Tampilkan postingan dengan label UEA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UEA. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 Agustus 2018

UAE sampaikan solidaritas untuk lawan "campur tangan asing"

UAE sampaikan solidaritas untuk lawan "campur tangan asing"
Burj Khalifa di Dubai, Uni Emirat Arab. (Pixabay/dniyer)




Dubai, UAE (CB) - Uni Emirat Arab (UAE) pada Senin (6/8) menyampaikan "penolakan tegasnya" terhadap setiap campur tangan asing dalam urusan dalam negeri Arab Saudi, kata Kantor Berita UAE, WAM.

UAE dengan kuat mendukung setiap tindakan atau kebijakan yang mungkin dilakukan atau disahkan oleh Arab Saudi berkaitan dengan urusan dalam negerinya, kata Kementerian Urusan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional di dalam satu pernyataan.

Pernyataan UAE tersebut, sekutu utama regional Arab Saudi, dikeluarkan sehari setelah Arab Saudi memutuskan untuk mengusir duta besar Kanada dan menarik duta besarnya, kata Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi.

Kanada telah mengecam penangkapan belum lama ini oleh Arab Saudi atas pegiat hak asasi perempuan, demikian Saudi Press Agency.

Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan di dalam satu pernyataan Duta Besar Kanada untuk Arab Saudi Dennis Horak dinyatakan sebagai persone non grata dan harus meninggalkan Kerajaan itu dalam waktu 24 jam.

"UAE dengan solidaritas mendukung Riyadh dalam menghadapi setiap campur tangan asing yang bisa merusak kedaulatannya," kata pernyataan UAE tersebut.




Credit  antaranews.com




Selasa, 07 Agustus 2018

Soal Pengusiran Dubes Kanada, UEA Dukung Sikap Saudi


Soal Pengusiran Dubes Kanada, UEA Dukung Sikap Saudi
Uni Emirat Arab (UEA) menyatakan dukungan penuh atas keputusan Arab Saudi mengusir diplomat Kanada. Foto/Istimewa

ABU DHABI - Uni Emirat Arab (UEA) menyatakan dukungan penuh atas keputusan Arab Saudi mengusir diplomat Kanada. UEA menyatakan, mereka menolak apa yang disebut sebagai campur tangan Ottawa dalam urusan internal Riyadh.

Saudi mengusir Duta Besar (Dubes) Kanada dan membekukan semua transaksi perdagangan dan investasi baru dengan Kanada, setelah penangkapan aktivis HAM di Saudi dikritik. Kementerian Luar Negeri Saudi menyatakan, Dubes Kanada Dennis Horak berstatus persona non-grata dan diberi waktu 24 jam untuk hengkang dari negara Muslim tersebut

“Kita akan selalu berdiri bersama Arab Saudi dalam membela kedaulatan dan hukumnya dan mengambil prosedur yang diperlukan," kata Menteri Luar Negeri UEA, Anwar Gargas dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Al Arabiya pada Senin (6/8).

"Kami juga tidak dapat menerima hukum dan kedaulatan kami untuk ditawar atau mengalami tekanan. Kepercayaan beberapa negara bahwa gaya dan pengalaman mereka memungkinkan mereka untuk campur tangan dalam urusan kami tidak dapat diterima," sambungnya.

Sebelumnya, dukungan serupa juga disampaikan oleh Bahraian. Manama menegaskan bahwa mereka menegaskan solidaritas penuh dengan Saudi, terhadap siapa pun yang berusaha merusak kedaulatannya.

Sementara itu, Kanada menyatakan mereka akan mencoba meminta penjelasan dari Saudi mengenai pengusiran Duta Besar dan juga pembekukan semua transaksi perdagangan dan investasi baru Kanada disana.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Kanada, Marie-Pier Baril menyatakan mereka akan mencoba mencari kejelasan mengenai situasi ini. Namun, dia juga menegaskan bahwa Kanada akan selalu mendukung perlindungan HAM dan membela hak untuk menyampaikan pendapat.

"Kanada akan selalu membela perlindungan hak asasi manusia, termasuk hak-hak perempuan, dan kebebasan berekspresi di seluruh dunia. Kami akan mencoba menjadi penjelasan dari pemerintah Saudi," ucap Baril. 



Credit  sindonews.com


Jumat, 27 Juli 2018

Houthi Klaim Serang Bandara Abu Dhabi dengan Drone



Gerilyawan Houthi (ilustrasi)
Gerilyawan Houthi (ilustrasi)
Foto: EPA/Yahya Arhab


Pejabat UEA membantah adanya serangan bandara menggunakan pesawat tak berawak.



CB, YAMAN -- Gerilyawan Houthi Yaman mengatakan mereka telah menyerang Bandara Internasional Abu Dhabi di Uni Emirat Arab (UEA) dengan pesawat tak berawak, Kamis (26/7). Menurut saluran televisi Al-Masirah yang dikelola Houthi, pesawat drone Sammad-3 meluncurkan tiga serangan di bandara tersebut. Namun, belum jelas apakah ada kerusakan atau korban.

Bandara Abu Dhabi sebelumnya juga mengabarkan ada sebuah insiden pada kendaraan pengangkut barang di bandara. Namun, tidak jelas apakah itu terkait dengan serangan pesawat tak berawak seperti yang dilaporkan.

Sumber militer Houthi mengatakan pesawat tanpa awak itu terbang sejauh 1.500 kilometer sebelum mencapai bandara Abu Dhabi. Juru bicara Houthi, Jenderal Abdullah al-Jafri mengatakan, pesawat tak berawak itu mampu menghancurkan infrastruktur penting dari koalisi militer Saudi-Emirat yang memerangi pemberontak di Yaman.

"Mereka mengejek kami sebelumnya, tetapi izinkan saya menjelaskan bahwa tahap berikutnya akan menargetkan infrastruktur musuh kami di Saudi dan UEA," ujar Abdullah seperti dilansir di Aljazirah, Jumat (27/7).

Seorang pejabat UEA membantah adanya serangan bandara menggunakan pesawat tak berawak tersebut. Meskipun ada bantahan itu, orang-orang di media sosial menuliskan banyak penerbangan di bandara yang tertunda.


"Operasi di bandara adalah bisnis seperti biasanya," kata pejabat UEA yang tidak disebutkan namanya itu.

Menanggapi hal itu, juru bicara Houthi, Mohammed Abdul-Salam mengatakan kepada Al Jazirah melalui saluran telepon bantahan UEA itu tidak berdasar. "Itu bohong. Mereka tidak bisa mengingkari realitas baru di lapangan," kata Abdul-Salam.

"Kami berada dalam keadaan perang. Kami diserang setiap hari. Orang-orang kami dibantai setiap hari. Kota-kota kami, bandara kami sedang ditargetkan oleh koalisi Saudi-UAE. Jadi mengapa mereka terkejut dengan kami menyerang posisi mereka?" ujarnya.




Credit  republika.co.id




Jumat, 06 Juli 2018

Delegasi Militer Uni Emirat Arab Kunjungi Israel, Beli Jet?



