Tampilkan postingan dengan label INGGRIS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label INGGRIS. Tampilkan semua postingan

Rabu, 20 Maret 2019

PM Inggris Memohon ke Uni Eropa Minta Keputusan Brexit Diulur


PM Inggris Memohon ke Uni Eropa Minta Keputusan Brexit Diulur
Perdana Menteri Inggris, Theresa May. (REUTERS/Henry Nicholls)




Jakarta, CB -- Perdana Menteri Inggris, Theresa May, bakal memohon untuk mengulur keputusan pengunduran diri negara itu dari keanggotaan Uni Eropa (Brexit). Hal itu terjadi karena parlemen negara itu selalu tidak sepakat dan menolak pengajuan usulan soal persyaratan Brexit dengan kesepakatan dari pemerintah, yang saat ini memicu krisis politik.

Seperti dilansir The Guardian, Rabu (20/3), juru bicara May menyatakan pemerintah akan tetap berencana mengumumkan sikap soal Brexit pada 29 Maret mendatang. Jika lewat dari tenggat waktu, maka mereka akan beralasan perpanjangan keputusan terjadi karena persoalan teknis.

May bakal menyurati Presiden Dewan Uni Eropa, Donald Tusk, untuk meminta perpanjangan waktu soal keputusan Brexit. Hal itu harus dilakukan sebelum para pemimpin Uni Eropa bertemu di Brussels, Belgia, pada Kamis besok.

"Anda harus menunggu surat itu untuk mengetahui isinya," kata juru bicara May yang tidak disebutkan namanya.


Ketua Parlemen Inggris, John Bercow, menolak pengajuan Brexit dengan kesepakatan dan membuat negara itu masuk dalam krisis politik.

Sedangkan di kabinet May, sikap para menteri juga terpecah antara yang mendukung keputusan Brexit ditunda. Ada yang mengusulkan perpanjangan waktu itu hanya tiga bulan dan yang lebih dari itu.

Juru runding Brexit dari Uni Eropa, Michel Bernier, meminta kejelasan sikap pemerintah Inggris. Dia mempertanyakan jika terjadi penundaan apakah nantinya Inggris dipastikan bakal langsung bersikap, atau malah terjerumus semakin dalam ke krisis politik.


"Perdana menteri menyakini kesepakatan yang dia setujui dengan Uni Eropa sudah yang paling baik, dan dia akan terus berusaha mencari cara supaya parlemen meloloskan itu, supaya kita dapat meninggalkan Uni Eropa secepatnya," lanjut juru bicara May. 




Credit  cnnindonesia.com




Senin, 18 Maret 2019

Oposisi Inggris Gelar Aksi Solidaritas Serangan Teroris Selandia Baru




Oposisi Inggris Gelar Aksi Solidaritas Serangan Teroris Selandia Baru
Pemimpin Oposisi Inggris, Jeremy Corbyn bersama dengan pendukungnya serta komunitas keagamaan di London, menggelar aksi solidaritas pada korban serangan teroris di Selandia Baru. Foto/Istimewa


LONDON - Pemimpin Partai Buruh Inggris, Jeremy Corbyn bersama dengan pendukungnya serta komunitas keagamaan di London, menggelar aksi solidaritas, sekaligus doa bersama untuk mengenag para korban serangan teroris di Selandia Baru.

Dalam pidatonya, Corbyn menyerukan diakhirinya Islamofobia global dan mengirim pesan belasungkawa, persatuan dan solidaritas kepada keluarga para korban yang terbunuh di kota Christchurch.

“Teman-teman, saya ingin mengucapkan terima kasih karena berada di sini, karena peristiwa mengerikan yang terjadi di Selandia Baru ini. Tetapi ini juga merupakan demonstrasi komunitas lokal kita di Finsbury Park. Kita berkulit hitam, kita berkulit putih, kita Muslim, kita Kristen, kita Hindu, kita dari semua penjuru dunia dan kita dari semua agama," kata Corbyn.

“Dan ketika salah satu dari kita diserang, kita semua diserang. Ketika salah satu bangunan kita diserang, kita semua diserang dan hari ini kita berdiri dalam simpati dan solidaritas terdalam dengan orang-orang di Christchurch," sambungnya, seperti dilansir Anadolu Agency pada Minggu (17/3).

Dia menyebut serangan di Christchurch adalah serangan Islamofobia terhadap orang-orang yang secara damai menjalankan hak mereka untuk beribadah, hak mereka untuk berkumpul.

Corbyn membuat perbandingan antara serangan tChristchurch dan serangan yang terjadi di wilayahnya pada musim panas 2017, di mana Makram Ali terbunuh ketika seorang ekstremis kanan mengemudikan mobilnya ke kerumunan umat Muslim.

Dirinya kemudian meminta seluruh komunitas di Inggris dan di seluruh dunia untuk bersatu melawan prasangka, ketakutan, dan kefanatikan. "Responsnya harus untuk saling merangkul satu sama lain dengan lebih erat daripada sebelumnya dan untuk menunjukkan kekuatan komunitas kita yang akan datang bersama," ucapnya.

Corbyn menambahkan dengan menyatakan sebagian masyarakat yang mengkambinghitamkan minoritas menciptakan pesan dan suasana kebencian dan rasisme dan mereka tidak berkontribusi apa pun kepada masyarakat selain perpecahan dan ketakutan. 



Credit  sindonews.com



PM Inggris di bawah tekanan untuk golkan Brexit


PM Inggris di bawah tekanan untuk golkan Brexit

Pengunjuk rasa pendukung Brexit mengangkat sebuah poster diluar Houses of Parliament di London, Inggris, Kamis (14/3/2019). (REUTERS/DYLAN MARTINEZ)




London (CB) - Pemerintahan Perdana Menteri Inggris Theresa May pada Minggu bergelut untuk mendapatkan dukungan dari parlemen bagi kesepakatan pemisahan Inggris dari Uni Eropa (Brexit).

May berupaya membujuk kalangan peragu Brexit dengan melancarkan ancaman maupun janji-janji guna menghindarkan kemungkinan ada gerakan apa pun untuk mendepaknya.

Setelah penundaan Brexit didukung oleh parlemen, May masih punya waktu tiga hari untuk mendapatkan persetujuan bagi kesepakatan Brexit jika ia ingin menemui para pemimpin Uni Eropa pada Kamis. Pada hari itu, ia sudah harus membawa suatu tawaran kepada para pemimpin tersebut agar mendapat imbalan berupa lebih banyak waktu untuk menunda.

Pemimpin oposisi utama Partai Buruh Jeremy Corbyn meningkatkan tekanannya terhadap sang perdana menteri. Corbyn mengatakan ia bisa mengupayakan agar pemungutan suara soal kepercayaan terhadap pemerintahan May digelar jika May kembali gagal mendapatkan persetujuan dari parlemen bagi kesepakatan yang diusungnya.

