Jumat, 21 Desember 2018

China segera operasikan kapal pemburu


China segera operasikan kapal pemburu
Fregat siluman Angkatan Laut China (beegeagle.wordpress.com)



Beijing (CB) - Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) segera memiliki kapal pemburu generasi terbaru berbobot mati 10.000 ton buatan dalam negeri setelah kapal itu berhasil menjalani uji laju berkecepatan tinggi.

Stasiun televisi resmi China CCTV melaporkan foto uji kecepatan tinggi kapal perang tipe 055 tersebut, namun tidak disebutkan lokasi perairannya.

Wang Yunfei, seorang pengamat dan mantan pejabat AL PLA, mengatakan bahwa tujuan dari uji coba di perairan tersebut untuk mengetahui kemampuan kapal tersebut melaju dalam kecepatan tinggi dan dalam melakukan koordinasi antarsistem.

"Sebelumnya kapal tipe 055 itu telah menjalani uji laju berkecepatan rendah, namun dengan kecepatan tinggi maka uji coba ini bisa dipercaya," ujarnya sebagaimana dikutip Global Times, Kamis.



Setelah menjalani uji laju pada bulan Agustus lalu, kapal 055 telah beberapa kali melakukan pelayaran. Angkatan Laut PLA segera mendinaskan kapal perusak bersenjatakan rudal tersebut, seperti laporan CCTV.

Setelah selesai menjalani serangkaian uji layar, lanjut Wang, kapal itu masih harus melakukan serangkaian uji coba sistem komando persenjataan.

Menurut dia, proses itu membutuhkan waktu sekitar setengah tahun.

Selanjutnya China akan memiliki empat unit kapal 055. Dua unit disiagakan di Pelabuhan Dalian, Provinsi Liaoning (wilayah timur laut China yang berbatasan dengan Korut dan Korsel), sedangkan dua lainnya di Shanghai, pesisir Laut China Timur.

Dengan mempertimbangkan kebutuhan enam unit kapal induk dan kapal multiserang amfibi, maka China sedang berupaya memiliki sedikitnya 10 unit kapal 055 agar bisa membentuk gugus perang sekaligus pengawalan, demikian pendapat Wang.

Kapal tipe 055 yang panjangnya 180 meter dan lebar 20 meter itu dilengkapi dengan 112 baterai peluncur rudal vertikal yang mampu melontarkan rudal ke udara dalam segala situasi dan bentuk, seperti rudal udara, rudal antikapal penjelajah, rudal serangan darat, dan rudal antikapal selam.




Credit  antaranews.com




Saudi Rombak Lembaga Intelijen Setelah Pembunuhan Khashoggi


Jamal Khashoggi
Jamal Khashoggi
Foto: Metafora Production via AP
Saudi bentuk tiga lembaga pemerintah baru untuk meningkatkan operasi intelijen.



CB, RIYADH -- Arab Saudi membentuk tiga lembaga pemerintah baru untuk meningkatkan operasi intelijen terkait kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. Raja Salman meminta restrukturisasi lembaga intelijen pada Oktober setelah pemerintah Saudi akhirnya mengakui Khashoggi dibunuh di Istanbul, Turki.

Pejabat Saudi mengatakan tim pembunuh Khashoggi yang berjumlah 15 orang tersebut disatukan oleh Wakil Kepala Intelijen Ahmed Al-Asiri. Al-Asiri kemudian dipecat oleh Raja bersama dengan penasihat kerajaan Saud Al-Qahtani.

Dikutip dari Reuters pada Kamis (22/12), lembaga pemerintah baru tersebut bertujuan untuk memastikan operasi intelijen sejalan dengan kebijakan keamanan nasional, hukum internasional, dan hak asasi manusia.


photo
Para penyidik Turki mencari petunjuk yang mungkin ada terkait pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi di parkir basement, di konsulat Istanbul, Selasa (23/10).


Lembaga tersebut dibentuk oleh komite yang dipimpin Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS). Negara-negara sekutu barat telah meminta Riyadh untuk menahan pihak yang bertanggung jawab atas pembunuhan Khashoggi. Jaksa Saudi kini sedang menyiapkan hukuman mati kepada lima tersangka.

Senat AS pekan lalu menyalahkan Pangeran Muhammad atas pembunuhan itu. Hal itu merupakan sebuah teguran kepada Presiden AS Donald Trump, yang meminta Washington untuk berdiri mendukung Pangeran MBS. Padahal, lembaga intelijen AS CIA menilai Pangeran MBS yang memberikan perintah pembunuhan Khashoggi.



Credit  republika.co.id




OKI Bahas Pembentukan Dana Abadi bagi Pengungsi Palestina



OKI Bahas Pembentukan Dana Abadi bagi Pengungsi Palestina
Badan Bantuan dan Pekerja PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengalami krisis keuangan setelah AS menarik bantuannya. Foto/Istimewa

JEDDAH - Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) kemarin bertemu untuk membahas pembentukan dana sumbangan khusus untuk penyediaan dukungan bagi para pengungsi Palestina.

Selama pertemuan di Jeddah, Komite Ahli dari Negara Anggota OKI - yang dipanggil untuk membahas rancangan undang-undang dana tersebut - Asisten Sekretaris Jenderal untuk Palestina dan Al-Quds, Samir Bakr Diab mengumumkan dalam sebuah pidato bahwa rencana itu datang mengingat kekurangan bantuan yang dihadapi pengungsi Palestina seperti dikutip dari Middle East Monitor, Jumat (21/12/2018).

Dalam beberapa bulan terakhir, Badan Bantuan dan Pekerja PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) telah mengalami krisis keuangan karena keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memotong dukungan dan pendanaan bagi organisasi pada bulan Agustus lalu. Hal ini berdampak pada kemanusiaan, sosial dan situasi ekonomi sekitar lima juta pengungsi Palestina.

Banyak dari para pengungsi yang terpengaruh atas keputusan itu adalah 1,5 juta yang tinggal di kamp-kamp yang terdaftar di wilayah tersebut, terutama di Libanon, Yordania dan Suriah, dan menghadapi kekurangan pasokan bahan-bahan penting, tenda, dan sanitasi karena luka-luka.

Organisasi itu awalnya mengajukan anggaran sebesar USD1,2 miliar untuk tahun 2018. Namun setelah keputusan AS itu menghadapi kekurangan dana sebesar US446 juta yang mendorongnya mencari bantuan darurat yang menghasilkan tambahan USD382 juta. Masih ada kekurangan sekitar USD64 juta. Meskipun mempunyai kemampuan untuk meningkatkan anggaran dalam jumlah besar, namun UNRWA mendapatkan kejutan dengan AS menarik dukungannya dan sebagai hasilnya harus terus berjuang.

Menurut Sekretaris Jenderal OKI Dr. Yousef Bin Ahmad al-Othaimeen, keputusan AS baru-baru ini untuk memotong pendanaan untuk UNRWA mengancam mengurangi - atau sepenuhnya menghentikan - pendidikan dan layanan kesehatan yang diberikan kepada lebih dari lima juta pengungsi Palestina.

