Senin, 11 Desember 2017

Hadi Tjahjanto, dari Penerbang Pesawat Angkut Jadi Panglima TNI



Hadi Tjahjanto, dari Penerbang Pesawat Angkut Jadi Panglima TNI
Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto berfoto bersama usai Upacara Serah Terima Jabatan Panglima TNI di Lapangan Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, 9 Desember 2017. Tempo/Fakhri Hermansyah

CB, Jakarta - Mantan Kepala Dinas Penerangan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) Marsekal Pertama (Purn) Dwi Badarmanto mengungkap kisah sebelum Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Hadi Tjahjanto mencapai puncak karirnya sebagai Panglima TNI. Dwi Badarmanto menyebut bahwa karir Hadi Tjahjanto biasa-biasa saja sebelum menjabat sebagai perwira tinggi bintang satu.
Dulu, Hadi hanya bertugas sebagai pilot pesawat angkut Cassa, salah satu jenis pesawat angkut ringan. "Siapa yang menyangka jika seorang penerbang pesawat angkut bisa jadi Panglima TNI, mekanik mesin pun mungkin tak menyangka," kata Dwi Badarmanto dalam sebuah diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat pada Sabtu, 9 Desember 2017.

Sebagai mantan Kadispen TNI-AU, Dwi menceritakan, karir Hadi mulai menanjak saat dia diangkat menjadi Komandan Pangkalan Udara Adi Soemarmo, Solo, Jawa Tengah pada 2010. Ketika itu, Presiden Joko Widodo menjabat sebagai Wali Kota Solo.
"Saya kira ini seperti takdir yang sudah dipertemukan, padahal saat itu Hadi di tengah dilema antara Lanud Husein Sastranegara. Ini seperti kehendak Tuhan karena saat itu Jokowi jadi Wali Kota," kata dia.
Sejak saat itu, lanjut Dwi, karir Hadi semakin meroket tajam. Pada Juli 2015, Hadi diangkat menjadi Sekretariat Militer Presiden Republik Indonesia Presiden Joko Widodo dan pangkatnya naik menjadi Marsekal Muda. Selang setahun, November 2016, Hadi dilantik menjadi Irjen Kementerian Pertahanan. Tiga bulan setelah menjabat sebagai Irjen Kemenhan, Hadi terpilih menjadi Kepala Staf Angkatan Udara, tepatnya 18 Januari 2017 menggantikan Agus Supriatna.

Hingga akhirnya, Hadi Tjahjanto dicalonkan oleh Presiden Joko Widodo menjadi Panglima TNI menggantikan Jendral Gatot Nurmantyo. Setelah disetujui DPR, Hadi Tjahjanto resmi dilantik pada tanggal 8 Desember 2017 di Istana Kepresidenan oleh Presiden Joko Widodo.



Credit  TEMPO.CO


Jadi Panglima TNI, Ini Sejumlah Tantangan Bagi Hadi Tjahjanto



Jadi Panglima TNI, Ini Sejumlah Tantangan Bagi Hadi Tjahjanto
Marsekal Hadi Tjahjanto menyapa wartawan dan undangan jelang dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai panglima TNI di Istana Negara, Jakarta, 8 Desember 2017. TEMPO/Subekti.

CB, Jakarta- Marsekal Hadi Tjahjanto telah resmi menjabat sebagai Panglima TNI setelah upacara serah terima jabatan dari Jenderal Gatot Nurmantyo. Dalam pidatonya, Hadi mengatakan berbagai tantangan yang harus dihadapinya selama memimpin TNI.
"Tantangan tugas TNI ke depan tidak semakin ringan. Namun, kami harus yakin dengan kebersamaan seluruh prajurit TNI serta dengan dukungan rakyat Indonesia TNI akan bertugas baik," kata Hadi dalam pidatonya saat upacara sertijab di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur pada Sabtu, 9 Desember 2017.

Hadi menjelaskan, deretan tantangan tersebut adalah dampak tatanan dunia baru, terorisme, perang siber, serta kerawanan keamanan perbatasan laut. Menurut dia, Indonesia juga kerap mengalami keresahan dari tindakan penyelundupan barang, manusia, senjata serta narkoba.
Hadi mengatakan, seluruh jajaran TNI harus siap dalam menghadapi potensi konflik dalam tubuh TNI pada 2018 dan 2019 yang merupakan tahun politik. Menurut dia, periode pemilihan kepala daerah serentak dan pemilihan presiden itu dapat menggoyahkan netralitas TNI. "TNI harus memegang teguh netralitasnya dari tingkat atas hingga satuan bawah TNI," ujarnya.

Serah terima jabatan ini dilakukan setelah Presiden Joko Widodo melantik Hadi di Istana Negara pada Jumat, 8 Desember 2017. Acara itu turut dihadiri oleh Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Syafruddin, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Kepala Badan Narkotika Nasional, Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso, beserta para menteri, duta besar negara sahabat, kepala staf angkatan serta pejabat utama TNI.
Jenderal Gatot Nurmantyo yang telah menyerahkan jabatannya kepada Hadi Tjahjanto enggan memberikan pesan atau nasiha kepada juniornya itu. Menurut dia, Hadi saat ini sudah menjadi atasannya sehingga tidak etis apabila dirinya memberikan pesan atau nasihat.
"Saya tidak memberi pesan apa-apa. Mengapa? Karena Pak Hadi sekarang adalah atasan saya. Sejak tadi disampaikan dalam Keputusan Presiden, sejak ditandatangani surat ini, maka secara resmi (Panglima TNI) adalah Pak Hadi, maka tidak etis saya memberikan nasihat ke Pak Hadi karena saya adalah sekarang perwira tinggi Mabes TNI," kata Gatot.




Credit  TEMPO.CO




Kamis, 07 Desember 2017

Dunia Kecam Langkah Sepihak Trump Soal Yerusalem

Donald Trump
Donald Trump
 
 
 
CB, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) tetap bersikeras untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan Trump mendapat reaksi keras dari beragam pemimpin dunia.

Perdana Menteri Inggris Theresia May mengatakan pengumuman Trump tidak membantu dalam hal prospek perdamaian wilayah ini, dan Inggris tidak akan mengikutinya.

Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel juga mengutuk langkah tersebut. Termasuk Turki, Yordania, Mesir dan Lebanon yang juga mengkritik sikap Trump.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengingatkan masalah Yerusalem merupakan 'garis merah' buat Muslim. Erdogan akan bergerakan bersama Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk menentang setiap upaya pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Sebelumnya, dalam sebuah pidato singkat di Gedung Putih, Trump meminta departemen negara bagian untuk mulai membuat pengaturan untuk memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

"Saya telah menetapkan bahwa sekarang saatnya untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Sementara presiden sebelumnya telah membuat janji kampanyebesar ini, mereka gagal menyampaikannya. Hari ini, saya menyampaikannya," jelas Trump seperti dikutip The Guardian, Kamis (7/12).



Credit  REPUBLIKA.CO.ID


AS tak bisa lagi jadi mediator perdamaian, kata Abbas

AS tak bisa lagi jadi mediator perdamaian, kata Abbas
Arsip Foto. Presiden Palestina Mahmoud Abbas (tengah) duduk bersama Presiden Dewan Eropa Donald Tusk (kiri) saat menghadiri upacara pemakaman Shimon Peres (93) di Pemakaman Mount Herzl di Yerusalem, Jumat (30/9/2016). (REUTERS/Abir Sultan)


Ramallah CB) - Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan bahwa Amerika Serikat (AS) tidak bisa lagi memainkan peran sebagai mediator perdamaian setelah keputusan Presiden Donald Trump pada Rabu (6/12) mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Langkah-langkah yang menyedihkan dan tidak dapat diterima ini dengan sengaja melemahkan seluruh upaya perdamaian," kata Abbas dalam sebuah pidato setelah pengumuman Trump.

Dia mengatakan bahwa langkah Trump adalah "sebuah pengumuman penarikan AS dari perannya dalam beberapa dekade terakhir sebagai sponsor proses perdamaian."

Namun Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson menyatakan bahwa Presiden Donald Trump "sangat berkomitmen" terhadap proses perdamaian Timur Tengah.

Tillerson menyatakan bahwa AS yakin "ada kesempatan yang sangat baik bagi terwujudnya perdamaian" antara Israel dan Palestina terlepas dari kecaman internasional terhadap keputusan Trump soal Yerusalem.

"Presiden sangat berkomitmen terhadap proses damai Timur Tengah," kata Tillerson kepada wartawan dalam pertemuannya dengan menteri luar negeri NATO di Brussels, Belgia, Rabu.

Dia mengatakan tim kecil yang dipimpin oleh menantu sekaligus penasihat senior Trump, Jared Kushner, telah "terlibat dalam upaya" untuk memulai kembali perundingan damai di wilayah itu antara Israel dan Palestina.

"Kami terus yakin ada kesempatan yang sangat baik bagi terwujudnya perdamaian dan presiden sudah memiliki tim yang dikhususkan untuk menangani itu secara keseluruhan," kata Tillerson.

Trump mengakui Kota Yerusalem yang disengketakan sebagai ibu kota Israel pada Rabu (6/12), sebuah keputusan bersejarah yang merusak kebijakan puluhan tahun AS dan berisiko menimbulkan gelombang kekerasan baru di Timur Tengah.

"Israel adalah negara yang berdaulat dengan hak seperti setiap negara berdaulat lainnya untuk menentukan ibu kotanya sendiri," kata Trump dalam sebuah pidato dari Gedung Putih.

"Mengakui ini sebagai sebuah fakta adalah kondisi penting untuk mencapai perdamaian," katanya, menambahkan, "Sudah saatnya untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel."

"Ini tidak lebih dari sekedar pengakuan akan realitas. Ini juga hal yang tepat untuk dilakukan," kata Trump sebagaimana dilansir AFP.


Credit  antaranews.com

Soal Yerusalem, Presiden Iran Serukan Muslim Bersatu Menentang AS




Teheran - Presiden Iran Hassan Rouhani mengecam keras pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump soal pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Rouhani pun menyerukan umat muslim untuk bersatu menentang langkah AS tersebut.

