Jumat, 21 Oktober 2016

Rusia dan Suriah Jadikan Kelaparan Sebagai Senjata di Aleppo

 
Rusia dan Suriah Jadikan Kelaparan Sebagai Senjata di Aleppo  
Sebulan serangan Rusia dan Suriah di Aleppo telah menewaskan sekitar 500 orang, dan diperkirakan makanan di kota itu habis pada akhir Oktober ini. (Reuters/Abdalrhman Ismail)
 
Jakarta, CB -- Sebulan serangan udara Rusia ditambah gempuran darat pasukan Suriah di Aleppo telah menewaskan sekitar 500 orang, menurut laporan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon pada Kamis (20/10). Serangan juga memutus akses pangan membuat makanan di Aleppo diperkirakan habis akhir bulan ini, mengancam nyawa ratusan ribu orang.

Ban seperti dikutip AFP mengatakan di hadapan Majelis Umum PBB, gempuran rezim Bashar al-Assad di Aleppo yang dibekingi Rusia sejak 22 September lalu merupakan salah satu pertempuran paling sengit dalam lima tahun konflik di Suriah.

"Hasilnya sangat buruk," kata Ban.

Sekitar 500 orang tewas dan 2.000 lainnya terluka, tidak sedikit anak-anak. Ban mengatakan, bantuan PBB tidak bisa memasuki kota di barat laut Suriah itu sejak 7 Juli dan makanan diperkirakan habis di akhir Oktober ini.

Menurut Ban, "kelaparan telah digunakan sebagai senjata perang."

Rusia pada Kamis waktu setempat mulai melakukan gencatan senjata kemanusiaan selama 24 jam di kota tersebut. Namun PBB mengatakan waktu sehari tidak cukup untuk menyalurkan bantuan di Aleppo. Prioritas saat ini adalah mengeluarkan mereka yang terluka dari kota itu.

Walau pertempuran mulai mereda, namun warga Aleppo masih juga belum terlihat meninggalkan kota. Moskow menuding para pemberontak Suriah mencegah warga meninggal Aleppo.

Pertemuan PBB digelar oleh Kanada dan diikuti 72 negara untuk mengakhiri kebuntuan perundingan damai Suriah setelah Dewan Keamanan gagal menelurkan resolusi akibat veto Rusia.

Rusia bersikeras kehadiran militer mereka di Suriah adalah untuk membantu Assad memerangi terorisme ISIS dan pemberontak yang berafiliasi dengan al-Qaidah. Namun dalih ini dimentahkan oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Samantha Power.

"Bukan teroris yang menjatuhkan bom-bom bunker di rumah sakit dan rumah sipil di timur Aleppo, atau yang membunuhi warga sipil di sana, tapi rezim Assad dan Rusia," kata Power.

Menurut Menteri Luar Negeri Kanada Stephane Dion yang menggagas pertemuan darurat PBB itu, perlu ada tindakan segera yang harus disepakati oleh 193 anggota PBB. "Kita harus bertindak, dan bertindak sekarang," tegas Dion.

Belum diketahui apakah ada hasil konkret dalam pertemuan tersebut, yand disinyalir diadakan untuk mendesak Rusia dan Suriah untuk berhenti menyerang Aleppo.

Lebih dari 300 ribu orang terbunuh sejak konflik Suriah dimulai pada Maret 2011, kekerasan di Aleppo disebut yang terparah. Total ada sekitar 250 ribu warga sipil yang masih terjebak di timur Aleppo, wilayah yang dikuasai pemberontak.





Credit CNN Indonesia