Pembicaraan untuk membentuk dana abadi - atau dikenal sebagai Dana Wakaf - dimulai berbulan-bulan sebelum keputusan AS dan diumumkan pada bulan Maret. Saat itu, al-Othaimeen mengadakan pembicaraan dengan Islamic Development Bank (IDB) dan Liga Arab untuk tujuan membentuk dana abadi permanen. 




Credit  sindonews.com



Tak Peduli Sanksi AS, Turki Lanjutkan Kerjasama dengan Iran


Tak Peduli Sanksi AS, Turki Lanjutkan Kerjasama dengan Iran
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menyatakan bahwa Ankara akan terus bekerja sama dengan Teheran, meski adanya sanksi dari Amerika Serikat terhadap Iran. Foto/Istimewa

ANKARA - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menyatakan bahwa Ankara akan terus bekerja sama dengan Teheran, meski adanya sanksi dari Amerika Serikat (AS) terhadap Iran. Dia juga menyebut bahwa Turki tidak mendukung keputusan AS tentang sanksi.

"Penarikan AS dari kesepakatan nuklir tidak dianggap sebagai keputusan yang tepat. Keputusan ini meningkatkan risiko situasi di wilayah tersebut, kami tidak mendukungnya. Kami akan terus dekat dengan Iran pada saat keputusan yang tidak adil sedang terjadi, menentangnya," kata Erdogan, seperti dilansir Sputnik pada Kamis (20/12).

Dia lalu mengatakan bahwa tujuan Turki dan Iran adalah untuk meningkatkan perputaran perdagangan dari USD 11 miliar menjadi USD 30 miliar. "Kami memiliki kerja sama yang baik di bidang keamanan, dan kami tidak akan membiarkannya putus," ungkapnya.

Seperti diketahui, AS mengembalikan sanksi terhadap Iran menyusul penarikan negara itu dari Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) atau perjanjian nuklir Iran, pada bulan Mei.

Putaran pertama sanksi diberlakukan pada bulan Agustus, diikuti oleh putaran kedua pada 5 November. Sasaran sanksi tidak hanya ekonomi Iran tetapi juga orang-orang dan entitas yang terus melakukan bisnis dengan Iran.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo kemarin menyatakan bahwa administrasi Trump akan terus membangun koalisi negara-negara yang fokus pada melawan kegiatan ilegal Iran. 



Credit  sindonews.com




Pihak berperang di Yaman saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata


Pihak berperang di Yaman saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata
Seorang ibu menggendong anaknya yang menderita gizi buruk di sebuah pusat pemberian makanan di rumah sakit al-Sabyeen, Sanaa, Jumat (20/7). Satu juta anak-anak Yaman menderita gizi buruk akut dalam beberapa bulan sementara keluarga berjuang untuk membeli makanan di salah satu negeri Arab termiskin di dunia, menurut Program Pangan Dunia PBB. Kekacauan politik memaksa Yaman berada dalam krisis kemanusiaan dan lembaga bantuan memperkirakana setengah dari 24 juta penduduknya mengalami gizi buruk. (REUTERS/Bill Ingalls/NASA/Hand)



Aden (CB) - Pihak-pihak yang bertempur di Yaman menyalahkan satu sama lain atas pelanggaran terhadap gencatan senjata yang ditengahi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Hudaidah yang dimaksudkan untuk menghindari pertempuran habis-habisan merebut kota pelabuhan Hudaidah yang vital bagi pasokan bantuan.

Selain itu gencatan senjata tersebut bertujuan memuluskan jalan bagi perundingan-perundingan perdamaian.

Warga masyarakat melaporkan gempuran pada Selasa malam, hari pertama gencatan senjata, selama satu jam di pinggiran bagian selatan dan timur kota Laut Merah yang dikuasai Houthi itu, urat nadi bagi jutaan orang yang berrisiko terpapar kelaparan. Suasana kembali tenang pada Rabu, demikian Reuters melaporkan.

Tetapi satu sumber di koalisi pimpinan Saudi, yang berperang melawan Houthi sekutu dengan Iran, mengatakan kepada Reuters bahwa jika para pemantau internasional tidak ditempatkan di Hudaidah segera, perjanjian yang sudah dicapai dalam proses pembangunan kepercayaan dan ditengahi PBB itu dapat membuat bimbang.

PBB dijadwalkan mengadakan konferensi melalui tautan video pada Rabu dengan mengikutsertakan pihak Houthi dan pemerintah Yaman guna membahas penarikan tentara dari Hudaidah dan tiga pelabuhan berdasarkan perjanjian perdamaian yang disepakati dalam pembicaraan di Swedia pekan lalu, perundingan pertama dalam lebih dua tahun.


TV al-Masirah yang dikelola Houthi menuding pasukan koalisi melancarkan serangan atas beberapa tempat di Hudaidah, termasuk kawasan-kawasan di sebelah timur bandar udara. Kantor berita Uni Emirat Arab WAM yang mengutip sumber Yaman melaporkan, pihak Houthi melancarkan serangan bom mortir dan roket terhadap Rumah Sakit 22 Mei di bagian timur kota itu.

"Kami akan terus memberi mereka (pihak Houthi) manfaat dari keraguan dan menunjukkan tahan diri, tetapi inidikator-indikator awal tak menjanjikan," kata sumber koalisi itu yang tak bersedia disebut namanya.

"Kalau PBB ... terlalu lama untuk masuk ke arena itu, mereka akan kehilangan peluang dan perjanjian Stockholm akan berfungsi."

Tiga warga di Sanaa, ibu kota Yaman, mengatakan kepada Reuters bahwa koalisi melancarkan serangan-serangan udara atas pangkalan udara al-Dulaimi dekat bandar udara Sanaa pada Rabu.

Houthi menggulingkan pemerintah yang diakui internasional pada tahun 2014.

Berdasarkan perjanjian gencatan senjata, yang hanya mencakup Hudaidah, para pemantau internasional akan ditempatkan di kota itu dan pelabuhan dengan seluruh pasukan bersenjata ditarik dalam kurun waktu 21 hari gencatan senjata.



Credit  antaranews.com




Eks Tentara Bayaran AS Dibui Atas Pembantaian di Baghdad


Eks Tentara Bayaran AS Dibui Atas Pembantaian di Baghdad
Ilustrasi. (Pixabay/Succo)


Jakarta, CB -- Seorang mantan penjaga keamanan di kontraktor keamanan Amerika Serikat, Blackwater, dinyatakan dijatuhi hukuman bui seumur hidup atas perannya dalam pembantaian warga sipil tak bersenjata di kota Baghdad, Irak, 11 tahun lalu.

Tersangka, Nicholas Slatten, divonis atas pembunuhan tingkat pertama oleh juri federal di Washington pada Rabu (19/12), setelah lima hari musyawarah.

Slatten dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena terbukti membunuh Ahmed Haithem Ahmed Al Rubia'y, seorang calon dokter berusia 19 tahun.



Ia merupakan salah satu dari belasan warga sipil yang tewas dibunuh penjaga Blackwater di alun-alun Nisour, Baghdad, pada 16 September 2007.


Penjaga Blackwater meluncurkan tembakan dengan senapan ke arah massa ketika mereka sedang mengawal konvoi diplomatik.

Serangan yang diduga dilakukan tanpa provokasi itu menelan setidaknya 14 nyawa warga sipil dan 18 korban lainnya terluka.

