Menlu Retno Marsudi dalam sidang OKI di
Istanbul, Turki menyatakan langkah AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu
Kota Israel keterlaluan. (Anadolu/Emrah Yorulmaz)
“Keputusan AS untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel terlalu jauh dan berbahaya,” kata Retno di hadapan menlu negara anggota Kerja Sama Islam (OKI), di Istanbul, Turki, Rabu (13/12).
Mengutip pernyataan Kemlu RI, pertemuan itu digelar untuk mempersiapkan pertemuan khusus tingkat kepala negara OKI yang akan dihadiri Presiden Joko Widodo dan berlangsung di hari yang sama. Dalam gelaran itu, Retno juga menyampaikan bahwa Indonesia akan terus mencari dukungan komunitas internasional untuk mengakui Palestina sebagai negara merdeka.
Selain itu, Retno juga menyerukan seluruh negara OKI untuk melaksanakan dan menaati setiap resolusi organisasi itu yang berhubungan dengan Palestina dan status Yerusalem.
“Solusi dua negara, di mana Al Quds Al Sharif [Yerusalem] sebagai ibu kota Palestina merupakan satu-satunya solusi yang bisa membawa perdamaian abadi di Timur Tengah,” tutur Retno menegaskan.
Indonesia telah mengeluarkan kecaman keras terhadap AS tak lama setelah Trump mengumumkan keputusan kontroversialnya yang dinilai komunitas internasional dapat merusak stabilitas di Timur Tengah itu.
Sejak itu pun, Indonesia melalui Kemlu RI memperkuat diplomasi demi menegaskan sikap pemerintah yang menentang langkah AS itu.
Retno langsung bertolak ke Amman untuk menemui Menlu Yordania Ayman Safadi dan Menlu Palestina Riad N. Malki untuk mendiskusikan langkah merespons keputusan AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Selain Yordania, Retno juga terus berkoordinasi dengan menlu negara OKI terkait isu ini. Selain berkoordinasi dengan negara Muslim, Retno juga terus berupaya berkomunikasi dengan sejumlah negara Barat, termasuk anggota Uni Eropa, demi menyampaikan pesan tegas RI dan permintaan agar tidak mengikuti langkah Amerika.
Credit cnnindonesia.com
Setuju dengan Indonesia, UE Sebut Keputusan AS soal Yerusalem Salah
JAKARTA
- Uni Eropa (UE) setuju dengan penilaian Indonesia yang menolak
pengakuan sepihak Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel oleh Amerika Serikat
(AS). Keputusan yang diumumkan Presiden Donald Trump itu dinilai UE
sebagai keputusan yang salah.
Duta Besar UE untuk Indonesia, Vincent Guerend, mengatakan keputusan Washington juga bertentangan dengan hukum internasional.
”Alasan kami tidak jauh berbeda, dengan Indonesia. Keputusan yang dibuat Presiden AS Donald Trump adalah keputusan yang salah, dan ini tidak sesuai dengan hukum internasional. Oleh karena itulah, kami menyatakan penolakan dengan sangat jelas,” kata Guerend pada Rabu (13/12/2017).
Disinggung mengenai kesatuan UE dalam hal krisis Yerusalem, dia mengakui bahwa ada beberapa negara UE yang awalnya menyatakan dukungan terhadap keputasan AS tersebut.
”Kami memiliki pernyataan yang sangat jelas, yang menyatakan bahwa kesatuan UE dalam isu ini adalah solid, dengan menimbang pernyataan ini memiliki kontribusi pada perdamaian. Dan saya yakin ini adalah pernyataan yang jelas mengenai isu ini,” ujarnya.
Seperti diketahui, Republik Ceko sempat menyatakan mendukung keputusan AS tersebut. Namun, belakangan mereka juga menolaknya dengan alasan keputusan tersebut berbahaya dan mereka hanya akan mengikuti perjanjian perbatasan 1967, yang menyebutkan bahwa Yerusalem Timur adalah Ibu Kota Palestina, dan Yerusalem Barat adalah Ibu Kota Israel.
Duta Besar UE untuk Indonesia, Vincent Guerend, mengatakan keputusan Washington juga bertentangan dengan hukum internasional.
”Alasan kami tidak jauh berbeda, dengan Indonesia. Keputusan yang dibuat Presiden AS Donald Trump adalah keputusan yang salah, dan ini tidak sesuai dengan hukum internasional. Oleh karena itulah, kami menyatakan penolakan dengan sangat jelas,” kata Guerend pada Rabu (13/12/2017).
Disinggung mengenai kesatuan UE dalam hal krisis Yerusalem, dia mengakui bahwa ada beberapa negara UE yang awalnya menyatakan dukungan terhadap keputasan AS tersebut.
”Kami memiliki pernyataan yang sangat jelas, yang menyatakan bahwa kesatuan UE dalam isu ini adalah solid, dengan menimbang pernyataan ini memiliki kontribusi pada perdamaian. Dan saya yakin ini adalah pernyataan yang jelas mengenai isu ini,” ujarnya.
