di kota Hodeidah sangat penting. Karena jutaan orang yang terancam kelaparan sangat bergantung pada pelabuhan ini. Gencatan senjata ini dinilai sebagai peluang terbaik untuk mengakhir perang sudah terjadi selama empat tahun terakhir.

Saat ini Hodeidah masih dikuasai pemberontah Houthi. Pejabat koalisi yang dipimpin Arab Saudi mengatakan akan ada bentrokan-bentrokan yang kembali terjadi jika pelanggaran-pelanggaran kesepakatan gencatan senjata terus dilakukan.

"Kami berharap dapat mendukung upaya Patrick Cammaert, kami sangat berharap dia berhasil, tapi jika tidak, kami memiliki hak untuk kembali melakukan serangan untuk membebaskan kota itu," kata pejabat yang tidak berkenan disebutkan namanya. 

Cammaert seorang pensiunan jendral Belanda yang memiliki pengalaman di Sri Lanka, Kamboja dan Kongo menjadi ketua tim pengawas gencatan senjata di Yaman. Menurut PBB seharusnya ia bertemu dengan perwakilan pasukan pro-pemerintah dan pemberontak Houthi pada hari Rabu (26/12).

"Pertemuan itu akan dilakukan disebuat tempat yang rencananya dihadiri sebuah anggota," kata salah satu pejabat PBB yang tidak berwenang mempublikasikan informasi ini.

Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan pertemuan tersebut menjadi salah satu prioritas utama misi Cammaert di Yaman. Tim pengawas PBB bertujuan untuk mengamankan fungsi pelabuhan Hodeidah dan mengawasi penarikan pasukan kedua belah pihak dari kota itu.

"Meminta semua pihak untuk menghormati kesepakatan gencatan senjata," tulis Dewan Keamanan PBB dalam surat persetujuan mereka.




Credit  republika.co.id








Rabu, 26 Desember 2018

Warga Taiz di Yaman harapkan perdamaian setelah gencatan senjata


Warga Taiz di Yaman harapkan perdamaian setelah gencatan senjata
Seorang pengunjuk rasa anti-pemerintah meneriakkan yel-yel di atas atap mobil saat aksi long march dari Taiz di Yaman selatan menuju Taiz, Sabtu (24/12). Para pengunjuk rasa tiba di Sanaa Sabtu kemarin setelah aksi unjuk rasa selama lima hari yang mereka sebut "Barisan untuk hidup" sepanjang 250km dimana mereka menuntut Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh yang mundur beberapa minggu lalu untuk dibawa ke pengadilan. (FOTO ANTARA/REUTERS/Khaled Abd)



Taiz, Yaman, (CB) - Warga Taiz, yang diporak-porandakan perang dan merupakan kota terbesar ketiga di Yaman setelah Sana`a dan Aden, berharap kehidupan akan kembali normal setelah gencatan senjata ditandatangani baru-baru ini oleh pemerintah dan gerilyawan Al-Houthi.

Wartawan Kantor Berita Anadolu mengunjungi Kabupaten Jahmaliyyah di Taiz, yang rusak parah akibat bentrokan belum lama ini antara kedua pihak yang berperang di bagian barat-daya Yaman.

Bangunan di berbagai daerah yang dulu dikuasai oleh kelompok teror Da`esh --bersama dengan sebagian besar prasarana lokal-- telah berubah menjadi puing, sementara kebanyakan warga telah menyelamatkan diri dari daerah itu.

Keperluan dasar, termasuk air dan listrik, sangat kekurangan, sementara anak-anak tak memiliki akses ke pendidikan.

Warga Jahmaliyyah, Rivad Abdullah Abdulhamid, mengatakan ia, bersama dengan tujuh anggota keluarganya, telah tinggal di permukiman tersebut sangat lama.

Menurut Abdulhamid, daerah itu dulu stabil --meskipun miskin-- sebelum perang.

Semua warga, kata Abdulhamid, telah memikul akibat dari krisis di Yaman, termasuk kekurangan pangan parah.

"Dengan meletusnya perang, permukiman kami sangat terpengaruh," kata Abdulhamid, sebagaimana dikutip Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin malam. "Pasokan listrik dan air terputus, dan akibat ledakan yang dipasang di bawah tanah, sistem saluran dan prasarana kami ambruk."

"Sebagian besar warga dipaksa pergi, sebab permukiman itu telah menjadi ajang pertempuran," ia menambahkan. "Kami pulang pada 2016, setelah Jahmaliyyah dibebaskan (dari gerilyawan Al-Houthi)."