Kantor pengacara AS menghadirkan 34 saksi dalam persidangan kasus tersebut, termasuk empat orang dari Irak.



Menurut bukti pemerintah, Slatten adalah pelaku yang pertama kali melepaskan tembakan ke arah massa.

Slatten hanya salah satu dari empat penjaga Blackwater dalam kasus tersebut yang divonis hukuman penjara. Tiga penjaga lainnya divonis hukuman penjara 30 tahun pada 2014 lalu.

Namun, pengadilan banding telah memerintahkan agar tiga penjaga Blackwater lainnya diberi ganjaran serupa. Saat ini, mereka masih dalam tahanan menunggu vonis kembali.

Penembakan ini dianggap memperdalam kebencian warga Irak terhadap AS setelah Washington menggulingkan diktator Saddam Hussein empat tahun sebelumnya.




Credit  cnnindonesia.com






Prancis dan Amerika Bahas Tahapan Penarikan Pasukan dari Suriah


Kendaraan militer AS melintas di utara Manbij di Provinsi Aleppo, Suriah, 9 Maret 2017. [REUTERS/Rodi Said]
Kendaraan militer AS melintas di utara Manbij di Provinsi Aleppo, Suriah, 9 Maret 2017. [REUTERS/Rodi Said]

CBParis – Prancis dan negara sekutu yang berperang melawan kelompok ISIS sedang mendiskusikan urutan waktu dan kondisi penarikan pasukan militer Amerika Serikat dari Suriah.

Washington dinilai perlu mempertimbangkan stabilitas di wilayah ini untuk menghindari krisis humanitarian baru.
“Kami dan negara mitra dari koalisi internasional sedang bicara dengan Washington mengenai waktu dan kondisi implementasi dari keputusan AS untuk menarik pasukan,” begitu pernyataan kementerian Luar Negeri Prancis, Kamis, 20 Desember 2018.


Prancis bakal secara berhati-hati mengamankan semua mitra AS termasuk pasukan Suriah Demokratis. “Perlindungan populasi dari wilayah timur laut Suriah dan stabilitas kawasan ini harus dipikirkan oleh AS untuk menghindari drama kemanusiaan dan munculnya kembali kelompok teroris,” begitu pernyataan dari kemenlu Prancis.
Menurut seorang pejabat AS, sejumlah pejabat memberikan masukan kepada Trump untuk tidak menarik pasukan dari Suriah. Namun, Trump membuat keputusan dramatis pada pekan ini untuk menarik pasukan AS untuk memenuhi janji kampanye Presiden. Pada kampanye Presiden 2016, Trump berjanji untuk membatasi keterlibatan militer AS di luar negeri.


 
Keputusan Trump untuk menarik pasukan dari Suriah ini mengingatkan publik pada keputusannya yang lain untuk menarik diri dari kesepakatan perubahan iklim Paris, dan perjanjian nuklir Iran.
Menurut dua pejabat, Trump kerap bertanya apa yang dilakukan pasukan AS di Suriah. “Apa yang kita lakukan di sana? Saya tahu kita di sana untuk melawan ISIS, tapi kita telah melakukannya. Sekarang apa?” kata bekas pejabat seperti dilansir Reuters.
Trump memahami tapi menolak penjelasan dari penasehat senior AS bahwa pasukan berada di sana bukan di garis terdepan dan jumlahnya hanya 2000 orang. Pasukan ada disana, kata penasehat, untuk memperkuat pasukan lokal anti-ISIS.


 
Namun, Trump mengatakan dia menginginkan pasukan keluar dari Kota Raqqa dan basis ISIS lainnya begitu wilayah itu berhasil dikuasai.
Pejabat ini mengatakan keputusan Trump itu dianggap di Pentagon sebagai menguntungkan Rusia dan Iran, yang menggunakan dukungan kepada Suriah untuk memperkuat pengaruh di kawasan itu. Iran juga meningkatkan kemampuannya mengirim senjata ke Hizbullah di Lebanon untuk melawan Israel.
Saat ditanya siapa yang diuntungkan dari keputusan Trump ini, pejabat ini menjawab,”Rusia diuntungkan secara geopolitik, dan Iran secara regional.”
Seorang sumber lainnya dari militer AS mengatakan secara anonim bahwa perintah Trump untuk menarik pasukan dari Suriah mengejutkan para komandan di lapangan.




Credit  tempo.co




Lindungi Kurdi, Prancis Pertahankan Militernya di Suriah


Lindungi Kurdi, Prancis Pertahankan Militernya di Suriah
Prancis akan mempertahankan keberadaan militernya di Suriah pasca AS menarik diri dari negara yang dilanda perang saudara itu. Foto/Istimewa

PARIS - Prancis akan mencoba untuk memastikan keamanan Kurdi Suriah yang menjadi sekutu Amerika Serikat (AS) guna menghancurkan Negara Islam (ISIS). Demikian janji yang dilontarkan seorang diplomat Prancis setelah AS menarik diri dari Suriah.

"Dalam beberapa minggu mendatang, Prancis akan berusaha untuk memastikan keamanan semua mitra AS, termasuk Pasukan Demokrat Suriah (SDF)," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis, Agnes Von der Muhll, seperti dikutip dari Washington Examiner, Jumat (21/12/2018).

SDF didominasi oleh Kurdi Suriah di bagian timur laut negara itu, yang memberikan kekuatan darat lokal yang paling efektif untuk kampanye merebut kembali wilayah yang dimiliki oleh ISIS. Kerja sama itu membuat marah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang khawatir bahwa kelompok itu akan bergabung dengan Turki Kurdi dan mencoba untuk membentuk negara baru. Keputusan Presiden Trump untuk keluar dari negara itu membuka jalan bagi Turki untuk menyerang mantan mitra AS itu.

"Amerika Serikat harus mengambil perlindungan populasi Suriah timur laut dan stabilitas daerah ini menjadi pertimbangan untuk menghindari tragedi kemanusiaan lebih lanjut dan kembalinya para teroris," kata diplomat Prancis itu.

Erdogan telah mengancam untuk memperbarui serangan terhadap Kurdi Suriah, menarik peringatan dari Amerika Serikat pekan lalu.

"Tindakan militer sepihak ke Suriah timur laut oleh pihak manapun, terutama karena personel AS mungkin ada atau di sekitarnya, adalah keprihatinan serius," kata Departemen Luar Negeri AS dan Pentagon kepada Kurdistan 24.

"Kami akan menganggap tindakan seperti itu tidak dapat diterima," imbuhnya.

Keputusan tak terduga untuk mengakhiri operasi Amerika di Suriah akan menghilangkan penghalang militer AS. Dan Kurdi Suriah menuju ke Paris pada hari Jumat untuk mendapat dukungan.

"Dua wakil ketua Dewan Demokrasi Suriah (MSD) Riad Darar dan Ilham Ahmed diharapkan tiba di Paris," kata Khaled Issa, juru bicara kelompok itu, sebagaimana dikutip oleh Harian Turki Daily Sabah. 