Rouhani menegaskan bahwa langkah AS tersebut tak akan bisa ditoleransi. Dalam percakapan via telepon dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Rouhani menyebut pengumuman Trump tersebut "salah, ilegal, provokatif dan sangat berbahaya". Presiden Iran itu juga setuju untuk menghadiri KTT Organisasi Kerja sama Islam (OKI) pada 13 Desember mendatang, yang diminta Erdogan untuk membahas masalah ini.

"Iran tak akan mentoleransi pelanggaran kesucian Islam," kata Rouhani mengenai pengumuman Trump soal Yerusalem seperti dilansir kantor berita AFP, Kamis (7/12/2017).

"Muslim harus berdiri bersama menentang plot besar ini," imbuhnya.

Sementara itu, Erdogan juga menyampaikan kecaman yang sama. "Kebodohan Trump adalah hasil dari perbedaan internal dalam dunia Islam. Kini dunia Islam harus menunjukkan persatuannya dan menentang langkah ini," kata Erdogan dalam percakapan dengan Rouhani.

Sebelumnya, pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei juga merespons keras langkah AS tersebut. "Dunia Islam tak diragukan lagi akan bangkit melawan plot ini dan Zionis akan menerima pukulan besar dari tindakan ini dan Palestina akan dibebaskan," tegas Khamenei.



Credit  detik.com


Malaysia: Ini tak Hanya Agresi ke Muslim, tapi Kristiani

Yerusalem
Yerusalem
 
CB, KUALA LUMPUR -- Malaysia prihatin atas sikap Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang telah mengumumkan keputusannya mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Keputusan seperti itu akan mengakhiri semua upaya yang dilakukan terhadap sebuah resolusi pertanyaan Palestina. Ini akan memiliki dampak serius tidak hanya terhadap keamanan dan stabilitas kawasan ini, namun juga akan menggenjot sentimen, melakukan upaya untuk memerangi terorisme semakin sulit," ujar Juru Bicara Kementrian Luar Negeri Malaysia, Datin Nirvana Jalil Gani di Kuala Lumpur, Kamis (7/12).

Malaysia menegaskan isu Yerusalem adalah penyebab inti persoalan Palestina dan meminta semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak mengakui adanya perubahan di perbatasan sebelum 1967, termasuk kaitan dengan Yerusalem.

"Setiap usaha untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, membangun atau memindahkan misi diplomatik ke kota, dianggap sebagai agresi tidak hanya terhadap Arab dan umat Islam, namun juga melanggar hak-hak Muslim dan Kristen," katanya.

Dia mengatakan hal itu merupakan pelanggaran terhadap hak-hak nasional orang-orang Palestina, termasuk hak mereka untuk menentukan nasib sendiri, dan pelanggaran berat terhadap hukum internasional bersamaan dengan resolusi Dewan Keamanan yang relevan: yaitu Resolusi No. 252 (1968), 267 (1969), 465, 476 dan 478 (1980), termasuk Resolusi 2334 (2016) baru-baru ini.

"Pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel bukanlah pengakuan atas kenyataan di lapangan, ini adalah ungkapan dukungan untuk kebijakan Israel, yang sebagian besar bertentangan dengan hukum internasional. Mungkin tidak benar," katanya.

Dia menegaskan Amerika Serikat harus mempertimbangkan kembali keputusannya.


Credit  republika.co.id



Indonesia Kecam Langkah Trump Akui Yerusalem Ibu Kota Israel


Indonesia Kecam Langkah Trump Akui Yerusalem Ibu Kota Israel 
 Menlu RI Retno Marsudi menyampaikan sikap keras Indonesia yang mengecam langkah Presiden AS Donald Trump yang secara resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. ( CNN Indonesia/Natalia Santi)
 
 
Jakarta, CB -- Indonesia mengecam langkah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang secara resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Pernyataan itu disampaikan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi  dalam pidatonya saat membuka Bali Democracy Forum di Serpong, Banten, Kamis (7/12).

"Pagi ini, Presiden Trump mengumumkan pengakuannya terhadap Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Kami mengecam pengakuan ini," kata Retno dihadapan 103 negara partisipan termasuk AS.

"Demokrasi berarti menghormati hukum internasional. Pengakuan itu tidak menghormati berbagai resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa. Sebagai sebuah negara demokratis, AS seharusnya mengetahui apa artinya demokrasi," kata Menlu RI menegaskan.


Menlu RI menyampaikan kecaman tersebut sambil mengenakan syal khas Palestina. "Saya berdiri di sini mengenakan scarf Palestina untuk menunjukkan komitmen kuat Indonesia, rakyat Indonesia untuk selalu bersama rakyat Palestina, dan hak-hak mereka," kata Menlu Retno.

Pernyataan keras ini diungkapkan Retno tak lama setelah Trump mengumumkan secara resmi pengakuan AS terkait Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Rabu siang waktu Washington DC, di Gedung Putih.

Dalam pernyataannya, Trump memerintahkan pemindahan segera kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem sebagai simbol resmi bahwa AS mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel.

Meski dikecam banyak negara di dunia seperti negara Arab dan sekutu utama AS seperti Perancis, Trump berkeras melanjutkan keputusannya itu.



Trump bahkan menyebut langkah ini sepatutnya sudah dilakukan oleh pendahulunya karena berlandaskan pada satu undang-undang yang sudah diloloskan oleh Kongres AS sejak 1995.

Hukum itu mengatur pengakuan AS bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel dan mengesahkan pendanaan pemindahan kantor Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke kota tersebut.

Namun, presiden AS sebelum Trump selalu menangguhkan hukum tersebut demi menghindari pergolakan politik di Timur Tengah.

Sebelumnya Retno mengatakan telah berkomunikasi dengan sejumlah menlu negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) termasuk menlu Palestina untuk merespons perubahan sikap AS ini.

Retno mengatakn OKI akan segera menggelar rapat darurat guna membahas keputusan Washington yang dianggap memperkeruh konflik di Timur Tengah khususnya proses damai antara Israel dan Palestina.

"Kami juga terus berupaya berkomunikasi dengan pihak AS seperti dengan Menlu Rex Tillerson terkait hal ini," kata Retno.



Menlu Tunisia Khemaies Jhinaouwi, juga turut mengecam langkah AS tersebut. Dalam pidatonya, Jhinaouwi juga mengatakan pengakuan AS terhadap Yerusalem dapat merusak proses perdamaian antara Israel dan Palestina.

"Langkah ini berimbas dampak negatif terhadap opini umat Islam dan Kristen terkait pentingnya Yerusalem bagi mereka," papar Jhinaouwi.





Credit  cnnindonesia.com


Indonesia kecam kebijakan AS soal Yerusalem


 Indonesia kecam kebijakan AS soal Yerusalem
 Arsip Foto. Presiden Joko Widodo (kiri) saat menghadiri acara Persiapan Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2017 dan Institusi Pengelola Keuangan Negara Lainnya Dalam Rangka Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (5/12/2017). (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)



Bogor (CB) - Pemerintah Indonesia mengecam keras keputusan Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, yang akan memicu guncangan stabilitas keamanan dunia.

"Indonesia mengecam keras pengakuan sepihak Amerika serikat terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel," kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis.

Indonesia, lanjut Presiden, meminta AS mempertimbangkan kembali keputusan tersebut. "Keputusan itu telah melanggar berbagai resolusi di PBB yang AS menjadi anggota, dan ini bisa menguncang stabilitas keamanan dunia," katanya.

Presiden AS Donald Trump pada Rabu (6/12) membalikkan kebijakan puluhan tahun Amerika Serikat dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan menyatakan akan memulai proses untuk memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Keputusan Trump itu membahayakan peranan historis Amerika Serikat sebagai penengah dalam konflik Israel-Palestina, juga memicu timbulnya kericuhan hubungan AS dengan sekutu-sekutu Arab, yang diandalkan Washington untuk membantunya melawan Iran dan memerangi kalangan milisi Islamis Sunni.

Israel menganggap Yerusalem sebagai ibu kotanya yang abadi dan tak terbagi serta menginginkan semua kedutaan asing ditempatkan di sana. Palestina juga menginginkan Yerusalem menjadi ibu kota negara Palestina merdeka di masa depan.

Kota itu direbut Israel dalam perang tahun 1967 dan kemudian diduduki. Tindakan Israel mencaplok wilayah itu terus ditentang oleh dunia internasional.


Credit  antaranews.com







Ini Pidato Lengkap Trump Saat Mengakui Yerusalem Ibu Kota Israel


Ini Pidato Lengkap Trump Saat Mengakui Yerusalem Ibu Kota Israel
Foto: REUTERS/Kevin Lamarque




Washington DC - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah memberikan pengakuan resmi bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Trump juga menjelaskan bahwa pemindahan Kedutaan Besar AS akan segera berproses.

Pidato bersejarah Trump ini disampaikan di Gedung Putih, Washington DC, pada Rabu (6/12) siang waktu AS, atau Kamis (7/12) dini hari waktu Indonesia. Trump didampingi Wakil Presiden AS Mike Pence saat menyampaikan pidato ini.

Pemindahan Kedubes AS, disebut Trump, sebagai penerapan Undang-Undang Kedutaan Yerusalem yang disepakati Kongres AS tahun 1995 lalu. Dia menyebut para Presiden AS sebelumnya gagal menerapkan Undang-Undang itu.

Trump juga menegaskan bahwa pengakuan Yerusalem ini tidak berarti menggugurkan komitmen AS terhadap upaya perdamaian bagi Israel dan Palestina. Dia menyatakan, AS tetap berkomitmen untuk mewujudkan solusi dua negara, asalkan disepakati oleh Israel juga Palestina.

Lebih lanjut, Trump menyebut pengakuan Yerusalem ini sebagai pendekatan baru dalam menghadapi konflik Israel-Palestina yang tidak berkesudahan.

Berikut pernyataan lengkap Trump soal pengakuan Yerusalem seperti dikutip dari situs resmi Gedung Putih:

Terima kasih. Ketika saya mulai menjabat, saya berjanji untuk melihat tantangan dunia dengan mata terbuka dan pemikiran sangat segar.Kita tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan kita dengan membuat asumsi gagal yang sama dan mengulang strategi masa lalu yang sama yang telah gagal. Semua tantangan memerlukan pendekatan-pendekatan baru.

Pengumuman saya hari ini menandai awal pendekatan baru untuk konflik antara Israel dan Palestina.