Jet tempur F-35 milik Israel mengudara dalam upacara wisuda pilot angkatan udara Israel di pangkalan udara Hatzerim di Israel selatan, 29 Desember 2016. REUTERS/Amir Cohen
Jet tempur F-35 milik Israel mengudara dalam upacara wisuda pilot angkatan udara Israel di pangkalan udara Hatzerim di Israel selatan, 29 Desember 2016. REUTERS/Amir Cohen

CB, Jakarta - Satu delegasi militer dari Uni Emirat Arab, UAE, baru-baru ini melakukan kunjungan resmi ke Israel. UAE ingin membeli jet tempur F-35s.
"Angkatan Udara Israel, belum lama ini, mendapatkan kunjungan delegasi militer UAE untuk melihat kemampuan jet tempur F-35 buatan Amerika Serikat," demikian kabar dari saluran televisi berita Israel, 124, mengutip sumber yang tak bersedia disebutkan namanya.

Jet tempur F-35 milik Israel mengudara dalam upacara wisuda pilot angkatan udara Israel di pangkalan udara Hatzerim di Israel selatan, 29 Desember 2016. REUTERS/Amir Cohen
"Satu delegasi Amerika Serikat juga hadir pada saat yang sama," tambah sumber.
Menurut laporan 124 sebagaimana diberitakan Middle East Monitor, UAE berusaha membeli jet tempur F-35s di tengah sejumlah laporan munculnya persekutuan Israel- Negara Teluk melawan Iran.
"UAE membenarkan laporan atas kunjungan delegasi militer mereka ke Israel meskipun kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik," tulis Middle East Monitor.
Militer UAE turun dari helikopter saat melakukan penyergapan sebuah bus dalam latihan militer di Al Ain, Uni Emirat Arab, 24 Februari 2018.
Sementara itu, laporan New Yorker menyebutkan, Israel dan UAE secara diam-diam melakukan hubungan selama dua dekade, sejak 1990-an. Hubungan itu difokuskan pada tukar menukar informasi intelijen, "Termasuk jual beli senjata," tulis Times of Israel."
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga sering kali disebut-sebut melakukan kesepakatan rahasia dengan negara-negara Sunni Arab untuk menghadapi Iran yang dianggap sebagai musuh bersama.





Credit  tempo.co




Uni Emirat Arab kembali tunda peluncuran reaktor nuklir


Uni Emirat Arab kembali tunda peluncuran reaktor nuklir
Ilustrasi reaktor nuklir ( REUTERS/Robert Pratta)



Abu Dhabi (CB) - Uni Emirat Arab mengatakan bahwa reaktor nuklir pertamanya akan mulai dioperasikan pada akhir 2019 atau awal 2020, yang artinya peluncuran pembangkit listrik tenaga atom pertama Dunia Arab itu kembali tertunda.

"Pembangunan pertama dari empat reaktor di pembangkit listrik Barakah senilai 20 miliar dolar AS telah rampung sebelum dioperasikan pada akhir 2019 (atau) awal 2020,” kata Emirates Nuclear Energy Corpation, yang dikutip kantor berita negara WAM.

Reaktor pertama dijadwalkan beroperasi tahun lalu, tetapi peluncuran awalnya ditunda hingga 2018 untuk memberikan waktu persetujuan regulator dan pemeriksaan keselamatan menyeluruh.


Alasan untuk penundaan terbaru tidak diumumkan. Badan usaha milik negara ENEC mengatakan reaktor kedua sudah 93 persen selesai, reaktor ketiga sudah 83 persen selesai dan reaktor keempat sudah 72 persen.

Pembangkit listrik tenaga nuklir di barat Abu Dhabi sedang dibangun oleh konsorsium yang dipimpin Korea Electric Power Corporation.

Jika sudah beroperasi secara penuh, keempat reaktor akan menghasilkan listrik 5.600 megawatt, atau sekitar 25 persen dari kebutuhan UEA, menurut Kementerian Energi.

Nuklir dan energi terbarukan ditargetkan menyumbang sekitar 27 persen dari listrik UEA pada 2021.

UAE mengatakan ingin 50 persen energinya dihasilkan oleh sumber-sumber bersih pada 2050.

Arab Saudi, pengekspor minyak mentah terbesar dunia, berencana untuk membangun hingga 16 reaktor nuklir, tetapi proyek-proyek tersebut belum terwujud, demikian dilansir kantor berita AFP.




Credit  antaranews.com


Jumat, 22 Juni 2018

UEA Sebut Gerilyawan Houthi Halangi Bantuan Buat Warga Yaman


[ilustrasi] Milis Houthi di Sana'a, Yaman.
[ilustrasi] Milis Houthi di Sana'a, Yaman.
Foto: EPA/Yahya Arhab

Gerilyawan Houthi menghalangi pembongkaran bantuan di Pelabuhan Hodeidah




CB, DUBAI -- Uni Emirat Arab (UEA) menuduh gerilyawan Houthi menghalangi bantuan buat warga sipil di Yaman. UEA juga mendesak gerilyawan agar meninggalkan Kota Pelabuhan Laut Merah Yaman, Hodeidah.

"Gerilyawan Houthi menghalangi pembongkaran bantuan di Pelabuhan Hodeidah, menghancurkan sitem pengairan dan pembuangan, secara membabi-buta menaruh ranjau, bahan peledak rakitan (IED), penembak gelap dan senjata berat di sekitar daerah permukiman," kata Kementerian Luar Negeri UAE di akun Twitter, Kamis (21/6).

Menurut Menlu UEA Anwar Gargash, penarikan penuh, damai dan tanpa syarat gerilyawan Houthi dari kota tersebut dan pelabuhan Hodeidah adalah satu-satunya jalan guna menghindari bertambah buruknya situasi di dalam kota itu dan sekitarnya.

Meskipun koalisi militer pimpinan Arab Saudi telah membuat kemajuan dalam beberapa pekan belakangan, pejabat senior UEA tersebut kembali menyatakan bahwa aliansi itu takkan mengubah sasaran strategisnya. "Kami akan terus melancarkan tekanan militer dan menghormati kondisi kemanusiaan yang rapuh. Pembebasan Hodeidah akan mempercepat penyelesaian damai buat Yaman dan rakyat Yaman."

"Koalisi pimpinan Arab Saudi di Yaman telah merebut kekuasaan atas bandar udara Hodeidah dan terus menyerang daerah kantung perlawanan gerilyawan Houthi di dekatnya," kata seorang juru bicara koalisi tersebut pada Rabu (20/6).

Hodeidah adalah jalur kehidupan buat import dan pengangkutan bantuan kemanusiaan ke Yaman Utara. Koalisi pimpinan Arab Saudi mencampuri perang saudara di Yaman pada Maret 2015.



Credit  republika.co.id






Rabu, 20 Juni 2018

Jenderal UEA Dikabarkan Tewas dalam Pertempuran di Hodeidah



Wakil Kepala Staf Angkatan Darat UEA, Mayjen Eisa Saif al-Mazrouei.[newnewss.net]
Wakil Kepala Staf Angkatan Darat UEA, Mayjen Eisa Saif al-Mazrouei.[newnewss.net]

CB, Jakarta - Media Yaman pro Houthi melaporkan bahwa Wakil Kepala Staf Angkatan Bersenjata UEA dikabarkan tewas dalam pertempuran sengit yang terjadi kota pelabuhan penting Hodeidah, di pantai barat Yaman antara milisi Houthi dengan koalisi Arab.
Dilansir dari media Iran, Mehr News Agency, pada 19 Juni 2018, televisi berbahasa Arab yang berbasis di Teheran, Al-Alam, mengutip bahwa Wakil gubernur provinsi Hudaida, Ali Qashar, Senin kemarin mengatakan bahwa dalam pertempuran Sabtu dan Minggu di sepanjang garis pantai barat Hodeidah, 43 pasukan koalisi yang dipimpin UAE tewas, termasuk Wakil kepala staf Angkatan Bersenjata UEA, Mayor Jenderal Eisa Saif al-Mazrouei, dan beberapa pejabat militer UEA lainnya. Namun belum ada tanggapan dari pihak UEA terkait kabar ini.