Credit  sindonews.com



Oposisi Suriah: Penarikan Mundur Pasukan Kekalahan AS atas Rusia


Oposisi Suriah: Penarikan Mundur Pasukan Kekalahan AS atas Rusia
Riad Darar, salah satu ketua Dewan Demokrat Suriah, mengatakan, penarikan pasukan AS) dari Suriah akan mengorbankan kehadiran masa depan mereka di Timur Tengah. Foto/Istimewa

DAMASKUS - Riad Darar, salah satu ketua Dewan Demokrat Suriah, mengatakan, penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dari Suriah akan mengorbankan kehadiran masa depan mereka di Timur Tengah. Pemimpin badan politik oposisi Suriah itu menyebut, penarikan ini juga menunjukan bahwa AS telah kalah dari Rusia, Iran dan Turki di Suriah. 

"Penarikan mereka akan mengorbankan kehadiran masa depan mereka di Timur Tengah, dan mereka akan menyatakan kerugian mereka di hadapan pakta yang terdiri dari Turki, Rusia dan Iran," kata Darar, merujuk pada kesepakatan antara tiga negara itu mengenai proses politik di Suriah.

“Amerika awalnya datang untuk menghadapi ISIS di wilayah tersebut, kemudian mereka mulai meningkatkan sikap terkait dengan Iran dan solusi politik di Suriah. Bagaimanapun, solusi politik di negara itu tidak akan terjadi segera, karena proses damai belum dimulai menurut saya," sambungnya, seperti dilansir Al Arabiya pada Kamis (20/12).

Dia lalu mengatakan bahwa konflik tidak lagi di antara warga Suriah, tetapi telah menjadi konflik internasional, dimulai dengan intervensi Turki di beberapa wilayah Suriah, kemudian Rusia dan juga Iran.

Darar juga melihat bahwa pernyataan Washington baru-baru ini tidak memiliki perhitungan strategis yang jelas, menyatakan keyakinannya bahwa Rusia adalah satu-satunya yang tahu apa yang diinginkannya.

Mengenai operasi Turki di sebelah timur Sungai Efrat, Darar menyatakan ketakutannya akan kemungkinan intervensi Turki dengan meluncurkan serangan darat di sebelah timur Sungai Efrat, yang merupakan basis dari Pasukan Demokrat Suriah, yang didominasi pasukan Kurdi.

“Ketakutan itu wajar karena menghadapi tentara yang kuat seperti Turki tidak mudah, tetapi membela tanah air kita adalah tanggung jawab. Inilah mengapa kami telah berbicara kepada rezim Suriah untuk memikul tanggung jawabnya jika masih menganggap dirinya sebagai wakil dari Suriah. Kami terlalu sibuk di tahap sebelumnya dengan menghadapi ISIS bahwa kami tidak berpikir untuk membela atau melindungi perbatasan karena kami tidak berpikir untuk memerangi Turki, tetapi sekarang menyerang kami dan kami sedang mempersiapkan diri untuk mempertahankan wilayah kami," tambahnya. 



Credit  sindonews.com




Myanmar Kembali Gelar 'Operasi Pembersihan' di Rakhine


Myanmar Kembali Gelar 'Operasi Pembersihan' di Rakhine
Ilustrasi situasi di Rakhine. (AFP PHOTO/YE AUNG THU)


Jakarta, CB -- Myanmar kembali menggelar "operasi pembersihan" setelah empat warga lokal Buddha diserang dan dua di antaranya tewas di Rakhine, negara bagian di mana penindasan terhadap minoritas Muslim Rohingya kerap terjadi.

Kantor Panglima Militer Myanmar melaporkan bahwa operasi tersebut dilancarkan setelah terjadi kekerasan di dekat anak sungai Pyu Ma di Maungdaw, Rakhine, pada 17 Desember lalu.

Militer menyatakan bahwa insiden tersebut pertama kali terkuak setelah mereka menerima laporkan bahwa dua pria etnis Buddha di Rakhine tak kembali ke rumah setelah melaut.


Sebagaimana dilansir AFP, kedua pria itu akhirnya ditemukan di bantaran sungai dengan tenggorokan yang sudah tersayat.


Di hari yang sama, dua anggota etnis Buddha lainnya diserang ketika sedang memancing di sungai tersebut oleh enam orang "yang berbicara bahasa Bengali."

Kantor panglima memang mengaku belum mengetahui identitas penyerang. Namun selama ini, Myanmar tak mengakui etnis Rohingya dan menyebut mereka sebagai imigran gelap dari Bengali.


Rohingya sendiri merupakan etnis minoritas Muslim di Myanmar. Namun, mereka termasuk mayoritas di Rakhine karena populasinya yang sangat banyak di negara bagian tersebut.

Rakhine kerap menjadi saksi bisu gelombang penyiksaan terhadap Rohingya. Gelombang persekusi terbaru Rohingya terjadi pada Agustus 2017 lalu.

Bentrokan dengan militer pertama kali pecah tak lama setelah kelompok bersenjata Rohingya menyerang sejumlah pos polisi dan satu pangkalan militer di Rakhine.

Mereka berdalih melakukan serangan untuk melawan persekusi dan membela hak-hak dasar Rohingya.


Namun, militer menganggap aksi tersebut sebagai terorisme. Myanmar pun menggelar "operasi pembersihan" untuk memberantas terorisme di Rakhine.

Pada kenyataannya, militer Myanmar dilaporkan tak hanya membidik kelompok bersenjata, tapi juga warga sipil Rohingya.

Tak hanya membunuh, mereka juga melakukan pemerkosaan dan pembakaran rumah-rumah Rohingya di Rakhine.

Keseluruhan bentrokan ini merenggut sekitar seribu nyawa dan membuat ratusan ribu Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.



Credit  cnnindonesia.com





Jurnalis Der Spiegel Akui Bertahun-tahun Bikin Berita Bohong


Jurnalis Der Spiegel Akui Bertahun-tahun Bikin Berita Bohong
Ilustrasi wartawan. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)


Jakarta, CB -- Majalah berita mingguan terkemuka di Jerman, Der Speigel, mengakui salah satu wartawan seniornya, Claas Relotius ternyata sudah bertahun-tahun mengarang laporan supaya layak diberitakan. Pernyataan yang disampaikan pada Rabu (19/12) itu membuat geger industri media massa.

Relotius merupakan seorang wartawan yang telah banyak memenangkan penghargaan jurnalistik, termasuk CNN Journalist of The Year pada 2014.

Awal bulan ini, pria berusia 33 tahun itu memenangkan penghargaan sebagai Reporterpreis di Jerman atau Reporter of The Year. Melalui karya liputannya tentang seorang anak muda Suriah, Relotius menuai pujian juri dan diganjar penghargaan itu.


Sejak menerima penghargaan itu, mulai beredar kabar karya-karya berita Relotuis adalah palsu dengan sumber reportase yang tidak kredibel.

Mengutip The Guardian, Kamis (20/12) pemalsuan berita tersebut terungkap setelah salah satu rekan Relotius curiga ketika meliput berita di perbatasan AS-Meksiko. Dia merasa janggal dengan beberapa hal dari laporan yang diterbitkan pada November itu.

Juan Moreno yang juga jurnalis akhirnya melacak dua sumber yang ditulis oleh Relotius, yang diduga tak kredibel. Keduanya lantas mengaku belum pernah bertemu Relotius.