Tapi bentrokan kadangkala masih berkecamuk, kata Abdulhamid, sekalipun pasukan pemerintah telah menguasai daerah tersebut.

"Kami menyaksikan sebanyak 70 pemboman per hari, yang dilancarkan oleh anggota Al-Houthi dan Da`esh," ia mengenang. "Da`esh berusaha memperlihatkan kepada dunia bahwa Jahmaliyyah sepenuhnya berada di bawah kendalinya."

"Pada saat itu, anggota Al-Houthi menggunakan kampung kami sebagai markas," katanya. "Anggota Al-Houthi, yang melepaskan tembakan secara membabi-buta pada satu keadaan berusaha mengusir anggota Da`esh dari daerah ini."


Abdulhamid terus mendesak Bulan Sabit Merah Turki agar terus mengirim bantuan kemanusiaan buat rakyat Yaman, yang, katanya, memiliki ikatan sangat dalam dengan rakyat Turki sejak Dinasti Usmaniyah (Ottoman).

Sementara itu, seorang warga lain Jahmaliyyah, Mohamed Al-Amiri, yang menderita luka tembak di kepalanya pada awal tahun ini, selama salah satu bentrokan, berterima kasih kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan rakyat Turki atas kemurahan hati mereka yang berlanjut.

Yaman telah dirongrong konflik sejak 2014, ketika gerilyawan Syiah Al-houthi menguasai sebagian besar wilayah negeri tersebut, termasuk Ibu Kotanya, Sana`a, sehingga memaksa pemerintah untuk sementara berpusat di Kota Aden.

Tahun berikutnya, Arab Saudi dan beberapa sekutu Arabnya melancarkan serangan udara gencar di Yaman dengan tujuan merebut kembali wilayah yang dikuasai Al-houthi atas nama pemerintah pro-Arab Saudi di negeri itu.

Operasi tersebut telah memporak-porandakan sebagian besar prasarana dasar di Yaman, termasuk sistem kebersihan dan kesehatan, sehingga PBB menggambarkan situasi itu sebagai "salah satu bencana kemanusiaan terburuk pada jaman modern".




Credit  antaranews.com




Senin, 24 Desember 2018

Kepala Pemantau PBB Temui Gerilyawan Houthi

Gerilyawan Houthi (ilustrasi)

CB, SANA'A -- Kepala misi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang bertugas memantau gencatan senjata di Kota Pelabuhan Al-Hudaydah di Yaman, Patrick Cammaert, tiba di Sana'a pada Ahad (23/12). Purnawirawan jenderal Belanda itu tiba di ibu kota Yaman, yang dikuasai gerilyawan, dengan naik pesawat PBB dari Kota Aden di Yaman Selatan, kata seorang wartawan Kantor Berita Anadolu.

Cammaert dijadwalkan mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin kelompok Syiah Al-Houthi. Jenderal Belanda itu telah tiba di Aden pada Sabtu (22/12), tempat ia mengadakan pembicaraan dengan para pejabat pemerintah yang diakui masyarakat internasional.

Pada Jumat (21/12), Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mensahkan resolusi  yang mensahkan penggelaran satu tim PBB untuk memantau gencatan senjata di Al-Hudaydah.

Semua pihak yang berperang di Yaman baru-baru ini menarik pasukan mereka dari kota pelabuhan Laut Merah tersebut dan menegakkan gencatan senjata selama pembicaraan yang ditaja PBB di Swedia.

Arab Saudi telah memimpin satu koalisi beberapa negara untuk menghadapi milisi Syiah Al-Houthi sejak 2015, ketika Riyadh dan sekutu Arab-Sunninya melancarkan serangan besar di Yaman dengan tujuan memutar-balikkan perolehan Al-Houthi --yang dimulai satu tahun sebelumnya.

Operasi pimpinan Arab Saudi di Yaman tersebut telah memporak-porandakan prasarana di negeri itu, termasuk sistem kebersihan dan kesehatannya, sehingga membuat PBB menggambarkannya sebagai salah satu bencana kemanusiaan terburuk pada jaman modern.

Al-Hudaydah adalah saluran utama kehidupan penduduk sipil yang dirongrong bencana di Yaman, dan banyak bantuan kemanusiaan memasuki Yaman melalui kota pelabuhan tersebut.

Pada Senin (11/12), Kepala Badan Kemanusiaan PBB, dengan mengutip perkiraan terakhir, mengatakan di Yaman sekarang rakyat menderita kondisi rawan pangan di 42 persen lebih daerah dibandingkan dengan jumlah mereka tahun lalu.

