Tampilkan postingan dengan label CRIMEA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label CRIMEA. Tampilkan semua postingan

Rabu, 15 Agustus 2018

Muslim Krimea kecewa atas diamnya dunia Islam



Muslim Krimea kecewa atas diamnya dunia Islam
Tiga wanita membawa potret saat aksi yang diprakarsai kerabat tentara Ukraina, yang diyakini ditawan dalam konflik militer di Ukraina timur, memohon pihak berwenang Jerman memberikan bantuan mencari mereka, di depan kedutaan Jerman di Kiev, Ukraina, Rabu (14/9/2016). (REUTERS/Gleb Garanich)





Jakarta (CB) - Tokoh masyarakat Muslim Tatar di Semenanjung Krimea, Mustafa Dzhemilev, pada Selasa di Jakarta menyatakan kecewa atas sikap diam negara berpenduduk sebagian besar Muslim, yang diam terhadap pencaplokan wilayah tersebut oleh Rusia dari Ukraina sejak 2014.

"Kami kecewa karena hanya 22 dari 57 negara Muslim mendukung keutuhan wilayah Ukraina dan membebaskan kami dari penjajahan Rusia," kata Dzhemilev, anggota parlemen Ukraina dan pernah memimpin Majelis Rakyat Tatar di Krimea, yang kini dibubarkan Rusia karena dianggap membangkang.

Tatar Krimea adalah suku Muslim, yang terbentuk dan menjadi mayoritas penduduk di Krimea hingga 1944. Pemerintah Uni Soviet pada saat itu mengusir semua suku Tatar Krimea sehingga kini tersisa sebagai kelompok kecil dengan jumlah 13 persen dari keseluruhan penduduk di semenanjung tersebut.

Kemerdekaan Ukraina usai Uni Soviet bubar sempat membuat sebagian dari mereka bisa kembali ke kampung halaman ke Krimea.

Tetapi, semenjak Rusia menganeksasi Krimea pada 2014, kehidupan Muslim Tatar di sana kembali terancam, kata Dzhemilev, yang menentang pendudukan Moskow karena dinilai hanya akan menjadikan kampung halamannya sebagai pangkalan militer untuk meluaskan pengaruh Putin.


Sebagai kelompok minoritas yang menentang pendudukan Rusia, Muslim Tatar sering menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia oleh otoritas perwakilan Moskow di Krimea. Mereka ditangkap tanpa dakwaan jelas, dipenjara tanpa pengadilan, diadu domba, bahkan terancam diusir dari Krimea, kata Dzhemilev.

Pada 2014, Dzhemilev sempat mengunjungi sejumlah negara Muslim seperti untuk meminta dukungan mereka dalam meloloskan resolusi Majelis Umum PBB yang menegaskan integritas keutuhan wilayah Ukraina, termasuk Krimea. Tetapi usaha tersebut gagal karena hanya 22 dari 57 negara anggota Organisasi Konferensi Islam yang mendukungnya.

"Meski kecewa, kami bisa memahami sikap tersebut karena mereka tidak ingin merusak hubungan bilateral yang baik dengan Rusia," kata Dzhemilev.

Dia mencontohkan pengalaman pribadinya membela Afghanistan saat diokupasi oleh Uni Soviet pada masa Perang Dingin. Dia sempat dipenjara selama tiga tahun oleh pemerintah Moskow atas aktivitas politiknya tersebut. Tetapi dia kini kecewa karena Afghanistan memilih abstain saat Ukraina mengusulkan resolusi keutuhan wilayah.

"Tetapi sekarang saya kecewa karena Afghanistan justru memilih abstain karena tidak ingin membuat marah Rusia," kata Dzhemilev.

Di sisi lain, dia berterimakasih kepada pemerintah Indonesia, yang menjadi salah satu dari sebagian negara Muslim pendukung resolusi PBB pada 2014.