Dari penyeledikan tersebut juga ditemukan Relotius berdusta tentang melihat tanda atau coretan di tembok yang menyatakan ujaran diskriminatif.

Selain memalsukan berita suasana imigran di perbatasan AS-Meksiko, ia juga memalsukan berita tentang seorang tahanan Yaman di Teluk Guantanamo, dan tentang bintang football AS, Colin Kaepernick.

Menanggapi dugaan dan penemuan tersebut, rekan-rekan reporter Relotius di Spiegel awalnya tak bisa mempercayai hal tersebut. Mereka bahkan sempat beranggapan Relotius hanya korban dari rencana licik Moreno.

"Relotius dengan sangat cerdik menolak semua serangan. Namun, dengan penelitian Moreno yang sangat konkret dan teliti, Relotius tak bisa menyangkal lagi dan diburu dengan ketakutan," tulis majalah tersebut dalam sebuah artikel.

Pria yang telah bekerja sebagai reporter Spiegel sejak 2007 itu kemudian mengundurkan diri setelah mengakui beritanya bohong. Relotius mengatakan dia menyesali tindakannya dan merasa sangat malu.

Ia mengaku melakukan melakukan hal itu karena khawatir gagal. Dalam artikel tersebut, Spiegel juga mengaku terkejut atas penemuan tersebut. Mereka menyatakan permintaan maaf kepada pembaca dan kepada siapa saja yang menjadi subyek kutipan palsu, tokoh yang dibuat-buat dengan adegan yang diciptakan secara fiktif oleh Relotius.




Credit  cnnindonesia.com



Ukraina akan Kembali Kirim Kapal Perang ke Perbatasan Rusia



Jet tempur Rusia di perbatasan Ukraina
Jet tempur Rusia di perbatasan Ukraina
Foto: CNN

Rusia telah menyita tiga kapal angkatan laut Ukraina di Laut Azov.



CB, KIEV -- Pejabat Keamanan Ukrania mengatakan, Ukrania akan mengirim kembali kapal perang ke pelabuhan Laut Azov-nya. Hal itu dilakukan meski Rusia telah menyita tiga kapal angkatan laut beserta awak mereka di daerah tersebut bulan lalu.

"Agresi Rusia tidak akan menghentikan rencana kami untuk membentuk kelompok angkatan laut di Laut Azov," ujar Sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Pemerintah Ukraina, Oleksandr Turchynov dalam wawancara dengan cabang BBC lokal seperti dikutip Reuters, Kamis (20/12).

"Jika kita berhenti dan mundur, Rusia akan benar-benar memenuhi tugasnya terus menangkap kita di Laut Azov, menghadirkan dunia dengan batas laut baru yang ditentukan sendiri di Laut Hitam, yang secara de facto melegalkan pendudukan Krimea," kata dia.

Turchynov mengatakan, Kiev akan mengundang perwakilan aliansi militer transatlantik Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) untuk membuktikan Ukraina tidak melanggar peraturan apa pun.

Meski demikian, dia tidak mengatakan kapan waktu kapal yang direncanakan mencoba untuk lewat, meskipun mengisyaratkan seharusnya tidak lama.

Menanggapi komentar tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan, niat Ukraina untuk mengirim kembali kapal perang melalui Selat Kerch adalah "provokasi".

Ukraina dan Rusia berselisih sejak pengambil alihan Krimea pada 2014 di Moskow. Akibat ketegangan itu, lebih dari 10 ribu orang tewas dalam pertempuran antara pasukan Ukraina dan separatis yang didukung Rusia.

Perselisihan itu semakin mendalam ketika Moskow bulan lalu menyita dua kapal perang kecil Ukraina dan satu kapal tunda dengan 24 awak gabungan memasuki wilayah Krimea. Rusia menuduh mereka memasuki perairan Rusia secara ilegal ketika mereka berangkat dari Laut Hitam melalui Selat Kerch.

Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa telah menuntut pembebasan para awak kapal. Presiden AS Donald Trump pun telah membatalkan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai bagian dari protes itu.




Credit  republika.co.id



Putin Khawatir Terjadinya Perlombaan Senjata Nuklir


Presiden AS Donald Trump (kiri) dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Presiden AS Donald Trump (kiri) dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Foto: ABC News
AS berencana mundur dari perjanjian nuklir INF.



CB, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengkhawatirkan potensi terjadinya perlombaan senjata nuklir baru. Hal itu diungkapkan setelah Amerika Serikat (AS) menyampaikan secara resmi rencananya mundur dari perjanjian Intermediate-range Nuclear Treaty (INF).

"Bahaya dari situasi yang meningkat sedang diremehkan," kata Putin ketika ditanya tentang kekhwatiran terjadinya perang nuklir dalam sebuah konferensi pers di Moskow, Kamis (20/12), dikutip laman CNN.

Selain kemungkinan bubarnya perjanjian INF, Putin menyinggung kesepakatan persenjataan nuklir lainnya yang dijalin Rusia dengan AS, yakni New Strategic Arms Reduction Treaty (START). Perjanjian tersebut ditandatangani kedua negara pada April 2010 dan berlaku Februari 2011.

Perjanjian New START mengatur tentang pembatasan jumlah hulu ledak nuklir yang dikerahkan AS dan Rusia. Perjanjian itu akan kedaluwarsa atau berakhir pada Februari 2021.

Menurut Putin, hingga kini AS belum membicarakan tentang kemungkinan memperpanjang masa aktif perjanjian New START. "Tidak ada negosiasi untuk memperpanjangnya. Itu tidak menarik atau tidak diperlukan, baiklah kalau begitu," ujarnya, dikutip laman The Washington Post.

Putin mengatakan, menjelang berakhirnya perjanjian New START, ditambah rencana AS meninggalkan INF, mendorong Rusia meningkatkan kemampuan pertahanannya. "Kami akan memastikan kemanan kami, kami tahu cara melakukannya," ucapnya.

Kendati demikian, Putin menilai bila kedua perjanjian yang mengatur tentang pembatasan kepemilikan senjata nuklir lenyap, hal itu akan berdampak buruk bagi kemanusiaan. "Ini sangat buruk bagi kemanusiaan karena hal itu membawa kita ke garis yang sangat berbahaya," ujar Putin.

INF ditandatangani AS dan Uni Soviet pada 1987. Perjanjian tersebut melarang kedua belah pihak memproduksi atau memiliki rudal nuklir dengan daya jangkau 500-5.500 kilometer.

Sejak 2014, AS kerap menuding Rusia melanggar INF. Namun tudingan itu selalu dibantah oleh Moskow. Kemudian pada Oktober lalu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencananya menarik AS dari INF. Rencana tersebut juga telah disampaikan secara resmi kepada Rusia bulan ini.

Rencana mundurnya AS dari INF memicu kekhawatiran, terutama dari Eropa. Benua Biru telah menganggap INF sebagai fondasi keamanannya. Dengan hengkangnya AS, potensi terjadinya perlombaan senjata baru seperti era Perang Dingin terbuka lebar dan akan menempatkan Eropa dalam bahaya.