Mark Lowcock, Wakil Sekretaris Jenderal PBB Urusan Kemanusiaan, mengatakan di antara 333 kabupaten di Yaman tempat PBB melakukan survei, 152 kabupaten menghadapi darurat tahap keempat sistem krisis pangan yang dikenal sebagai Integrated Food Security Phase Classification (IPC), dibandingkan dengan 107 tahun lalu.

Secara keseluruhan, sebanyak 20 juta orang Yaman kelaparan, atau 70 persen dari seluruh penduduk negeri tersebut dan merupakan kenaikan 15-persen dari tahun-ke-tahun, katanya.

Secara mengerikan, sebanyak 250.000 warga Yaman telah memasuki tahap kelima IPC tahun ini, katanya. Mark Lowcock menyatakan jumlah itu 10 kali lebih besar dibandingkan dengan rakyat yang menderita kondisi rawan pangan serupa di Sudan Selatan, satu-satunya negara lain yang menghadapi masalah tingkat kelima.

Credit REPUBLIKA.CO.ID



https://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/18/12/24/pk77h7383-kepala-pemantau-pbb-temui-gerilyawan-houthi



Minggu, 23 Desember 2018

PBB Setuju Kirim Tim Awasi Gencatan Senjata di Yaman


Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang.

CB, NEWYORK -- Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat setuju untuk mengirimkan tim pengawas untuk mengawasi gencatan senjata di Kota pelabuhan Hudaydah, Yaman. Resolusi yang diajukan oleh Inggris itu melalui negosiasi alot. 

Duta Besar Inggris untuk PBB Karen Pierce mengatakan, pengawas gencatan senjata PBB sangat dibutuhkan di Hudaydah. Beberapa hari ke depan tim inti pengawas tersebut sudah akan terbang ke Yaman. 

Pierce mengatakan di fase kedua, Sekretaris Jendral PBB Antonio Guterres memiliki waktu selama satu bulan untuk mengukur ukuran dan cakupan misi ini.

PBB akan mencari tahu bagaimana caranya agar pasukan dari kedua belah pihak dipastikan mengosongkan kota dan pelabuhan Hudaydah.  "Guterres akan terlebih dahulu menugaskan tim advance dan tim itu akan berangkat pada beberapa hari kedapan, ia harus segera menempatkan orang di sana dan oleh karena itu Dewan Keamanan memberikan wewenang selama tiga hari untuk tim advance," kata Pierce, seperti dilansir dari Aljazirah, Sabtu (22/12).


Setelah beberapa kali diubah akhirnya resolusi tersebut disepakati. Resolusi ini juga mendukung hasil dari perundingan damai yang digelar oleh PBB di Swedia pada pekan lalu. 

Penarikan pasukan dari Hudaydah menjadi salah satu poin dalam hasil perundingan damai di Swedia. Hudaydah merupakan gerbang utama untuk pendistribusian makanan dan bantuan lainnya yang dibutuhkan Yaman. Dalam hasil perundingan PBB yang melibatkan Houthi, pemerintahan Yaman di pengasingan dan Saudi juga disepakati penukaran 15 ribu tahanan. 

"Sekretaris Jendral PBB juga akan mengajukan rencana untuk misi pengawasan yang lebih besar lagi," tambah Pierce. 

Duta Besar Prancis untuk PBB Francois Delattre mengatakan suara bulat Dewan Keamanan ini menandakan sinyal kuat persatuan dan keterlibatan Dewan Keamanan di Yaman. 

Para diplomat di Dewan Keamanan mengatakan para pengawas dari PBB ini berisi sekitar 30 sampai 40 orang. Tugas mereka memastikan kedua belah pihak yang berkonflik menarik pasukan mereka masing-masing dari Hudaydah. 

Yaman adalah negara paling miskin di antara negara-negara Arab lainnya. Sekarang mereka menderita karena konflik yang melibatkan banyak pihak dari aktor lokal, regional sampai internasional. 

Konflik di Yaman di mulai pada tahun 2014 ketika pemberontah Houthi merebut ibu kota Sana'a. Mereka ingin menggulingkan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi. Pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi membela pemerintahan Yaman yang diakui masyarakat internasional. 

Mereka sudah berperang melawan Houthi sejak 2015. Sejak saat itu menurut organisasi hak asasi manusia lebih dari 60 ribu orang terbunuh dalam perang ini. Pada tanggal 8 Desember lalu PBB mengatakan sekitar 20 juta orang Yaman terancam kelaparan. Mereka menyebutnya sebagai krisis kemanusiaan yang paling buruk saat ini. 

