Sabtu, 22 Desember 2018

Pesawat N219 Amfibi Bisa Mendarat di Sungai dan Laut yang Tenang








Pesawat N219 terbang perdana di Bandung, Jawa Barat, 16 Agustus 2017. Pesawat buatan PT Dirgatara Indonesia dan LAPAN ini terbang sekitar 20 menit di atas langit Bandung. TEMPO/Prima Mulia


CBTangerang Selatan - Pesawat N219 garapan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia hanya membutuhkan landasan sepanjang 400-600 meter. Nantinya, pesawat ini akan ada dua jenis, yakni basic yang hanya bisa mendarat di darat dan amfibi yang bisa mendarat di air.


"Tempat yang cocok untuk pesawat N219 ketika mendarat di perairan yakni bisa di sungai atau di lautan yang ombaknya tenang," kata Kepala Program pesawat N219 LAPAN Agus Ariwibowo saat ditemui usai workshop Composite Float Development For Amphibious Aircraft yang berlangsung di Puspiptek, Jumat pekan lalu.
Misalnya, kata dia, seperti sungai di Kalimantan. "Di sana sungainya lebar-lebar. Cukup bisa untuk mendarat, kemudian di pantai yang ombaknya tidak terlalu tinggi," ujarnya. "Seperti di Wakatobi, Raja Ampat, Pulau Bawah (Kepulauan Riau) dan Pulau Moyo (NTB) dengan ketinggian ombak tidak lebih dari 30 sentimeter."


Apabila mendarat di sungai, kata Agus, pesawat ini bisa mendarat di sungai yang mempunyai lebar minimal 20 sampai 30 meter. "Saya kira sungai di Kalimantan jauh lebih lebar hanya kedalaman saja yang tidak boleh terlalu dangkal. Bisa merusak pelampungnya," kata Agus.
Soal ketahanan, pesawat akan lebih tahan jika mendarat di air tawar. Sebaliknya, kata dia, kalau mendarat di laut, setelah dipakai harus segera disiram. "Agar tidak terjadi korosi akibat garam," ujarnya.


Credit TEMPO.CO