Hampir tiga tahun sejak Inggris memutuskan untuk berpisah dari Uni Eropa, negara itu belum semakin jelas soal bagaimana dan kapan akan meninggalkan Uni Eropa. Inggris memiliki beberapa kemungkinan, dari pemisahan tanpa kesepakatan hingga bahwa Brexit sama sekali tidak akan terjadi.

May sudah mengeluarkan peringatan bahwa jika parlemen kembali menentang kesepakatan yang disiapkannya untuk ketiga kalinya, Inggris bisa menghadapi penundaan yang panjang dan kemungkinan perlu mengambil bagian dalam pemilihan Eropa pada bulan Mei. Peringatan itu tampaknya cukup mendapat perhatian.

Namun menteri keuangan di kabinet May, Philip Hammond, menganggap sikap May belum jelas.

Banyak pendukung Brexit pada Partai Konservatif pimpinan May mengatakan bahwa kesepakatan dengan Partai Buruh Demokratik Irlandia Utara (DUP) akan menjadi kunci soal apakah mereka akan mendukung kesepakatan yang disiapkan May. DUP adalah partai yang menopang pemerintahan minoritas PM May di parlemen.

May membutuhkan 75 anggota parlemen untuk mengubah sikap mereka setelah kesepakatan yang dibawanya digilas pertama kali pada Januari oleh 230 anggota parlemen dan kemudian oleh 149 anggota pada 12 Maret.




Credit  antaranews.com



Jumat, 15 Maret 2019

Parlemen Inggris Minta Perpanjangan Waktu Brexit


Parlemen Inggris Minta Perpanjangan Waktu Brexit
Foto/Ilustrasi/Istimewa

LONDON - Anggota parlemen Inggris memilih untuk meminta perpanjangan batas waktu Brexit. Keputusan itu diambil lewat serangkaian pemungutan suara yang dramatis.

Sebanyak 412 anggota parlemen Inggris memilih resolusi tersebut, berbanding 202. Resolusi ini mengarahkan Perdana Menteri Inggris Theresa May untuk meminta kepada pemimpin Uni Eropa waktu lebih banyak untuk memecahkan masalah yang telah menjadi kekacauan politik berkepanjangan.

May membutuhkan dukungan dari 27 anggota parlemen untuk menyetujui perpanjang batas waktu hingga 29 Maret seperti dikutip dari NBC News, Jumat (15/3/2019).

Anggota parlemen Inggris secara sempit juga memberikan suara menentang sebuah amandemen yang secara efektif akan memungkinkan anggota parlemen mengendalikan proses Brexit untuk mencoba menemukan alternatif dari kesepakatan May.

Anggota parlemen juga menolak amandemen yang membuka jalan untuk referendum kedua - setidaknya untuk saat ini - dengan 334 suara melawan 85.

Namun, banyak yang mendukung referendum kedua abstain karena mereka tahu akan kalah, dan mereka yakin akan mendapatkan peluang yang lebih baik dalam waktu dekat.

Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk mengatakan ia telah mengimbau negara-negara Eropa untuk terbuka pada perpanjangan waktu yang panjang jika perlu.

Inggris memilih untuk meninggalkan Uni Eropa dalam referendum Juni 2016, tetapi politisi belum bisa menyepakati bagaimana proses yang kompleks harus bekerja.

Kecuali jika ada semacam intervensi, Inggris akan keluar dari Uni Eropa pada 29 Maret dengan atau tanpa kesepakatan. Skenario yang terakhir - dijuluki "no-deal Brexit" - menurut sebagian besar ahli dan kritikus, akan menjadi tindakan merugikan diri sendiri secara ekonomi. 


Jadi pada jam ke-11, dengan sisa waktu dua minggu, anggota parlemen Inggris berusaha keras untuk mencegah apa yang dilihat banyak orang sebagai bencana yang mengancam.

May sebelumnya telah membuat kesepakatan dengan Uni Eropa, tetapi telah ditolak dua kali oleh Parlemen.

Dengan "no-deal Brexit" meningkat sebagai posisi default, anggota parlemen pada hari Kamis menginstruksikan May untuk kembali ke pejabat Uni Eropa dan berusaha mendapatkan perpanjangan pada tenggat waktu guna memberi mereka lebih banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.

May kemungkinan besar akan melakukan upaya ketiga untuk mendorong kesepakatan yang tidak populer pada minggu depan, di hadapan apa yang tampaknya menjadi krisis Uni Eropa. KTT dijadwalkan untuk Kamis dan Jumat.



Credit  sindonews.com



Irlandia: EU berpeluang tawarkan penundaan 21 bulan Brexit


Irlandia: EU berpeluang tawarkan penundaan 21 bulan Brexit

Anti-Brexit demonstrators protest outside the Houses of Parliament, in Westminster, London, Britain, February 14, 2019. REUTERS/Henry Nicholls (REUTERS/HENRY NICHOLLS)




Dublin (CB) - Menteri Luar Negeri Irlandia Simon Coveney mengatakan pada Kamis, Uni Eropa (EU) kemungkinan akan menawarkan pada Inggris untuk melakukan penundaan keluar dari blok hingga 21 bulan.

Ia menilai penundaan itu mungkin akan bisa mengarah pada "pemikiran ulang yang mendasar" akan kebijakan Inggris mengenai persoalan tersebut.

"Bila Anda memiliki perpanjangan yang lama akan artikel 50, yang terbuka untuk perdebatan yang lebih luas akan pendekatan menyeluruh yang diambil oleh Inggris untuk melakukan Brexit. Mungkin ini akan menjadi fasilitas untuk pemikiran ulang yang mendasar. Walau bisa juga tidak, kami belum tahu," kata Coveney dalam wawancara dengan radio RTE

"Apabila ada perpanjangan, misalnya 21 bulan hingga akhir 2020, periode apa pun, Inggris akan memiliki hak resmi untuk memiliki perwakilan di Parlemen Eropa," dan ikut ambil bagian dalam pemilihan EU.




Credit  antaranews.com


Kamis, 14 Maret 2019

Jerman: Brexit Tanpa Kesepakatan Ada di Depan Mata



Jerman: Brexit Tanpa Kesepakatan Ada di Depan Mata
Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas menuturkan bahwa sebuah proses Brexit tanpa adanya kesepakatan semakin nyata. Foto/Istimewa


BERLIN - Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas menuturkan bahwa sebuah proses Brexit tanpa adanya kesepakatan semakin nyata, setelah Parlemen Inggris kembali menolak proposal yang diajukan oleh Perdana Menteri Theresa May.

"Kami bergerak lebih dekat ke arah Brexit tanpa kesepakatan dengan keputusan ini. Menolak kesepakatan Brexit berarti membahayakan kesejahteraan warga dan ekonomi," kata Maas, dan mengkritik anggota parlemen Inggris yang memberikan suara menentang kesepakatan yang diperbaharui.

Dia kemudian mengatakan, negaranya mempersiapkan diri dengan cara terbaik untuk skenario terburuk. "Namun, kami masih berharap bahwa kami dapat menghindari Brexit tanpa kesepakatan. Saat ini hal itu berada di tangan House of Commons untuk melakukan itu," ungkapnya, seperti dilansir Anadolu Agency pada Rabu (13/3).