Seperti diketahui, Republik Ceko sempat menyatakan mendukung keputusan AS tersebut. Namun, belakangan mereka juga menolaknya dengan alasan keputusan tersebut berbahaya dan mereka hanya akan mengikuti perjanjian perbatasan 1967, yang menyebutkan bahwa Yerusalem Timur adalah Ibu Kota Palestina, dan Yerusalem Barat adalah Ibu Kota Israel.
Credit sindonews.com
Malaysia berdiri bersama Indonesia dukung Palestina
Jakarta (CB) - Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Dato'
Seri Zahrain Mohamed Hashim menyatakan negaranya siap mendukung
Indonesia memperjuangkan kemerdekaan Palestina, menyusul keputusan
sepihak Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai
Ibu Kota Israel.
"Malaysia berdiri bersama Indonesia untuk memperjuangkan martabat Muslim di Palestina," ujar Dubes Zahrain saat berbincang dengan sejumlah wartawan di Jakarta, Rabu.
Hari ini, kata dia, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dan Presiden RI Joko Widodo bertemu dalam Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Istanbul, Turki, untuk membicarakan langkah yang akan diambil sebagai respons terhadap keputusan Trump terkait Yerusalem.
Zahrain berharap pertemuan tersebut menghasilkan resolusi yang menunjukkan sikap OKI terhadap isu internasional yang memanas dalam sepekan terakhir ini.
"Kami akan menunggu resolusi yang keluar di Istanbul, tetapi kami mengharapkan sikap yang kuat dari negara-negara Islam untuk Palestina," tutur Dubes Zahrain.
Sehari setelah Trump mengumumkan rencana memindahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem pada Rabu (6/12), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Malaysia Datin Nirvana Jalil Gani mengeluarkan pernyataan yang pada intinya menyesalkan sikap AS yang dinilai akan mengakhiri semua upaya untuk mendamaikan Israel-Palestina.
Malaysia menegaskan bahwa isu Yerusalem adalah penyebab inti persoalan Palestina dan meminta semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak mengakui adanya perubahan di perbatasan sebelum 1967, termasuk kaitannya dengan Yerusalem.
"Setiap usaha untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, membangun atau memindahkan misi diplomatik ke kota, dianggap sebagai agresi, tidak hanya terhadap Arab dan umat Islam, namun juga melanggar hak-hak Muslim dan Kristen," kata Nirvana.
Sementara itu Menteri Luar Negeri RI Retno L.P. Marsudi menyatakan dia telah mencapai kesepakatan dengan Menteri Luar Negeri Jordania dan Palestina untuk mengusulkan agar hasil Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa OKI bisa mengirimkan pesan kuat bahwa OKI tidak bisa menerima dan mengecam keputuan AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
"Malaysia berdiri bersama Indonesia untuk memperjuangkan martabat Muslim di Palestina," ujar Dubes Zahrain saat berbincang dengan sejumlah wartawan di Jakarta, Rabu.
Hari ini, kata dia, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dan Presiden RI Joko Widodo bertemu dalam Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Istanbul, Turki, untuk membicarakan langkah yang akan diambil sebagai respons terhadap keputusan Trump terkait Yerusalem.
Zahrain berharap pertemuan tersebut menghasilkan resolusi yang menunjukkan sikap OKI terhadap isu internasional yang memanas dalam sepekan terakhir ini.
"Kami akan menunggu resolusi yang keluar di Istanbul, tetapi kami mengharapkan sikap yang kuat dari negara-negara Islam untuk Palestina," tutur Dubes Zahrain.
Sehari setelah Trump mengumumkan rencana memindahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem pada Rabu (6/12), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Malaysia Datin Nirvana Jalil Gani mengeluarkan pernyataan yang pada intinya menyesalkan sikap AS yang dinilai akan mengakhiri semua upaya untuk mendamaikan Israel-Palestina.
Malaysia menegaskan bahwa isu Yerusalem adalah penyebab inti persoalan Palestina dan meminta semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak mengakui adanya perubahan di perbatasan sebelum 1967, termasuk kaitannya dengan Yerusalem.
"Setiap usaha untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, membangun atau memindahkan misi diplomatik ke kota, dianggap sebagai agresi, tidak hanya terhadap Arab dan umat Islam, namun juga melanggar hak-hak Muslim dan Kristen," kata Nirvana.
Sementara itu Menteri Luar Negeri RI Retno L.P. Marsudi menyatakan dia telah mencapai kesepakatan dengan Menteri Luar Negeri Jordania dan Palestina untuk mengusulkan agar hasil Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa OKI bisa mengirimkan pesan kuat bahwa OKI tidak bisa menerima dan mengecam keputuan AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Credit antaranews.com
Raja Yordania Tolak Perubahan Status Yerusalem
"Semua kekerasan adalah akibat dari kegagalan menemukan solusi damai untuk masalah Palestina," katanya pada pertemuan darurat para pemimpin Muslim di Turki.
Dinasti Raja Abdullah Hashemite adalah penjaga tempat suci umat Islam di Yerusalem sehingga Yordania sangat sensitif terhadap perubahan status setelah keputusan pemerintahan Trump mengakuinya sebagai ibu kota Israel.