"Resolusi ini mengirim pesan penting kepada rakyat Yaman yang menderita bahwa mereka belum dilupakan," kata Direktur Hak Asasi Manusia PBB, Louis Charbonneau.

Credit Republika.co.id


https://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/18/12/22/pk58jh377-pbb-setuju-kirim-tim-awasi-gencatan-senjata-di-yaman





Jumat, 21 Desember 2018

Pihak berperang di Yaman saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata


Pihak berperang di Yaman saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata
Seorang ibu menggendong anaknya yang menderita gizi buruk di sebuah pusat pemberian makanan di rumah sakit al-Sabyeen, Sanaa, Jumat (20/7). Satu juta anak-anak Yaman menderita gizi buruk akut dalam beberapa bulan sementara keluarga berjuang untuk membeli makanan di salah satu negeri Arab termiskin di dunia, menurut Program Pangan Dunia PBB. Kekacauan politik memaksa Yaman berada dalam krisis kemanusiaan dan lembaga bantuan memperkirakana setengah dari 24 juta penduduknya mengalami gizi buruk. (REUTERS/Bill Ingalls/NASA/Hand)



Aden (CB) - Pihak-pihak yang bertempur di Yaman menyalahkan satu sama lain atas pelanggaran terhadap gencatan senjata yang ditengahi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Hudaidah yang dimaksudkan untuk menghindari pertempuran habis-habisan merebut kota pelabuhan Hudaidah yang vital bagi pasokan bantuan.

Selain itu gencatan senjata tersebut bertujuan memuluskan jalan bagi perundingan-perundingan perdamaian.

Warga masyarakat melaporkan gempuran pada Selasa malam, hari pertama gencatan senjata, selama satu jam di pinggiran bagian selatan dan timur kota Laut Merah yang dikuasai Houthi itu, urat nadi bagi jutaan orang yang berrisiko terpapar kelaparan. Suasana kembali tenang pada Rabu, demikian Reuters melaporkan.

Tetapi satu sumber di koalisi pimpinan Saudi, yang berperang melawan Houthi sekutu dengan Iran, mengatakan kepada Reuters bahwa jika para pemantau internasional tidak ditempatkan di Hudaidah segera, perjanjian yang sudah dicapai dalam proses pembangunan kepercayaan dan ditengahi PBB itu dapat membuat bimbang.

PBB dijadwalkan mengadakan konferensi melalui tautan video pada Rabu dengan mengikutsertakan pihak Houthi dan pemerintah Yaman guna membahas penarikan tentara dari Hudaidah dan tiga pelabuhan berdasarkan perjanjian perdamaian yang disepakati dalam pembicaraan di Swedia pekan lalu, perundingan pertama dalam lebih dua tahun.


TV al-Masirah yang dikelola Houthi menuding pasukan koalisi melancarkan serangan atas beberapa tempat di Hudaidah, termasuk kawasan-kawasan di sebelah timur bandar udara. Kantor berita Uni Emirat Arab WAM yang mengutip sumber Yaman melaporkan, pihak Houthi melancarkan serangan bom mortir dan roket terhadap Rumah Sakit 22 Mei di bagian timur kota itu.

"Kami akan terus memberi mereka (pihak Houthi) manfaat dari keraguan dan menunjukkan tahan diri, tetapi inidikator-indikator awal tak menjanjikan," kata sumber koalisi itu yang tak bersedia disebut namanya.

"Kalau PBB ... terlalu lama untuk masuk ke arena itu, mereka akan kehilangan peluang dan perjanjian Stockholm akan berfungsi."

Tiga warga di Sanaa, ibu kota Yaman, mengatakan kepada Reuters bahwa koalisi melancarkan serangan-serangan udara atas pangkalan udara al-Dulaimi dekat bandar udara Sanaa pada Rabu.

Houthi menggulingkan pemerintah yang diakui internasional pada tahun 2014.

Berdasarkan perjanjian gencatan senjata, yang hanya mencakup Hudaidah, para pemantau internasional akan ditempatkan di kota itu dan pelabuhan dengan seluruh pasukan bersenjata ditarik dalam kurun waktu 21 hari gencatan senjata.



Credit  antaranews.com




Kamis, 20 Desember 2018

Menlu Yaman: Tak Ada Perundingan Lagi Hingga Hodeidah Stabil


Warga Yaman berjalan di antara runtuhan puing gedung yang hancur terkena serangan udara di Sanaa, Yaman, 7 Mei 2018.
Warga Yaman berjalan di antara runtuhan puing gedung yang hancur terkena serangan udara di Sanaa, Yaman, 7 Mei 2018.
Foto: AP/Hani Mohammed
Pemerintah Yaman membentuk komite untuk koordinasi terkait gencatan senjata Hodeidah.