Tahun 1995, Kongres mengadopsi Undang-undang Kedutaan Yerusalem yang mendorong pemerintah federal untuk merelokasi Kedutaan Besar Amerika ke Yerusalem untuk mengakui bahwa kota itu, dengan sangat penting, merupakan ibu kota Israel. Undang-undang ini diloloskan Kongres dengan suara bipartisan mayoritas sangat besar. Dan ditegaskan oleh suara bulat Senat hanya enam bulan lalu.

Namun, selama lebih dari 20 tahun, setiap Presiden Amerika sebelumnya telah memberlakukan hukum waiver, menolak untuk memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem atau untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Presiden-presiden menerbitkan waiver ini dengan keyakinan bahwa menunda pengakuan Yerusalem akan memajukan isu perdamaian. Beberapa pihak menyebut mereka kurang berani tapi mereka memberikan penilaian terbaik mereka berdasarkan fakta-fakta yang mereka pahami saat itu. Namun demikian, semuanya tercatat. Setelah lebih dari dua dekade menerbitkan waiver, kita tidak juga lebih dekat pada kesepakatan perdamaian abadi antara Israel dan Palestina. Akan menjadi kebodohan untuk beranggapan bahwa mengulang formula yang sama persis sekarang akan menghasilkan hasil yang berbeda atau lebih baik.

Oleh karena itu, saya telah menentukan bahwa ini saatnya untuk mengakui secara resmi Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Sementara presiden-presiden sebelumnya telah menjadikan hal ini sebagai janji kampanye besar, mereka gagal mewujudkannya. Hari ini, saya mewujudkannya.

Saya telah menilai rangkaian tindakan ini berada di dalam kepentingan terbaik Amerika Serikat dan upaya perdamaian antara Israel dan Palestina. Ini merupakan langkah yang diharapkan sejak lama untuk memajukan proses perdamaian. Dan untuk mengupayakan kesepakatan abadi.

Israel adalah negara berdaulat dengan hak, sama seperti setiap negara berdaulat lainnya, untuk menentukan ibu kota sendiri. Mengakui hal ini sebagai sebuah fakta adalah syarat yang diperlukan untuk mencapai perdamaian.

Sekitar 70 tahun lalu, Amerika Serikat di bawah Presiden Truman mengakui negara Israel. Sejak saat itu, Israel telah menetapkan ibu kotanya di kota Yerusalem -- ibu kota yang didirikan rakyat Yahudi pada masa kuno. Hari ini, Yerusalem menjadi lokasi pemerintahan Israel modern. Kota ini menjadi rumah Parlemen Israel, Knesset, juga Mahkamah Agung Israel. Kota ini menjadi lokasi kediaman resmi perdana menteri dan presiden. Kota ini menjadi markas banyak kementerian pemerintah.

Selama beberapa dekade, Presiden-presiden Amerika, Menteri Luar Negeri dan para pemimpin militer yang berkunjung bertemu mitra-mitra Israel mereka di Yerusalem, sama seperti yang saya lakukan saat kunjungan saya ke Israel awal tahun ini.

Yerusalem bukan hanya pusat tiga agama besar, tapi sekarang juga menjadi pusat salah satu demokrasi paling sukses di dunia. Selama tujuh dekade terakhir, rakyat Israel telah membangun sebuah negara di mana umat Yahudi, Muslim dan Kristen dan orang-orang dari semua keyakinan bebas untuk menjalankan kehidupan dan beribadah menurut nurani mereka dan menurut kepercayaan mereka.

Yerusalem saat ini, dan harus tetap, menjadi tempat di mana umat Yahudi berdoa di Tembok Ratapan, di mana umat Kristen menapaki jalan salib, dan di mana umat Muslim beribadah di Masjid Al-Aqsa.

Namun, selama bertahun-tahun, presiden-presiden yang mewakili Amerika Serikat menolak untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Faktanya, kita menolak untuk mengakui ibu kota Israel sama sekali.

Tapi hari ini, kita akhirnya mengakui hal yang jelas: bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Ini tidak lebih dan tidak kurang, adalah sebuah pengakuan realitas. Ini juga menjadi hal yang benar untuk dilakukan. Ini hal yang harus dilakukan.

Itulah mengapa, konsisten dengan Undang-undang Kedutaan Yerusalem, saya juga mengarahkan Departemen Luar Negeri untuk memulai persiapan memindahkan Kedutaan Besar Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem. Ini berarti segera memulai proses mempekerjakan arsitek, teknisi dan perencana agar kedutaan yang baru, ketika selesai dibangun, akan menjadi persembahan luar biasa untuk perdamaian.

Dalam pengumuman ini, saya juga ingin memperjelas satu poin: Keputusan ini tidak dimaksudkan, dalam cara apapun, untuk menunjukkan penarikan diri dari komitmen kuat kami untuk memfasilitasi kesepakatan perdamaian abadi. Kami menginginkan sebuah kesepakatan yang menjadi kesepakatan baik bagi Israel dan kesepakatan baik bagi Palestina. Kami tidak mengambil posisi untuk status akhir pada isu-isu termasuk perbatasan spesifik kedaulatan Israel di Yerusalem atau resolusi perbatasan yang diperdebatkan. Pertanyaan-pertanyaan itu menjadi urusan pihak-pihak yang terlibat.

Amerika Serikat tetap berkomitmen secara mendalam untuk membantu memfasilitasi kesepakatan damai yang diterima oleh kedua pihak. Saya berniat melakukan apapun dalam kemampuan saya untuk membantu menempa kesepakatan semacam itu. Tanpa perlu dipertanyakan, Yerusalem adalah salah satu isu paling sensitif dalam perundingan itu. Amerika Serikat akan mendukung solusi dua negara jika disepakati oleh kedua pihak.

Untuk saat ini, saya menyerukan kepada semua pihak untuk mempertahankan status quo di tempat-tempat suci Yerusalem, termasuk Temple Mount, yang juga dikenal sebagai Haram al-Sharif.

Di atas semua itu, harapan terbesar kami adalah perdamaian, keinginan universal dalam jiwa setiap manusia. Dengan keputusan hari ini, saya menegaskan kembali komitmen lama pemerintahan saya untuk perdamaian dan keamanan kawasan di masa depan.

Akan ada, tentu, ketidaksepakatan dan perbedaan pendapat terkait pengumuman ini. Tapi kami percaya bahwa pada utamanya, dengan kami menghadapi ketidaksepakatan ini, kami akan tiba pada perdamaian dan tempat yang jauh lebih baik dalam pemahaman dan kerja sama.

Kota sakral ini seharusnya mampu menunjukkan yang terbaik dalam kemanusiaan. Angkat pandangan kita pada apa yang mungkin, bukan menarik diri ke belakang dan ke bawah pada pertengkaran lama yang telah menjadi sungguh mudah ditebak. Perdamaian tidak pernah berada di luar genggaman orang-orang yang ingin mencapainya.

Jadi hari ini, kami menyerukan agar ketenangan, sikap menahan diri, suara-suara toleransi bisa menang atas penebar kebencian. Anak-anak kita seharusnya mewarisi cinta kita, bukan konflik kita.

Saya menegaskan pesan yang saya sampaikan saat pertemuan luar biasa dan bersejarah di Arab Saudi awal tahun ini: Timur Tengah adalah kawasan yang kaya akan budaya, semangat dan sejarah. Orang-orangnya cemerlang, penuh kebanggaan dan beragam, bersemangat dan kuat. Tapi masa depan luar biasa yang menunggu kawasan ini, tertahan oleh pertumpahan darah, ketidaktahuan dan teror.

Wakil Presiden Pence akan mengunjungi kawasan dalam beberapa hari ke depan untuk menegaskan kembali komitmen kami bekerja sana dengan mitra-mitra di seluruh Timur Tengah untuk mengalahkan radikalisme yang mengancam harapan dan mimpi generasi masa depan.

Inilah saatnya bagi banyak orang yang menginginkan perdamaian untuk mengusir ekstremis dari tengah-tengah mereka. Inilah saatnya bagi seluruh bangsa beradab, dan rakyatnya, untuk menanggapi ketidaksepakatan dengan perdebatan yang beralasan -- bukan kekerasan.

Dan inilah saatnya bagi kaum muda dan moderat untuk bersuara di seluruh Timur Tengah untuk mewujudkan sendiri masa depan cerah dan indah.

Jadi hari ini, mari kita mendedikasikan kembali diri kita menuju jalur saling memahami dan menghormati. Mari memikirkan ulang anggapan-anggapan lama dan membuka hati dan pikiran kita untuk hal yang mungkin dan setiap kemungkinan. Dan akhirnya, saya meminta para pemimpin kawasan -- politik dan keagamaan; rakyat Israel dan Palestina; umat Yahudi dan Kristen dan Muslim -- untuk bergabung bersama kami dalam pencarian mulia untuk perdamaian abadi.

Terima kasih. Tuhan memberkati Anda. Tuhan memberkati Israel. Tuhan memberkati Palestina. Dan Tuhan memberkati Amerika Serikat. Terima kasih banyak. Terima kasih.




Credit  detik.com





Trump Resmi Akui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel


Trump Resmi Akui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel 
 Di tengah kecaman dunia, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. (Reuters/Jorge Silva)
 
Jakarta,CB -- Di tengah kecaman dunia, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

“Saya sudah memutuskan bahwa ini waktunya untuk mengakui secara resmi Yerusalem sebagai ibu kota Israel,” ujar Trump dalam pidatonya di Gedung Putih, Rabu (6/12).

Melanjutkan pernyataannya, Trump berkata, “Sementara presiden-presiden sebelumnya menjadikan ini sebagai janji kampanye yang gagal mereka wujudkan, hari ini, saya mewujudkannya.”


Keputusan Trump ini memang berlandaskan pada satu undang-undang yang sudah diloloskan oleh Kongres AS sejak 1995.



Hukum itu mengatur pengakuan AS bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel dan mengesahkan pendanaan pemindahan kantor Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Namun, presiden AS sebelum Trump selalu menangguhkan hukum tersebut demi menghindari pergolakan politik di Timur Tengah.

Selama ini, Yerusalem berada di pusat pusaran konflik antara Israel dan Palestina. Kedua belah pihak memperebutkan Yerusalem sebagai ibu kota mereka.

Perebutan kota suci bagi umat Muslim dan Kristen itu sudah dimulai sejak lama. Israel akhirnya berhasil merebut Yerusalem saat perang Timur Tengah pada 1967 silam.



