Rabu, 06 Desember 2017

PBB Buka Pintu Negosiasi dengan Korut


PBB Buka Pintu Negosiasi dengan Korut
PBB Buka Pintu Negosiasi dengan Korut. (Ilustrasi. SINDOnews).


NEW YORK - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berupaya membuka jalur negosiasi dengan Korea Utara (Korut) seiring memanasnya ketegangan di wilayah tersebut.

Upaya itu terlihat dari kunjungan Kepala Urusan Politik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Jeffrey Feltman ke Korut pekan ini. Feltman merupakan mantan pejabat senior Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS) yang akan berkunjung ke Korut sejak Selasa (5/12/2017) hingga Jumat (10/12/2017) dan bertemu para pejabat di sana. Ini menjadi kunjungan pejabat PBB paling tinggi ke Pyongyang dalam lebih enam tahun.

“Dia akan membahas berbagi isu yang menjadi kepentingan dan kekhawatiran bersama,” ungkap pernyataan PBB, dikutip kantor berita Reuters.

Dia akan bertemu Menteri Luar Negeri (Menlu) Korut Ri Yong-ho dan Wakil Menlu Pak Myong-guk. “Kunjungan itu merupakan respon atas undangan lama dari otoritas di Pyongyang untuk dialog kebijakan dengan PBB. Dia juga akan bertemu Tim Perwakilan PBB dan anggota korps diplomatik, serta mengunjungi lokasi proyek PBB,” papar juru bicara PBB Stephane Dujarric.

Feltman menjadi pejabat senior pertama PBB yang mengunjungi Korut setelah pendahulunya Lynn Pascoe ke sana pada Februari 2010 dan kunjungan mantan kepala bantuan PBB Valerie Amos pada Oktober 2011.

Kunjungan itu dilakukan di tengah ketegangan akibat tes rudal Korut yang dapat mencapai AS. Pejabat Deplu AS menyatakan mengetahui rencana perjalanan itu.

“AS akan terus bekerja sama dengan negara-negara lain, termasuk anggota Dewan Keamanan PBB, untuk meningkatkan tekanan diplomatik dan ekonomi pada Korut, demi meyakinkan rezim agar meninggalkan persenjataan nuklir dan program pengembangan rudal ilegal,” papar pejabat AS tersebut.

Pejabat AS itu menambahkan, “Sangat penting bahwa negara-negara di dunia memiliki respon satu dan tegas pada berbagai provokasi Korut yang melanggar hukum.”

Dia menyatakan, AS tetap fokus mencari solusi damai atas krisis tersebut. “Tapi kenyataannya rezim itu menunjukkan tidak tertarik pada negosiasi kredibel,” katanya.

Meski menekankan solusi diplomatik, pemerintahan Presiden AS Donald Trump menyatakan tidak akan pernah menerima Korut sebagai negara bersenjata nuklir dan memperingatkan bahwa semua opsi ada, termasuk serangan militer.

Sejak awal pekan ini, AS dan Korea Selatan (Korsel) menggelar latihan udara gabungan skala besar. Korut menganggap latihan itu mendorong semenanjung Korea ke jurang perang nuklir. Rusia dan China juga mendesak latihan perang itu dibatalkan. 

Korut mendapat sanksi PBB sejak 2006 atas program rudal dan nuklirnya. Pertemuan Dewan Keamanan PBB pekan lalu membahas tes rudal terbaru Pyongyang. Saat pertemuan itu, Duta Besar AS untuk PBB Nikki Halley menyatakan Washington tidak menginginkan perang dengan Korut. “Jika perang terjadi, jangan membuat kesalahan, rezim Korut akan benar-benar hancur,” ujarnya.

Sementara, Jepang bersiap mengakuisisi rudal yang memiliki kemampuan menyerang lokasi rudal Korut. Tokyo akan menganggarkan dana pada belanja pertahanan untuk mempelajari apakah pesawat F-15 dapat meluncurkan rudal jarak jauh, termasuk Joint Air-to-Surface Standoff Missile (JASSM-ER) buatan Lockheed Martin Corp. JASSM-ER dapat menyerang target dalam jarak 1.000 km. 

“Ada tren global untuk menggunakan rudal jarak jauh dan alami jika Jepang ingin mempertimbangkannya,” kata sumber yang mengetahui rencana pemerintah Jepang itu.

Jepang juga tertarik membeli Joint Strike Missile yang didesain Kongsberg Defence & Aerospace asal Norwegia. rudal ini dapat diangkut dengan jet tempur siluman F-35 dan menyerang target dalam jarak 500 km.

Kedua jenis rudal itu belum masuk dalam anggaran USD46,76 miliar yang telah diajukan oleh Kementerian Pertahanan Jepang. Meski demikian, tambahan dana dapat dikucurkan berdasarkan hasil evaluasi untuk membeli rudal tersebut.


Credit  sindonews.com


AS Punya Senjata Microwave yang Bisa Kendalikan Rudal Korut


AS Punya Senjata Microwave yang Bisa Kendalikan Rudal Korut
Mary Lou Robinson, pemimpin pengembangan senjata di Laboratorium Riset Angkatan Udara di Albuquerque menjelaskan tentang senjata CHAMPs Amerika Serikat. Foto/NBC News


WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) memiliki senjata gelombang mikro yang diyakini oleh para ahli mampu menghentikan Korea Utara untuk meluncurkan peluru kendali (rudal). Alat yang dikenal sebagai senjata microwave ini bekerja untuk melumpuhkan sistem elektronik objek-objek musuh.