Sebelumnya diwartakan, dalam pemungutan suara yang digelar semalam, 391 anggota Parlemen Inggris menentang dan 242 lainnya menyetujui proposal yang diajukan oleh May.

Berbicara setelah pemungutan suara, May mengatakan dia sangat menyesali keputusan Parlemen Inggris. Dia mengatakan, pilihan terbaik Inggris untuk keluar dari Uni Eropa (UE) adalah keluar dengan sebuah kesepakatan.

"Saya terus percaya bahwa sejauh ini hasil terbaik adalah Inggris meninggalkan UE secara teratur, dengan kesepakatan," kata May. 





Credit  sindonews.com




Parlemen Menolak, Brexit Kemungkinan Ditunda Hingga Juni


Parlemen Menolak, Brexit Kemungkinan Ditunda Hingga Juni
Perdana Menteri Inggris Theresa May (REUTERS/Clodagh Kilcoyne)




Jakarta, CB -- Anggota parlemen Inggris menolak Brexit tanpa kesepakatan dalam skenario apa pun. Hasil teranyar ini membuka jalan bagi pemungutan suara untuk menentukan kelanjutan kemungkinan penundaan Brexit hingga akhir Juni.

Perdana Menteri Inggris Theresa May menegaskan, Brexit tanpa kesepakatan menjadi satu-satunya pilihan paling memungkinkan jika Inggris tak mencapai kesepakatan dengan Uni Eropa (UE).

"Tanggung jawab ada pada kita masing-masing di parlemen untuk mencari tahu apa itu," ujar May, mengutip CNN.


Dukungan untuk kesepakatan Brexit memungkinkan pemerintah untuk memohon penundaan hingga Juni. Namun, jika parlemen tidak dapat menyetujui kesepakatan, May menegaskan, waktu penundaan akan lebih lama.

Pemerintah akan mengusulkan upaya untuk menunda Brexit hingga 30 Juni jika parlemen dapat menyetujui kesepakatan untuk meninggalkan UE sebelum 20 Maret.

Bereaksi terhadap pemungutan suara, seorang juru bicara UE mengatakan bahwa hanya ada dua cara untuk meninggalkan UE: dengan atau tanpa kesepakatan.

"Kami telah menyetujui kesepakatan dengan Perdana Menteri Theresa May dan UE siap menandatanganinya," ujar dia, mengutip Reuters.

Setelah 2,5 tahun perundingan dan dua kali upaya gagal untuk menerima kesepakatan Brexit yang diusulkan May, pemungutan suara masih berjalan di tempat. 





Credit  cnnindonesia.com




Parlemen Inggris Kembali Tolak Proposal Brexit Theresa May



Parlemen Inggris Kembali Tolak Proposal Brexit Theresa May
Parlemen Inggris sekali lagi menolak proposal Brexit yang diajukan oleh Perdana Menteri Theresa May. Foto/Istimewa


LONDON - Parlemen Inggris sekali lagi menolak proposal Brexit yang diajukan oleh Perdana Menteri Theresa May. Dalam pemungutan suara yang digelar semalam, 391 suara menentang dan 242 menyetujui proposal, yang telah direvisi dari upaya terakhir pada awal tahun.

Berbicara setelah pemungutan suara, May mengatakan dia sangat menyesali keputusan Parlemen Inggris. Dia mengatakan, pilihan terbaik Inggris untuk keluar dari Uni Eropa (UE) adalah keluar dengan sebuah kesepakatan.

"Saya terus percaya bahwa sejauh ini hasil terbaik adalah Inggris meninggalkan UE secara teratur, dengan kesepakatan," kata May dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Sputnik pada Rabu (13/3).

Saat ini, London dan Brussels belum menyetujui kerangka kerja untuk suatu hubungan setelah batas akhir penentuan kesepakatan, yang jatuh pada akhir Maret. May telah berulang kali memperingatkan tentang potensi kerusakan pada UE yang dapat disebabkan oleh Brexit tanpa sebuah kesepakatan.

Sementara itu, pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn, yang memimpin oposisi di Parlemen, mengatakan sudah waktunya untuk pemilihan umum. "Pemerintah telah dikalahkan lagi oleh mayoritas besar dan mereka sekarang harus menerima kesepakatan mereka sudah mati," kata Corbyn dan mencatat bahwa Partai Buruh siap untuk bekerja dengan May pada kesepakatan baru Brexit.

Karena pemungutan suara terbaru berujung kegagalan, pemungutan suara pada skenario tanpa kesepakatan diharapkan akan digelar hari ini dan jika itu gagal, maka pemungutan suara untuk memperpanjang batas waktu Brexit melewati 29 Maret digelar kemudian. 




Credit  sindonews.com




Rabu, 13 Maret 2019

Pemungutan Suara Brexit Berjalan Tanpa Hasil yang Jelas


Pemungutan Suara Brexit Berjalan Tanpa Hasil yang Jelas
Perdana Menteri Inggris Theresa May (REUTERS/Simon Dawson/Pool)




Jakarta, CB -- Parlemen Inggris kembali menolak kesepakatan untuk mundur dari keanggotaan Uni Eropa pada proses pemungutan suara, Selasa (12/3). Penolakan ini terjadi pada 17 hari menjelang 29 Maret 2019, tanggal yang sebelumnya dianggap sebagai waktu paling realistis bagi Inggris untuk hengkang dari UE.

Sebelumnya, May menggelar pertemuan dengan jajaran pemimpin UE pada Senin (11/3) untuk meredakan kekhawatiran banyak orang atas kesepakatan Brexit. Sayang, upaya terakhir itu tak membuahkan hasil.

Mengutip AFP, pemungutan suara tak membuahkan hasil yang jelas. Apakah Inggris akan keluar dari UE tanpa kesepakatan apapun, menunda tanggal, pemilihan cepat, atau referendum lain yang memungkinkan.


Kendati kembali kalah, margin kekalahan saat ini lebih kecil dari rekor kerugian suara yang didapatnya pada Januari lalu.


"Saya sangat menyesali keputusan yang diambil parlemen. Saya tetap percaya bahwa sejauh ini hasil terbaik adalah Inggris meninggalkan UE secara tertib dengan kesepakatan," kata Perdana Menteri Inggris Theresa May, mengutip CNN.

Kesepakatan yang telah dinegosiasikannya, kata May, merupakan yang terbaik dan menjadi satu-satunya kesepakatan yang tersedia.

Parlemen akan memberikan suaranya pada Rabu (13/3) untuk mendapatkan jawaban apakah Inggris bisa meninggalkan UE pada 29 Maret mendatang tanpa kesepakatan.

Kepala Negosiasi Brexit dari Uni Eropa, Michael Barnier mengatakan dalam sebuat cuitan bahwa UE telah melakukan segala hal yang dapat dilakukan untuk membantu mendapatkan kesepakatan tersebut. "Kebuntuan hanya dapat diselesaikan di Inggris," tegasnya.