Mereka kemudian mencaplok daerah tersebut, tapi tak diakui oleh masyarakat internasional. Untuk menegaskan penolakan tersebut, tak ada negara asing yang mendirikan kantor perwakilannya untuk Israel di Yerusalem.

Keputusan Trump ini pun menuai kecaman dunia karena dianggap dapat menghancurkan upaya perdamaian antara Israel dan Palestina.

Melalui pidato ini, Trump mengatakan bahwa dia akan tetap mendukung upaya perdamaian tersebut dan berharap semua pihak tetap menjaga toleransi.

Trump kemudian meminta Kementerian Luar Negeri untuk segera memindahkan kantor Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem sebagai simbol pengakuan.

Dia meminta Kemlu AS menyewa jasa kontraktor dan arsitek unggulan demi membangun kantor kedubes yang akan menjadi "lambang perdamaian yang agung."



Credit  CNN Indonesia



Trump Resmi Akui Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel

Presiden AS, Donald Trump
Presiden AS, Donald Trump
CB, WASHINGTON DC -- Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengumumkan kebijakan pemerintahannya yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Dia juga akan memindahkan kedutaan AS ke Yerusalem.
"Sudah waktunya mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel," ujar Trump di Gedung Putih, Rabu (6/12) waktu setempat, seperti dikutip CNN.
Menurut Trump, kebijakan tersebut merupakan "langkah terlambat" terhadap progres perdamaian di Timur Tengah. Ia mengatakan AS sudah dua dekade mengabaikan rencana mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Trump mengatakan, pemerintah AS mendukung solusi dua negara, kalau hal tersebut disetujui oleh warga Israel dan rakyat Palestina.
Sebelum Trump membacakan pengumumannya, Juru Bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah memperingatkan konsekuensi berbahaya terhadap wilayah Yerusalem.
Sementara itu, dilansir Aljazirah, sepekan sebelum Trump menyatakan sikapnya soal Yerusalem, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) telah memberi peringatan kepada kedutaan besarnya di seluruh dunia untuk meningkatkan pengamanan.
Peringatan tersebut telah dikirimkan menggunakan sambungan rahasia selama sepekan terakhir. Pesan tersebut dikirimkan di tengah kekhawatiran akan terjadinya demonstrasi yang disebabkan pengumuman Trump.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID






Rabu, 06 Desember 2017

Utusan Palestina sebut pengakuan AS atas Jerusalem sebagai "deklarasi perang"



Utusan Palestina sebut pengakuan AS atas Jerusalem sebagai "deklarasi perang"
Pramuka berbaris dan memainkan musik pada perayaan Maulid Nabi di depan Masjid Kubah Batu (Dome of the Rock) di kompleks yang disebut Haram Al Syarif oleh Muslim dan "Temple Mount" oleh Yahudi di Kota Tua Yerusalem, Kamis (30/11/2017). (REUTERS/Ammar Awad)




London (CB) - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan secara efektif mendeklarasikan perang kalau dia mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel, kata kepala perwakilan Palestina untuk Inggris pada Rabu.

"Kalau dia mengatakan apa yang ingin dia kakatan tentang Jerusalem sebagai ibu kota Israel, itu berarti ciuman kematian bagi solusi dua negara," kata Manuel Hassassian dalam wawancara dengan radio BBC.

"Dia mendeklarasikan perang di Timur Tengah, dia mendeklarasikan perang terhadap 1,5 miliar Muslim (dan) ratusan juta orang Nasrani yang tidak akan terima tempat suci itu berada di bawah hegemoni Israel," tambah Hassassian.

Seorang pejabat senior AS pada Selasa mengatakan Trump akan mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel pada Rabu dan akan menjalankan rencana untuk memindahkan kedutaan besar AS ke Jerusalem dari Tel Aviv, demikian menurut siaran kantor berita Reuters.


Credit  antaranews.com


Trump Akui Yerusalem Ibu Kota Israel, Dunia Arab Murka


Trump Akui Yerusalem Ibu Kota Israel, Dunia Arab Murka
Liga Arab mengecam keras rencana Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. (REUTERS/Ammar Awad)

Jakarta, CB -- Dunia Arab mengecam keras rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk memindahkan kedutaan besar dari  Tel Aviv ke Yerusalem. Langkah yang dianggap sebagai pengakuan AS terhadap Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel itu menuai kutukan dari Liga Arab.

Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Aboul Gheit mengatakan Amerika Serikat sepatutnya tidak mengambil tindakan yang bisa mengubah status hukum dan politik Yerusalem.

Sebagaimana dikutip Reuters, Gheit mengatakan rencana AS memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem merupakan "tindakan berbahaya yang akan berdampak buruk bagi stabilitas seluruh wilayah di kawasan."




Pernyataan itu diungkapkan Gheit menyusul rencana Trump mengumumkan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel hari ini, Rabu (6/11), meski langkahnya itu telah dikritik sejumlah negara, termasuk sekutunya sendiri seperti Perancis, Arab Saudi, dan Turki.

Sebab, rencana Trump tersebut dinilai bisa merusak proses perdamaian antara Israel dan Palestina yang telah berlangsung lama.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas pun dikabarkan telah berkomunikasi dengan Trump terkait rencana AS ini. Kepada Trump, Abbas mengatakan pemindahan kedubes AS akan berdampak konsekuensi buruk.

Juru bicara Abbas, Nabil Abu Rudeineh, mengatakan Abbas pun segera menggelar rapat darurat dengan kabinetnya tak lama setelah Trump memberitahu rencananya tersebut.

Sementara itu, sejumlah negara seperti Yordania juga ikut angkat bicara mengenai rencana AS ini. Raja Abdullah juga telah memperingatkan Trump bahwa keputusan pemerintahnya itu bisa berdampak buruk pada stabilitas keamanan Timur Tengah.

Menurut laporan media lokal, seperti dikutip Haaretz, Abdullah bahkan bersumpah akan menggagalkan inisiatif Amerika tersebut yang dianggap bisa memicu amarah umat Islam dan Kristen itu.

Yordania juga berencana mengadakan pertemuan darurat Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada akhir pekan ini untuk membahas langkah kedepan mengantisipasi rencana Trump tersebut.

Abdullah juga telah berkomunikasi dengan Presiden Abbas dan keduanya sepakat terus berkoordinasi dalam merespons tindakan AS itu.


Gereja Makam Kudus
Foto: AFP PHOTO / Gali TIBBON
Gereja Makam Kudus


Arab Saudi, Iraq, dan Iran, juga telah mengungkapkan kecaman terkait rencana pemindahan kedubes AS ke Yerusalem ini. Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, juga telah menghubungi Trump dan memperingatkan bahwa AS jangan "mempersulit" masalah di Timur Tengah dengan merelokasi kedubesnya ke Yerusalem.

Sisi juga memperingatkan Trump bahwa rencananya tersebut dapat "merusak peluang perdamaian di Timur Tengah."

"Presiden Mesir menegaskan posisi negara untuk menjaga status hukum Yerusalem dalam kerangka referensi internasional dan resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang terkait," bunyi pernyataan Mesir.

Selain itu, pemimpin Arab Joint List di Israel, Ayman Odeh, pun ikut mengecam rencana Washington ini dengan menganggap bahwa Trump adalah "seorang piromania yang bisa membuat seluruh wilayah hancur karena kegilaannya."



Credit  cnnindonesia.com



Sesjen PBB ingatkan risiko kebijakan sepihak status Yerusalem


Sesjen PBB ingatkan risiko kebijakan sepihak status Yerusalem

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres. (un.org)
Itu bukan berarti kedutaan besar akan pindah besok."

Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York (CB) - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sedang menunggu pengumuman resmi dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berkaitan dengan pengakuan atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dan sekaligus mengingatkan potensi risiko konflik dari tindakan itu.

"Sebagai masalah prinsip, Sekretaris Jenderal telah mengatakan ia secara terus-menerus telah memperingatkan agar tak ada tindakan sepihak yang akan memiliki potensi untuk merusak penyelesaian dua-negara," kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric dalam satu taklimat di Markas Besar PBB, New York, Selasa (5/12).

Ia mengatakan pemimpin PBB itu sedang menunggu pernyataan resmi dari Washington DC, demikian laporan kantor berita Xinhua China.

"Kami sejak dulu telah menganggap Jerusalem sebagai masalah status akhir yang harus diselesaikan melalui perundingan langsung antara kedua pihak, Israel dan Palestina, berdasarkan resolusi terkait Dewan Keamanan PBB," kata Dujarric.

Trump pada Selasa (5/12) telah memberitahu para pemimpin Arab dan Israel bahwa dirinya bermaksud memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, tindakan yang akan berpotensi memicu kerusuhan di wilayah Timur Tengah, karena kebijakan itu dapat dimaknai AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

Rakyat Palestina menganggap Yerusalem Timur, yang direbut Israel dalam Perang 1967, sebagai ibu kota negara masa depan mereka dan status Yerusalem secara keseluruhan masih menjadi masalah yang harus diselesaikan.

Para pejabat senior AS pada Selasa mengatakan Presiden Donald Trump bermaksud mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Tindakan Trump tersebut diperkirakan akan menyulut ketegangan lebih jauh di Timur Tengah, dan merusak pendirian AS sebagai penengah perdamaian bagi masalah Palestina-Israel.

Trump "akan mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel", kata beberapa pejabat AS kepada wartawan dalam satu konferensi jarak jauh.

Mereka menjelaskan Presiden AS itu "memandang ini sebagai pengakuan bagi kenyataan, kenyataan sejarah dan ... kenyataan zaman modern".

Trump juga akan "menginstruksikan Departemen Luar Negeri AS untuk memulai proses pemindahan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem", kata beberapa pejabat yang tak ingin disebutkan jatidirinya.

Mereka menambahkan bahwa pemindahan itu akan memerlukan waktu bertahun-tahun.

"Itu bukan berarti kedutaan besar akan pindah besok," katanya.

Ada sebanyak 1.000 personel di Kedubes AS di Tel Aviv. Ia menilai, "Akan diperlukan waktu untuk menemukan lokasi, menangani masalah keamanan, merancang instalasi baru, menemukan fasilitas baru ... dan membangunnya, jadi ini bukan proses spontan."