Dua pejabat AS yang mengetahui tentang hal itu mengatakan bahwa senjata tersebut pernah dibahas pada pertemuan Gedung Putih bulan Agustus terkait krisis Korut.

Nama senjata microwave ini adalah Counter-electronics High Power Microwave Advanced Missile Project (CHAMPs). Alat ini bisa dipasang di rudal jelajah yang diluncurkan dari pesawat pembom B-52.

Dengan jangkauan 700 mil, senjata itu bisa terbang ke wilayah udara musuh di ketinggian rendah dan memancarkan energi gelombang mikro yang tajam untuk melumpuhkan sistem elektronik musuh.

”Sinyal gelombang mikro bertenaga tinggi ini sangat efektif untuk mengganggu dan mungkin melumpuhkan sirkuit elektronik,” kata Mary Lou Robinson, yang memimpin pengembangan senjata di Laboratorium Riset Angkatan Udara di Albuquerque, dalam sebuah wawancara eksklusif dengan NBC News, yang dilansir Selasa (5/12/2017).

Lou Robinson mengatakan bahwa AS dapat  menggunakannya untuk menghentikan Korea Utara meluncurkan rudal dengan menargetkan kontrol darat dan sirkuit di rudal itu sendiri. Senjata CHAMPs saat ini tidak beroperasi.

Senator Martin Heinrich membenarkan kepemilikan senjata microwave AS tersebut.

”Pikirkan kapan Anda memasukkan sesuatu ke microwave Anda yang memiliki logam di atasnya,” kata Heinrich. ”Anda tahu betul apa yang terjadi? Bayangkan untuk mengarahkan gelombang mikro ke peralatan elektronik seseorang,” ujarnya menggambarkan secara sederhana tentang sistem kerja senjata tersebut.

Senator Heinrich yang menjadi anggota Komite Angkatan Bersenjata AS memulai kariernya sebagai insinyur di Laboratorium Riset Angkatan Udara di Albuquerque.

Pensiunan Letnana Jenderal David Deptula, yang pernah menjalankan misi tempur udara AS di Afghanistan dan Irak mengatakan pusat komando militer memang dipenuhi infrastruktur elektronik.

”Pusat komando dan kontrol dipenuhi dengan infrastruktur elektronik yang sangat rentan terhadap gelombang mikro bertenaga tinggi,” kata Deptula yang pensiun sebagai Kepala Intelijen Angkatan Udara.

Angkatan Udara dan badan-badan pemerintah lainnya telah bekerja dalam pembuatan senjata gelombang mikro selama lebih dari dua dekade. Berbagai pemancar telah terapkan di wilayah darat Afghanistan dan Irak untuk menonaktifkan alat peledak improvisasi (IED) dan pesawat tak berawak kecil. 

Laboratorium Penelitian Angkatan Udara mulai mengerjakan CHAMP pada bulan April 2009. Laboratorium tersebut memasang pemancar HPM ke versi non-nuklir dari rudal jelajah yang diluncurkan Boeing.

Pada bulan Oktober 2012, menurut dokumen Angkatan Udara, CHAMP siap untuk tes operasional. Sebuah pesawat pembom B-52 meluncurkan rudal tersebut di atas Utah Test and Training Range, area uji seluas 2.500 mil persegi.


Credit  sindonews.com




Rusia Resmi Masukkan VoA dan Delapan Media Lain ke Dalam Daftar Agen Asing



https: img-k.okeinfo.net content 2017 12 05 18 1825582 rusia-resmi-masukkan-voa-dan-delapan-media-lain-ke-dalam-daftar-agen-asing-YNoRgImbBi.jpg
Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani undang-undang terkait media asing pada November. (Foto: Reuters)



MOSKOW – Rusia memasukkan sejumlah media asing ke dalam kategori “agen asing” sebagai langkah pembalasan atas apa yang dianggap sebagai tekanan yang tak dapat diterima dari Washington terhadap media Rusia. Radio Free Europe/Radio Liberty (RFE/RL) dan Voice of America (VoA) termasuk di antara media-media yang terkena dampak dari kebijakan Kremlin tersebut.  

Tindakan Rusia terhadap media-media Amerika Serikat (AS) tersebut merupakan dampak dari tuduhan Washington yang menyatakan Kremlin telah ikut campur dalam Pemilihan Presiden AS tahun lalu untuk memenangkan Donald Trump. Pejabat intelijen AS menuduh Rusia menggunakan medianya untuk membayar atau mempengaruhi para pemilih di AS.
Karena tudingan ini, media pemerintah Rusia, RT terpaksa memenuhi permintaan Pemerintah AS untuk mendaftarkan diri sebagai “agen asing” di bawah Undang-undang Pedaftaran Agen Asing. Moskow yang telah berulangkali membantah tuduhan tersebut menyebut tindakan AS sebagai pelanggaran kebebasan berbicara dan mengeluarkan undang-undang media di Rusia sebagai pembalasannya.
Reuters, Selasa (5/12/2017), undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Vladimir Putin pada 25 November itu secara resmi mengategorikan media yang disponsori Pemerintah AS seperti VoA, RFE/RL dan tujuh media berbahasa Rusia atau lokal yang dikelola RFE/RL lainnya sebagai “lembaga yang menjalankan peran agen asing”.
Kategori baru tersebut akan membebankan media yang didukung AS syarat-syarat yang sama dengan organisasi non pemerintah (LSM) yang didanai negara asing. Di bawah undang-undang tersebut, “agen asing” diharuskan untuk memasukkan semua informasi yang mereka terbitkan atau publikasikan kepada publik Rusia dengan penunjukan “agen asing” mereka.
Mereka juga diharuskan mengajukan permohonan untuk dimasukkan dalam daftar pemerintah, mengirimkan laporan reguler mengenai sumber pendanaan mereka, mengenai tujuan mereka, bagaimana mereka membelanjakan uang mereka, dan siapa manajer mereka.
Bedarsarkan undang-undang 2012, media-media tersebut dapat dikenai pemeriksaan langsung oleh pihak berwenang untuk memastikan mereka mematuhi peraturan tersebut. Peraturan itu telah memaksa beberapa LSM untuk ditutup.  