Presiden UE, Donald Tusk mengatakan, sulit untuk melihat apa lagi yang bisa dilakukan pihaknya. "Dengan hanya 17 hari tersisa, pemungutan suara hari ini secara signifikan meningkatkan kemungkinan Brexit tanpa kesepakatan," ujar Tusk, mengutip AFP.

UE, kata Tusk, akan mempertimbangkan perpanjangan waktu untuk Brexit jika Inggris memintanya. Namun, dia mengingatkan, 27 negara anggota UE lain dipastikan bakal mengharapkan alasan yang kredibel untuk itu.






Credit  cnnindonesia.com



Inggris Larang Boeing 737 MAX 8, Turkish Airlines Putar Balik


Inggris Larang Boeing 737 MAX 8, Turkish Airlines Putar Balik
Ilustrasi. (mehmetkali/Pixabay)




Jakarta, CB -- Dua pesawat Turkish Airlines terpaksa putar balik karena Inggris tiba-tiba mengeluarkan larangan pesawat Boeing 737 MAX 8 masuk ke wilayah udaranya.

The Independent melaporkan bahwa kedua pesawat jenis Boeing 737 MAX 8 itu masing-masing seharusnya berangkat dari Istanbul, Turki, menuju Birmingham dan Gatwick pada Selasa (12/3).

Kedua pesawat itu lepas landas sebelum Badan Penerbangan Sipil Inggris merilis larangan yang diumumkan pada pukul 13.00 waktu London.


Saat larangan itu diumumkan penerbangan TK1969 yang menuju Birmingham sudah mendekati wilayah udara Frankfurt, Jerman. Penerbangan itu sudah menempuh tiga jam dari total empat jam perjalanan.

Sementara itu, penerbangan TK1997 yang menuju Gatwick sudah berada di atas Ceko, setengah jalan lagi menuju Inggris. Pesawat itu langsung disuruh putar balik.

Kedua pesawat itu dijadwalkan tiba kembali di Istanbul sekitar pukul 18.30 waktu lokal. Penumpang kemudian akan dipesankan kembali tiket penerbangan alternatif dari Istanbul.

Kini, setidaknya 300 penumpang kedua pesawat tersebut masih menunggu pengaturan Turkish Airlines untuk menangani masalah ini.

Aturan hak penumpang Eropa mewajibkan Turkish Airlines mencarikan penerbangan alternatif secepat mungkin dan memberikan makanan serta akomodasi selama klien menunggu.

Sejumlah sumber mengatakan bahwa Turkish Airlines sebenarnya bisa saja melanjutkan perjalanan ke Inggris. Namun, mereka lebih memilih untuk mengantisipasi jika Inggris tiba-tiba melarang mereka masuk.

Larangan Inggris memang diberlakukan tepat setelah diumumkan, menyusul sejumlah negara lain yang sudah menerapkan aturan serupa, seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, Australia, hingga China.

Negara-negara tersebut memberlakukan larangan tersebut karena pesawat Boeing 737 MAX 8 terlibat dua kecelakaan mematikan dalam kurun waktu kurang dari enam bulan.

Kecelakaan terbaru terjadi di pada Minggu (10/3), ketika pesawat Boeing 737 MAX 8 milik Ethiopian Airlines jatuh tak lama setelah lepas landas dari Addis Ababa, menewaskan 157 orang di dalamnya.

Beberapa bulan sebelumnya, tepatnya Oktober 2018, pesawat jenis sama yang digunakan dalam penerbangan Lion Air JT610 jatuh di Laut Jawa dan menewaskan 189 penumpang dan awak yang dibawa. 




Credit  cnnindonesia.com


Inggris Turut Larang Operasional Boeing 737 MAX 8


Inggris Turut Larang Operasional Boeing 737 MAX 8
Ilustrasi Boeing 737 MAX 8. (Stephen Brashear/Getty Images/AFP)




Jakarta, CB -- Badan Penerbangan Inggris (CAA) turut melarang operasional pesawat Boeing tipe 737 MAX 8 di seluruh wilayah mereka. Hal itu sebagai langkah waspada terkait dengan kecelakaan maut yang terjadi pada seri burung besi itu yang dioperasikan oleh Ethiopian Airlines dan Lion Air.

"Otoritas Penerbangan Sipil Inggris terus memantau situasi, tetapi, karena kami tidak mempunyai cukup informasi dari perekam data penerbangan, sebagai langkah pencegahan kami menerbitkan perintah supaya seluruh penerbangan komersil 737 MAX 8 dari, menuju, yang singgah dan melintas di ruang udara Inggris dihentikan sementara," demikian pernyataan CAA, seperti dilansir Reuters, Selasa (12/3).

CAA menyatakan perintah larangan ini berlaku segera. Hal itu menyebabkan sejumlah pesawat 737 MAX 8 milik beberapa maskapai yang berada di Inggris dilarang dioperasikan.


"Arahan keselamatan dari CAA akan diberlakukan sampai pemberitahuan selanjutnya," lanjut pernyataan itu.

Dua maskapai, TUI dan Norwegian Air, yang memiliki armada 737 MAX 8 yang terparkir di Inggris menyatakan menaati perintah itu.

Maskapai Norwegian Air menyatakan akan mengikuti seluruh perintah dari badan penerbangan sipil Eropa. Sebab, mereka saat ini mengoperasikan lebih dari 110 Boeing 737 MAX 8.

Di samping itu, maskapai Norwegian Air Shuttle juga menghentikan sementara penerbangan 18 armada 737 MAX 8 milik mereka.

Keputusan Inggris melarang operasional 737 MAX 8 menyusul sejumlah negara. Yakni Australia, Singapura, Malaysia, Oman, China, Indonesia, Korea Selatan, dan Ethiopia.

Kecelakaan pesawat maskapai Ethiopian Airlines pada 10 Maret lalu kembali membuat Boeing dan keamanan produk tipe 737 MAX 8 dipertanyakan. Sebab, kejadian itu berselang kurang dari lima bulan pasca insiden yang sama yang terjadi pada Lion Air JT610.

Kecelakaan maut pertama seri 737-8 MAX terjadi pada 29 Oktober 2018. Saat itu, pesawat yang dioperasikan maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan JT610 jatuh di perairan Tanjung, Karawang, menewaskan seluruh 189 penumpang dan awak.

Sedangkan kecelakaan kedua terjadi pada 10 Maret 2019. Insiden itu terjadi saat pesawat yang dioperasikan Ethiopian Airlines bernomor penerbangan ET302 dari Addis Ababa menuju Nairobi, Kenya, jatuh sekitar pukul 08.44 waktu setempat. Sebanyak 157 penumpang dan awak dipastikan meninggal.


Penyebab kedua kecelakaan pesawat itu masih diselidiki melalui data perangkat perekam data penerbangan dan percakapan kokpit. 