Credit  republika.co.id






Amerika Minta Inspeksi Rudal Jelajah, Rusia Bilang Ini


Rudal jelajah Rusia 9M728 (kiri), dan 9M723 rudal balistik jarak pendek, benar. AS mengatakan rudal 9M729 yang baru diluncurkan Rusia melanggar larangan INF.[Stripes.com]
Rudal jelajah Rusia 9M728 (kiri), dan 9M723 rudal balistik jarak pendek, benar. AS mengatakan rudal 9M729 yang baru diluncurkan Rusia melanggar larangan INF.[Stripes.com]

CBMoskow – Pemerintah Rusia mengatakan tidak akan mengizinkan tim inspeksi dari Amerika Serikat untuk mengecek senjata rudal jelajah nuklir baru, yang menjadi pusat sengketa antara kedua negara dan mengancam batalnya perjanjian nuklir yang telah dibuat.

 
Rusia mengatakan jangkauan rudal itu berada di luar ketentuan yang diatur dalam perjanjian nuklir yang disepakati dengan AS. Jangkauan rudal itu disebut tidak sejauh klaim dari AS sehingga masih sesuai dengan kesepakatan senjata nuklir. Rusia menuding AS membuat tuduhan palsu agar bisa keluar dari perjanjian nuklir ini dan bisa mengembangkan nuklir baru.
“Kami tidak merasa bahwa langkah itu akan bisa dibenarkan dari sisi politik atau teknis,” kata Sergei Ryabkov, deputi menteri Luar Negeri Rusia, dalam wawancara dengan media Kommersant dan dikutip Reuters pada Rabu, 19 Desember 2018 waktu setempat.

 
Ryabkov menuding balik sikap AS itu sebagai sangat mengganggu dengan mencoba menyoroti kemampuan manufaktur roket Rusia. Sebaliknya, AS juga kerap menolak permintaan Rusia untuk menginvestigasi kapal selam AS, yang masuk dalam pengaturan perjanjian kedua negara.
“Inspeksi semacam itu, jika bakal terjadi, maka tidak bisa bersifat sepihak dan harus terjadi di kedua negara,” kata Ryabkov.

 
Menurut Ryabkov, ahli senjata Rusia telah meminta mitra dari AS untuk menggelar konsultasi soal ini namun belum mendapat respon.
Seperti diberitakan, Washington telah mengancam bakal keluar dari perjanjian senjata nuklir 1987 yaitu Intermediate – range Nuclear Forces Treaty atau INF. AS menuding rudal buatan Rusia yaitu Novator 9M729, yang disebut SSC-8 oleh NATO, melanggar kesepakatan kedua negara. Kesepakatan itu melarang kedua negara menaruh rudal jarak pendek dan menengah di daratan Eropa.

Raytheon sedang mengembangkan rudal SM-3 Blok IIA, yang menjadi bagian dari proyek gabungan antara Amerika Serikat dan Jepang. Kedua negara ini berencana untuk memasang dua lapisan sistem pertahanan udara untuk menghadapi ancaman rudal balistik antar benua Korea Utara atau negara lain. raytheon.com
Direktur Intelijen Nasional AS, Daniel Coats, mengatakan Rusia telah mengerahkan sejumlah batalyon rudal 9M729 dan ini menjadi ancaman langsung bagi Eropa dan Asia.


Soal ini, Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan negaranya bisa dengan mudah membuat dan mengerahkan rudal jarak menengah darat jika AS keluar dari perjanjian rudal nuklir. Menurut Putin, negaranya telah mengembangkan rudal jelajah udara dan laut. Ini bisa dikembangkan untuk rudal jelajah berbasis darat.




Credit  tempo.co




Tarik Pasukan dari Suriah, Trump Abaikan Masukan Penasehat


Pasukan AS membangun markas baru di Manbih, 8 Mei 2018.[REUTERS/Rodi Said]
Pasukan AS membangun markas baru di Manbih, 8 Mei 2018.[REUTERS/Rodi Said]

CBWashington – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengabaikan masukan dari para penasehat keamanan nasional, komandan lapangan pasukan, para anggota Kongres dan negara sekutu dengan memerintahkan penarikan pasukan militer dari Suriah.


 
Mengutip pendapat dari pejabat dan bekas pejabat yang mengetahui keputusan itu, Reuters melansir keputusan Trump ini bakal meningkatkan kekuatan Rusia dan Iran di kawasan Timur Tengah.
Keputusan itu juga membuat AS meninggalkan tujuan yang belum kelar yaitu menghapus bahaya dari Islamic State atau ISIS, yang telah kehilangan semua wilayah yang dikontrol namun mengancam bakal kembali.
“Presiden menang. Kecenderungannya memang selalu untuk tidak berada di Suriah,” kata seorang bekas pejabat yang dekat dengan Gedung Putih seperti dilansir Reuters pada Kamis, 20 Desember 2018.


 
Menurut pejabat ini, sejumlah pejabat memberikan masukan kepada Trump untuk tidak menarik pasukan dari Suriah. Trump membuat keputusan dramatis pada pekan ini untuk menarik pasukan AS untuk memenuhi janji kampanye Presiden. Pada kampanye Presiden 2016, Trump berjanji untuk membatasi keterlibatan militer AS di luar negeri.
Keputusan Trump untuk menarik pasukan dari Suriah ini mengingatkan publik pada keputusannya yang lain untuk menarik diri dari kesepakatan perubahan iklim Paris, dan perjanjian nuklir Iran.
Menurut dua pejabat, Trump kerap bertanya apa yang dilakukan pasukan AS di Suriah. “Apa yang kita lakukan di sana? Saya tahu kita di sana untuk melawan ISIS, tapi kita telah melakukannya. Sekarang apa?” kata bekas pejabat seperti dilansir Reuters.


 
Trump memahami tapi menolak penjelasan dari penasehat senior AS bahwa pasukan berada di sana bukan di garis terdepan dan jumlahnya hanya 2000 orang. Pasukan ada disana, kata penasehat, untuk memperkuat pasukan lokal anti-ISIS.
Namun, Trump mengatakan dia menginginkan pasukan keluar dari Kota Raqqa dan basis ISIS lainnya begitu wilayah itu berhasil dikuasai.
Pejabat ini mengatakan keputusan Trump itu dianggap di Pentagon sebagai menguntungkan Rusia dan Iran, yang menggunakan dukungan kepada Suriah untuk memperkuat pengaruh di kawasan itu. Iran juga meningkatkan kemampuannya mengirim senjata ke Hizbullah di Lebanon untuk melawan Israel.


 
Saat ditanya siapa yang diuntungkan dari keputusan Trump ini, pejabat ini menjawab,”Rusia diuntungkan secara geopolitik, dan Iran secara regional.”
Seorang sumber lainnya dari militer AS mengatakan secara anonim bahwa perintah penarikan pasukan dari Suriah mengejutkan para komandan di lapangan.
Seorang pensiunan militer Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, Jack Keane, mengatakan Trump bakal kehilangan perdamaian di Suriah meskipun pangkalan ISIS telah dihancurkan karena menarik pasukan.
“ISIS bakal muncul lagi, Iran menjadi ancaman lebih besar, dan menguasai Suriah, Israel berada dalam bahaya,” kata Keane, yang diproyeksikan bakal menggantikan Menteri Pertahanan Jim Mattis.
Dalam cuitan di Twitter, Trump mengatakan,”Kita telah mengalahkan ISIS di Suriah, satu-satunya adalah saya berada di sana selama masa kepresidenan ini.”