Kongres AS mensahkan Yerusalem Embassy Act pada 1995, yang mengharuskan pemindahan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, namun mantan Presiden AS George W. Bush Sr., Bill Clinton dan Barack Obama terus menerus memperbarui surat pelepasan tuntutan presiden untuk menunda pemindahan tersebut dengan mempertimbangkan kepentingan keamanan nasional maupun internasional.

Status Yerusalem masih menjadi salah satu masalah inti dalam konflik Palestina-Israel. Sejauh ini masyarakat internasional tidak mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dan tak ada negara asing yang menempatkan kedutaan besar mereka di kota tersebut.



Credit  antaranews.com



Respon Rencana Pemindahan Kedubes AS, Hamas Serukan 'Hari Kemarahan'



Respon Rencana Pemindahan Kedubes AS, Hamas Serukan Hari Kemarahan
Hamas menyerukan 'Hari Kemarahan' sebagai tanggapan atas rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel, dari Tel Aviv ke Yerusalem. Foto/Istimewa



GAZA - Hamas menyerukan 'Hari Kemarahan' sebagai tanggapan atas rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel, dari Tel Aviv ke Yerusalem.

"Kami menyerukan kepada rakyat Palestina untuk mengumumkan 'kemarahan' pada hari Jumat melawan Israel, menolak rencana AS untuk memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem dan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel," kata Hamas dalam sebuah pernyataan.

Kelompok yang berbasis di Gaza itu, seperti dilansir Anadolu Agency pada Rabu (6/12), menekankan bahwa Yerusalem adalah 'garis merah' bagi rakyat Palestina, dan kelompok perlawanan tidak akan membiarkan kota tersebut dinodai.

Hal senada sejatinya sempat diutarakan oleh Turki. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, keputusan AS untuk memindahkan kedutaannya akan menjadi ”garis merah” bagi umat Islam.

Erdogan juga mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel, jika AS secara resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

”Saya sedih dengan laporan bahwa AS bersiap untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Ini bisa sampai sejauh pemutusan hubungan Turki dengan Israel, saya memperingatkan AS untuk tidak mengambil langkah yang akan memperdalam masalah di wilayah ini,” ucap Erdogan.

Gedung Putih sebelumnya telah menyatakan bahwa Trump akan mengumumkan secara resmi pemindahan kedubes AS ke Yerusalem pada hari ini. 



Credit  sindonews.com








Trump akan umumkan pengakuan Jerusalem sebagai ibu kota Israel



Trump akan umumkan pengakuan Jerusalem sebagai ibu kota Israel

Arsip Foto. Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat berpidato dalam Sidang Umum PBB ke 72 di kantor pusat PBB di New York, Amerika Serikat, Selasa (19/9/2017). (REUTERS/Eduardo Munoz)




Washington (CB) - Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel pada Rabu, mengubah drastis kebijakan luar negeri Amerika Serikat dan mengabaikan peringatan keras dari sejumlah negara sekutu di Timur Tengah dan dunia.

Menurut seorang pejabat senior Amerika Serikat, Trump akan mengumumkan pengakuan terhadap Jerusalem dalam pidato pukul 13.00 (waktu setempat) di Gedung Putih.

"Dia akan mengumumkan bahwa pemerintah Amerika Serikat mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel," kata seorang pejabat pemerintah yang berbicara kepada AFP dengan syarat namanya tidak disebut.

"Dia memandang ini sebagai pengakuan realitas, baik realitas sejarah maupun modern," katanya.

Trump juga akan memerintahkan pemindahan kedutaan besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Jerusalem, memperparah sengketa pahit berabad-abad antara umat Yahudi, Islam dan Nasrani.

Namun ia harus menandatangani dekret agar kedutaan besar Amerika Serikat tetap berada di Tel Aviv untuk sementara waktu dan mungkin hingga bertahun-tahun ke depan.

"Butuh waktu lama untuk mencari tempat, menangani masalah keamanan, merancang fasilitas baru, mendanai fasilitas baru dan membangunnya," kata pejabat itu.

Langkah Amerika Serikat untuk mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel akan menjadi akhir dari upaya damai Amerika Serikat dalam konflik antara Israel dan Palestina menurut peringatan pejabat senior Palestina pada Selasa (5/12).

Nabil Saath, penasihat Presiden Palestina Mahmoud Abbas, mengatakan kepada jurnalis bahwa keputusan Trump untuk mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel "akan benar-benar menghancurkan peluang peran yang dapat ia mainkan sebagai penengah."

"Itu membawa pergi... kesepakatan abad ini," katanya merujuk pada janji Trump untuk mencapai kesepakatan damai antara Israel dan Palestina.

"Kami belum meminta apa pun di luar solusi dua negara," Shaath.

"Trump dan pemerintahannya melanggar itu."

Trump pada Senin menunda pengumuman keputusan untuk mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan Amerika Serikat ke sana. Gedung Putih juga menyatakan bahwa Trump akan melewatkan tenggat waktu untuk memutuskan pemindahan kedutaan dari Tel Aviv.



Credit  antaranews.com












Raja Salman Peringatkan Trump Soal Pemindahan Kedubes




Raja Salman Peringatkan Trump Soal Pemindahan Kedubes
Pemimpin Arab Saudi, Raja Salman bin Abdul Aziz al-Saud memperingatkan Donald Trump mengenai rencana pemindahan Kedutaan Besar AS di Israel ke Yerusalem. Foto/Reuters



RIYADH - Pemimpin Arab Saudi, Raja Salman bin Abdul Aziz al-Saud memperingatkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengenai rencana pemindahan Kedutaan Besar AS di Israel ke Yerusalem. Peringatan itu disampaikan saat keduanya berbicara melalui sambungan telepon semalam.

Trump diketahui menelepon Raja Salman untuk menyampaikan maksud melanjutkan keputusan memindahkan kedubes AS di Israel, dari Tel Aviv ke Yerusalem. Hal tersebut langsung mendapat respon yang keras dari Raja Salman.

Berdasarkan laporan kantor berita Saudi, SPA, Raja Salman langsung menegaskan pemindahan kedubes AS akan membuat marah umat Muslim dan hal ini dapat mengancam upaya damai antara Palestina, dan Israel.

"Penjaga Dua Masjid Suci tersebut menegaskan kepada Trump, bahwa setiap pengumuman Amerika mengenai situasi Yerusalem sebelum mencapai hasil yang permanen akan membahayakan perundingan damai dan meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut," bunyi laporan SPA, seperti dilansir Reuters pada Rabu (6/12).

SPA juga menyampaikan bahwa Raja Salman  mengatakan Saudi mendukung penuh rakyat Palestina, dan hak-hak historis mereka.

"Dia menegaskan, langkah berbahaya semacam itu kemungkinan akan mengobarkan amarah umat Islam di seluruh dunia karena status Yerusalem dan masjid al-Aqsa," tukas kantor berita pemerintah Saudi itu.  


Credit  sindonews.com

Raja Salman: Langkah AS akan Bakar Kemarahan Umat Islam


Warga Tepi Barat Palestina berunjukrasa memprotes rencana pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel oleh pemerintahan Trump, Rabu (6/12). Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.
Warga Tepi Barat Palestina berunjukrasa memprotes rencana pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel oleh pemerintahan Trump, Rabu (6/12). Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.


CB, RIYADH -- Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud menerima panggilan telepon dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Selasa (5/12). Trump menghubungi Raja Salman untuk memberitahu rencananya untuk memindahkan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Dalam pembicaraan via telepon tersebut, Raja Salman menegaskan dukungan Saudi untuk hak-hak historis rakyat Palestina. Ia pun mengatakan diubahnya status Yerusalem sebelum tercapainya kesepakatan antara Palestina dan Israel akan membahayakan perundingan damai kedua negara. Selain itu, langkah AS mengubah status Yerusalem berpotensi meningkatkan ketegangan di daerah tersebut.

Raja Salman secara tegas menyampaikan kepada Trump bahwa rencananya memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem akan membakar kemarahan umat Islam di seluruh dunia.
"Langkah berbahaya semacam itu kemungkinan akan membakar kemarahan umat Islam di seluruh dunia karena status Yerusalem yang besar dan Masjid Al-Aqsha," kata Raja Salman seperti dilaporkan kantor berita resmi Saudi, Saudi Press Agency.

Hal ini sebelumnya juga telah disampaikan Duta Besar Arab Saudi untuk AS Pangeran Khalid bin Salman. Ia mengatakan, rencana AS mengubah status Yerusalem akan melukai proses perundingan damai antara Palestina dan Israel. Selain itu, hal itu juga sangat berpotensi memicu ketegangan di daerah tersebut.

"Kebijakan Kerajaan (Saudi) telah dan tetap mendukung rakyat Palestina. Hal ini telah disampaikan ke Pemerintah AS," ujar Pangeran Khalid.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas, pada Selasa, mengucapkan terima kasih atas komitmen dan sikap Saudi terkait rencana AS yang ingin mengubah status Yerusalem. Menurut Abbas, hal ini jelas menunjukkan dukungan Saudi terhadap Palestina dan rakyatnya.

Rencana Trump untuk memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem merupakan salah satu dari janji kampanyenya pada proses pilpres AS tahun lalu. Saat ini, Trump diyakini hendak merealisasikan janji kampanyenya tersebut.
Namun hal ini mendapat penentangan dan kecaman dari berbagai negara, terutama negara-negara Arab. Langkah Trump terkait Yerusalem tersebut dinilai berpotensi merusak proses perdamaian Palestina dengan Israel dan memicu ketegangan.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID



Wali Kota Yerusalem: Kedubes AS Bisa Dipindah Dalam 2 Menit

  
Wali Kota Yerusalem: Kedubes AS Bisa Dipindah Dalam 2 Menit
Wali Kota Yerusalem, Nir Barkat, mengatakan bahwa proses pemindahan Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Israel dari Tel Aviv ke daerah pimpinannya hanya membutuhkan waktu dua menit. (Reuters/Baz Ratner)


Jakarta, CB -- Wali Kota Yerusalem, Nir Barkat, mengatakan bahwa proses pemindahan Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Israel dari Tel Aviv ke daerah pimpinannya hanya membutuhkan waktu dua menit.

“Mereka hanya harus menarik lambang konsulat dan menggantinya menjadi simbol kedutaan besar. Dua anggota Marinir Amerika dapat melakukannya dalam waktu dua menit dan memberikan Duta Besar David Friedman tempat untuk duduk,” ujar Barkat, Selasa (5/12).