Surat kabar UEA, Al-Bayan, melaporkan pada 16 Juni bahwa Eisa Saif al-Mazrouei mengunjungi pasukan UEA di front Pantai Barat.

Jenderal Shaikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, Pangeran Abu Dhabi dan Panglima Angkatan Bersenjata UEA, bersama Mayor Jenderal Eisa Saif Al Mazrouei.[Khaleej Times]
Menurut pejabat Yaman, jumlah pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi dan UEA yang tewas dalam pertempuran Hodeidah telah mencapai 253.
Sementara Farsnews melaporkan pada Minggu 17 Juni, laskar Ansarullah Yaman membantah laporan koalisi Arab yang mengklaim telah merebut Hodeidah dan menambahkan pasukan koalisi Arab mundur di sepanjang garis front.

"Sebuah pertempuran menunggu koalisi Arab yang tidak dapat bertahan. Koalisi Arab tidak akan memenangkan pertempuran di Hodeidah," kata juru bicara Ansarullah, Mohammed Abdulsalam kepada televisi Al-Mayadeen yang berbasis di Lebanon.
Namun pasukan Yaman dukungan koalisi Arab yang dipimpin Arab Saudi dan UEA mengklaim memasuki kompleks bandara di kota pelabuhan Yaman, Hodeidah, Selasa, 19 Juni.
"Dengan partisipasi dan dukungan dari angkatan bersenjata Emirat, pasukan gabungan Yaman memasuki bandara Hodeidah," tulis kantor berita negara UEA, WAM.




Credit  tempo.co





Jumat, 11 Mei 2018

UEA Masukkan 9 Warga dan Entitas Iran dalam Daftar Terorisme



UEA Masukkan 9 Warga dan Entitas Iran dalam Daftar Terorisme
UEA memasukkan sembilan warga dan entitas asal Iran dalam daftar terorisme. Foto/Istimewa


ABU DHABI - Uni Emirat Arab (UEA) telah menempatkan sembilan orang dan entitas Iran dalam daftar teroris dan organisasi teroris. Mereka dicurigai mempunyai hubungan dengan pasukan elit Pengawal Revolusi Iran.

Sanksi yang dijatuhkan oleh UEA ini dilakukan setelah Amerika Serikat (AS) melakukan hal yang sama.

"Sembilan individu dan entitas telah diketahui mendapatkan dan mentransfer jutaan uang tunai dalam mata uang dolar AS ke Pasukan Penjaga Korps Revolusi Islam Iran," seperti dikutip Reuters dari laporan kantor berita negara WAM, Jumat (11/5/2018).

Namun laporan itu tidak menyebutkan apakah ada orang atau entitas yang memiliki hubungan ke UEA. Langkah itu diambil berkat kerja sama erat dengan AS, yang telah menunjuk individu dan entitas yang sama, tambahnya.

Sebelumnya diwartakan (AS) menjatuhkan sanksi  terhadap individu dan sejumlah perusahaan Iran. Sanksi baru itu dijatuhkan hanya selang beberapa hari setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan negara itu keluar dari kesepakatan nuklir.

Pada bulan Februari 2015, Reuters melaporkan bahwa setidaknya USD 1 miliar uang tunai telah diselundupkan ke Iran meskipun ada sanksi AS dan lainnya. Sebelum mencapai Iran, uang itu diteruskan melalui penukaran uang dan perusahaan di Dubai, Uni Emirat Arab, dan Irak, sumber mengatakan kepada Reuters.

Laporan itu mengatakan bank sentral Iran telah bekerja dengan entitas lain, termasuk perusahaan-perusahaan Iran yang terkena sanksi, untuk mencari cara memperoleh dolar AS, termasuk menggunakan perusahaan lain dan jaringan mereka. Mereka mengatakan bank sentral telah memberi perintah kepada perusahaan di luar negeri untuk membeli dolar.

Sebelum kesepakatan nuklir 2015 tercapai, perusahaan-perusahaan Iran telah menjamur di Dubai untuk memfasilitasi pembayaran ke Teheran. Penggunaan beberapa perusahaan lain, yang membeli dolar dari pedagang mata uang di Dubai dan Irak, lebih disukai karena menyembunyikan jumlah keseluruhan operasi pembelian dolar. 




Credit  sindonews.com





Rabu, 09 Mei 2018

Palestina Kecam Bahrain dan UEA Ikut Balap Sepeda di Israel


Bendera Israel (ilustrasi)
Bendera Israel (ilustrasi)
Foto: Antara

Kehadiran dua negara Teluk dalam balap sepeda melanggar boikot terhadap Israel.



CB, RAMALLAH -- Otoritas Palestina mengecam Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) karena telah ikut serta dalam pembukaan balap sepeda Giro d'Italia di Israel akhir pekan ini. Kehadiran tim dari dua negara Teluk dalam acara balap sepeda bergengsi itu melanggar boikot terhadap Israel yang telah diberlakukan sejak dimulainya konflik Arab-Israel pada 1948.

Israel menjadi tuan rumah dari tiga tahap pembukaan acara Giro d'Italia tahun ini, sebelum kemudian pindah ke negara tuan rumah utamanya di Italia. Dalam sebuah pernyataan yang ditujukan kepada negara-negara Arab lainnya, Komite Olimpiade Palestina mengatakan partisipasi Bahrain dan UEA bagaikan 'menusuk dari belakang' terhadap pengorbanan besar yang dilakukan oleh rakyat Palestina.

Dilansir di The Independent, tak satu pun dari delapan atlet sepeda di tim Bahrain Merida dan UAE Team Emirates, yang berkewarganegaraan Bahrain atau UEA. Namun para atlet akan tetap mengenakan kaus yang dihiasi dengan bendera nasional dan sponsor-sponsor milik negara, seperti Emirates Airlines dan Bahrain Petroleum Company. Belum ada tim yang menanggapi permintaan komentar yang dikirim melalui email terkait keikutsertaan mereka.

Malak Hassan, pendiri klub Cycling Palestine, mengutuk langkah itu dan mengatakan pos-pos pemeriksaan Israel telah melarang dia dan sesama penggemar sepeda untuk bepergian dengan bebas. "Kami terkejut, Israel mencoba untuk memoles citranya dengan menyelenggarakan perlombaan ini," kata Hassan.

"UEA dan Bahrain tahu banyak tentang tujuan kami dan kami tidak perlu menjelaskan kepada mereka mengapa mereka tidak seharusnya ikut serta," ujarnya.


Atlet individu Israel secara berkala telah berpartisipasi dalam acara-acara olah raga di negara-negara Teluk Arab, seperti Qatar Open pada Januari lalu. Namun, partisipasi dalam bentuk tim yang menampilkan bendera Israel sangat jarang terjadi.