Credit  cnnindonesia.com





Selasa, 12 Maret 2019

Upaya Terakhir Brexit, PM Inggris Temui Pimpinan Uni Eropa


Upaya Terakhir Brexit, PM Inggris Temui Pimpinan Uni Eropa
Perdana Menteri Inggris Theresa May (REUTERS/Henry Nicholls)



Jakarta, CB -- Perdana Menteri Inggris, Theresa May bakal melakukan upaya 11 jam terakhir untuk bertemu dengan para pemimpin Uni Eropa di Strasbourg pada Senin (11/3) malam waktu setempat. Upaya itu dilakukan untuk menyelesaikan kesepakatan sebelum pemungutan suara pada Selasa (12/3) terkait perjanjian Brexit.

May dikabarkan bakal bertemu dengan Jean-Claude Juncker dalam upaya terakhir untuk menemukan kompromi Brexit. "Perdana menteri baru saja berangkat ke Strasbourg untuk mengadakan pembicaraan dengan Jean-Claude Juncker," ujar Juru Bicara Theresa May, melansir AFP.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Irlandia, Simon Coveney mengatakan bahwa negosiasi sedang berlangsung. "Banyak yang berharap kami akan memiliki kejelasan pada tahap ini, terutama sebelum pemungutan suara besok. Kita belum melakukannya," kata dia.


Keberangkatan May ditemani oleh Sekretaris Brexit Stephen Barclay dan Jaksa Agung Geoffrey Cox.

Sejumlah pejabat memperingatkan bahwa kunjungan tersebut tak akan mengubah apapun. Hanya saja, May merasa kemajuan akan dicapai melalui pembicaraan tatap muka.

Uni Eropa telah menolak banyak tuntutan May yang berkaitan dengan rencana backstop kontroversial untuk perbatasan Irlandia. Namun, Kanselir Jerman, Angela Merkel mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan tawaran anyar pada akhir pekan lalu.

Anggota parlemen akan memberikan suaranya pada Selasa (12/3) malam untuk kedua kalinya mengenai kesepakatan Brexit.

Pada 15 Januari lalu, mereka telah lebih dulu memberikan suara 432-202 melawan kesepakatannya. Hal itu menjadi kekalahan terburuk pemerintah dalam sejarah parlementer Inggris modern.

Inggris akan meninggalkan Uni Eropa pada 29 Maret.




Credit  cnnindonesia.com




Senin, 11 Maret 2019

Inggris Kembali Cabut Kewarganegaraan Pengantin ISIS



Inggris Kembali Cabut Kewarganegaraan Pengantin ISIS
Inggris mencabut kewarganegaraan dua pengantin ISIS. Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian


LONDON - Inggris dilaporkan kembali mencabut kewarganegaraan dua perempuan asal negara itu yang ditahan di kamp-kamp Suriah bersama anak-anak mereka.

Itu dilakukan setelah kematian bayi Shamima Begum di sebuah kamp di Suriah. Shamima Begum meninggalkan London untuk bergabung dengan ISIS dan membuat kewarganegaraannya dicabut.

The Sunday Times mengutip sumber-sumber hukum menyebut dua perempuan asal Inggris yang kewarganegaraannya dicabut adalah Reema Iqbal dan saudara perempuannya, Zara, dari London timur.

Terkait hal ini Kementerian Dalam Negeri Inggris menolak memberikan komentar. "Keputusan untuk menarik kewarganegaraan dari individu didasarkan pada bukti dan tidak dianggap enteng," tambahnya seperti dikutip dari BBC, Minggu (10/3/2019).

Surat kabar itu mengatakan bahwa Reema (30) dan Zara (28) tinggal di kamp-kamp pengungsi yang terpisah di Suriah bersama dengan ribuan keluarga lainnya yang telah melarikan diri dari wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh ISIS. Mereka memiliki lima anak lelaki di bawah usia delapan tahun.

Orang tua keduanya berasal dari Pakistan, namun tidak diketahui apakah mereka memiliki kewarganegaraan ganda.

Menurut Sunday Times, kedua bersaudara itu berangkat ke Suriah pada 2013 setelah menikahi pejuang ISIS yang mempunyai "hubungan dekat" dengan pembunuhan para sandera barat yang difilmkan.

Zara tengah hamil anak keduanya ketika dia bepergian ke Suriah dan kemudian melahirkan anak ketiga. Sementara Reema memiliki satu putra yang lahir di Inggris dan satu lagi lahir di Suriah. 

Menteri Dalam Negeri Inggris Sajid Javid dihujani kritik atas penanganannya terhadap kasus yang menimpa Shamima Begum itu.

Putranya yang berusia tiga minggu, Jarrah, meninggal karena pneumonia pada hari Kamis, menurut sertifikat medis.

Karena ia lahir sebelum kewarganegaraan Inggrisnya dicabut oleh Kementerian Dalam Negeri, bayi itu akan tetap dianggap sebagai orang Inggris.

Dal Babu, seorang mantan kepala polisi Metropolitan dan teman keluarga Begum, mengatakan kepada BBC: "Kami gagal, sebagai sebuah negara, untuk melindungi anak itu."

Sekretaris bayangan Menteri Dalam Negeri, Diane Abbott mengatakan anak itu telah meninggal sebagai akibat dari keputusan tidak berperasaan dan tidak manusiawi untuk melepaskan Begum dari kewarganegaraannya. Sementara Tory MP dan mantan Menteri Kehakiman Phillip Lee mendesak pemerintah untuk merefleksikan pada tanggung jawab moralnya atas tragedi itu.

Seorang juru bicara pemerintah Inggris mengatakan: "Kematian setiap anak adalah tragis dan sangat menyedihkan bagi keluarga."

Sebelum kematian anak itu, saudara perempuan Begum, Renu, menulis kepada Javid atas nama keluarga yang menentang keputusan untuk mencabut kewarganegaraannya.


Credit  sindonews.com




Pemerintah Inggris dikecam setelah bayi remaja pengikut IS meninggal


Pemerintah Inggris dikecam setelah bayi remaja pengikut IS meninggal

Dokumen rekaman Kepolisian Metropolitan Istanbul (MPS) memperlihatkan (kiri ke kanan) Amira, Kadiza Sultana dan Shamima Begum di Gatwick Airport pada 17 Februari 2015.




London (CB) - Keputusan Inggris untuk mencabut kewarganegaraan seorang remaja setelah ia bergabung dengan IS (Daesh) di Suriah dilukiskan sebagai "noda pada hati nurani" pemerintah pada Sabtu setelah bayi yang berusia tiga pekan dari remaja itu meninggal.

Kewarganegaraan Shamima Begum dicabut atas dasar keamanan bulan lalu, membuatnya berada di kamp penahanan di Suriah tempat bayinya meninggal. Sebelumnya Begum yang kini berusia 19 tahun memiliki dua anak sejak ia pergi ke Suriah pada 2015. Kedua anaknya juga meninggal.

Partai oposisi, Partai Buruh, mengatakan langkah untuk memindahkan seorang bayi yang tak bersalah di satu kamp pengungsi, tempat tingkat kematian bayi tinggi, secara moral tercela. Seorang anggota parlemen di Partai Konservatif yang berkuasa mengatakan itu menempatkan populisme atas prinsip, demikian Reuters melaporkan.