Credit  tempo.co




Trump Tarik Pasukan AS dari Suriah, Putin Semringah


Trump Tarik Pasukan AS dari Suriah, Putin Semringah
Presiden Rusia Vladimir Putin menyambut baik keputusan Presiden Donald Trump menarik pasukan AS dari Suriah. Foto/Ilustrasi/SINDONews/Ian

MOSKOW - Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyambut baik keputusan Amerika Serikat (AS) untuk menarik pasukannya keluar dari Suriah. Ia menambahkan bahwa sejak awal seharusnya pasukan AS seharusnya tidak ada di Suriah.

Berbicara pada konferensi pers, Putin mengatakan ia setuju dengan Presiden AS Donald Trump bahwa kelompok Negara Islam atau IS telah kalah. Ini membuat kehadiran pasukan AS di Suriah sudah tidak diperlukan lagi.

"Saya setuju dengan presiden AS, kami telah membuat kemajuan signifikan dalam memerangi terorisme di wilayah itu dan memberikan pukulan serius kepada IS di Suriah," kata pemimpin Rusia tersebut seperti dikutip dari AP, Kamis (20/12/2018).

Ia mencatat bahwa masih ada bahaya bahwa para militan bisa pindah ke negara asal mereka.

“Donald benar tentang itu, saya setuju dengannya,” tambah Putin.

Ia juga mencatat bahwa Rusia telah mendukung upaya yang ditujukan pada penyelesaian politik di Suriah, termasuk pembicaraan tentang pembentukan komite untuk menyusun konstitusi baru bangsa itu. Putin berharap hal itu bisa terbentuk di hari-hari penutupan tahun ini atau di awal 2019.

"Ini akan menandai dimulainya fase baru - yaitu penyelesaian politik," kata Putin, menambahkan itu akan berarti bahwa tidak perlu kehadiran AS.

"Apakah kehadiran pasukan Amerika perlu?" katanya. "Tidak, saya kira tidak," tegasnya.

Presiden Rusia mengulangi argumen lama yang dipegang Moskow bahwa kehadiran AS di Suriah sejak awal melanggar hukum, tidak seperti penempatan Rusia yang dilakukan atas permintaan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Rusia telah melancarkan kampanye udara di Suriah sejak September 2015. Hal itu mengubah jalannya perang bagi keuntungan Assad dan membantu pasukannya merebut kembali kendali atas sebagian besar wilayah negara itu.

Pasukan AS telah hadir di timur laut dan tenggara Suriah, tempat mereka membantu melatih pemberontak Suriah yang memerangi IS.

“Jangan lupa bahwa kehadiran pasukan (AS) tidak sah. Itu belum diperiksa oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa,” cetus Putin. 

“Kontingen militer hanya dapat hadir atas persetujuan Dewan Keamanan atau dengan permintaan pemerintah Suriah. Tidak ada keduanya, jadi jika Amerika Serikat memutuskan untuk menarik kontingennya, mereka melakukan hal yang benar,” tegasnya.

Putin menambahkan dengan nada skeptis bahwa penarikan itu masih harus dilihat bahwa AS akan menarik pasukannya sepenuhnya.

"AS telah berada di Afghanistan selama 17 tahun, dan mereka terus mengatakan setiap tahun bahwa mereka akan menarik pasukan mereka keluar," tukasnya. 




Credit  sindonews.com




Jerman Sebut Penarikan Mundur AS dari Suriah Untungkan ISIS


Jerman Sebut Penarikan Mundur AS dari Suriah Untungkan ISIS
Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas menyayangkan keputusan Amerika Serikat (AS) untuk menarik semua pasukan mereka dari Suriah. Foto/Reuters

BERLIN - Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas menyayangkan keputusan Amerika Serikat (AS) untuk menarik semua pasukan mereka dari Suriah. Maas secara tersirat menyebut penarikan ini akan menguntungkan ISIS.

Maas mengatakan, perubahan kebijakan AS yang sangat mendadak di Suriah, dengan menarik semua pasukan mereka adalah hal yang mengejutkan dan berisiko merusak perjuangan melawan ISIS.

"ISIS telah mundur, tetapi ancaman belum berakhir. Ada bahaya bahwa konsekuensi dari keputusan ini akan merusak pertarungan melawan ISIS dan membahayakan keberhasilan yang telah dicapai," ucap Maas, seperti dilansir Reuters pada Kamis (20/12).

Sebelumnya, melalui akun Twitternya, Presiden AS, Donald Trump membela keputusan untuk menarik semua tentara AS dari Suriah. Dia menyatakan, sudah cukup bagi AS hambur-hamburkan uang di Timur Tengah untuk melindungi orang-orang yang tidak senang kepada AS.

Trump lalu menyatakan, saatnya negara lain menggantikan posisi AS sebagai "polisi" di Timur Tengah dan berjuang untuk melawan kelompok teror di kawasan itu.

"Apakah AS ingin menjadi Polisi di Timur Tengah, tidak mendapatkan apa-apa, tetapi menghabiskan hidup yang berharga dan triliunan dolar untuk melindungi orang lain yang, dalam hampir semua kasus, tidak menghargai apa yang kita lakukan? Apakah kita ingin berada di sana selamanya? Saatnya bagi yang lain untuk akhirnya bertarung," kicaunya. 





Credit  sindonews.com




Truk Militer AS mulai Tinggalkan Suriah



Salah satu masjid bersejarah di Suriah, hancur akibat perang.
Salah satu masjid bersejarah di Suriah, hancur akibat perang.
Foto: Reuters

Truk terlihat membawa mesin berat dan pembersih ranjau.



CB, ANKARA -- Truk Amerika Serikat (AS) yang membawa senjata ke kelompok Kurdi YPG/PKK mulai meninggalkan Suriah pada Rabu malam (19/12). Ini dilakukan setelah Washington mengumumkan penarikan pasukannya.

Seperti dilansir Anadolu, Kamis (20/12),  sumber setempat mengatakan, truk  memasuki Irak sekitar jam 11 malam. Truk terlihat membawa mesin berat dan pembersih ranjau.

Presiden AS Donald Trump pada  Rabu mengumumkan kemenangan atas kelompok ISIS di Suriah. "Sudah waktunya bagi pasukan kita untuk pulang. Anak-anak kami, wanita muda kami, orang-orang kami - mereka semua kembali, dan mereka akan kembali sekarang," kata Trump dalam sebuah video yang diunggah di Twitter.

AS memulai kampanye udara di Suriah pada  2014 dengan mengerahkan pasukan ke negara itu untuk membantu dalam perjuangan melawan ISIS bersama mitra lokal tahun berikutnya.

Pengumuman Trump mengejutkan bagi banyak orang setelah beberapa pejabat tinggi pemerintahan, termasuk Penasihat Keamanan Nasional John Bolton, bersikeras AS tidak akan menarik pasukannya sampai Iran keluar dari Suriah.

Semua personel Departemen Luar Negeri akan meninggalkan Suriah dalam 24 jam ke depan. Sementara pasukan AS akan berangkat dalam 60 hingga 100 hari.

Penarikan ini menyusul operasi militer di Suriah timur laut yang diumumkan oleh  Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk melawan YPG / PKK. Ankara telah melakukan dua operasi militer terpisah di Suriah utara.