"Ini adalah sebuah kesalahan. Normalisasi dengan entitas pendudukan tidak boleh dilakukan, tak peduli apapun bentuknya," kata Abdullah al-Shayji, profesor di Universitas Kuwait, yang menanggapi keikutsertaan tim-tim negara Teluk di Israel.

Keikutsertaan tim-tim Teluk dalam perlombaan itu mungkin menandakan hubungan yang mencair di antara negara-negara sekutu AS. Mereka sama-sama memusuhi Iran, tetapi juga memicu tuduhan bahwa mereka telah meninggalkan Palestina.

Bersama dengan sebagian besar negara Arab dan negara Muslim lainnya, kedua negara Teluk itu tidak mengakui Israel karena solidaritas terhadap Palestina. Arab Saudi, sekutu utama Bahrain dan UEA, juga telah bekerja sama erat dengan AS terkait rencana perdamaian Timur Tengah.

Pada November lalu, seorang anggota kabinet Israel membeberkan kontak-kontak rahasia dengan Riyadh. Pengakuan dari transaksi rahasia ini masih disangkal oleh kerajaan.

Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman mengatakan dalam sebuah wawancara yang dipublikasikan bulan lalu, penduduk Israel berhak untuk hidup damai di tanah mereka sendiri. Pengakuan tentang hak Israel semacam itu sangat jarang dikemukakan oleh seorang pemimpin senior Arab.







Credit  republika.co.id




Jumat, 04 Mei 2018

UEA Sebar 100 Tentara di Socotra, Rakyat Yaman Marah


UEA Sebar 100 Tentara di Socotra, Rakyat Yaman Marah
Para penduduk di Yaman melakukan protes kemarahan setelah Uni Emirat Arab menyebarkan ratusan tentara di pulau Socotra. Foto/ Al Jazeera

SANAA - Protes kemarahan terjadi di Yaman setelah Uni Emirat Arab (UEA) menyebarkan lebih dari 100 tentara ke pulau Socotra yang telah ditetapkan sebagai situs warisan dunia. Rakyat Yaman menuntut ratusan tentara asing ditarik dari pulau tersebut.

UEA menyebarkan ratusan tentara dengan empat pesawat militer. Pengerahan pasukan secara ilegal di pulau terkenal itu terjadi pada hari Rabu.

Penduduk setempat mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tindakan pengerahan ratusan tentara itu sebagai upaya untuk mengintimidasi para pejabat dari pemerintah Yaman yang diakui secara internasional.

Ratusan warga Yaman keluar rumah untuk menyambut kedatangan Perdana Menteri Ahmed bin Daghr dan 10 menteri ke pulau tersebut. Massa mengecam kehadiran pasukan UEA di pulau Socotra.

Dalam aksinya, para demonstran meneriakkan slogan untuk mendukung Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi dan seluruh rakyat Yaman bersatu.

Para warga setempat mengatakan banyak orang marah setelah muncul laporan bahwa pasukan Uni Emirat Arab telah mengusir tentara Yaman yang ditugaskan untuk melindungi bandara di pulau tersebut.

Pulau Socotra terletak di sebelah timur Tanduk Afrika di Laut Arab. Pulau yang dihuni sekitar 60.000 orang itu dikenal karena flora dan fauna yang unik, dan telah dikelola oleh Yaman selama lebih dari dua abad terakhir.

Namun sejak UAE intervensi perang Yaman pada Maret 2015, pasukan asing tersebut mengeksploitasi kekosongan keamanan dan mencoba mendapatkan pihakan di pulau strategis itu. Pasukan UEA hadir di Yaman sebagai bagian dari koalisi pimpinan Arab Saudi yang berusaha untuk menyingkirkan kelompok pemberontak Houthi atas permintaan Presiden Hadi.

UAE sendiri telah mengonfirmasi bahwa pasukannya melakukan operasi militer di Socotra. Media lokal melaporkan bahwa UAE telah menyewa Socotra dan pulau Abd al-Kuri di dekatnya selama 99 tahun.

Bendera UAE dan gambar Putra Mahkota Mohammed bin Zayed Al Nahyan menghiasi bangunan resmi dan jalan raya yang sibuk di pulau tersebut.

Andreas Krieg, seorang akademisi di King's College London, mengatakan bahwa perkembangan terakhir di Socotra adalah bagian dari strategi yang jauh lebih besar untuk mengkonsolidasikan kekuatan di Yaman selatan.

"UAE melihat diri mereka sendiri, atau ingin melihat diri mereka di masa depan, sebagai penghubung antara timur dan barat," ujarnya, yang dikutip Jumat (4/5/2018).
"Sangat penting bagi mereka untuk mengontrol hubungan perdagangan yang sebagian besar melalui saluran dan Selat Bab al-Mandeb antara Yaman dan Tanduk Afrika," lanjut Krieg.

"Apa yang mereka lakukan adalah menemukan sebuah pulau yang terletak sangat strategis, bertindak sebagai pembawa pesawat di tengah samudra Hindia dan di mana mereka dapat mengontrol lalu lintas sambil memberikan akses yang menguntungkan ke negara-negara yang terkait dengan mereka," imbuh Krieg.








Credit  sindonews.com




Sabtu, 28 April 2018

Jerman akan Larang Ekspor Senjata ke Saudi, UEA, dan Turki





Saat ini Jerman sedang menggodok RUU larangan ekspor senjata tersebut
 
 
CB, BERLIN -- Pemerintah Jerman sedang menggodok rancangan undang-undang (RUU) yang akan melarang ekspor senjata ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Turki. Jerman menganggap ketiga negara terlibat dalam konflik militer.
Dilaporkan laman Aljazirah, draf RUU ini diusulkan oleh partai oposisi sosial-demokratik Die Linke. Dalam RUU tersebut, selain senjata, diatur pula pelarangan pengiriman berbagai barang serta jasa ke negara-negara yang mungkin menggunakannya untuk pelanggaran hak asasi manusia.
Kendati demikian, draf RUU tersebut banyak mencurahkan fokusnya ke Saudi, UEA, dan Turki. Saudi dan UEA dinilai berperan dalam peperangan atau konfrontasi senjata yang kini masih berlangsung di Yaman. Sedangkan Turki dianggap berperan dalam eskalasi militer yang terjadi di Afrin, Suriah, di mana mereka menargetkan paramiliter Kurdi.
Bila disetujui, UU ini akan melarang ekspor berbagai jenis senjata dan beragam barang lainnya yang dapat digunakan Saudi, UEA, dan Turki, dalam menunjang operasi militernya masing-masing. Hal ini tentu akan memangkas pendapatan Jerman dari bidang pertahanan.
Antara 2013 dan 2017, Saudi menjadi salah satu negara yang menerima pasokan senjata terbesar dari Jerman. Nilai pembelian senjata Saudi ke Jerman diperkirakan mencapai 1,2 miliar dolar AS.
Pada kuartal ketiga 2017, Jerman mengekspor sebagian besar senjata ke Saudi, Israel, dan Mesir. Namun pada Januari lalu, Pemerintah Jerman telah mengumumkan akan menghentikan semua ekspor senjata ke negara-negara yang terlibat dalam perang yang sedang berlangsung di Yaman.
Dalam RUU terbaru, larangan ekspor senjata diperluas dengan menyertakan Turki serta negara-negara lain yang berpotensi melanggar hak asasi manusia.


