Ilustrasi unjuk rasa di Malaysia. (REUTERS/Sadiq Asyraf)
Jakarta, CB -- Kelompok veteran yang tergabung dalam Asosiasi Patriot Nasional (Patriot) menolak sebuah petisi berisikan seruan mendeklarasikan Malaysia sebagai negara Islam. Petisi itu dibuat oleh Ikatan Muslimin Malaysia (Isma).
Patriot menganggap Undang-Undang Federal harus tetap sesuai seperti yang diinginkan para pendiri negara Malaysia. Presiden Patriot, Brigadir Jenderal (Purnawirawan) Mohamed Arshad Raji, mengatakan setiap gagasan yang ingin mengubah konstitusi harus bertujuan mengubah negara semakin demokratis, bukan otokratis.
"Patriot bersama G25 menyatakan bahwa kami tidak akan mendukung amandemen yang akan menganti ideologi negara dari sebuah rezim demokratis menjadi sebuah rezim otoriter atau teokrasi," kata Arshad melalui sebuah pernyataan pada Kamis (3/1).
G25 merupakan kelompok yang terdiri dari orang-orang etnis Melayu terkemuka yang dikenal karena mendorong paham Islam moderat di Negeri Jiran.
Dalam pernyataan itu, Arshad juga mengatakan Isma harus menjelaskan lebih detail lagi apa yang mereka maksud sebagai "negara Islam."
"Jika itu berarti sistem pemerintahan digerakan oleh dewan ulama yang akan menggantikan sistem parlementer yang demokratis saat ini, maka (amandemen) akan sia-sia karena mayoritas warga Malaysia tidak akan mendukung petisi itu," katanya seperti dikutipThe Strait Times.
Arshad mengatakan sebagai contoh, banyak negara-negara dengan sistem teokratis menjadi tidak teratur. Sebagian pemerintahannya cenderung tidak progresif bahkan hingga menjadi sebuah negara gagal.
Dia menuturkan Malaysia tak perlu menjadi negara Islam lantaran selama ini Negeri Jiran telah menganut prinsip-prinsip agama tersebut dalam pemerintahan.
Arshad mengatakan Malaysia bahkan mengakui Islam sebagai agama resmi negara.
"Patriot juga berpandangan bahwa di bawah konstitusi demokratis saat ini, negara kita memiliki peluang lebih baik untuk berkembang menjadi negara yang bersatu dan sukses daripada di bawah Konstitusi yang didasarkan pada teokratis."
Credit CNN Indonesia