Pesawat tanpa awak X-47B di atas kapal induk bertenaga nuklir USS George
H.W. Bush (14/5). Test terbang dilakukan di pantai Virginia. AP/US
Navy, Specialist 2nd Class Timothy Walter
CB, London - Lebarnya celah
antara Washington dan Moskow soal teknologi rudal jelajah dan semakin
beraninya patroli kapal selam Rusia yang berkemampuan nuklir mengancam
akan mengakhiri era pengawasan senjata mematikan. Hal penting lainnya,
ini akan membawa kembali kedua negara adikuasa itu pada persaingan
berbahaya antara dua negara besar pemilik nuklir dunia.
Ketegangan
keduanya mencapai tingkat yang baru setelah Amerika Amerika Serikat
mengancam akan melakukan hal serupa karena melihat Rusia mengembangkan
rudal jelajah baru. Washington menuduh Moskow melanggar salah satu
perjanjian pengawasan senjata utama di era perang dingin yang
ditandatangani keduanya dan ini akan meningkatkan kemungkinan Amerika
Serikat untuk menempatkan rudal jelajahnya di Eropa setelah tak ada di
sana selama sekitar 23 tahun.
Salah satu yang dianggap sebagai
tanda paling terlihat dari kegelisahan AS itu adalah saat militer negara
itu meluncurkan yang pertama dari dua percobaan "balon udara" di atas
Washington. Sistem, yang dikenal sebagai JLENS, dirancang untuk
mendeteksi rudal jelajah yang masuk ke negara itu.
Komando
Pertahanan Udara Amerika Utara (The North American Aerospace Command -
Norad) tidak menyebutkan sifat ancaman yang akan mereka hadapi. Namun
percobaan ini dilakukan sembilan bulan setelah Komandan Norad, Jenderal
Charles Jacoby, mengatakan bahwa Departemen Pertahanan AS menghadapi
"beberapa tantangan yang signifikan" menghadapi rudal jelajah, yang itu
mengacu kepada ancaman serangan dari kapal selam Rusia.
Kapal
selam Rusia itu menyelinap, melintasi Atlantik, secara rutin dan membawa
rudal jelajah berkemampuan nuklir. Di tengah retorika agresif dari
Pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin terhadap negara Barat dan
berakhirnya pembatasan pengembangan senjata berdasarkan perjanjian
antara dua negara adikuasa itu, ada ketidakpastian apakah rudal-rudal
Rusia itu sekarang membawa hulu ledak nuklir atau tidak.
Naiknya
ketegangan AS dan Rusia ini terjadi saat upaya pengawasan senjata yang
dihasilkan pasca-perang dingin kehilangan momentum. Jumlah hulu ledak
nuklir strategis yang digunakan oleh AS dan Rusia juga benar-benar
meningkat tahun lalu, dan kedua negara menghabiskan miliaran dolar per
tahun untuk memodernisasi persenjataan mereka.
Dengan latar
belakang perang di Ukraina dan ekonomi dalam negerinya yang mulai goyah,
Vladimir Putin menempatkan peningkatan kemampuan senjata nuklirnya
sebagai penjamin dan simbol dari pengaruh Rusia terhadap dunia. Dalam
pidato, terutama tentang konflik di Ukraina pada musim panas lalu, Putin
secara tegas menyebut senjata nuklir negaranya dan menyatakan
negara-negara lain "harus memahami lebih baik dan tidak main-main dengan
kami".
Pravda, yang sebelumnya kerap menjadi juru bicara
pemerintah Uni Soviet, menerbitkan sebuah artikel November 2014 lalu
berjudul "Rusia mempersiapkan kejutan nuklir untuk NATO." Artikel itu
membanggakan keunggulan Rusia atas Barat, khususnya dalam soal senjata
nuklir taktis. "Orang Amerika sangat menyadari hal ini," kata komentar
dalam artikel itu. "Mereka yakin sebelumnya bahwa Rusia tidak akan
pernah bangkit lagi. Sekarang sudah terlambat (bagi mereka
menyadarinya)."
Menurut Julian Borger dalam The Guardian edisi 4 Januari 2015,
beberapa retorika dari artikel itu tampaknya hanya sekadar menggertak.