Salah satu dari tujuh kantor berita dalam daftar Kementerian Kehakiman Rusia itu merupakan penyedia berita di Krimea, satu di Siberia, dan satu di wilayah Kaukasus Utara yang didominasi Muslim. Sementara kantor berita lainnya meliputi provinsi Rusia, satu stasiun TV online, yang lain mencakup wilayah Tatarstan yang sebagian besar beragama Islam, dan yang lainnya adalah portal berita bahwa fakta-memeriksa pernyataan para pejabat Rusia.



Credit  okezone.com


Rusia Umumkan Sembilan Media AS Masuk Daftar Agen Asing


VOA
VOA

CB, MOSKOW -- Rusia telah mengumumkan sembilan media Amerika Serikat (AS) yang dimasukkan ke dalam daftar agen asing, termasuk Voice of America (VOA) dan Radio Free Europe/Radio Liberty. Daftar agen asing ini diatur dalam Undang-Undang yang ditetapkan Parlemen Rusia. 

Dengan dimasukkan ke dalam daftar agen asing, maka sembilan media tersebut harus menjelaskan sumber pendanaannya. Langkah tersebut merupakan pembalasan atas departemen peradilan AS yang memerintahkan saluran berita Rusia RT dan Sputnik untuk dimasukkan ke dalam daftar agen asing di sana.

Badan intelijen AS menuduh RT terlibat dalam kampanye campur tangan Rusia saat pemilihan presiden AS tahun lalu. Meskipun saluran berita tersebut telah menolak klaim itu.

Rencana undang-undang itu disetujui oleh majelis rendah parlemen Rusia, Duma Negara. Secara hukum, sembilan media yang terdaftar oleh kementerian kehakiman Rusia harus melabeli setiap artikel berita mereka sebagai agen asing, dn mengungkapkan sumber pendanaan mereka.

Selain itu Duma Negara juga akan melarang beberapa lembaga media AS untuk mengakses parlemen. Seperti dilaporkan BBC, Selasa (5/12), kesembilan media tersebut termasuk situs web, stasiun radio dan televisi yang dikelola oleh dua lembaga penyiaran didanai pemerintah AS yang menargetkan Kaukasus Utara dan Krimea.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID







Menteri Pertahanan Argentina: Ledakan Telah Membunuh Semua Awak Kapal Selam ARA San Juan


https: img.okeinfo.net content 2017 12 06 18 1825809 menteri-pertahanan-argentina-ledakan-telah-membunuh-semua-awak-kapal-selam-ara-san-juan-EmrZfRCKyE.jpg
Kapal selam Argentina, ARA San Juan. (Foto: CNN)


MAR DEL PLATA - Menteri Pertahanan Argentina, Oscar Aguad mengumumkan kabar duka. Aguad menyatakan, seluruh awak kapal selam ARA San Juan yang hilang di Atlantik Selatan diyakini telah tewas. Dari total awak kapal yang berjumlah 44 orang itu dipercaya  tidak ada yang selamat.
Pernyataan Aguad ini dilontarkan dalam sebuah wawancara program berita yang ditayangkan stasiun televisi nasional Argentina. Sang pewawancara bahkan sempat mengulangi pernyataan Aguad untuk menegaskan informasi tentang nasib semua awak kapal San Juan.

"Jadi maksud Anda mereka semua (awak kapal selam San Juan) sudah mati?" tanya si pewawancara.
"Tepat sekali," jawab Aguad tanpa keraguan sebagaimana disitat dari CNN, Rabu (6/12/2017).
Otoritas Argentina sendiri telah resmi menghentikan operasi pencarian awak kapal San Juan pada 1 Desember lalu. Meski demikian, pencarian bangkai kapal di dasar laut tetap dilakukan. Kapal selam tanpa awak milik Amerika Serikat (AS) dan Rusia dilaporkan akan turut membantu pencarian bangkai kapal dan jenazah para awaknya.
Kapal tanpa awak dari 2 negara besar itu akan mencari San Juan hingga kedalaman 6.000 meter di bawah permukaan laut. Sebelumnya, 28 kapal dan sembilan pesawat terbang dari 11 negara didukung 4.000 orang telah membantu menyisir wilayah sekira 40.000 kilometer persegi untuk menemukan San Juan namun berhasil nihil.
Sebagaimana diketahui, kapal selam ARA San Juan terakhir memberikan informasi pada Rabu 15 November 2017 pagi waktu setempat. Kapal selam itu menghilang saat tengah dalam perjalanan pelayaran selama 10 hari dari pelabuhan Ushuaia, Argentina Selatan ke pangkalan angkatan laut di Mar del Plata, 400 kilometer selatan Buenos Aires.