Credit  antaranews.com










Rabu, 01 Agustus 2018

Uni Eropa Sanksi 6 Perusahaan Rusia di Proyek Jembatan Crimea




Pemandangan jembatan baru yang menghubungkan Rusia dan semenanjung Crimea sebelum upacara pembukaannya di dekat Kerch, Crimea, Selasa, 15 Mei 2018. [Alexander Nemenov / Pool Photo via AP ]
Pemandangan jembatan baru yang menghubungkan Rusia dan semenanjung Crimea sebelum upacara pembukaannya di dekat Kerch, Crimea, Selasa, 15 Mei 2018. [Alexander Nemenov / Pool Photo via AP ]

CB, Jakarta - Uni Eropa menjatuhkan sanksi dengan membekukan aset enam perusahaan Rusia karena keterlibatan mereka dalam pembangunan jembatan ke semenanjung Crimea.
Rusia menganeksasi Crimea dari Ukraina pada 2014 selama pemberontakan yang menggulingkan presiden Ukraina pro-Rusia. Negara Barat mengutuk langkah itu sebagai aneksasi ilegal dan menjatuhkan sanksi pada Rusia.

Dilaporkan Reuters, 31 Juli 2018, jembatan senilai US$ 3,6 miliar atau Rp 519 triliun di selat Kerch, yang diresmikan oleh Presiden Vladimir Putin pada Mei lalu, telah menarik teguran keras dari Uni Eropa yang mengatakan pembangunan jembatan adalah pelanggaran lebih lanjut terhadap kedaulatan Ukraina.
Jembatan penghubung daratan Rusia dengan Semenanjung Krimea yang melintasi Selat Kerch, 16 Mei 2018.[REUTERS / Pavel Rebrov / File Photo]
Keenam perusahaan yang disanksi Dewan Uni Eropa termasuk perusahaan konstruksi PJSC Mostotrest dan CJSC VAD.

Perusahaan-perusahaan yang memiliki aset di Uni Eropa akan dibekukan dan orang-orang Uni Eropa atau perusahaan Eropa tidak boleh bekerjasama dengan perusahaan tersebut."Melalui tindakan mereka, yang mendukung konsolidasi kontrol Rusia atas semenanjung Crimean yang dianeksasi secara ilegal, yang menyebabkan semakin melemahkan integritas teritorial, kedaulatan dan kemerdekaan Ukraina," kata Dewan Uni Eropa.

Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri upacara pembukaan jembatan, yang dibangun untuk menghubungkan daratan Rusia dengan Semenanjung Krimea melintasi Selat Kerch, 15 Mei 2018. Alexander Nemenov/Pool via REUTERS
Menteri luar negeri Ukraina Pavlo Klimkin mengatakan dia menyambut baik sanksi tambahan tersebut.
"Peringatan penting juga untuk bisnis Eropa agar tidak jatuh ke jurang yang sama," tulis Klimkin di Twitter.

Dilansir Russia Today, sanksi Uni Eropa menargetkan perusahaan konstruksi Institute Giprostroymost, Mostotrest, VAD ZAO, S.G.M. Grup, Stroygazmontazh Most dan perusahaan kapal Zalyv Shipbuilding Yard, yang terletak di Crimea.Ini adalah tekanan terbaru terhadap sanksi ke Rusia. Daftar sanksi Uni Eropa saat in itelah menjatuhkan sanksi kepada 44 perusahaan dan organisasi Rusia.

Awal bulan ini, Dewan Eropa memperpanjang sanksi ekonomi yang menargetkan sektor-sektor khusus ekonomi Rusia hingga 31 Januari 2019. Selain dari perusahaan-perusahaan, blok itu memberlakukan larangan visa dan pembekuan aset terhadap 155 individu Rusia.



Credit  tempo.co





Rabu, 16 Mei 2018

UE sebut Jembatan Crimea langgar kedaulatan Ukraina


UE sebut Jembatan Crimea langgar kedaulatan Ukraina

Presiden Rusia Vladimir Putin mengendarai truk Kamaz selama upacara pembukaan jembatan, yang dibangun untuk menghubungkan daratan Rusia dengan Semenanjung Krimea melintasi Selat Kerch, (REUTERS/POOL)



Brussel (CB) – Uni Eropa (UE) mengatakan jembatan baru yang menghubungkan Rusia daratan ke Crimea yang dianeksasi Moskow dan dilewati Presiden Rusia Vladimir Putin dengan mengendarai truk pada Selasa waktu setempat, merupakan serangan baru terhadap integritas teritorial Ukraina.