Melanjutkan pernyataannya, Barkat berkata, “Penerapan keputusan ini akan berlaku segera dan kemudian perlahan, pemindahan karyawan dan struktur lainnya untuk memulai layanan di Yerusalem.”


Pernyataan ini dilontarkan tak lama setelah Presiden Donald Trump dilaporkan menelepon Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, untuk mengabarkan pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem.


Isu pemindahan kedubes AS ini menjadi sorotan luas karena selama ini, Israel dan Palestina saling klaim Yerusalem sebagai ibu kota masing-masing negara.


Israel merebut Yerusalem saat perang Timur Tengah pada 1967 silam. Mereka kemudian mencaplok daerah tersebut, tapi tak diakui oleh masyarakat internasional.

Untuk menyatakan sikap penolakan tersebut, tak ada negara asing yang mendirikan kantor perwakilannya untuk Israel di Yerusalem.

Meski demikian, pada Oktober 1995, Kongres AS meloloskan hukum untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan mengesahkan pendanaan pemindahan kantor kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Namun hingga saat ini, tak ada satu pun presiden AS yang menerapkan hukum itu.


Credit  cnnindonesia.com


Hari Ini Trump Umumkan Soal Pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem




Hari Ini Trump Umumkan Soal Pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem
Gedung Putih menuturkan, Presiden AS, Donald Trump akan menyampaikan pengumuman mengenai rencana pemindahan Kedutaan Besar AS di Israel ke Yerusalem hari ini. Foto/Reuters



WASHINGTON - Gedung Putih menuturkan, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump akan menyampaikan pengumuman mengenai rencana pemindahan Kedutaan Besar AS di Israel ke Yerusalem, Rabu (5/12) waktu setempat.

"Presiden Donald Trump akan menyampaikan pidato atas keputusannya, apakah akan memindahkan kedutaan AS di Israel ke Yerusalem dari Tel Aviv," ucap Sekretaris Pers Gedung Putih Sarah Saders.

Saders, seperti dilansir Reuters menuturkan, Trump cukup yakin dalam pemikirannya mengenai masalah ini, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Di kesempatan yang sama, Sanders juga membenarkan bahwa Trump telah melakukan komunikasi dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan sejumlah pemimpin negara Timur Tengah lainnya mengenai hal ini.

"Trump berbicara secara terpisah dengan lima pemimpin Timur Tengah tentang "keputusan potensial mengenai Yerusalem" di tengah laporan bahwa dia berencana memindahkan kedubes AS ke kota tersebut," ucapnya.

Dia menambahkan, Trump juga menegaskan kembali komitmennya untuk memajukan perundingan perdamaian Israel-Palestina dalam komunikasinya dengan Abbas, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Raja Yordania Abdullah II, Raja Saudi Salman bin Abdul Aziz al-Saud, dan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi. 


Credit  sindonews.com


Jelang Pengumuman Status Yerusalem, Kedubes AS Fokus Keamanan



Jelang Pengumuman Status Yerusalem, Kedubes AS Fokus Keamanan
Presiden AS Donald Trump mendengar penjelasan dari Rabbi Shmuel Rabinowitz saat mengunjungi Tembok Ratapan di Yerusalem, Israel, 22 Mei 2017. REUTERS/Jonathan Ernst

CB, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat memperingatkan semua pejabat kedutaan besar negara itu di berbagai negara untuk meningkatkan keamanan menjelang pengumuman status Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Rencananya, pengumuman soal status Yerusalem ini akan dilakukan pada Rabu, 6 Desember 2017, pada waktu setempat pada sesi di National Defense University.

Media Politico melansir peringatan dari Kemenlu ini dilakukan lewat dua surat kabel pada pekan lalu. Surat ini juga berisikan kekhawatiran pengumuman Trump soal status Yerusalem itu bakal memprovokasi kemarahan di dunia Arab. Apalagi, menantu Trump, Jared Kushner, sedang berupaya mengaktifkan kembali pembicaraan damai antara Israel dan Palestina, yang sempat terhenti.

"Rencana pengumuman ini membuat saya merasa sangat khawatir mengenai kemungkinan adanya respon berupa tindak kekerasan, yang bisa berdampak pada kedubes," kata salah satu pejabat Kemenlu kepada Politico, Senin, 4 Desember 2017. "Saya harap saya keliru."
Sejumlah kedubes AS di berbagai negara berpenduduk Muslim menjadi target demonstrasi berujung kekerasan sebelumnya. Pada 2012 lalu, sejumlah kedubes AS di Yaman, Mesir, dan Pakistan menjadi sasaran protes terkait sebuah video anti-Muslim yang memprovokasi. Sekelompok teroris Muslim juga menyerang pejabat kedubes AS di Benghazi, Libya, dan menewaskan empat pejabat AS di sana.
Status Kota Yerusalem menjadi perselisihan selama beberapa dekade antara Palestina dan Israel dengan masing-masing mengklaim kota ini sebagai ibukota mereka. Mayoritas negara termasuk AS sebelumnya menyepakati status Yerusalem akan ditentukan lewat proses pembicaraan damai antara Israel dan Palestina.
Trump berjanji selama masa kampanye pemilihan Presiden AS untuk memindahkan kedubes negara ini dari Tel Aviv ke Yerusalem. Namun, sejumlah Presiden AS juga pernah menjanjikan hal serupa meskipun tidak melaksanakannya dengan alasan adanya potensi gangguan keamanan dan nasib perjanjian damai.
Menurut sebuah undang-undang pada 1995 yang dibuat Kongres, Presiden AS harus mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedubes ke sana. Meskipun undang-undang ini juga memungkinkan Presiden AS untuk menunda hal ini setiap enam bulan jika langkah itu menimbulkan konflik dengan kepentingan nasional AS. Trump sempat menandatangani penundaan itu pada Juni lalu. Penundaan berikutnya, menurut jadwal, akan dilakukan pada Jumat pekan ini. Namun pejabat Gedung Putih mengatakan tidak ada rencana untuk melakukan ini.
Pada Selasa, 5 Desember 2017, juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders, mengatakan,"Presiden, saya bisa katakan, cukup solid mengenai pemikirannya soal ini (pengumuman Yerusalem sebagai ibukota Israel) pada saat ini." 



Credit  TEMPO.CO




Operasi Gabungan Afghanistan-AS Berhasil Tewaskan Pemimpin Tertinggi Al Qaeda


https: img-o.okeinfo.net content 2017 12 05 18 1825569 operasi-gabungan-afghanistan-as-berhasil-tewaskan-pemimpin-tertinggi-al-qaeda-J6f4TWuaR9.jpg
Pasukan AS yang berada di Afghanistan. (Foto: Strategic Culture)



KABUL - Badan intelijen Afghanistan mengumumkan bahwa serangkaian operasi gabungan antara Amerika Serikat (AS) dan Afghanistan telah berhasil menewaskan seorang pemimpin tertinggi di jaringan ekstremis al Qaeda bersama dengan sejumlah anggota lainnya.
Pemimpin tersebut adalah Omar bin Khatab. Ia adalah pemimpin al Qaeda kedua yang paling penting di benua India dan pemimpin paling senior yang berhasil dibunuh di Afghanistan sejak perang pimpinan AS yang menggulingkan mantan penguasa Taliban pada akhir 2001. Hal tersebut disampaikan oleh seorang pejabat Direktorat Keamanan Nasional Afghanistan.

Dilansir dari The Washington Post, Selasa (5/12/2017), Omar Bin Khatab, yang juga dikenal sebagai Omar Mansoor, tewas di distrik Gilan di provinsi Ghazni di barat daya ibu kota. Pejabat yang menyampaikan keterangan tersebut meminta agar identitasnya dirahasiakan.
Sebelumnya, otoritas setempat mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa 80 anggota al-Qaeda lainnya juga tewas, termasuk tiga tokoh teratas, dalam operasi di Zabul dan Pakita di dekat perbatasan dengan Pakistan dan berdekatan dengan Ghazni. Selain itu, 27 anggota jaringan tersebut juga berhasil ditangkap.
Koalisi yang dipimpin AS tersebut tidak segera memberikan komentar tentang berita tersebut. Pihak badan intelijen Afghanistan juga tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai kewarganegaraan, usia, atau sejauh apa keterlibatan Omar bin Khatab dengan al Qaeda.
Sekadar diketahui, Pejabat Afghanistan dan militer AS tahun lalu melaporkan kematian beberapa anggota asing al Qaeda yang berada di Afghanistan. Selain itu, operasi gabungan AS-Afghanistan pada tahun lalu juga berhasil menewaskan 300 militan ISIS.

Kehadiran al-Qaeda dan pemimpinnya Osama bin Laden di Afghanistan setelah serangan 9/11 di New York, mendorong invasi pimpinan AS ke negara itu pada 2001. Osama bin Laden tewas di tempat persembunyiannya di Pakistan pada 2011 setelah operasi perburuan yang dilakukan AS. Otak di balik serangan 11 September 2001 di menara kembar World Trade Centre, New York, itu tewas di hadapan keluarganya, termasuk sang putra bernama Hamza.

Hamza diperkenalkan oleh Ketua Al Qaeda Ayman al Zawahiri pada 2015 untuk merekrut anak-anak muda ke dalam kelompok militan tersebut. Ia diyakini sebagai kunci untuk menarik anak-anak muda dari pesona kelompok militan ISIS yang menjadi rival dari Al Qaeda karena memiliki hubungan darah dengan sang pendiri, yakni Osama bin Laden.





Credit  okezone.com





PBB Buka Pintu Negosiasi dengan Korut


PBB Buka Pintu Negosiasi dengan Korut
PBB Buka Pintu Negosiasi dengan Korut. (Ilustrasi. SINDOnews).


NEW YORK - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berupaya membuka jalur negosiasi dengan Korea Utara (Korut) seiring memanasnya ketegangan di wilayah tersebut.

Upaya itu terlihat dari kunjungan Kepala Urusan Politik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Jeffrey Feltman ke Korut pekan ini. Feltman merupakan mantan pejabat senior Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS) yang akan berkunjung ke Korut sejak Selasa (5/12/2017) hingga Jumat (10/12/2017) dan bertemu para pejabat di sana. Ini menjadi kunjungan pejabat PBB paling tinggi ke Pyongyang dalam lebih enam tahun.