Credit  republika.co.id



Selasa, 20 Maret 2018

Qatar minta AS selidiki ulah UEA manipulasi mata uangnya


Qatar minta AS selidiki ulah UEA manipulasi mata uangnya
Qatar (REUTERS/Thomas White/Illustrat)



London (CB) - Qatar meminta bantuan Amerika Serikat untuk menyelidiki anak perusahaan bank besar Uni Emirat Arab yang beroperasi di AS yang dituduh Qatar membuat kesepakatan-kesepakatan valuta asing palsu yang dirancang untuk merusak ekonomi Qatar sebagai bagian dari blokade oleh tetangga-tetangganya di Teluk.

Firma hukum sewaan Bank Sentral Qatar telah menyurati Departemen Keuangan AS untuk meminta menyelidiki NBAD Americas yang adalah anak perusahaan First Abu Dhabi Bank (FAB) yang berusaha di AS.  Saham mayoritas FAB ini dikuasai oleh pemerintah UEA.

Dalam surat kedua, para pengacara dari Paul, Weiss, Rifkind, Wharton & Garrison meminta Komisi Perdagangan Komoditas Berjangka AS (CFTC) menyelidiki dugaan manipulasi mata uang Qatar, riyal.

Permintaan investigasi ini memperdalam krisis diplomatik yang meledak Juni tahun lalu ketika Arab Saudi, Mesir, UEA, dan Bahrain menerapkan boikot ekonomi kepada Qatar atas tuduhan mendukung militan islamis dan Iran.

"Kami yakin NBAD berpartisipasi dalam skema ganjil dan melawan hukum untuk melancarkan perang mata uang terhadap Qatar, termasuk lewat manipulasi mata uang dan pasar sekuritas Qatar," tulis Qatar dalam surat kepada Departemen Keuangan AS tertanggal 26 Februari.

"Aksi-aksi ini harus segera dihentikan, dan kami meminta Anda menyelidiki apakah NBAD telah secara langsung atau tidak langsung membantu manipulasi pasar Qatar, termasuk melalui kliring dolar NBAD America atau berkaitan dengan layanan perbankan di Amerika Serikat."

FAB yang dibentuk dari merger First Gulf Bank dan National Bank of Abu Dhabi tahun lalu itu membantah tuduhan telah memanipulasi riyal Qatar.

"FAB menjalankan usahanya sesuai dengan standard-standard profesional tertinggi dan mematuhi hukum serta aturan yurisdiksi di mana pun kami beroperasi. FAB tegas membantah rumor itu," kata FAB seperti dikutip Reuters.


Credit  antaranews.com


Sabtu, 17 Maret 2018

Turuti Permintaan AS, UE Ajukan Sanksi Baru untuk Iran



Turuti Permintaan AS, UE Ajukan Sanksi Baru untuk Iran
Foto/Ilustrasi/Sindonews/Ian

BRUSSELS - Prancis, Jerman dan Inggris telah mengusulkan sanksi baru untuk Iran. Pembatasan baru akan menargetkan program dan aktivitas rudal Iran di Suriah.

Hal itu dilakukan untuk menjaga Amerika Serikat (AS) tetap berada dalam perjanjian nuklir 2015 yang ditandatangan bersama dengan Teheran.

Mengutip sebuah dokumen yang diperolehnya, Reuters melaporkan, sanksi tersebut akan diberlakukan secara khusus terhadap warga Iran yang terlibat dalam pengembangan program rudal balistik negara tersebut.

"Oleh karena itu kami akan mengerdarkan dalam beberapa hari mendatang, daftar orang dan entitas yang kami yakini harus ditargetkan berdasarkan peran publik mereka," bunyi dokumen tersebut, merujuk pada orang-orang yang terlibat dalam program rudal Iran dan dukungan terhadap pemerintah Suriah  seperti dilansir RT dari Reuters, Sabtu (17/3/2018).

Dokumen rahasia tersebut juga mengatakan bahwa ketiga negara Eropa telah terlibat dalam perundingan intensif dengan pemerintah Trump untuk mendapatkan penegasan kembali dukungan AS yang jelas dan berkelanjutan atas kesepakatan nuklir.

Diplomat yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters bahwa kekuatan Eropa mengadakan beberapa putaran pembicaraan dengan AS mengenai masalah ini minggu ini.

Teks dokumen tersebut juga dikirim ke Ibu Kota Uni Eropa (UE), Brussels, pada hari Jumat untuk mendapatkan dukungan atas keputusan menjatuhkan sanksi baru, yang memerlukan dukungan dari 28 negara anggota UE.

Ketiga negara percaya bahwa tindakan tersebut dibenarkan oleh kesepakatan nuklir 2015. Dokumen tersebut mengatakan bahwa penandatangan perjanjian tersebut secara sah berhak untuk menerapkan sanksi tambahan terhadap Iran selama tindakan baru ini tidak terkait dengan nuklir atau tidak serupa dengan pembatasan yang sebelumnya dicabut di bawah JPCOA.

Menurut Reuters, daftar sanksi berpotensi mencakup larangan perjalanan dan pembekuan aset pada individu, serta larangan melakukan bisnis atau membiayai perusahaan publik dan swasta. Dokumen usulan itu dibangun diatas pembatasan Uni Eropa terhadap Suriah.

Berita ini muncul saat penandatangan kesepakatan tersebut menghadiri sebuah pertemuan rutin yang bertujuan untuk meninjau pelaksanaan kesepakatan itu, yang juga dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA). Perwakilan dari AS, Rusia, China, Prancis, Jerman, Inggris dan Iran bertemu di Wina pada hari Jumat.

Sebelumnya, diplomat Eropa mengatakan bahwa mereka sangat ingin menyelamatkan kesepakatan dari potensi keruntuhan dengan mengecilkan hati Presiden AS Donald Trump yang mengancam akan menarik dari pada bulan Mei. Pada 12 Mei, Trump diperkirakan akan memperpanjang keringanan sanksi ekonomi yang dikenakan pada Iran. Ia mengatakan, bagaimanapun, bahwa ia tidak akan melakukannya jika kesepakatan itu tidak "diperbaiki".

JCPOA dinegosiasikan pada musim panas tahun 2015 dengan ketentuan yang dimaksudkan untuk mengurangi program nuklir Teheran dengan mengurangi jumlah fasilitas pengayaannya sebesar dua pertiga, mengurangi stok uranium yang diperkaya sebesar 98 persen dan mempertahankan pengayaan di bawah tingkat senjata. Sebagai gantinya, enam negara sepakat untuk mencabut sanksi yang dikenakan pada Republik Islam selama satu dekade karena program nuklirnya.

Namun, kesepakatan tersebut tidak pernah menutupi aktivitas rudal Iran atau tindakan lainnya. Iran berulang kali menolak untuk membahas program rudalnya dengan negara-negara Barat, menambahkan bahwa program rudalnya dikembangkan semata-mata untuk tujuan pertahanan.

Pada awal Maret, juru bicara Angkatan Bersenjata Iran Masoud Jazayeri mengatakan bahwa Teheran akan melakukan negosiasi mengenai isu program rudal Iran hanya setelah AS dan Eropa menghancurkan senjata nuklir dan rudal jarak jauh yang mereka miliki. Pada saat yang sama, seorang penasihat senior pemimpin tertinggi Iran mengatakan bahwa Republik Islamlah yang akan memutuskan jenis rudal yang bisa dimilikinya.