"Kematian tragis Jarrah, bayi Shamima Begum, merupakan noda atas hati nurani pemerintah ini," kata Diane Abbot, juru bicara urusan dalam negeri oposisi. "Menteri dalam negeri gagal (mengambil keputusan untuk menangani - red) anak Inggris ini dan mereka harus menjelaskan."

Ketika ditemukan di satu kamp pengungsi pada Februari, Begum yang tak menunjukkan rasa penyesalan memicu perdebatan di Inggris dan ibu kota-ibu kota lain di Eropa terkait apakah seorang remaja dengan seorang anak petempur hendaknya ditinggalkan di zona perang untuk mengurus dirinya sendiri.

Secara lebih luas hal itu telah menunjukkan kesulitan yang dihadapi pemerintah ketika mempertimbangkan konsekuensi etika, hukum dan keamanan dengan mengizinkan para militan dan keluarga mereka kembali.

Begum meninggalkan London ketika berusia 15 tahun bersama dengan dua gadis lainnya untuk bergabung dengan IS. Ia menikah dengan Yago Riedijk, seorang petempur IS asal Belanda, yang kini ditahan di satu pusat penahanan Kurdi di bagian timur laut Suriah.

Dalam wawancara dengan media dia menyatakan tak menyesal pergi ke Suriah dan tak terganggu pandangan kepala yang dipenggal. Dia meminta bisa pulang ke London untuk membesarkan bayinya.

Namun Menteri Dalam Negeri Sajid Javid menarik kewarganegaraan Begum, dengan menyatakan prioritasnya ialah keselamatan dan keamanan Inggris dan rakyat yang tinggal di sana.






Credit  antaranews.com



Jumat, 08 Maret 2019

Kapal Perang Rusia dengan Senjata Bikin Muntah Lewati Selat Inggris




Kapal Perang Rusia dengan Senjata Bikin Muntah Lewati Selat Inggris
Kapal perang Admiral Gorshkov Rusia yang dilengkapi senjata Filin 5P-42. Senjata ini bisa memicu pasukan musuh mengalami halusinasi, muntah dan buta untuk sementara. Foto/Daily Record


LONDON - Kapal perang Rusia, Admiral Gorshkov, yang dilengkapi senjata pembuat pasukan musuh mengalami halusinasi, muntah dan buta untuk sementara, telah melewati Selat Inggris bersama tiga kapal militer lainnya. Kapal militer Inggris pun menguntit rombongan kapal perang Moskow tersebut.

Senjata yang terpasang pada kapal Admiral Gorshkov itu adalah Filin 5P-42. Senjata yang tak mematikan ini digambarkan sebagai senjata "interferensi optik visual", yang memicu pasukan musuh mengalami halusinasi hingga muntah.

Lalu lalang Admiral Gorshkov dan rombongannya di Selat Inggris berlangsung hari Selasa lalu. Inggris mengirim kapal militer Angkatan Laut, HMS Defender, untuk membuntuti rombongan kapal Moskow itu.

Ruselectornics, yang membuat sistem Fillin, membenarkan bahwa senjat tersebut sudah dipasang di kapal Admiral Gorshkov dan Admiral Kasatonov.

Filin 5P-42 pernah diuji pada sukarelawan beberapa waktu yang lalu, yang bertujuan untuk menjangkau target yang dilindungi oleh senjata tersebut, senapan sniper, senapan serbu dan senapan mesin. Semua sukarelawan mengalami kesulitan dalam mengarahkan senjatanya dan tidak dapat melihat target di mana mereka menembak.

Hampir setengah dari subjek tes, 45 persen, mengatakan mereka mengalami pusing, mual dan perasaan disorientasi. Kemudian 20 persennya mengalami halusinasi dan menggambarkan "bola cahaya bergerak di depan mata."

Angkatan Laut Inggris membenarkan bahwa kapal HSM Defender memantau rombongan kapal perang Rusia."HMS Defender yang berbasis di Portsmouth sedang memantau kelompok tugas Rusia dan melacak aktivitas mereka di bidang kepentingan nasional," kata Angkatan Laut Kerajaan Inggris.

Menteri Negara Urusan Angkatan Bersenjata Mark Lancaster mengatakan; "Angkatan Laut Kerajaan selalu siap untuk membela Inggris."

"Kami akan terus bekerja dengan sekutu kami untuk membayangi kapal-kapal Rusia yang melewati perairan internasional dekat pantai kami, untuk memastikan angkatan laut Rusia mengikuti protokol yang benar dalam perjalanannya," ujarnya. 

Mengutip BBC, Kamis (7/3/2019), HMS Defender meninggalkan Newcastle pada hari Sabtu untuk menuju timur laut Skotlandia guna membuntuti kelompok kapal perang Rusia. Rombongan kapal Moskow itu melintasi garis pantai Inggris pada hari Selasa, dan akan terus dibayangi kapal militer London ketika melewati Selat Inggris.

"Keamanan laut di sekitar garis pantai kami tetap penting bagi kepentingan nasional kami," kata Komandan HMS Defender, Richard Hewitt. "Mengawal Admiral Gorshkov telah menunjukkan komitmen abadi Angkatan Laut Kerajaan Inggris untuk melindungi perairan rumah kami dan kesiapan untuk melakukan penugasan semacam itu kapan pun diperlukan."



Credit  sindonews.com



Inggris Klaim Bomnya Membunuh 4.012 Militan ISIS dan 1 Warga Sipil



Inggris Klaim Bomnya Membunuh 4.012 Militan ISIS dan 1 Warga Sipil
Pesawat-pesawat jet tempur Koalisi Global anti-ISIS pimpinan Amerika Serikat yang melakukan serangan di Suriah dan Irak. Foto/REUTERS


LONDON - Angkatan Udara Kerajaan (RAF) Inggris mengklaim pemboman pesawat-pesawat jet tempurnya di Suriah dan Irak telah membunuh 4.012 militan ISIS dan hanya menewaskan satu warga sipil. Data itu berasal dari Kementerian Pertahanan negara tersebut.

Penelitian dari badan amal Action on Armed Violence (AOAV) memperoleh data tersebut di bawah undang-undang kebebasan informasi yang melacak serangan bom RAF dari September 2014 hingga Januari 2019.

AOAV telah menyatakan skeptis bahwa RAF berhasil melindungi warga sipil meski mengklaim berhasil menewaskan ribuan petempur musuh.

Direktur eksekutif badan amal tersebut, Ian Overton, mengatakan; "Klaim RAF atas rasio satu korban sipil terhadap 4.315 musuh harus menjadi rekor dunia dalam konflik modern. Namun sedikit ahli konflik percaya itu benar."

Angka 4.315 tersebut termasuk mereka yang terluka dan juga yang terbunuh.

Inggris berada di garis depan Koalisi Global dari 79 negara yang memerangi jaringan teroris ISIS melalui aksi militer. Setelah Amerika Serikat, Inggris melakukan serangan udara terbanyak.

Data Kementerian Pertahanan menunjukkan bahwa dari 4.315 kombatan yang tewas maupun terluka, 75 persennya berada di Irak. Kemudian 25 persen lainnya berada di Suriah.