“Dia akan membahas berbagi isu yang menjadi kepentingan dan kekhawatiran bersama,” ungkap pernyataan PBB, dikutip kantor berita Reuters.

Dia akan bertemu Menteri Luar Negeri (Menlu) Korut Ri Yong-ho dan Wakil Menlu Pak Myong-guk. “Kunjungan itu merupakan respon atas undangan lama dari otoritas di Pyongyang untuk dialog kebijakan dengan PBB. Dia juga akan bertemu Tim Perwakilan PBB dan anggota korps diplomatik, serta mengunjungi lokasi proyek PBB,” papar juru bicara PBB Stephane Dujarric.

Feltman menjadi pejabat senior pertama PBB yang mengunjungi Korut setelah pendahulunya Lynn Pascoe ke sana pada Februari 2010 dan kunjungan mantan kepala bantuan PBB Valerie Amos pada Oktober 2011.

Kunjungan itu dilakukan di tengah ketegangan akibat tes rudal Korut yang dapat mencapai AS. Pejabat Deplu AS menyatakan mengetahui rencana perjalanan itu.

“AS akan terus bekerja sama dengan negara-negara lain, termasuk anggota Dewan Keamanan PBB, untuk meningkatkan tekanan diplomatik dan ekonomi pada Korut, demi meyakinkan rezim agar meninggalkan persenjataan nuklir dan program pengembangan rudal ilegal,” papar pejabat AS tersebut.

Pejabat AS itu menambahkan, “Sangat penting bahwa negara-negara di dunia memiliki respon satu dan tegas pada berbagai provokasi Korut yang melanggar hukum.”

Dia menyatakan, AS tetap fokus mencari solusi damai atas krisis tersebut. “Tapi kenyataannya rezim itu menunjukkan tidak tertarik pada negosiasi kredibel,” katanya.

Meski menekankan solusi diplomatik, pemerintahan Presiden AS Donald Trump menyatakan tidak akan pernah menerima Korut sebagai negara bersenjata nuklir dan memperingatkan bahwa semua opsi ada, termasuk serangan militer.

Sejak awal pekan ini, AS dan Korea Selatan (Korsel) menggelar latihan udara gabungan skala besar. Korut menganggap latihan itu mendorong semenanjung Korea ke jurang perang nuklir. Rusia dan China juga mendesak latihan perang itu dibatalkan. 

Korut mendapat sanksi PBB sejak 2006 atas program rudal dan nuklirnya. Pertemuan Dewan Keamanan PBB pekan lalu membahas tes rudal terbaru Pyongyang. Saat pertemuan itu, Duta Besar AS untuk PBB Nikki Halley menyatakan Washington tidak menginginkan perang dengan Korut. “Jika perang terjadi, jangan membuat kesalahan, rezim Korut akan benar-benar hancur,” ujarnya.

Sementara, Jepang bersiap mengakuisisi rudal yang memiliki kemampuan menyerang lokasi rudal Korut. Tokyo akan menganggarkan dana pada belanja pertahanan untuk mempelajari apakah pesawat F-15 dapat meluncurkan rudal jarak jauh, termasuk Joint Air-to-Surface Standoff Missile (JASSM-ER) buatan Lockheed Martin Corp. JASSM-ER dapat menyerang target dalam jarak 1.000 km. 

“Ada tren global untuk menggunakan rudal jarak jauh dan alami jika Jepang ingin mempertimbangkannya,” kata sumber yang mengetahui rencana pemerintah Jepang itu.

Jepang juga tertarik membeli Joint Strike Missile yang didesain Kongsberg Defence & Aerospace asal Norwegia. rudal ini dapat diangkut dengan jet tempur siluman F-35 dan menyerang target dalam jarak 500 km.

Kedua jenis rudal itu belum masuk dalam anggaran USD46,76 miliar yang telah diajukan oleh Kementerian Pertahanan Jepang. Meski demikian, tambahan dana dapat dikucurkan berdasarkan hasil evaluasi untuk membeli rudal tersebut.


Credit  sindonews.com


AS Punya Senjata Microwave yang Bisa Kendalikan Rudal Korut


AS Punya Senjata Microwave yang Bisa Kendalikan Rudal Korut
Mary Lou Robinson, pemimpin pengembangan senjata di Laboratorium Riset Angkatan Udara di Albuquerque menjelaskan tentang senjata CHAMPs Amerika Serikat. Foto/NBC News


WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) memiliki senjata gelombang mikro yang diyakini oleh para ahli mampu menghentikan Korea Utara untuk meluncurkan peluru kendali (rudal). Alat yang dikenal sebagai senjata microwave ini bekerja untuk melumpuhkan sistem elektronik objek-objek musuh.

Dua pejabat AS yang mengetahui tentang hal itu mengatakan bahwa senjata tersebut pernah dibahas pada pertemuan Gedung Putih bulan Agustus terkait krisis Korut.

Nama senjata microwave ini adalah Counter-electronics High Power Microwave Advanced Missile Project (CHAMPs). Alat ini bisa dipasang di rudal jelajah yang diluncurkan dari pesawat pembom B-52.

Dengan jangkauan 700 mil, senjata itu bisa terbang ke wilayah udara musuh di ketinggian rendah dan memancarkan energi gelombang mikro yang tajam untuk melumpuhkan sistem elektronik musuh.

”Sinyal gelombang mikro bertenaga tinggi ini sangat efektif untuk mengganggu dan mungkin melumpuhkan sirkuit elektronik,” kata Mary Lou Robinson, yang memimpin pengembangan senjata di Laboratorium Riset Angkatan Udara di Albuquerque, dalam sebuah wawancara eksklusif dengan NBC News, yang dilansir Selasa (5/12/2017).

Lou Robinson mengatakan bahwa AS dapat  menggunakannya untuk menghentikan Korea Utara meluncurkan rudal dengan menargetkan kontrol darat dan sirkuit di rudal itu sendiri. Senjata CHAMPs saat ini tidak beroperasi.

Senator Martin Heinrich membenarkan kepemilikan senjata microwave AS tersebut.

”Pikirkan kapan Anda memasukkan sesuatu ke microwave Anda yang memiliki logam di atasnya,” kata Heinrich. ”Anda tahu betul apa yang terjadi? Bayangkan untuk mengarahkan gelombang mikro ke peralatan elektronik seseorang,” ujarnya menggambarkan secara sederhana tentang sistem kerja senjata tersebut.

Senator Heinrich yang menjadi anggota Komite Angkatan Bersenjata AS memulai kariernya sebagai insinyur di Laboratorium Riset Angkatan Udara di Albuquerque.

Pensiunan Letnana Jenderal David Deptula, yang pernah menjalankan misi tempur udara AS di Afghanistan dan Irak mengatakan pusat komando militer memang dipenuhi infrastruktur elektronik.

”Pusat komando dan kontrol dipenuhi dengan infrastruktur elektronik yang sangat rentan terhadap gelombang mikro bertenaga tinggi,” kata Deptula yang pensiun sebagai Kepala Intelijen Angkatan Udara.

Angkatan Udara dan badan-badan pemerintah lainnya telah bekerja dalam pembuatan senjata gelombang mikro selama lebih dari dua dekade. Berbagai pemancar telah terapkan di wilayah darat Afghanistan dan Irak untuk menonaktifkan alat peledak improvisasi (IED) dan pesawat tak berawak kecil. 

Laboratorium Penelitian Angkatan Udara mulai mengerjakan CHAMP pada bulan April 2009. Laboratorium tersebut memasang pemancar HPM ke versi non-nuklir dari rudal jelajah yang diluncurkan Boeing.

Pada bulan Oktober 2012, menurut dokumen Angkatan Udara, CHAMP siap untuk tes operasional. Sebuah pesawat pembom B-52 meluncurkan rudal tersebut di atas Utah Test and Training Range, area uji seluas 2.500 mil persegi.


Credit  sindonews.com




Rusia Resmi Masukkan VoA dan Delapan Media Lain ke Dalam Daftar Agen Asing



https: img-k.okeinfo.net content 2017 12 05 18 1825582 rusia-resmi-masukkan-voa-dan-delapan-media-lain-ke-dalam-daftar-agen-asing-YNoRgImbBi.jpg
Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani undang-undang terkait media asing pada November. (Foto: Reuters)



MOSKOW – Rusia memasukkan sejumlah media asing ke dalam kategori “agen asing” sebagai langkah pembalasan atas apa yang dianggap sebagai tekanan yang tak dapat diterima dari Washington terhadap media Rusia. Radio Free Europe/Radio Liberty (RFE/RL) dan Voice of America (VoA) termasuk di antara media-media yang terkena dampak dari kebijakan Kremlin tersebut.  

Tindakan Rusia terhadap media-media Amerika Serikat (AS) tersebut merupakan dampak dari tuduhan Washington yang menyatakan Kremlin telah ikut campur dalam Pemilihan Presiden AS tahun lalu untuk memenangkan Donald Trump. Pejabat intelijen AS menuduh Rusia menggunakan medianya untuk membayar atau mempengaruhi para pemilih di AS.
Karena tudingan ini, media pemerintah Rusia, RT terpaksa memenuhi permintaan Pemerintah AS untuk mendaftarkan diri sebagai “agen asing” di bawah Undang-undang Pedaftaran Agen Asing. Moskow yang telah berulangkali membantah tuduhan tersebut menyebut tindakan AS sebagai pelanggaran kebebasan berbicara dan mengeluarkan undang-undang media di Rusia sebagai pembalasannya.
Reuters, Selasa (5/12/2017), undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Vladimir Putin pada 25 November itu secara resmi mengategorikan media yang disponsori Pemerintah AS seperti VoA, RFE/RL dan tujuh media berbahasa Rusia atau lokal yang dikelola RFE/RL lainnya sebagai “lembaga yang menjalankan peran agen asing”.
Kategori baru tersebut akan membebankan media yang didukung AS syarat-syarat yang sama dengan organisasi non pemerintah (LSM) yang didanai negara asing. Di bawah undang-undang tersebut, “agen asing” diharuskan untuk memasukkan semua informasi yang mereka terbitkan atau publikasikan kepada publik Rusia dengan penunjukan “agen asing” mereka.
Mereka juga diharuskan mengajukan permohonan untuk dimasukkan dalam daftar pemerintah, mengirimkan laporan reguler mengenai sumber pendanaan mereka, mengenai tujuan mereka, bagaimana mereka membelanjakan uang mereka, dan siapa manajer mereka.
Bedarsarkan undang-undang 2012, media-media tersebut dapat dikenai pemeriksaan langsung oleh pihak berwenang untuk memastikan mereka mematuhi peraturan tersebut. Peraturan itu telah memaksa beberapa LSM untuk ditutup.  