Teheran juga menolak untuk menegosiasikan kembali kesepakatan 2015 dan mengatakan tidak akan menerima kesepakatan tambahan untuk itu.

"JCPOA adalah produk negosiasi panjang dan satu paket pertukaran yang telah dilakukan," ujar wakil menteri luar negeri Iran, Abbas Araghchi, saat dia mengesampingkan adanya perubahan atau amandemen terhadap perjanjian itu.

Kepatuhan Teheran terhadap kesepakatan 2015 kemudian berulang kali dikonfirmasi oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA), sebuah badan pengawas nuklir PBB. Trump, bagaimanapun, berulang kali menyebut kesepakatan itu sebagai kesepakatan terburuk yang pernah dinegosiasikan, dan menunjukkan aspirasi yang jelas untuk membongkar hal itu dalam banyak kesempatan.

Rusia dan China tanpa henti memperingatkan AS untuk tidak secara sepihak merevisi kesepakatan tersebut, yang menurut mereka akan merugikan keamanan global. Pada akhir Januari, Moskow memperingatkan bahwa Washington "menghasut" negara-negara Eropa untuk mengubah atau memperbaiki kesepakatan nuklir dengan ancaman menarik diri dari kesepakatan tersebut dan menuntut agar "kekurangan" kesepakatan diperbaiki.





Credit   sindonews.com


Selasa, 13 Maret 2018

UEA tawarkan bantuan rekonstruksi masjid bersejarah di Mosul


UEA tawarkan bantuan rekonstruksi masjid bersejarah di Mosul
Menara Al-Hadba Masjid Agung Al Nuri terlihat melalui sebuah jendela bangunan di kota tua Mosul, Irak, Kamis (1/6/2017). (REUTERS/Alaa Al-Marjani/cfo/17)



Baghdad, Irak (CB) - Uni Emirat Arab (UEA) menawarkan untuk membangun kembali Masjid Agung Al-Nuri, masjid bersejarah yang dikenal dengan menara miringnya, menurut Pemerintah Irak.

Pernyataan dari Kantor Perdana Menteri Irak Haider Al-Abadi pada Minggu (11/3) menyebutkan bahwa Duta Besar UEA untuk Irak Hassan Ahmed Ash-Shihi mengajukan permohonan tersebut atas nama negaranya ketika ia diterima oleh Al-Abadi di kantornya.

Menurut pernyataan itu, Sheikh Mohammed bin Zayed An-Nahyan, Putra Mahkota Abu Dhabi, menggagas tawaran untuk membangun kembali Masjid Al-Nuri dan menaranya yang disebut Al-Hadbaa, salah satu tonggak sejarah paling terkenal di Kota Tua Mosul yang porak-poranda akibat perang.

Shihi mengatakan bahwa seorang utusan khusus dari UEA akan datang ke Baghdad untuk tujuan itu.

Pada gilirannya, Al-Abadi mengonfirmasi keinginan Irak untuk memperkuat hubungan dengan UEA berdasar kepentingan timbal-balik rakyat kedua negara.

Mosul, 400 kilometer sebelah utara ibu kota Irak, Baghdad, telah berada di bawah kendali ISIS sejak Juni 2014, ketika pasukan pemerintah meninggalkan senjata mereka dan melarikan diri, memungkinkan petempur kelompok itu menguasai banyak bagian Irak Utara dan Barat.

Pada 21 Juni 2017, petempur ISIS meledakkan Masjid Al-Nuri serta Menara Al-Hadbaa, sementara pasukan Irak mendesak ke dekat Masjid di sisi barat Mosul itu.

Masjid Al-Nuri dibangun tahun 1172 dengan menara miringnya yang terkenal, yang memberi kota tersebut julukan "Al-Hadbaa", atau "si bongkok". Masjid itu memiliki nilai sombolis, sebab itu adalah tempat pemimpin ISIS Abu Bakr Al-Baghdadi mengumumkan "kekhalifahan" lintas-perbatasan di Irak dan Suriah dalam penampilan tunggalnya di hadapan umum pada Juli 2014.

Pada 10 Juli, Al-Abadi secara resmi mengumumkan pembebasan Mosul dari petempur ISIS, setelah hampir sembilan bulan pertempuran sengit untuk mengusir militan ekstremis dari kubu utama terakhir mereka di Irak, demikian siaran kantor berita Xinhua.




Credit  antaranews.com







Rabu, 14 Februari 2018

Sri Mulyani Dinobatkan Jadi Menteri Terbaik di Dunia



Sri Mulyani Dinobatkan Jadi Menteri Terbaik di Dunia
Foto: Dok. Kemenkeu


Dubai - Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, mendapatkan Penghargaan Menteri Terbaik di Dunia (Best Minister in the World Award) di World Government Summit yang diselenggarakan di Dubai, Uni Arab Emirates. Penghargaan tersebut diserahkan oleh pemimpin Dubai, Sheikh Mohammad bin Rashid Al Maktoum.

"Penghargaan Menteri Terbaik ini merupakan penghargaan global yang diberikan kepada satu orang menteri dari semua negara di dunia setiap tahunnya dan mulai diberikan pada tahun 2016. Proses seleksi dan penentuan pemenangnya dilakukan oleh lembaga independen Ernst & Young dan diselenggarakan oleh World Government Summit," tulis keterangan resmi yang diterima detikFinance, Minggu (11/2/2018).

Menteri Keuangan Republik Indonesia dalam sambutannya menyampaikan apresiasinya menjadi penerima pertama dari Asia yang menerima penghargaan tersebut. Beliau mengatakan bahwa penghargaan tersebut merupakan pengakuan atas kerja kolektif pemerintah di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo, khususnya di bidang ekonomi. Menteri Keuangan juga mendedikasikan penghargaan tersebut kepada 257 juta rakyat Indonesia dan 78.164 jajaran Kementerian Keuangan yang telah bekerja keras untuk mengelola keuangan negara dengan integritas dan komitmen tinggi untuk menciptakan kesejahteraan rakyat yang merata dan berkeadilan.

Berbagai upaya reformasi kebijakan telah dicanangkan di Kementerian Keuangan, bertujuan untuk mendorong kebijakan fiskal menuju pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Reformasi birokasi di Kementerian Keuangan juga sudah membuahkan banyak hasil.

World Government Summit merupakan pertemuan tahunan yang diselenggarakan di Dubai, UAE, dan melibatkan segenap pemimpin pemerintahan dari seluruh dunia dalam suatu forum dialog global tentang proses pemerintahan dan kebijakan publik serta kaitannya dengan teknologi, inovasi, dan topik lain.

Forum ini menjadi ajang pertukaran pengalaman dan pengetahuan antara pejabat pemerintah, penentu kebijakan, pakar, dan pimpinan sektor swasta untuk melihat tren masa depan dan implikasinya bagi kemanusiaan. World Government Summit dihadiri lebih dari oleh lebih dari 4000 peserta dan 90 pembicara dari 150 negara dan lembaga internasional.

Melalui dukungan pemimpin Dubai, Sheikh Mohammad bin Rashid Al Maktoum, World Government Summit dimulai oleh sekelompok ahli dari berbagai bidang sebagai upaya untuk membawa segenap pemimpin pemerintahan, dunia usaha, dan masyarakat sipil dalam satu forum bersama. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kehidupan 7 miliar penduduk dunia.