Kapal ARA San Juan diduga kuat menghilang karena ledakan. Tetapi Otoritas Argentina kini juga menyelidiki kemungkinan adanya tindak pidana korupsi yang mempengaruhi bencana yang dialami San Juan. Pasalnya kapal selam tersebut hanya menjalani perawatan selama 2 tahun yang seharusnya memerlukan waktu 5 tahun.

Selain itu, audit dari pihak berwenang menunjukkan beberapa bagian dan bahan yang digunakan dalam perbaikan Sab Juan tidak memenuhi standar. "Kami tidak memiliki bukti yang jelas namun ada kecurigaan yang mengarah pada korupsi," imbuh Aguad.




Credit  okezone.com



Senjata Patriot AS Ternyata Gagal Atasi Serangan Rudal ke Ryadh


Senjata Patriot AS Ternyata Gagal Atasi Serangan Rudal ke Ryadh
Cuplikan video serangan rudal balistik Houthi Yaman terhadap Bandara King Khaled, Ryadh, Arab Saudi, 4 November 2017. Foto/Screenshot Al Masirah TV


WASHINGTON - Sebuah laporan baru mengungkap bahwa sistem rudal Patriot buatan Amerika Serikat (AS) sebenarnya gagal menghentikan serangan rudal balistik Houthi Yaman ke area bandara di Ryadh, Arab Saudi, bulan lalu. Laporan itu diungkap The New York Times.

Presiden Donald Trump sempat memuji sistem pertahanan rudal AS itu kepada wartawan sehari setelah serangan terhadap Ibu Kota Arab Saudi.

”Sistem kami mengetuk rudal dari udara,” kata Trump di pesawat Air Force One dalam perjalanan ke Jepang pada 4 November lalu. ”Betapa baiknya kita. Tak ada yang membuat apa yang kita buat, dan sekarang kita menjualnya. Itu di seluruh dunia,” bangga Trump.

Namun, New York Times melaporkan bahwa sebuah tim peneliti yang melihat bukti foto dan video sekarang percaya bahwa laporan awal tersebut salah.

“Hulu ledak rudal tersebut tidak berjalan dengan baik, menimpa pertahanan Saudi dan hampir mencapai targetnya, bandara Riyadh (Bandara King Khaled). Hulu ledak diledakkan begitu dekat dengan terminal domestik, bahwa pengunjung melompat keluar dari tempat duduk mereka,” tulis surat kabar AS itu mengutip tim peneliti.

CNBC mencoba meminta komentar Pentagon terkait laporan itu, namun juru bicaranya memintanya untuk bertanya kepada pihak Saudi. Kementerian Pertahanan Saudi yang dimintai komentar melalui email tidak merespons.

Sistem pertahanan udara buatan AS tersebut tidak hanya diandalkan Saudi untuk mempertahankan diri dari serangan rudal pemberontak Houthi Yaman yang didukung Iran. Namun, pasukan Korea Selatan, Jepang dan Amerika sendiri mengandalkannya untuk melawan rudal Korea Utara.

Para ahli mengatakan sistem pertahanan itu bisa saja kehilangan target.

”Pemerintah berbohong tentang keefektifan sistem ini,” kata Jeffrey Lewis, Direktur Program Nonproliferasi Asia Timur di Middlebury Institute of International Studies di Monterey, California, yang memimpin tim peneliti seperti dikutip oleh New York Times. ”Dan itu harus membuat kita khawatir,” ujarnya, yang dikutip Selasa (5/12/2017).

Klaim bahwa rudal balistik Houthi dicegat dan dihancurkan pasukan Saudi dengan sistem pertahanan Patriot pada 4 November lalu disampaikan kantor berita pemerintah Arab Saudi, Saudi Press Agency (SPA) dan media lain. Sumbernya dari pernyataan pasukan Koalisi Arab yang berperang di Yaman.

Namun, New York Times dalam laporannya mengatakan bahwa informasi yang “berkilau” dari media sosial, termasuk video, menunjukkan bahwa pola puing-puing rudal yang mengotori Riyadh menunjukkan bahwa pertahanan rudal Patriot hanya menyerang bagian belakang rudal yang tidak berbahaya. 

Dengan kata lain, hulu ledak rudal balistik Houthi itu sendiri kemungkin tidak berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Patriot.

Lebih jauh lagi, surat kabar AS tersebut menyatakan bahwa ada ledakan sekitar 12 mil dari bandara Riyadh yang kemungkinan merupakan indikasi bahwa hulu ledak rudal balistik Houthi terus berjalan tanpa hambatan menuju sasarannya. “Ini menunjukkan bahwa hulu ledak rudal itu lebih kecil dan lebih sulit dihantam,” tulis media Amerika itu mengutip tim peneliti.

Raytheon, pembuat sistem rudal Patriot, mengatakan di situsnya bahwa teknologi pertahanan mereka telah digunakan oleh lima negara di lebih dari 200 pertempuran, baik terhadap rudal balistik taktis, rudal jelajah serta pesawat terbang. Kontraktor pertahanan Amerika itu mengklaim bahwa lebih dari 100 rudal balistik telah berhasil dicegat sistem pertahanan Patriot dalam operasi tempur di seluruh dunia.

Terkait laporan gagalnya sistem pertahanan udara yang digunakan Saudi, Raytheon belum berkomentar.



Credit  sindonews.com





Liga Arab: Kematian Abdullah Saleh Picu 'Ledakan' di Yaman

               
 
Liga Arab: Kematian Abdullah Saleh Picu 'Ledakan' di Yaman
Ilustrasi Liga Arab. (AFP Photo/Khaled Desouki)


Jakarta, CB -- Liga Arab mengecam kematian mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, mengatakan kematiannya bisa memicu "ledakan" yang mengguncang situasi keamanan di negara Teluk itu.