Versi baru dari doktrin militer Rusia, yang diterbitkan 25 Desember
2014, mengindikasikan bahwa kebijakan senjata nuklir negara itu tidak
berubah dari empat tahun sebelumnya. Senjata mematikan itu akan
digunakan hanya jika terjadi serangan menggunakan senjata pemusnah
massal atau senjata serangan konvensional yang "dimasukkan ke dalam
kategori membahayakan keberadaan negara".
Namun, nada agresif
baru pemerintah Rusia bertepatan dengan peningkatan secara luas
kemampuan senjata nuklirnya. Ini sepertinya mencerminkan tekad baru
Moskow untuk mengimbangi kemampuan persenjataannya dengan AS. Ini akan
melibatkan peningkatan substansial dalam jumlah hulu ledak yang dimuat
pada kapal selam, sebagai hasil dari pengembangan Bulava, rudal balistik
multi-hulu ledak yang bisa diluncurkan dari laut.
Modernisasi
ini juga melibatkan sistem pengiriman baru, atau dihidupkan kembali
sistem yang sudah ada. Bulan lalu Rusia mengumumkan akan memperkenalkan
kembali kereta rudal nuklir, yang memungkinkan rudal balistik antarbenua
negaranya dipindahkan di dalam negara itu dengan kereta api sehingga
mereka akan lebih sulit untuk jadi target serangan.
Hal
lain yang juga memicu kecemasan negara Barat adalah penjualan Rusia ke
luar negeri atas rudal jelajah yang disebut Club-K. Rudal ini dapat
disembunyikan, lengkap dengan peluncurnya, dalam sebuah kontainer
pengiriman yang hanya tampak saat akan ditembakkan.
Namun,
perkembangan yang paling mengkhawatirkan Washington adalah pengujian
Rusia terhadap rudal jelajah jarak menengah yang oleh pemerintahan Obama
dianggap sebagai pelanggaran nyata dari Kesepakatan Kekuatan Nuklir
Jarak Menengah (INF) tahun 1987, perjanjian yang mengakhiri perselisihan
berbahaya antara AS dan Rusia soal penempatan rudal jelajah di Eropa.
Dengan
kontur yang seperti memeluk bumi, rudal jelajah Rusia itu dapat
menghindari radar pertahanan dan mencapai target strategis dengan
sedikit atau tanpa pemberitahuan.
Dalam sidang kongres pada 10
Desember 2014, Partai Republik mengkritik dua negosiator pengawasan
senjata terkemuka pemerintahan Barack Obama, yaitu Gottemoeller dari
Departemen Luar Negeri dan Brian McKeon dari Departemen Pertahanan.
Keduanya dianggap tidak menanggapi secara dini dugaan pelanggaran
kesepakatan pengawasan senjata itu oleh Rusia.
Gottemoeller
mengatakan ia sudah menyampaikan kekhawatiran AS atas rudal baru Rusia
itu "lusinan kali" kepada rekan-rekannya di Moskow dan Obama telah
menulis surat kepada Vladimir Putin tentang masalah tersebut. Dia
mengatakan bahwa rudal jelajah baru Rusia tampaknya siap untuk
disebarkan.
Gottemoeller tidak menyebut jenis rudal jelajah itu,
tetapi kemungkinan yang dimaksudnya adalah rudal Iskander-K, yang
memiliki jangkauan 500-5,500 km --yang sebenarnya dilarang oleh
perjanjian antara AS dan Rusia. Rusia sendiri membantah keberadaan rudal
itu dan justru menuding Amerika yang justru melangar --tuduhan yang
juga dibantah Washington.
McKeon mengatakan, Pentagon sedang
mempertimbangkan berbagai tanggapan militer soal rudal Rusia, termasuk
dengan penempatan senjata serupa milik Amerika. "Kami tidak memiliki
rudal jelajah yang diluncurkan dari darat di Eropa sekarang, karena
dilarang oleh perjanjian itu. Tapi itu jelas akan menjadi salah satu
pilihan yang akan dieksplorasi."
Menempatkan kembali rudal
jelajah AS di Eropa memang akan memicu perdebatan tersendiri, namun
politisi Republik di Kongres mendorong agar AS menanggapi serius ancaman
rudal Rusia.