Credit  finance.detik.com



Rabu, 17 Januari 2018

UAE Tuding Jet Tempur Qatar Cegat Dua Pesawat Komersial


UAE Tuding Jet Tempur Qatar Cegat Dua Pesawat Komersial
Ilustrasi jet tempur. Situasi Teluk Arab memanas setelah Uni Emirat Arab menuding jet tempur Qatar mencegat dua pesawat komersialnya yang hendak menuju Bahrain. (REUTERS/Kim Hong-Ji)


Jakarta, CB -- Ketegangan di Teluk Arab kembali meningkat setelah Uni Emirat Arab menuding jet tempur Qatar telah mencegat dua pesawat komersialnya yang hendak menuju Bahrain pada Senin (15/1).

Otoritas Penerbangan Sipil Umum UEA menganggap pencegatan yang dilakukan pesawat militer Qatar itu sebagai "ancaman jelas dan serius terhadap keselamatan penerbangan sipil yang terbukti melanggar hukum dan konvensi internasional."

Kantor berita pemerintah UEA, WAM, menyebut dua pesawat komersial itu telah memiliki semua izin yang diperlukan selama perjalanan. Berdasarkan keterangan Kementerian Luar Negeri Bahrain, salah satu pesawat itu merupakan milik maskapai penerbangan Emirates.


Menurut situs pelacak penerbangan, Flight Radar 24 dan Flight Aware, Emirate 837 mendarat di Bahrain pada Senin pagi sekitar satu jam lebih lama dari jadwal yang semestinya. Kedua situs itu juga menunjukkan bahwa pesawat itu lepas landas satu jam terlambat dari yang seharusnya.


Permintaan konfirmasi dari  CNN ke maskapai Emirates belum mendapat tanggapan. Identitas satu pesawat lainnya dan apakah pesawat itu berhasil mendarat di Bahrain sesuai rencana hingga kini belum diketahui.

"Perilaku bermusuhan Qatar terhadap pesawat penerbangan sipil kerap terjadi belakangan ini dan merupakan ancaman kehidupan warga sipil," bunyi pernyataan Kemlu Bahrain.

Menanggapi hal ini, juru bicara Kemlu Qatar, Lolwah Alkhater, membantah klaim UEA tersebut dengan mengatakan tuduhan itu "sepenuhnya salah."

Klaim pencegatan pesawat ini terjadi beberapa hari setelah Qatar menuding jet militer UEA terbang dan melanggar wilayah udara negaranya. Namun, UEA menampik tuduhan tersebut.

Duta besar Qatar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Alya Al Thani, bahkan menggambarkan manuver pesawat UEA itu sebagai "pelanggaran mencolok terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Qatar, serta pelanggaran terhadap ketentuan hukum internasional."

Insiden beberapa hari terakhir itu pun semakin menambah pelik krisis yang tengah mewarnai hubungan Qatar dan sejumlah negara Teluk seperti Arab Saudi, UEA, Bahrain, hingga Mesir.

Keempat negara itu memutus hubungan diplomatik dengan Qatar sejak 5 Mei 2017 karena menuding Doha telah mendukung aktivitas terorisme dan radikalisme di kawasan.






Credit  cnnindonesia.com




Qatar Bantah Jet Tempurnya Cegat 2 Pesawat Sipil UEA


Qatar Bantah Jet Tempurnya Cegat 2 Pesawat Sipil UEA
Pemerintah Qatar membantah tudingan bahwa jet tempur mereka telah mencegat pesawat komersil Uni Emirat Arab (UEA). Foto/Istiimewa


DOHA - Pemerintah Qatar membantah tudingan bahwa jet tempur mereka telah mencegat pesawat komersil Uni Emirat Arab (UEA). UEA kemarin menyatakan, jet tempur Qatar mencegat dua pesawat sipil atau pesawat penumpangnya.

“Negara Qatar mengumumkan bahwa klaim pesawat tempur Qatar yang mencegat pesawat sipil UEA benar-benar salah. Sebuah pernyataan rinci akan menyusul,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Lulwah al-Khater, seperti dilansir Al Jazeera pada Selasa (16/1).

Bantahan Qatar sendiri seperti mendapat dukungan dari Amerika Serikat (AS). Komando Pusat AS, yang berbasis di Pangkalan Udara al-Udeid di Qatar, mengatakan tidak memiliki laporan tentang insiden pencegatan yang melibatkan pesawat komersial di wilayah tersebut.

Seperti diketahui, kemarin kantor berita milik negara UEA, WAM melaporkan intersepsi atau pencegatan pesawat sipil yang pertama terjadi pada hari Senin. Laporan itu mengutip Otoritas Penerbangan Sipil setempat.

“GCAA mengutuk tindakan Qatar yang diduga sebagai ancaman yang mencolok dan serius terhadap keselamatan penerbangan sipil dan pelanggaran hukum internasional yang jelas,” bunyi laporan WAM.

Tak berselang lama, WAM kembali melaporkan pencegatan pesawat penumpang yang kedua oleh jet tempur Qatar terjadi saat sedang dalam perjalanan ke Bahrain. Namun, laporan itu tidak disertai rincian jam dan nama pesawat yang terlibat. 


Credit  sindonews.com










Rabu, 10 Januari 2018

Berdebat dengan UEA, Turki Ganti Nama Jalan


Presiden Turki Reccep Tayyip Erdogan
Presiden Turki Reccep Tayyip Erdogan


CB,  ISTANBUL -- Turki mengganti jalan di mana kedutaan Uni Emirat Arab (UEA) berdiri, Selasa (9/1). Ini dianggap sebagai upaya yang diperhitungkan untuk mengganggu negara tersebut.

Kedua negara tersebut terlibat perdebatan sejarah, yakni seorang komandan militer kerajaan Ottoman dituduh merampok kota suci Madinah oleh seorang menteri Emirat.

Siaran televisi menunjukkan pekerja di ibu kota Ankara mengganti tanda untuk 613th Street dengan satu jalur jalan Fahreddin Pasha. Jalur utama yang berdekatan diganti menjadi Defender of Medina Street.

Langkah tersebut dilakukan setelah sebulan lalu Menteri Luar Negeri UEA Abdullah bin Zayed al Nahyan membuat marah Presiden Recep Tayyip Erdogan. Al Nahyan meretweet kicauan di Twitter yang menuduh Fahreddin Pasha, gubernur Madinah 1916-1919 menganiaya orang-orang Arab dan mencuri manuskrip di kota suci tersebut. Cicitannya juga menggambarkan kekuatan Fahreddin di Madinah sebagai nenek moyang Erdogan.

Kemudian Erdogan menyerang balik dengan menghina UEA telah dimanjakan oleh uang dan minyak. Dia membela Fahreddin Pasha sebagai seorang Muslim yang melindungi kota suci dan harta karunnya dari pasukan Inggris.
"Di mana nenek moyangmu saat itu?" tanyanya, Selasa (9/1).

"Sekarang, alamat kedutaan untuk korespondensi resmi menjadi Defender of Medina Street, Fahreddin Pasha Road. Semoga bermanfaat," kata Wali Kota Ankara Mustafa Tuna, setelah nama jalan itu diganti.

Ketegangan antara kedua negara sudah terjadi sejak Turki berdiri di sisi Qatar dalam perselisihan diplomatik antara Qatar dengan beberapa negara Arab termasuk UEA. Mereka menuduh Qatar mendukung terorisme dan berhubungan dengan Iran.