Pernyataan itu dilaporkan kantor berita pemerintah Mesir, MENA, sebagaimana dikutip Reuters pada Selasa (5/12). Sekretariat Jenderal Liga Arab, dalam laporan yang sama, juga mengecam gerakan Houthi sebagai "organisasi teroris" dan meminta masyarakat internasional menyamakan pandangan.

"Semua cara mesti digunakan untuk menyelamatkan warga Yaman dari mimpi buruk ini," ujarnya, merujuk kepada para pemberontak Houthi.


Sementara itu, AFP melaporkan ketua Liga Arab Abul Gheit menyebut pembunuhan Saleh menggambarkan "sifat dasar jahat" para pemberontak Houthi.

"Pembunuhan (Saleh) dan cara mereka melakukannya menunjukkan kepada semua orang sifat dasar jahat tanpa rasa kemanusiaan dari kelompok bersenjata tersebut, yang jadi alasan utama kehancuran di negara tersebut," kata Gheit dalam pernyataannya.

Kelompok pemberontak Houthi langsung bergerak dengan cepat untuk mengonsolidasi kendali di Sanaa setelah bentrokan mematikan berlangsung selama sepekan dengan para loyalis Saleh.

Saleh, yang sempat menguasai Yaman selama tiga dekade, bergabung dengan Houthi pada 2014 dan merebut sebagian besar wilayah negara itu, termasuk ibu kota.

Namun, aliansi itu hancur dalam sepekan terakhir, berujung pada kematian puluhan orang. Peristiwa ini dipicu oleh pembelotan Saleh ke koalisi pimpinan Arab Saudi yang telah membombardir kelompok Houthi sejak 2015 lalu.


Credit  cnnindonesia.com



Koalisi pimpinan Saudi serang ibu kota Yaman



Koalisi pimpinan Saudi serang ibu kota Yaman
Seorang tentara berdiri di lokasi serangan udara di Sanaa, Yaman, Sabtu (11/11/2017). (REUTERS/Khaled Abdullah)



Sanaa (CB) - Pesawat-pesawat tempur koalisi pimpinan Arab Saudi menyerang ibu kota Yaman yang dikuasai pemberontak sebelum fajar Selasa menurut warga, setelah pemberontak menewaskan mantan presiden Ali Abdullah Saleh saat dia hendak melarikan diri dari kota itu menyusul runtuhnya koalisi mereka.

Pemberontak Houthi bergerak cepat untuk mengonsolidasikan kendali mereka atas Sanaa setelah bentrokan mematikan selama hampir sepekan dengan loyalis Saleh.

Presiden Abedrabbo Mansour Hadi yang diasingkan menyeru rakyat Yaman bersatu melawan pemberontak yang didukung Iran.

Sedikitnya tujuh serangan menghantam istana kepresidenan di kawasan perumahan padat penduduk di jantung kota Sanaa menurut para saksi mata. Belum ada kabar mengenai korban jiwa akibat serangan itu.

Jalan-jalan dikosongkan sebelum gelap pada Senin, saat pesawat koalisi menukik rendah di atas kota itu.

Terjadi beberapa bentrokan kecil antara pemberontak Houthi dan pendukung Saleh di distrik selatan yang setia kepada mantan presiden tersebut.

Tapi tidak ada pengulangan pertempuran yang mengguncang Ibu Kota lima malam sebelumnya, kata warga.

Saleh, yang memerintah Yaman selama tiga dekade, bersekutu dengan pemberontak Houthi pada 2014 ketika mereka menguasai sebagian besar negara itu, termasuk ibu kota.

Namun, aliansi tersebut runtuh pekan lalu, dengan puluhan orang dilaporkan tewas dalam sejumlah bentrokan saat mantan presiden itu menjangkau koalisi pimpinan Saudi yang memerangi pemberontak Houthi sejak September 2015.

Houthi mengumumkan kematian Saleh dalam saluran televisi Al-Masirah, mendeklarasikan "akhir krisis milisi" -- merujuk pada pendukung bersenjatanya yang sering ditawari amnesti oleh pemerintah.

Perang Yaman sudah menewaskan ribuan orang sejak meletus tahun 2015, memicu krisis kemanusiaan terburuk di dunia dan meningkatkan ketegangan antara Arab Saudi dan Iran, demikian menurut siaran kantor berita AFP. 


Credit  antaranews.com

Putra Mantan Presiden Yaman yang Tewas Serukan Balas Dendam


Ali Abdullah Saleh
Ali Abdullah Saleh

CB, ADEN -- Putra mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh yang tewas oleh kelompok bersenjata Houthi menyerukan balas dendam terhadap sekutu Iran (Houthi) itu, demikian siaran televisi al-Ekbariya milik Saudi.

Hingga saat ini pernyataan tersebut tidak dapat segera diverifikasi keasliannya. "Saya akan memimpin pertempuran sampai Houthi terakhir keluar dari Yaman, darah ayah saya akan menjadi neraka di telinga Iran," ujar Ahmed Ali Saleh, Selasa (5/12).

Dia meminta pendukung ayahnya mengambil kembali Yaman dari milisi Houthi. Saleh tewas dalam serangan pada Senin setelah beralih pihak, meninggalkan sekutu Houthi untuk mendukung sebuah aliansi yang dipimpin oleh Saudi.

Kematian Saleh memperdalam kompleksitas perang yang melibatkan berbagai pihak. Mayoritas bergantung pada kesetiaan masa depan loyalisnya.

