Badan resolusi konflik, atau Contact
Group on Peace and Conflict Resolution, merupakan gagasan Presiden
Jokowi untuk menghadapi ekstremisme. (OIC-ES2016/Akbar Nugroho Gumay)
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir mengungkapkan pembentukan CG-PCR dilakukan sebagai upaya bersama menghadapi permasalahan yang sedang menjadi perhatian negara anggota OKI, seperti memerangi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.
|
Arrmanatha menuturkan CG-PCR merupakan gagasan Presiden Joko Widodo yang semula diusulkan pada pertemuan informal di sela-sela Konferensi Asia-Afrika pada 2015 lalu. Pembentukan mekanisme resolusi konflik ini merupakan yang pertama atas inisiatif negara anggota OKI.
Proses panjang, kata Arrmanatha, mewarnai pembentukan dan pengesahan CG-PCR. Indonesia harus meyakinkan 55 negara anggota OKI lain bahwa CG-PCR bukan hanya dijadikan sebuah forum tapi juga dapat memberikan solusi yang bersifat fungsional dan konkret.
"CG-PCR perlu dimanfaatkan sebagai forum untuk berbagi pengalaman, strategi serta pengetahuan dalam mencari solusi bersama bagi berbagai tantangan yang dihadapi umat Muslim," tutur Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi dalam KTM OKI Ke-43 itu.
Setelah mengesahkan pendirian CG-PCR, negara anggota bersama sekretariat OKI akan melakukan pembahasan lebih lanjut mengenai mekanisme dan format pertemuan CG-PCR. Hal ini, ucap Arrmanatha, guna memastikan forum ini ke depannya dapat fokus pada penanganan konflik negara-negara anggota.
Selain mengesahkan resolusi pendirian CG-PCR, KTM OKI juga telah mengesahkan 114 resolusi lain terkait isu-isu yang menjadi perhatian bersama seperti situasi konflik di berbagai negara anggota OKI. Di antaranya konflik Suriah, Irak, Afghanistan, Somalia, dan Yaman serta berbagai isu tematik lain seperti upaya memerangi terorisme dan radikalisme, serta upaya membantu minoritas Muslim di berbagai negara non-anggota OKI.
Credit CNN Indonesia