Credit  REPUBLIKA.CO.ID






Selasa, 28 November 2017

UEA Tolak Solusi Iran dan Turki Soal Suriah


UEA Tolak Solusi Iran dan Turki Soal Suriah
Menteri Luar Negeri UEA Anwar Gargash melalui akun Twitternya mengatakan, pihaknya menolak solusi Iran dan Turki untuk menyelesaikan masalah di Suriah.Foto/Istimewa


ABU DHABI - Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) Anwar Gargash melalui akun Twitternya mengatakan, pihaknya menolak solusi Iran dan Turki untuk menyelesaikan masalah di Suriah.

Gargash dalam kicauanya menuturkan, solusi politik di Suriah adalah satu-satunya cara untuk menghentian pembantaian di negara tersebut. Namun, mereka tidak akan menerima solusi yang diajukan Iran dan Turki.

"Namun, dengan segala hal, itu bukanlah solusi yang diajukan Iran, dan Turki," kicau Gargash tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, seperti dilansir Al Arabiya pada Senin (27/11).

Dia lalu mengatakan, sangat disayangkan perkembangan internasional terkait krisis Suriah meminggirkan peran negara-negara Arab. "Kecuali usaha Riyadh untuk menyatukan oposisi, kami melihat bahwa konsensus Rusia-Iran-Turki memimpin sementara, peran Arab bersifat sekunder," ungkapnya.

Turki, dan Iran sendiri adalah dua negara yang terlibat dalam krisis di Suriah. Iran diketahui mengirimkan penasihat militer mereka untuk membantu pasukan Bashar al-Assad dan disebut juga mengirimkan sejumlah pasukan untuk memerangi ISIS dan oposisi.

Sementara itu, Turki melakukan operasi militer di wilayah Idlib, yang tidak jauh dari perbatasan Suriah-Turki. Ankara dalam operasinya bukan hanya menargetkan ISIS, tapi juga Kurdi Suriah. 




Credit  sindonews.com







Senin, 27 November 2017

Jenderal UEA Serukan Al Jazeera untuk Dibom


Jenderal UEA Serukan Al Jazeera untuk Dibom
Foto/Istimewa


DUBAI - Kepala keamanan Dubai Letnan Jenderal Dhahi Khalfan telah meminta Al Jazeera untuk dilenyapkan. Jenderal tersebut menuduh jaringan berita milik Qatar itu berpihak pada pelaku serangan Sinai yang mematikan.

"Aliansi harus membom mesin terorisme saluran ISIS, al-Qaeda dan front al-Nusra, Al Jazeera sang teroris," tulis Khalfan di akun Twitternya.

"Untuk berapa lama mereka akan terus mengutak-atik keamanan Mesir dan dunia Arab?" imbunya seperti dikutip dari Russia Today, Senin (27/11/2017).

Khalfan menggarisbawahi maksudnya dengan menunjukkan gambar komposit yang menempatkan logo saluran tersebut di samping gambar pemimpin ISIS Bakr al-Baghdadi, Osama bin Laden, pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, dan ideolog Ikhwanul Muslimin Yusuf al-Qaradawi, yang memiliki acaranya sendiri di saluran tersebut.

Al Jazeera yang bermarkas di Doha telah menjawab dengan mengatakan bahwa Khalfanla yang menghasut terorisme, dan mengatakan bahwa dia akan bertanggung jawab atas serangan terhadap wartawannya.

"UEA perlu merespon. Khalfan bukan hanya warga UEA (Uni Emirat Arab) tapi seorang pejabat di pemerintah UEA. Dia menggunakan saat kemarahan dan kesedihan atas serangan mengerikan di Sinai untuk memicu kebenciannya terhadap Al Jazeera," kata Yaser Abuhilalah, managing director Al Jazeera Arabic .

"Apa yang Dhahi Khalfan lakukan adalah hasutan terorisme. Terorisme tidak hanya terbatas pada melakukan kejahatan, tapi juga tindakan atau pernyataan yang membuka jalan bagi tindakan teroris atau menghasutnya, dan hasutan terhadap terorisme adalah terorisme itu sendiri," tegas Abuhilalah.

Pada hari Jumat, militan yang beroperasi di bawah bendera ISIS melakukan penembakan dan pemboman sebuah masjid sufi di Sinai utara. Serangan itu menewaskan lebih dari 300 orang, termasuk lebih dari 120 anak-anak.

Sementara Al Jazeera tidak mendukung serangan teroris, telah dituduh melakukan hubungan terorisme sejak menjadi stasiun untuk menyiarkan pesan bin Laden kepada dunia, yang diserahkan kepada wartawan oleh perwakilan Al-Qaeda. 



Credit  sindonews.com







Rabu, 15 November 2017

Rusia Siap Bangun Pabrik Pesawat di Timur Tengah


Rusia Siap Bangun Pabrik Pesawat di Timur Tengah
Rusia Siap Bangun Pabrik Pesawat di Timur Tengah. (CNN).


JAKARTA - Rusia bukan hanya menjual pesawat barunya di luar negeri. Mereka juga akan membangun pabrik pesawat di luar negeri. Rostec, perusahaan raksasa miliki Pemerintah Rusia, menegaskan akan berunding untuk memproduksi pesawat komersial di luar negeri.

Negara yang dipilih adalah Uni Emirat Arab (UEA). Pasalnya, Rusia meningkatkan ekspor pesawat penumpang, yakni Irkut MC-21 yang akan berkompetisi dengan pesawat Boeing (BA) and Airbus (EADSF). Salah satu strategi produsen pesawat meningkatkan penjualan adalah membangun pabrik di luar negeri untuk mengakses maskapai lokal.

Airbus dari Eropa misalnya, mereka membangun pabrik perakitan untuk pesawat A320 di China sehingga UEA menjadi pilihan tepat. Kenapa? UEA merupakan markas dua maskapai besar, yakni Emirates dan Etihad. MC-21 merupakan pesawat komersial pertama buatan Rusia sejak kejatuhan Uni Soviet yang didukung penuh pemerintahan Rusia.

Presiden Vladimir Putin mendorong Rostec dan United Aircraft Corporation (UAC) meningkatkan penjualan pesawat ter sebut di Rusia dan maskapai asing. Rostec mengungkapkan, mereka tengah berunding tentang potensi produksi bersama pesawat tersebut dengan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan. Pesawat MC-21-300 telah terbang sejak Mei 2017.

UEA memang memiliki ketertarikan memperluas industri pesawatnya. Banyak perusahaan di UEA juga memproduksi suku cadang untuk Boeing dan Airbus.

“Sangat dini untuk mengatakan apakah produksi bersama itu akan terwujud. Untuk perakitan pesawat bisa dilakukan di UEA. Sedangkan produksi komponen tetap dikerjakan di Rusia,” ungkap juru bicara Rostec dilansir CNN.

“Parameter yang spesifik akan didiskusikan dalam proses negosiasi,” ujarnya.

Produsen pesawat Rostec dan UAC mungkin membangun pabrik di UEA untuk pesawat dengan versi yang lebih besar, yakni MC-21-400 dengan kursi penumpang lebih dari 250. Banyak komponen MC-21 berasal dari Barat, seperti mesin yang disuplai Pratt & Whitney berbasis di Connecticut, Amerika Serikat.







Credit  sindonews.com