Koalisi pimpinan Saudi mengandalkan Saleh untuk memberi mereka keunggulan dalam konflik tersebut. Saleh memiliki banyak pengikut di Yaman, termasuk perwira militer dan pemimpin suku bersenjata yang pernah bertugas di bawahnya, dan pendukungnya mungkin masih memberi dampak pada perang tersebut.

Ahmed Ali telah tinggal di bawah tahanan rumah di Uni Emirat Arab, tempat dia pernah menjabat sebagai duta besar sebelum bergabung dengan sekutu Arab Saudi untuk berperang melawan Houthi, yang sampai minggu ini telah memerintah sebagian besar Yaman bersama Saleh.

Beberapa sumber politik mengatakan dia telah ditahan tanpa komunikasi dengan siapa pun dan dijaga di sebuah vila di ibu kota Uni Emirat Arab, Abu Dhabi. Pernyataan publik pertamanya yang dilaporkan kemungkinan menunjukkan mantan tentaranya dalam koalisi melepaskannya dari Houthi.

Uni Emirat Arab adalah anggota kunci dari aliansi Teluk Arab yang sebagian besar melihat Houthi sebagai perwakilan dari musuh bebuyutan mereka, Iran, namun telah berjuang mencapai keuntungan melawan aliansi Houthi-Saleh meskipun ada ribuan serangan udara yang didukung oleh persenjataan dan intelijen Amerika Serikat dan negara-negara Barat.

Ahmed Ali, mantan komandan militer terkuat Garda Republik elit Yaman, tampaknya telah dipersiapkan untuk menggantikan ayahnya, dan dia mungkin merupakan kesempatan terakhir keluarga tersebut untuk mendapatkan pengaruhnya kembali.

Keberadaan kerabat kunci Saleh lainnya, yang telah memimpin pertempuran jalanan enam hari melawan Houthi di ibu kota Sanaa sebelum kekalahan mereka pada Senin, hingga kini tidak diketahui.

Warga melaporkan pertempuran telah mereda, namun gerilyawan yang dipimpin oleh Arab Saudi menyerang beberapa sasaran, termasuk istana kepresidenan di mana sebuah badan pemerintahan yang dipimpin oleh politisi Houthi-Saleh rutin berkumpul.

Pemimpin Houthi, Abdul Malik al-Houthi, memuji kematian Saleh dalam sebuah pidato pada Senin sebagai kemenangan melawan konspirasi pengkhianatan oleh musuh-musuh Yaman di Saudi dan menyerukan sebuah demonstrasi massal pada Selasa di sebuah pawai di dekat lokasi serangan udara.

Dia juga memberikan bantuannya ke partai politik Saleh dan mengatakan bahwa gerakannya tidak berseteru dengannya, menggarisbawahi pengaruh yang dimiliki sekutunya di Yaman.

Di kota selatan Aden, warga memadati acara kembang api dan menyatakan kegembiraannya. Saleh hampir secara universal dibenci di seluruh Yaman selatan setelah dia melancarkan perang untuk menyatukan negara tersebut pada 1994, melontarkan misil balistik ke kota tersebut.

Tapi peninggalan kepemimpinannya bercampur aduk. Dia masih dicintai di sebagian besar wilayah utara dan banyak pendukungnya akan menaruh dendam terhadap pembunuhnya.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID


Eks Presiden Yaman Tewas, AS Minta Semua Pihak Berunding


Eks Presiden Yaman Tewas, AS Minta Semua Pihak Berunding
AS Meminta semua pihak di Yaman mulai kembali berunding, menyusul tewasnya eks Presiden Ali Abdullah Saleh. (REUTERS/Khaled Abdullah/File Photo)


Jakarta, CB -- Seorang pejabat pemerintahan Presiden Donald Trump mengatakan Amerika Serikat meminta semua pihak berkonflik di Yaman mulai kembali mendorong perundingan politik untuk mengakhiri perang bersaudara, menyusul tewasnya mantan Presiden Ali Abdullah Saleh dalam serangan tepi jalan.

Pejabat AS yang enggan disebutkan namanya itu kepada Reuters, Selasa (5/12), mengatakan klaim pemberontak Houthi soal peluncuran peluru kendali ke Abu Dhabi menunjukkan "betapa perang ini mengganggu stabilitas kawasan dan bagaimana rezim Iran mengeksploitasi perang untuk ambisi politiknya sendiri.

Sementara itu, sejumlah analis mengatakan kematian Saleh bakal jadi dorongan moral untuk pemberontak Houthi yang beraliansi dengan Iran. Alasannya, Saleh telah berpindah haluan dan meninggalkan Houthi untuk membela koalisi pimpinan Arab Saudi.


Saleh tewas dalam serangan tepi jalan pada Senin waktu setempat dan di sisi lain, kematiannya bisa menjadi pukulan telak bagi koalisi Saudi yang mengintervensi peperangan untuk mengembalikan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.

Pemerintahan Hadi yang diakui masyarakat internasional sempat diusir dari Sanaa oleh aliansi Houthi-Saleh sebelum mantan presiden itu membelot ke Saudi.

Pembelotan Saleh sempat diharapkan menjadi titik balik dalam pertempuran melawan pemberontak Houthi dan mengakhiri blokade Saudi yang membuat jutaan orang terancam kelaparan serta penyakit. Namun, harapan itu kini sirna.

