Kamis, 03 Januari 2019

Dugaan Eksploitasi, RI Minta Taiwan Setop Skema Kuliah-Magang


Dugaan Eksploitasi, RI Minta Taiwan Setop Skema Kuliah-Magang
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu, Lalu Muhamad Iqbal, mengatakan bahwa pihaknya meminta meminta Taiwan menghentikan sementara perekrutan mahasiswa asing dalam skema kuliah-magang menyusul kabar 300 mahasiswa RI jadi korban kerja paksa di Taipei. (CNNIndonesia/Natalia Santi)



Jakarta, CB -- Pemerintah Indonesia meminta Taiwan menghentikan sementara perekrutan mahasiswa asing dalam skema kuliah-magang menyusul kabar bahwa 300 mahasiswa RI menjadi korban kerja paksa di Taipei.

Kementerian Luar Negeri RI menyatakan pihaknya melalui Kementerian Perdagangan telah meminta Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei untuk mendalami lebih lanjut mengenai kabar itu.

"Kemlu juga meminta KDEI berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk menghentikan sementara perekrutan serta pengiriman mahasiswa skema kuliah-magang hingga disepakatinya tata kelola yang lebih baik," ucap Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal, Selasa (2/1).


Kemlu RI memperkirakan jumlah mahasiswa Indonesia di Taiwan akan terus meningkat seiring dengan kebijakan New Southbond Policy (NSP) otoritas Taiwan.


Program itu memberikan lebih banyak beasiswa melalui berbagai skema kepada mahasiswa dari 18 negara Asia, termasuk Indonesia.

Berdasarkan data Kemlu RI, sedikitnya 6.000 mahasiswa RI saat ini tengah menempuh studi di Taiwan. Seribu diantaranya terdaftar dalam program kuliah-magang di delapan universitas pada periode 2017-2018.


Iqbal mengatakan dari hasil pendalaman awal, KDEI menemukan kondisi yang dihadapi para mahasiswa RI peserta skema kuliah-magang di Taiwan berbeda-beda di delapan perguruan tinggi.

"Karena itu KDEI Taipei akan melakukan pendalaman lebih lanjut guna mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh," tutur Iqbal.

Ratusan mahasiswa itu disebut terdaftar kuliah di Universitas Hsing Wu di Distrik Linkou, Taipei. Mereka disebut masuk perguruan tinggi itu melalui pihak ketiga atau perantara.

Menurut laporan China Times seperti dikutip surat kabar Taiwan News, Rabu (2/1), mereka menempuh kelas internasional khusus di bawah Departemen Manajemen Informasi sejak pertengahan Oktober 2018.


Dalam sepekan, para mahasiswa itu dikabarkan hanya belajar di kelas selama dua hari. Setelah itu, mereka bekerja empat hari di pabrik selama 10 jam, dan hanya mendapat jatah satu hari libur.

Iqbal memaparkan Kemlu telah memperoleh laporan dari KDEI Taipei perihal pengaduan sejumlah mahasiswa RI terkait skema kuliah-magang yang telah berlangsung sejak 2017 lalu itu.

Dalam keterangan terpisah, Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemenristekdikti, Ismunandar, menduga ratusan pelajar itu difasilitasi oleh sebuah lembaga asal Indonesia yang bekerja sama dengan pihak di Taiwan.

"Ada pihak yang merekrut di Indonesia yang bekerja sama dengan pihak Taiwan. Media Taiwan menggunakan istilah 'dijebak,'" kata Ismunandar kepada CNNIndonesia.com.

Meski begitu, dia menuturkan pihaknya belum berkoordinasi dengan Polri guna mengusut terduga perantara di Indonesia yang merekrut ratusan mahasiswa itu.



Credit  cnnindonesia.com