“Federasi Rusia telah membangun Jembatan Kerch menuju Semenanjung Crimea tanpa seizin Ukraina. Itu sama dengan pelanggaran baru terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina oleh Rusia,” ungkap sebuah pernyataan dari juru bicara kantor layanan kebijakan luar negeri Uni Eropa.

“Pembangunan jembatan tersebut ditujukan untuk integrasi lebih jauh semenanjung yang dianeksasi secara ilegal dengan Rusia dan mengisolasinya lebih jauh dari Ukraina, yang masih berhak atas wilayah itu," tambah pernyataan itu.

Jembatan tersebut juga membatasi lalu lintas laut ke pelabuhan Ukraina di Laut Azov.


Televisi pemerintah Rusia menunjukkan Putin mengenakan pakaian berbahan jin dan jaket kasual di balik kemudi sebuah truk konstruksi, melintasi jembatan tersebut dan secara resmi membukanya.

UE mengatakan mereka masih menolak mengakui aneksasi Crime oleh Rusia pada 2014.

Hal ini juga melepaskan serangkaian sanksi terhadap Moskow untuk dukungannya bagi separatis pro-Rusia dalam konflik di timur Ukraina, dan pada Senin menambahkan lima lagi pejabat pemilihan di sana ke dalam daftar. Demikian dilansir Kantor Berita AFP.




Credit  antaranews.com




Presiden Rusia Resmikan Jembatan Crimea, Terpanjang di Eropa


Presiden Rusia Vladimir Putin mengendarai truk Kamaz selama upacara pembukaan jembatan, yang dibangun untuk menghubungkan daratan Rusia dengan Semenanjung Krimea melintasi Selat Kerch, 15 Mei 2018. Alexander Nemenov/Pool via REUTERS
Presiden Rusia Vladimir Putin mengendarai truk Kamaz selama upacara pembukaan jembatan, yang dibangun untuk menghubungkan daratan Rusia dengan Semenanjung Krimea melintasi Selat Kerch, 15 Mei 2018. Alexander Nemenov/Pool via REUTERS

CB, Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin meresmikan Kerch Strait, sebuah jembatan terpanjang di Eropa berjarak 19 kilometer yang menghubungkan Krasnodar Rusia dengan daratan Crimea, kawasan yang dicaplok dari Ukraina pada 2014.
"Pembukaan jembatan oleh Putin ini sekaligus menandai penyatuan kembali Crimea ke dalam wilayah Rusia," tulis CNN dalam laporannya, Selasa 15 Mei 2018. "Tetapi peresmian jembatan ini juga menjadi simbol isolasi internasional bagi Rusia."

Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri upacara pembukaan jembatan, yang dibangun untuk menghubungkan daratan Rusia dengan Semenanjung Krimea melintasi Selat Kerch, 15 Mei 2018. Alexander Nemenov/Pool via REUTERS

Sejumlah media melaporkan dari lokasi peresmian, Putin tampak meresmikan jembatan tersebut dengan cara menyetir sebuah truk besar melintas di atas jembatan.
Crimea dicaplok oleh Rusia pada Februari 2014. Ketika itu, Rusia melakukan operasi militer dengan dalih membantu warga setempat karena mendapatkan tekanan dari militer Ukraina, pemilik sah Crimea.
Kremlin menolak dituding mengirimkan pasukan militernya ke kawasan tersebut. Namun sejumlah fakta memperlihatkan bahwa pasukan bertopeng yang berada di Crimea adalah orang-orang Rusia yang memiliki kemampuan operasi militer tinggi.

Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan sambutannya dalam upacara pembukaan jembatan, yang dibangun untuk menghubungkan daratan Rusia dengan Semenanjung Krimea melintasi Selat Kerch, 15 Mei 2018. Sputnik/Alexei Druzhinin/Kremlin via REUTERS

Sementara itu, kantor berita Rusia, RIA Novosti, melaporkan, jembatan yang diresmikan Presiden Putin tersebut memiliki dua jalur, untuk mobil dan kereta api yang sanggup dilintasi 40 ribu kendaraan setiap hari, memindahkan 14 juta orang dan memuat 13 juta ton kargo per tahun.





Credit  tempo.co