CB, ADEN – Menteri Luar Negeri Yaman, Khalid al-Yamani, mengatakan Pemerintah Yaman tidak akan mengupayakan putaran perundingan berikutnya kecuali keamanan dan stabilitas kembali ke Hodeidah. Meski demikian, Yaman masih berusaha mencapai semua yang telah disepakati di Stockholm.


Pernyataan Yamani disampaikan sebelum dilakukannya video conference pada Rabu (19/12). Dalam kesempatan ini, kedua belah pihak akan menyepakati penarikan pasukan dari Hodeidah.


Yamani menegaskan dalam sebuah wawancara dengan Alarabiya, penerimaan Houthi untuk menarik pasukannya dari Hodeidah telah membawa kedua pihak lebih dekat dengan akhir konflik.


Dia juga menganggap hasil dari perundingan damai itu sebagai sebuah kemenangan bagi Pemerintah Yaman yang sah dan proses perdamaian di Yaman.


Dia menjelaskan, mekanisme lama yang digunakan PBB untuk memantau impor senjata dari Iran ke milisi Houthi tidak dapat sepenuhnya mengendalikan situasi karena basisnya berada di Djibouti.


Namun, Yemeni mengatakan sekarang dengan adanya kesepakatan terbaru, agen-agen pemantau akan dikerahkan di pelabuhan Yaman, yang akan mencegah masuknya bantuan militer Iran kepada Houthi.


Yamani juga mengatakan, gencatan senjata di Hodeidah masih berlaku. Pemerintah Yaman juga telah membentuk komite untuk melakukan koordinasi dan merelokasi orang-orang yang berada di bawah pengawasan PBB.





Credit  republika.co.id






Rabu, 19 Desember 2018

Hari Pertama Genjatan Senjata, Ledakan Terdengar di Hudaidah


Konflik di Yaman (ilustrasi)
Konflik di Yaman (ilustrasi)
Foto: VOA
Pernjanjian Swedia menyepakati genjatan senjata mulai 18 Desember.



CB, DUBAI— Empat suara ledakan terdengar di Hudaidah, kota pelabuhan Yaman, Selasa (18/12)malam, pada hari pertama gencatan senjata yang disepakati antara pemberontak Houthi dan pemerintah dukungan Arab Saudi.


Seorang warga mengatakan kepada Reuters suara ledakan yang terdengar itu seperti gempuran artileri terhadap pinggiran bagian timur dan selatan kota pelabuhan di Laut Merah itu, yang penting bagi pasokan bantuan dan barang-barang ke Yaman.


Beberapa warga lain mengatakan mereka telah mendengar ledakan-ledakan serupa.

Belum segera diketahui dengan jelas pihak mana yang bertanggung jawab.


TV al-Masirah yang dikelola gerakan Houthi menuduh pasukan koalisi dukungan Saudi melanggar gencatan senjata yang dicapai pada pembicaraan perdamaian pimpinan Perserikatan Bangsa-Bangsa pekan lalu.


Seorang juru bicara koalisi tak segera bersedia memberikan konfirmasi apakah telah terjadi pertempuran kembali. Pertempuran sering terjadi sebelum berhenti ketika gencatan senjata berlaku efektif pada tengah malam pada Senin, tetapi Hudaidah masih tenang sepanjang hari Selasa.


Houthi yang bersekutu dengan Iran dan pemerintah Abd-Rabbu Mansour Hadi telah sepakat menghentikan pertempuran di kota yang dikuasai Houthi itu dan menarik pasukan di tengah-tengah tekanan Barat agar mengakhiri konflik hampir empat tahun yang telah membunuh puluhan ribu orang dan menyebabkan jutaan warga Yaman terancam kelaparan.


PBB, yang memimpin pembicaraan perdamaian di Swedia, berusaha menghindarkan serangan skala penuh atas Hudaidah setelah koalisi itu melancarkan ofensif tahun ini yang berusaha menguasai pelabuhan laut tersebut yang menangani pasokan bantuan dan barang-barang komersial Yaman.


Koalisi Arab yang didukung Barat pimpinan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab campur tangan dalam perang sipil itu pada 2015 melawan pihak Houthi guna memulihkan pemerintahan Hadi, yang digulingkan dari ibu kota Sanaa pada 2014.



Credit  republika.co.id