Sekarang, koalisi dihadapkan pada dua pilihan: melanjutkan perang dan melancarkan serangan ke daerah-daerah yang dikuasai Houthi, atau berkompromi dan mengajak para pemberontak ke meja perundingan.

Sejumlah sumber di kelompok bersenjata Houthi mengatakan pasukannya menghentikan kendaraan lapis baja yang ditumpangi Saleh menggunakan granat berpeluncur roket sebelum mengeksekusinya.

Rekaman video yang beredar di media sosial menunjukkan jenazah Saleh yang bersimbah darah muncul dari balik selimut merah dan diangkut ke bak truk. Peristiwa ini terjadi hanya selang beberapa hari setelah ia mengakhiri aliansi dengan Houthi setelah tiga tahun berperang melawan koalisi Saudi.

Dalam pernyataan yang disiarkan televisi, pemimpin Houthi Abdul Malek al-Houthi menyebut peristiwa ini sebagai kemenangan melawan blok pimpinan Saudi, mengucapkan selamat kepada warga Yaman atas "hari bersejarah yang sangat baik di mana konspirasi pengkhianatan telah gagal."

Dia mengatakan kelompok Houthi yang menganut aliran Syiah akan mempertahankan sistem republik Yaman dan tidak akan membalas dendam kepada partai Saleh.

Credit  CNN Indonesia



Dalam Sepekan, Pertempuran Yaman Tewaskan 234 Orang


Kondisi wilayah di Sanaa, Yaman, akibat perang antara milisi Houthi dan pendukung Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Kondisi wilayah di Sanaa, Yaman, akibat perang antara milisi Houthi dan pendukung Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.

CB,SANAA -- Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mencatat, pertempuran yang terjadi di Ibu Kota Yaman, Sanaa, dalam sepekan terakhir, telah menyebabkan sedikitnya 234 orang tewas dan 383 lainnya luka-luka. Pertempuran yang terjadi antara pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi dengan milisi Houthi kian sengit setelah tewasnya mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh pada Senin (4/12).

Direktur Regional ICRC untuk Timur Tenghah Robert Mardini mengatakan, saat ini pihaknya sedang berupaya untuk menyelamatkan dan merawat para korban akibat pertempuran tersebut. "Tim ICRC kami sekarang melakukan semua yang mereka bisa untuk memasokl rumah sakit dengan obat-obatan, material bedah, dan bahan bakar," ujar Mardini pada Selasa (5/12).

Jumlah korban tewas akibat pertempuran di Sanaa meningkatkan hampir 100 persen hanya dalam jangka waktu satu hari. Sebelumnya, pada Senin (4/12), ICRC mengatakan, jumlah korban tewas akibat pertempurann di Sanaa berjumlah 125 orang, sedangkan korban luka mencapai 238 orang.

Pertempuran di Sanaa berkecamuk setelah insiden pembunuhan mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh. Saleh merupakan presiden pertama Yaman yang juga sekutu milisi Houthi.

Ia merupakan tokoh yang berjasa menyatukan Yaman Utara dan Yaman Selatan pada 1990. Pada 2011, setelah sekitar 33 tahun berkuasa, rakyat Yaman beruduyun-duyun turun ke jalan menuntut pengunduran dirinya. Saleh dituding melakukan korupsi, penggelapan uang, dan pemerasan. Masa-masa itu Yaman mengalami pergolakan ekonomi terbesar. Inflasi meningkat, pun dengan angka pengangguran.

Gelombang demonstrasi yang kian merebak akhirnya memaksa Saleh meninggalkan jabatannya. Pada 2012, ia digantikan oleh calon presiden tunggal Yaman, yang juga wakilo Saleh, yakni Abd Rabbou Mansour Hadi. Berdasarkan kesepakatan dengan Dewan Kerja Sama Teluk, Hadi dipercaya menjadi presiden Yaman hingga dua tahun berikutnya.

Pada momen ini, pemberontak Houthi dan simpatisan Saleh yang sakit hati atas pelengseran pemimpinnya bekerja sama untuk melawan pasukan loyalis Hadi. Pada September 2014, Houthi yang didukung Iran mengambil alih ibu kota Yaman, Sanaa.

Arab Saudi, sebagai negara yang bertetangga langsung dengan Yaman merasa terancam dengan berkembangnya pengaruh Iran di negara tersebut. Saudi pun mulai menggempur Yaman untuk menumpas Houthi.
Peperangan antara Houthi dan pasukan koalisi pimpinan Saudi mengakibatkan Yaman dilanda krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Jutaan orang mengungsi, kelaparan, tak memiliki akses terhadap air bersih, serta terserang penyakit kolera.

Setelah perang memporak-porandakan negara tersebut, awal Desember lalu, Saleh, sebagai salah satu tokoh yang telah bersekutu dengan Houthi, menyatakan bersedia untuk bernegosiasi dengan Saudi guna mengakhiri peperangan dan blokade. Houthi menganggap Saleh sebagai pengkhianat dan kemudian membunuhnya. 



Credit  REPUBLIKA.CO.ID


Putra Abdullah Saleh akan Balas Dendam ke Houthi dan Iran


Mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.
Mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.


CB, ADEN -- Anak mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, Ahmed Ali Saleh menuntut balas dendam atas kematian sang ayah. Balas dendam itu akan dia tujukan kepada pemberontak Houti yang mendapat dukungan dari Iran.

Niatan balas dendam tersebut, dia ungkapkan dalam sebuah siaran televisi yang yang dimiliki Pemerintah Arab Saudi. Dalam kesempatan itu dia juga mengajak seluruh pengikut setia ayahnya untuk berjuang bersama mengambil alih Yaman dari tangan milisi Houti dan Iran.