AS memperingatkan secara terbuka terhadap operasi Turki  di Suriah timur laut tersebut karena terdapat pasukan Demokratik Suriah (SDF). 





Credit  republika.co.id



Selangkah Lagi PM Israel Bakal Jadi Tersangka Dugaan Korupsi


Selangkah Lagi PM Israel Bakal Jadi Tersangka Dugaan Korupsi
Penentuan status hukum Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam sejumlah kasus dugaan korupsi tinggal menunggu waktu. (REUTERS/Amir Cohen)


Jakarta, CB -- Kejaksaan Agung Israel dikabarkan segera menentukan status hukum Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi. Jika perkara itu dilanjutkan ke penyidikan, kemungkinan besar Netanyahu akan segera menyandang status tersangka.

Media lokal melaporkan Jaksa Negara Shay Nitzan disebut telah mengajukan rekomendasi untuk mendakwa Netanyahu, dalam perkara dugaan korupsi. Meski begitu, hingga kini belum jelas rincian usulan itu.

Dikutip AFP, Kamis (20/12), penegak hukum Israel disebut telah memiliki bukti cukup untuk menjerat orang nomor satu di Israel itu dalam salah satu korupsi yang melibatkan perusahaan telekomunikasi Israel, Bazeq Telecom.



Dalam kasus yang dikenal dengan Case 4000 ini, Netanyahu dituding memberikan sejumlah kelonggaran regulasi bagi perusahaan telekomunikasi terbesar itu.


Sebagai imbalan, Netanyahu dan sang istri, Sara, mendapat pemberitaan positif dari sebuah perusahaan portal berita Walla.

Skandal korupsi telah menjerat Netanyahu sejak awal 2017 lalu. Sejauh ini Netanyahu telah diperiksa sebanyak sembilan kali atas dugaan korupsi dalam beberapa kasus berbeda.

Selain kasus dengan Bazeq, Netanyahu juga dituduh terlibat lobi dengan seorang pemilik surat kabar ternama Israel, Yedioth Ahronoth, terkait permintaan pemberitaan positif.



Kepolisian menuduh Netanyahu melakukan suap, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan bersama pemilik Yedioth, Arnon Mozes.

Kepolisian menyatakan keduanya juga bersekongkol untuk menekan pertumbuhan pesaing Yediot, surat kabar Hayom, melalui regulasi pemerintah dan cara lainnya.

Kepolisian juga telah tiga kali merekomendasikan menuntut Netanyahu karena mengklaim telah memiliki bukti kuat dia terlibat suap, penipuan, dan pelanggaran lainnya.

Hingga kini, Netanyahu tak kunjung ditetapkan juga sebagai tersangka. Keputusan penuntutan akhir penyelidikan perkara dugaan korupsi Netanyahu berada di tangan Jaksa Agung Avichai Mandelblit, mantan ajudannya yang kini berada di kubu oposisi pemerintah.




Meski telah diperiksa berulang kali, Netanyahu berkeras membantah seluruh tuduhan korupsi. Ia menganggap seluruh tudingan tersebut sebagai politik terhadap pemerintahannya.





Credit  cnnindonesia.com






Korut: Denuklirisasi Mencakup Menghilangkan Ancaman Nuklir AS


Korut: Denuklirisasi Mencakup Menghilangkan Ancaman Nuklir AS
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un (kiri) saat bertemu Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Singapura, 12 Juni 2018. Foto/KCNA via REUTERS

PYONGYANG - Korea Utara menyatakan komitmen pemerintah Kim Jong-un terhadap denuklirisasi semenanjung Korea juga mencakup menghilangkan ancaman nuklir Amerika Serikat (AS) terhadap wilayah Korea. Sikap itu muncul dalam editorial media yang dikelola pemerintah Pyongyang, KCNA, Kamis (20/12/2018).

Komitmen denuklirisasi itu merupakan hasil kesepakatan bersama dalam pertemuan bersejarah antara Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Singapura, Juni lalu. Dalam kesepakatan itu, AS juga diminta memberikan jaminan keamanan terhadap Pyongyang.

Namun, arti "denuklirisasi" dalam kesepakatan itu dipahami berbeda antara AS dan Korea Utara. Sampai saat ini, negosiasi yang rumit untuk mewujudkan denuklirisasi itu masih diupayakan.

"Ketika kami merujuk ke semenanjung Korea, istilah ini mencakup wilayah DPRK ditambah wilayah Korea Selatan di mana senjata nuklir AS dan bentuk lain dari pasukan agresi dikerahkan," bunyi editorial media tersebut. DPRK adalah singkatan dari nama resmi Korea Utara, Republik Rakyat Demokratik Korea.

"Ketika kita mengacu pada 'denuklirisasi Semenanjung Korea', itu harus dipahami dengan benar sebagai penghapusan semua faktor ancaman nuklir dari tidak hanya Korea Utara dan Korea Selatan tetapi dari semua wilayah tetangga," lanjut editorial itu.

Korea Utara menolak seruan Amerika untuk melakukan denuklirisasi secara sepihak. "Washington harus meninggalkan 'delusi' memaksa Pyongyang untuk meninggalkan senjata nuklirnya melalui tekanan dan penindasan," imbuh artikel KCNA, yang dikutip Reuters.

Amerika Serikat telah menegaskan tidak akan mencabut sanksi terhadap Korea Utara sampai kemajuan dibuat terhadap denuklirisasi yang bisa diverifikasi di Korea Utara.

Washington juga menolak setiap saran untuk mengurangi kehadiran militernya di wilayah Korea sebagai bagian dari kesepakatan dengan Pyongyang. Kendati demikian, Trump telah menyatakan bahwa Pentagon akan membatalkan sebagian besar latihan militer terbesarnya dengan Korea Selatan untuk menghormati hasil kesepakatan bersejarah di Singapura.

Definisi pasti dari denuklirisasi kemungkinan akan dipertegas lagi karena Trump mengaku siap untuk bertemu lagi dengan Kim Jong-un pada awal tahun depan.

"Jelas bahwa denuklirisasi semenanjung Korea adalah urusan bersama yang tidak dapat dicapai kecuali jika Korea dan Amerika Serikat berjuang bersama," imbuh editorial KCNA.

"Dalam pengertian ini, denuklirisasi Semenanjung Korea harus didefinisikan sebagai 'sepenuhnya menghilangkan ancaman nuklir AS terhadap Korea' sebelum menghilangkan penangkal nuklir kita."

Amerika Serikat mengerahkan senjata nuklir di Korea Selatan dari tahun 1958 hingga 1991. Setelah senjata itu ditarik, Amerika Serikat tetap komitmen memberikan dukungan "payung nuklir" pada Jepang dan Korea Selatan dengan menggunakan pesawat pembom dan kapal selam di yang berbasis di tempat lain.

Pada jumpa pers di Washington pada hari Selasa, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Robert Palladino mengomentari janji "denuklirisasi semenanjung Korea" yang dibuat Pyongyang.

"Kami fokus pada denuklirisasi Korea Utara," kata Palladino. "Kami tetap yakin dan kami menantikan komitmen yang dibuat oleh Pemimpin Kim dan Presiden Trump." 




Credit sindonews.com