Sementara itu negara-negara Arab dan masyarakat Muslim di seantero Timur Tengah mengecam pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Mereka menganggap pengakuan itu sebagai langkah yang memanas-manasi wilayah yang bergejolak.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dalam pidato yang direkam sebelumnya, mengatakan Yerusalem merupakan ibu kota abadi Negara Palestina dan langkah Trump itu sama saja dengan Amerika Serikat sedang melepaskan peranannya sebagai penengah perdamaian.
Putaran terakhir perundingan perdamaian Israel-Palestina yang ditengahi Washington buyar pada 2014. Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-bangsa menyuarakan kehawatiran atas keputusan Presiden AS Donald Trump memindahkan kedutaan besar AS di Israel ke Yerusalem. Mereka juga mengkhawatirkan akibat yang ditimbulkan Trump terhadap upaya menghidupkan kembali proses perdamaian Israel-Palestina.
Banyak negara sekutu AS juga menentang pembalikan kebijakan AS bertahun-tahun serta kebijakan luar negeri AS atas Yerusalem. Prancis menentang keputusan sepihak itu dan, pada saat yang sama meminta semua pihak di kawasan tetap tenang.
Inggris mengatakan langkah Trump itu tidak membantu upaya perdamaian dan Yerusalem pada akhirnya harus dibagi untuk Israel dan negara Palestina di masa depan. Jerman menyatakan status Yerusalem harus ditentukan melalui kerangka penyelesaian dua-negara.
Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan pengakuan atas Yerusalem merupakan keputusan yang berbahaya dan mengancam kredibilitas Amerika Serikat sebagai mediator perdamaian Timur Tengah.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan tidak ada alternatif terhadap penyelesaian dua-negara antara Israel dan Palestina dan bahwa Yerusalem merupakan masalah penentuan status yang harus diselesaikan melalui perundingan langsung.
Dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Trump menunjukkan ia tidak peduli dengan peringatan yang berdatangan dari seluruh dunia bahwa pengakuan itu berisiko menimbulkan konflik memburuk terhadap situasi di Timur Tengah yang sudah ricuh.
Yerusalem merupakan tempat suci bagi para penganut Islam, Yahudi dan Kristen. Wilayah timur kota itu direbut oleh Israel dalam perang 1967 dan dinyatakan oleh Palestina sebagai ibu kota negara independen mereka kelak.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
Erdogan Sebut Amerika Menyimpang
Presiden Turki Tayyip Erdogan, yang menjadi tuan rumah pertemuan para pemimpin lebih dari 50 negara berpenduduk Muslim di Istanbul, mengatakan langkah Amerika Serikat sudah kehilangan peranannya sebagai perantara dalam upaya mengakhiri konflik Israel-Palestina.
"Mulai dari sekarang, tidak bisa lagi bagi Amerika Serikat, yang sudah menyimpang, untuk menjadi perantara antara Israel dan Palestina, masa itu sudah berakhir," kata Erdogan pada akhir konferensi tingkat tinggi, yang diikuti para pemimpin negara-negara anggota OKI.
"Kita perlu membahas siapa yang mulai sekarang akan menjadi perantara. Masalah ini perlu ditangani di Perserikatan Bangsa-bangsa juga," katanya.
Menurut komunike yang dimuat di laman Kementerian Luar Negeir Turki, para emir, presiden dan menteri yang berkumpul di Istanbul menganggap langkah Trump itu sebagai sebuah pengumuman penarikan diri Pemerintahan AS dari peranannya sebagai pendukung perdamaian".
Komunike menggambarkan keputusan pengakuan atas Yerusalem oleh Trump sebagai tindakan yang secara sengaja meremehkan semua upaya perdamaian, mendorong ekstremisme dan terorisme serta merupakan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional".
Seluruh pemimpin, termasuk Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Presiden Iran Hassan Rouhani dan Raja Jordania Abdullah, yang merupakan sekutu dekat AS, mengecam langkah pengakuan oleh AS.
"Yerusalem adalah dan masih akan menjadi ibu kota Palestina," kata Abbas. Ia menambahkan bahwa keputusan Trump tersebut merupakan 'kejahatan terbesar' dan pelanggaran terhadap hukum internasional.
Pemerintahan Trump mengatakan tetap berkomitmen pada upaya mewujudkan perdamaian antara Israel dan Palestina. AS menganggap keputusan itu tidak berdampak pada perbatasan atau status Yerusalem di masa depan dan bahwa kesepakatan perdamaian yang kredibel di masa depan akan menempatkan ibu kota Israel di Yerusalem.
Abbas mengatakan kepada para pemimpin OKI di Istanbul bahwa Washington telah menunjukkan bahwa AS sudah tidak bisa lagi dianggap sebagai perantara yang jujur.
Yerusalem merupakan kota suci bagi kalangan Yahudi, Kristen serta Muslim dan telah menjadi titik utama konflik Israel-Palestina selama berpuluh-puluh tahun.
Israel merebut Yerusalem Timur Arab pada 1967 dan kemudian mencaplok wilayah itu, langkah yang tidak dapat diterima oleh masyarakat internasional.
Credit REPUBLIKA.CO.ID