Menurut analisis AOAV, sebagian besar serangan RAF terhadap Mosul dan Raqqa—bekas benteng ISIS— ditujukan pada bangunan.

Badan amal itu melanjutkan, mayoritas serangan udara juga menanggapi peristiwa yang terjadi di darat dan meningkatkan risiko bagi warga sipil. 


RAF mengatakan kepada badan amal tersebut bahwa angka itu baru dikeluarkan, tetapi hanya bisa menjadi perkiraan, mengingat Inggris tidak memiliki kehadiran di lapangan untuk menilai serangan.

Seorang juru bicara Kementerian Pertahanan kepada The Guardian, Jumat (8/3/2019), telah menjelaskan metodologi untuk menghasilkan data serangan tersebut. "Setelah setiap serangan udara Inggris, kami melakukan penilaian kerusakan pertempuran secara terperinci, yang memeriksa secara menyeluruh hasil serangan terhadap sasarannya, baik itu petempur, senjata, atau pangkalan Daesh (ISIS)," kata juru bicara itu tanpa disebutkan namanya.

“Penilaian ini juga melihat dengan sangat hati-hati apakah ada korban sipil atau kerusakan infrastruktur sipil atau tidak," lanjut dia.



Credit  sindonews.com




Rabu, 06 Maret 2019

Kisah Sniper Inggris Habisi 250 Militan ISIS di Suriah



Kisah Sniper Inggris Habisi 250 Militan ISIS di Suriah
Azad Cudi, 35, sniper Kurdi yang telah jadi warga Inggris. Dia mengklaim telah membunuh sekitar 250 militan ISIS saat beperang di Suriah. Foto/Publicity Picture/Mirror


LONDON - Azad Cudi, 35, sejatinya warga Kurdi Iran, namun kini jadi warga negara Inggris. Dia bercerita tentang misinya menjadi sniper atau penembak runduk di Suriah untuk memerangi kelompok Islamic State atau ISIS belum lama ini.
Dia merasa telah menghabisi sekitar 250 militan ISIS ketika dia beraksi sebagai sniper bersama pasukan Kurdi di Suriah.
Cudi melarikan diri dari negara asalnya, Iran, ke Inggris ketika dia berusia 19 tahun. Dia kala itu melarikan diri dari dinas militer Iran. Tak lama setelah jadi warga Inggris, Cudi pada tahun 2013 bergabung dengan tentara YPG—pasukan sukarela campuran pria dan wanita Kurdi yang berkomitmen untuk membebaskan Suriah dari kelompok ISIS.

Selama pertempuran untuk merebut kembali kota Kobani, Cudi mengklaim bahwa dia dan banyak sniper Kurdi lainnya telah membunuh ratusan militan ISIS. Pria 35 tahun ini akhirnya terluka parah dalam ledakan roket dan terpaksa pulang ke rumahnya di utara Inggris.

Pengalamannya sebagai sniper anti-ISIS di Suriah telah dia tulis dalam sebuah buku berjudul Long Shot.

Cudi mengaku terpaksa melarikan diri dari dinas militer Iran setelah dipaksa untuk berperang melawan orang-orang satu etnis dengannya, yakni Kurdi.

Ketika tinggal di Inggris, dia tertarik untuk bertempur di Suriah setelah melihat ISIS menguasai wilayah Kurdi di Suriah. Cudi kembali ke Timur Tengah untuk memerangi "kekhalifahan" ISIS yang sedang tumbuh. Setelah menjalani pelatihan singkat, dia maju di garis depan pertempuran melawan ISIS pada tahun 2013.

Dalam sebuah wawancara dengan Express yang dilansir Senin (4/3/2019), dia mengatakan; "Saya membela tanah saya, rakyat saya, warga sipil."

"Ada seorang anak laki-laki yang saya tembak. Saya tidak punya pilihan. Saya memiliki masalah dengan menyatukan diri setelah itu. Saya menembak seorang jihadis ketika dia memandang ke arah saya," ujarnya.

"Ketika saya menulis buku ini, saya menghidupkan kembali peristiwa itu dan kadang-kadang saya tidak bisa tidur selama tiga atau empat malam," lanjut dia.

"Saya sedikit lumpuh, kembali ke pikiran saya. Saya merasakan semacam penyesalan, tetapi saya tidak dihantui sekarang oleh pengalaman melakukan hal-hal itu," papar Cudi. 


"Saya sudah siap untuk mati saat itu dan saya siap untuk mati lagi untuk memperjuangkan rakyat saya, ide-ide kami dan komunitas kami. Saya memiliki kedamaian di hati dan pikiran saya," imbuh dia. "Menulis buku telah membantu saya mencerna apa yang terjadi, tetapi itu melelahkan."

Selama pertempuran, Cudi mengklaim telah menewaskan 250 teroris ISIS, meskipun dia juga mengatakan bahwa sniper lainnya membunuh sekitar 500 militan kelompok teror tersebut.

Dalam bukunya, Cudi juga berbicara tentang cedera akibat serangan roket yang dia alami. Luka itu yang membuatnya harus meninggalkan perang di Suriah dan pulang ke Inggris.

"Meskipun kematian sangat dekat Anda harus berpikir tentang bagaimana untuk bertahan hidup, sehingga Anda melawan. Anda juga harus menghadapi situasi sulit yang rumit, kehilangan kawan Anda dan menembak kawan secara tidak sengaja," imbuh dia.

"Semua orang mengatakan bahwa berlian dibuat di bawah tekanan dan saya pikir ada beberapa kebenaran di dalamnya," paparnya.

"Anda mengembangkan mekanisme bertahan hidup di dalam untuk mengatasinya. Anda berusaha untuk tidak hancur, jadi Anda menjaga kepala Anda tetap tinggi."

"Ketika saya dihantam, saya melihat warna kematian. Saya mengalami emosinya yang liar. Ini luar biasa untuk dialami dan Anda menghargai hidup dan memandang hidup dengan tujuan dan makna baru," tutur Cudi.

Sekarang, meskipun dia bahagia tinggal di Inggris, Cudi berharap akan kembali ke Kobani untuk membantu membangun kembali kota itu dari kerusakan akibat perang.

Dia khawatir bahwa pendukung ISIS dapat menyerang dirinya di rumahnya di Inggris, namun dia tidak takut. "Ada sel yang bisa tidur di mana saja, tetapi saya memiliki keamanan saya dan saya berhati-hati," katanya.

"Saya beruntung hidup dalam masyarakat yang terbuka dan demokratis, dan saya menghargai kehidupan saya di Inggris," paparnya.




Credit  sindonews.com




Gerilyawan Al-Houthi tuduh Inggris berusaha gelincirkan proses perdamaian Yaman


Gerilyawan Al-Houthi tuduh Inggris berusaha gelincirkan proses perdamaian Yaman
Gadis kecil berdiri dekat pondok di kamp yang dibangun seadanya bagi warga yang mengungsi dekat Abs bagian barat laut provinsi Hajja, Yaman, Senin (18/2/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Khaled Abdullah/djo



Sana`a, Yaman, (CB) - Kelompok gerilyawan Syiah Yaman, Al-Houthi, menuduh Pemerintah Inggris berusaha menggelincirkan kesepakatan perdamaian yang rapuh di Kota Pelabuhan Utama Yaman, Al-Hudaydah.