Salah satu dari tujuh kantor berita dalam daftar Kementerian Kehakiman Rusia itu merupakan penyedia berita di Krimea, satu di Siberia, dan satu di wilayah Kaukasus Utara yang didominasi Muslim. Sementara kantor berita lainnya meliputi provinsi Rusia, satu stasiun TV online, yang lain mencakup wilayah Tatarstan yang sebagian besar beragama Islam, dan yang lainnya adalah portal berita bahwa fakta-memeriksa pernyataan para pejabat Rusia.



Credit  okezone.com


Rusia Umumkan Sembilan Media AS Masuk Daftar Agen Asing


VOA
VOA

CB, MOSKOW -- Rusia telah mengumumkan sembilan media Amerika Serikat (AS) yang dimasukkan ke dalam daftar agen asing, termasuk Voice of America (VOA) dan Radio Free Europe/Radio Liberty. Daftar agen asing ini diatur dalam Undang-Undang yang ditetapkan Parlemen Rusia. 

Dengan dimasukkan ke dalam daftar agen asing, maka sembilan media tersebut harus menjelaskan sumber pendanaannya. Langkah tersebut merupakan pembalasan atas departemen peradilan AS yang memerintahkan saluran berita Rusia RT dan Sputnik untuk dimasukkan ke dalam daftar agen asing di sana.

Badan intelijen AS menuduh RT terlibat dalam kampanye campur tangan Rusia saat pemilihan presiden AS tahun lalu. Meskipun saluran berita tersebut telah menolak klaim itu.

Rencana undang-undang itu disetujui oleh majelis rendah parlemen Rusia, Duma Negara. Secara hukum, sembilan media yang terdaftar oleh kementerian kehakiman Rusia harus melabeli setiap artikel berita mereka sebagai agen asing, dn mengungkapkan sumber pendanaan mereka.

Selain itu Duma Negara juga akan melarang beberapa lembaga media AS untuk mengakses parlemen. Seperti dilaporkan BBC, Selasa (5/12), kesembilan media tersebut termasuk situs web, stasiun radio dan televisi yang dikelola oleh dua lembaga penyiaran didanai pemerintah AS yang menargetkan Kaukasus Utara dan Krimea.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID







Menteri Pertahanan Argentina: Ledakan Telah Membunuh Semua Awak Kapal Selam ARA San Juan


https: img.okeinfo.net content 2017 12 06 18 1825809 menteri-pertahanan-argentina-ledakan-telah-membunuh-semua-awak-kapal-selam-ara-san-juan-EmrZfRCKyE.jpg
Kapal selam Argentina, ARA San Juan. (Foto: CNN)


MAR DEL PLATA - Menteri Pertahanan Argentina, Oscar Aguad mengumumkan kabar duka. Aguad menyatakan, seluruh awak kapal selam ARA San Juan yang hilang di Atlantik Selatan diyakini telah tewas. Dari total awak kapal yang berjumlah 44 orang itu dipercaya  tidak ada yang selamat.
Pernyataan Aguad ini dilontarkan dalam sebuah wawancara program berita yang ditayangkan stasiun televisi nasional Argentina. Sang pewawancara bahkan sempat mengulangi pernyataan Aguad untuk menegaskan informasi tentang nasib semua awak kapal San Juan.

"Jadi maksud Anda mereka semua (awak kapal selam San Juan) sudah mati?" tanya si pewawancara.
"Tepat sekali," jawab Aguad tanpa keraguan sebagaimana disitat dari CNN, Rabu (6/12/2017).
Otoritas Argentina sendiri telah resmi menghentikan operasi pencarian awak kapal San Juan pada 1 Desember lalu. Meski demikian, pencarian bangkai kapal di dasar laut tetap dilakukan. Kapal selam tanpa awak milik Amerika Serikat (AS) dan Rusia dilaporkan akan turut membantu pencarian bangkai kapal dan jenazah para awaknya.
Kapal tanpa awak dari 2 negara besar itu akan mencari San Juan hingga kedalaman 6.000 meter di bawah permukaan laut. Sebelumnya, 28 kapal dan sembilan pesawat terbang dari 11 negara didukung 4.000 orang telah membantu menyisir wilayah sekira 40.000 kilometer persegi untuk menemukan San Juan namun berhasil nihil.
Sebagaimana diketahui, kapal selam ARA San Juan terakhir memberikan informasi pada Rabu 15 November 2017 pagi waktu setempat. Kapal selam itu menghilang saat tengah dalam perjalanan pelayaran selama 10 hari dari pelabuhan Ushuaia, Argentina Selatan ke pangkalan angkatan laut di Mar del Plata, 400 kilometer selatan Buenos Aires.

Kapal ARA San Juan diduga kuat menghilang karena ledakan. Tetapi Otoritas Argentina kini juga menyelidiki kemungkinan adanya tindak pidana korupsi yang mempengaruhi bencana yang dialami San Juan. Pasalnya kapal selam tersebut hanya menjalani perawatan selama 2 tahun yang seharusnya memerlukan waktu 5 tahun.

Selain itu, audit dari pihak berwenang menunjukkan beberapa bagian dan bahan yang digunakan dalam perbaikan Sab Juan tidak memenuhi standar. "Kami tidak memiliki bukti yang jelas namun ada kecurigaan yang mengarah pada korupsi," imbuh Aguad.




Credit  okezone.com



Senjata Patriot AS Ternyata Gagal Atasi Serangan Rudal ke Ryadh


Senjata Patriot AS Ternyata Gagal Atasi Serangan Rudal ke Ryadh
Cuplikan video serangan rudal balistik Houthi Yaman terhadap Bandara King Khaled, Ryadh, Arab Saudi, 4 November 2017. Foto/Screenshot Al Masirah TV


WASHINGTON - Sebuah laporan baru mengungkap bahwa sistem rudal Patriot buatan Amerika Serikat (AS) sebenarnya gagal menghentikan serangan rudal balistik Houthi Yaman ke area bandara di Ryadh, Arab Saudi, bulan lalu. Laporan itu diungkap The New York Times.

Presiden Donald Trump sempat memuji sistem pertahanan rudal AS itu kepada wartawan sehari setelah serangan terhadap Ibu Kota Arab Saudi.

”Sistem kami mengetuk rudal dari udara,” kata Trump di pesawat Air Force One dalam perjalanan ke Jepang pada 4 November lalu. ”Betapa baiknya kita. Tak ada yang membuat apa yang kita buat, dan sekarang kita menjualnya. Itu di seluruh dunia,” bangga Trump.

Namun, New York Times melaporkan bahwa sebuah tim peneliti yang melihat bukti foto dan video sekarang percaya bahwa laporan awal tersebut salah.

“Hulu ledak rudal tersebut tidak berjalan dengan baik, menimpa pertahanan Saudi dan hampir mencapai targetnya, bandara Riyadh (Bandara King Khaled). Hulu ledak diledakkan begitu dekat dengan terminal domestik, bahwa pengunjung melompat keluar dari tempat duduk mereka,” tulis surat kabar AS itu mengutip tim peneliti.

CNBC mencoba meminta komentar Pentagon terkait laporan itu, namun juru bicaranya memintanya untuk bertanya kepada pihak Saudi. Kementerian Pertahanan Saudi yang dimintai komentar melalui email tidak merespons.

Sistem pertahanan udara buatan AS tersebut tidak hanya diandalkan Saudi untuk mempertahankan diri dari serangan rudal pemberontak Houthi Yaman yang didukung Iran. Namun, pasukan Korea Selatan, Jepang dan Amerika sendiri mengandalkannya untuk melawan rudal Korea Utara.

Para ahli mengatakan sistem pertahanan itu bisa saja kehilangan target.

”Pemerintah berbohong tentang keefektifan sistem ini,” kata Jeffrey Lewis, Direktur Program Nonproliferasi Asia Timur di Middlebury Institute of International Studies di Monterey, California, yang memimpin tim peneliti seperti dikutip oleh New York Times. ”Dan itu harus membuat kita khawatir,” ujarnya, yang dikutip Selasa (5/12/2017).

Klaim bahwa rudal balistik Houthi dicegat dan dihancurkan pasukan Saudi dengan sistem pertahanan Patriot pada 4 November lalu disampaikan kantor berita pemerintah Arab Saudi, Saudi Press Agency (SPA) dan media lain. Sumbernya dari pernyataan pasukan Koalisi Arab yang berperang di Yaman.

Namun, New York Times dalam laporannya mengatakan bahwa informasi yang “berkilau” dari media sosial, termasuk video, menunjukkan bahwa pola puing-puing rudal yang mengotori Riyadh menunjukkan bahwa pertahanan rudal Patriot hanya menyerang bagian belakang rudal yang tidak berbahaya. 

Dengan kata lain, hulu ledak rudal balistik Houthi itu sendiri kemungkin tidak berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Patriot.

Lebih jauh lagi, surat kabar AS tersebut menyatakan bahwa ada ledakan sekitar 12 mil dari bandara Riyadh yang kemungkinan merupakan indikasi bahwa hulu ledak rudal balistik Houthi terus berjalan tanpa hambatan menuju sasarannya. “Ini menunjukkan bahwa hulu ledak rudal itu lebih kecil dan lebih sulit dihantam,” tulis media Amerika itu mengutip tim peneliti.

Raytheon, pembuat sistem rudal Patriot, mengatakan di situsnya bahwa teknologi pertahanan mereka telah digunakan oleh lima negara di lebih dari 200 pertempuran, baik terhadap rudal balistik taktis, rudal jelajah serta pesawat terbang. Kontraktor pertahanan Amerika itu mengklaim bahwa lebih dari 100 rudal balistik telah berhasil dicegat sistem pertahanan Patriot dalam operasi tempur di seluruh dunia.

Terkait laporan gagalnya sistem pertahanan udara yang digunakan Saudi, Raytheon belum berkomentar.



Credit  sindonews.com