Militer AS juga dinilai was-was oleh kebangkitan
armada kapal selam Rusia. Moskow embangun generasi baru kapal selam
rudal balistik raksasa, yang dikenal sebagai "boomer". Kapal selam jenis
penyerang ini memiliki kemampuan sama, sama atau lebih unggul, dari
rekan-rekan mereka di AS dalam soal kinerja dan kemampuan silumannya.
Ada
laporan sporadis di media AS tentang kapal selam Rusia yang mencapai
pantai timur Amerika, yang itu dibantah oleh militer AS. Tapi tahun lalu
Jacoby, Kepala Norad dan Komandan Utara AS saat itu, mengakui
kepeduliannya untuk menanggapi investasi baru Rusia dalam teknologi
rudal jelajah dan kapal selam canggih. "Mereka baru saja mulai
memproduksi kelas baru kapal selam nuklir siluman yang dirancang untuk
mengangkut rudal jelajah," kata Jacoby kepada Kongres AS.
Peter
Roberts, pensiun AL Kerajaan Inggris tahun lalu mengatakan penyusupan
kapal selam Rusia kelas penyerang, Akula, berlangsung rutin, setidaknya
sekali atau dua kali setahun. Roberts, yang kini peneliti senior untuk
studi maritim di Royal United Services Institute, mengatakan penampakan
periskop di lepas pantai barat Skotlandia, yang memicu perburuan oleh
kapal selam NATO bulan lalu, adalah tanda terbaru dari adanya kapal
selam Rusia itu.
Kapal selam Akula kini digantikan oleh kapal
selam yang lebih tak terlihat, yaitu Yasen. Keduanya serbaguna:
pemburu-penghancur yang dirancang untuk melacak dan menghancurkan kapal
selam musuh dan kelompok kapal tempur. Keduanya juga dipersenjatai
dengan rudal jelajah penyerang daratan, yang jenis terbarunya adalah
Granat, yang mampu membawa hulu ledak nuklir.
AS dan Rusia
menghapus rudal jelajah dari kapal selam mereka setelah adanya
Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis (Start) 1991, tapi itu berakhir
pada akhir tahun 2009. Penerusnya, New Start, yang ditandatangani oleh
Obama dan Presiden Rusia mitry Medvedev tahun 2010 tidak mencakup
pembatasan tersebut, juga bahkan tidak memungkinkan untuk melanjutkan
pertukaran informasi tentang nomor rudal jelajah.
Pavel Podvig,
seorang peneliti senior di Institut PBB untuk Penelitian Perlucutan
Senjata dan analis independen terkemuka kekuatan nuklir Rusia,
mengatakan: "Intinya adalah bahwa kita tidak tahu. Tapi cukup aman untuk
mengatakan bahwa sangat mungkin bahwa kapal selam Rusia membawa SLCMs
nuklir (kapal selam berpeluncur rudal jelajah).
Jeffrey Lewis,
seorang ahli pengendalian senjata di Monterey Institute of International
Studies dan pendiri penerbit ArmsControlWonk.com, percaya balon udara
JLENS terutama sebagai respon terhadap langkah Rusia untuk mulai
mempersenjatai kembali kapal selam penyerangnya dengan senjata nuklir.
"Untuk
waktu yang lama, Rusia telah mengatakan mereka akan melakukan ini dan
sekarang sepertinya mereka milikinya," kata Lewis. Dia menambahkan,
fakta bahwa pertukaran data pada rudal jelajah dibiarkan berakhir di
bawah perjanjian New Start tahun 2010 sebagai kegagalan utama dua negara
yang meningkatkan ketidakpastian.
Dengan kedua Amerika Serikat
dan Rusia memodernisasi persenjataan mereka dan Rusia berinvestasi pada
penangkal nuklirnya, Hans Kristensen, direktur Proyek Informasi Nuklir
di Federasi Ilmuwan Amerika, mengatakan, kita sedang menghadapi periode
"mendalamnya kompetisi militer". Dia menambahkan: "Ini akan membawa
sedikit keamanan tambahan, tapi lebih banyak orang-orang yang gugup di
kedua sisi."
Credit
TEMPO.CO