"Kami tidak menganggap Inggris sebagai salah satu penengah dalam pembicaraan perdamaian Yaman," kata Juru Bicara Al-Houthi Mohammed Abdulsalam, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Yaman, SABA --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa siang.

Ia menanggapi pernyataan yang dikeluarkan sehari sebelumnya oleh Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt.

Abdulsalam menambahkan bahwa "Utusan Khusus PBB untuk Yaman Martin Griffiths juga tampaknya lebih mewakili Pemerintah Inggris ketimbang mewakili PBB".

Abdulsalam mengatakan kelompoknya berkomitmen pada Kesepakatan Stockholm, yang dicapai pada Desember tahun lalu.

Ia mengatakan penyerahan managemen kota pelabuhan tersebut kepada satu pihak netral bukan bagian dari kesepakatan yang ditandatangani tersebut. Ia menuduh Hunt berusaha melicinkan jalan bagi koalisi pimpinan Arab Saudi untuk menduduki Kota Pelabuhan Al-Hudaydah, yang strategis di tepi Laut Merah.

Pada Ahad, Hunt mengatakan ia mengunjungi Kota Pelabuhan Aden, yang dikuasai pemerintah di Yaman Selatan, untuk mendorong kedua pihak yang bertikai di Yaman ke arah penerapan kesepakatan perdamaian itu. Ia menambahkan itu adalah "kesempatan terakhir".

Hunt memperingatkan proses perdamaian di Yaman bisa mati dalam waktu beberapa pekan, kalau Kesepakatan Stockholm tidak dilaksanakan sepenuhnya.

Hunt mengatakan ia memberitahu Abdulsalam di Oman bahwa "penarikan gerilyawan Al-Houthi perlu dilakukan secepatnya, untuk memelihara kepercayaan pada Kesepakatan Stockholm dan memungkinkan dibukanya saluran penting kemanusiaan".

Kesepakatan perdamaian tersebut dimaksudkan untuk menghindari pertempuran di Al-Hudaydah, saluran kehidupan utama buat dua-pertiga warga Yaman, yang dikatakan PBB berada di jurang kelaparan.

Kedua pihak yang berperang belum melaksanakan rencana yang diperantarai PBB, untuk menarik pasukan dari dalam kota itu dan sekitarnya, sejak kesepakatan perdamaian tersebut diberlakukan pada 18 Desember 2018.



Credit  antaranews.com



Selasa, 05 Maret 2019

May Janjikan Rp29,9 T untuk Kota Pendukung Brexit


May Janjikan Rp29,9 T untuk Kota Pendukung Brexit
PM Theresa May akan mengucurkan Rp29,9 triliun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah pendukung Brexit, khususnya di utara Inggris. (Reuters/Henry Nicholls)



Jakarta, CB -- Perdana Menteri Theresa May akan mengucurkan anggaran 1,6 miliar poundsterling atau setara Rp29,9 triliun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah pendukung Brexit, khususnya di utara Inggris.

"Masyarakat di seluruh negeri memilih Brexit sebagai ungkapan keinginan mereka untuk melihat perubahan; harus ada perubahan untuk yang lebih baik, dengan lebih banyak peluang dan kontrol yang lebih besar," kata May dalam sebuah pernyataan.

"Kota-kota ini memiliki warisan gemilang serta potensi yang besar dan, dengan bantuan yang tepat, masa depan yang cerah ada di depan mereka."


Pemerintah menyatakan dana itu akan menargetkan tempat-tempat yang kemakmurannya tidak merata. Dana itu kemudian akan digunakan untuk menciptakan lapangan kerja baru, mengadakan pelatihan, dan meningkatkan kegiatan ekonomi.

Sebagian besar publik Inggris memandang pengucuran dana ini sebagai bagian dari upaya May untuk menghimpun dukungan atas usulan kesepakatan Brexit gagasannya.

Juru bicara keuangan Partai Buruh selaku oposisi, John McDonnell, mengatakan dana itu adalah "sogokan Brexit."

"Anggaran kota ini merupakan tanda keputusasaan pemerintah dengan menyuap Anggota Parlemen untuk memilih undang-undang Brexit andalan semakin usang," katanya dalam sebuah pernyataan.

Uni Eropa memberikan waktu bagi Inggris hingga akhir bulan ini untuk merampungkan kesepakatan sebelum mereka keluar dari blok tersebut.

Draf kesepakatan gagasan May, yang masih mempertahankan sebagian besar hubungan ekonomi dengan Uni Eropa, ditolak oleh parlemen Inggris. Brexit pun terancam gagal.



Credit  cnnindonesia.com




Jumat, 01 Maret 2019

Theresa May Dapat Tambahan Waktu 2 Minggu untuk Brexit


PM Inggris Theresa May saat membuat pidato Brexit di Italia pada 22 September 2018. [REUTERS]
PM Inggris Theresa May saat membuat pidato Brexit di Italia pada 22 September 2018. [REUTERS]

CB, Jakarta - Perdana Menteri Theresa May memenangkan tambahan waktu dua minggu untuk batas waktu Brexit dari anggota parlemen Inggris.
Tetapi oposisi Partai Buruh mengumumkan akan mendukung pemungutan suara referendum baru Brexit, pertama kali sejak Inggris memberikan suara pada tahun 2016.
Setelah berbulan-bulan mengatakan bahwa Inggris harus meninggalkan Uni Eropa tepat waktu pada tanggal 29 Maret, May membuka meminta tambahan waktu untuk mencegah Brexit tanpa kesekataan atau No Deal Brexit.

Setelah berdebat sengit, anggota parlemen akhirnya mendukung permohonan penundaan May.
Setelah kesepakatan yang dinegosiasikan dengan para pemimpin Eropa ditolak pada 15 Januari, May berharap untuk membawa kembali perjanjian Brexit untuk pemungutan suara di parlemen sebelum 12 Maret.

Anggota parlemen Inggris pada hari Selasa, 29 Januari 2019, menginstruksikan Perdana Menteri Theresa May untuk membuka kembali perjanjian Brexit dengan Uni Eropa untuk menggantikan pengaturan perbatasan Irlandia yang kontroversial.[REUTERS]
May mengatakan jika proposal kesepakatannya dibatalkan, anggota parlemen akan mendapat kesempatan untuk memilih apakah akan pergi tanpa kesepakatan, atau meminta Uni Eropa untuk menunda batas waktu.

Anggota parlemen memberikan suara 502-20 untuk mendukung amandemen yang diusulkan oleh anggota parlemen dari Partai Buruh Yvette Cooper.
Namun Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, Uni Eropa akan menyetujui perpanjangan batas waktu Brexit melewati 29 Maret, jika Inggris bisa memberikan proposal kesepakatan yang jelas.






Credit  tempo.co