"Saya akan memimpin peperangan sampai Houti terakhir keluar dari Yaman. Darah ayahku akan menjadi neraka di telinga Iran," kata Ahmed Ali Saleh dalam siaran siaran televisi Selasa (5/12).

Ahmed Ali Saleh merupakan mantan pemimpin militer elite di Yaman. Dia dinilai sebagai satu-satunya kesempatan terakhir dari keluarganya untuk kembali mengambil pengaruh di kawasan konflik tersebut.

Sebelum kematian Ali Abdullah Saleh, Ahmed Ali Saleh merupakan seorang tahanan rumah di Uni Emirat Arab. Dia sebelumnya adalah seorang duta besar.
Pemimpin pemberontak Houthi, Abdul Malik al-Houthi mengatakan, militannya membunuh Saleh karena telah berkhianat. Ia juga mengucapkan selamat kepada orang-orang Yaman atas hari bersejarah ini yang menunjukkan gagalnya sebuah persekongkolan dan pengkhianatan.

Tanpa menyebutkan nama Saleh, Houthi mengatakan dia mengetahui komunikasi yang dilakukan oleh Saleh dengan koalisi pimpinan Arab Saudi untuk melawan kelompok Houthi. Houthi juga mengatakan, dia telah mengirim beberapa peringatan kepada Saleh

Kematian Ali Abdullah Saleh, dirayakan oleh sejumlah warga di kawasan selatan Aden. Masyarakat menyalakan kembang api untuk mengungkapkan kesenangan atas kematian tersebut. Kebencian warga dikawasan itu dipicu operasi militer dan peluncuran rudal pada 1994 allu.

Kendati, kematian Saleh dirasakan berbeda oleh masyarakat di kawasan utara Yaman. Warga merasa kehilangan dan menyimpan dendam dengan pelaku pembunuhan Saleh.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID








PM Hariri: pemerintahan Lebanon sepakat jauhi konflik Arab

PM Hariri: pemerintahan Lebanon sepakat jauhi konflik Arab
PM Lebanon Saad Al-Hariri (Reuters)



Beirut (CB) - Perdana Menteri Lebanon Saad al-Hariri, yang telah membatalkan pengunduran dirinya, pada Selasa mengatakan seluruh jajaran pemerintahan telah sepakat untuk tidak melibatkan diri dalam konflik di negara-negara Arab.

Hariri menyatakan mundur dari jabatan perdana menteri melalui saluran penyiaran di Arab Saudi bulan lalu. Namun, ia kemudian mengatakan kemungkinan akan menarik pengunduran itu jika semua pihak di dalam pemerintahan Lebanon sepakat mematuhi kebijakan negara untuk "tidak melibatkan diri" ke dalam konflik-konflik kawasan.

Pemerintahan Lebanon mengatakan dalam suatu pernyataan yang dibacakan Hariri, "Kabinet menyampaikan terima kasih kepada pemimpinnya (Hariri) atas sikapnya dan atas pembantalan untuk mengundurkan diri."

"Seluruh komponen politik (dalam pemerintahan) memutuskan untuk tidak melibatkan diri dari semua konflik, sengketa, perang atau masalah-masalah dalam negeri negara-negara Arab supaya bisa menjaga hubungan ekonomi dan politik Lebanon," kata Hariri sebagaimana dikutip Reuters.

Pengunduran dirinya sempat menyeret Lebanon ke dalam pergulatan antara Riyadh dan saingan utamanya di kawasan, Iran.

Sejumlah pejabat Lebanon sebelumnya mengatakan bahwa Arab Saudi telah memaksa Hariri, yang merupakan sekutu lama kerajaan itu, untuk mundur dari jabatan perdana menteri. Mereka juga menuding Saudi menahan Hariri hingga akhirnya Prancis turun tangan, yang berujung pada kembalinya Hariri ke Lebanon.

Arab Saudi membantah tuduhan-tuduhan itu.

Iran merupakan pendukung Hisbullah, kelompok Syiah bersenjata yang berpengaruh dan menjadi bagian dalam pemerintahan Lebanon. Arab Saudi menuding Hisbullah sedang memicu perselisihan di dunia arab dengan dukungan dari Iran.

Sidang kabinet Selasa, yang menghasilkan pernyataan kesepakatan, merupakan pertemuan kabinet pertama kalinya yang digelar sejak pengunduran diri Hariri menjatuhkan Lebanon ke dalam krisis politik. 




Credit  antaranews.com

Capai Kesepakatan dengan Pemerintah, Hariri Resmi Cabut Pengunduran Diri sebagai PM Lebanon



https: img-o.okeinfo.net content 2017 12 05 18 1825691 capai-kesepakatan-dengan-pemerintah-hariri-resmi-cabut-pengunduran-diri-sebagai-pm-lebanon-Q40vdSQXz0.jpg
PM Lebanon Saad al Hariri. (Foto: Reuters)

BEIRUT - Perdana Menteri (PM) Lebanon Saad al Hariri akhirnya resmi membatalkan pengunduran dirinya dan mengatakan bahwa semua anggota pemerintah telah sepakat untuk tetap berada di luar konflik negara-negara Arab.
Dilansir dari Reuters, Selasa (5/12/2017), Pemerintah Lebanon mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dibacakan oleh Hariri bahwa kabinet berterima kasih pada Hariri atas jabatannya dan untuk mencabut pengunduran dirinya.

Pertemuan antara kabinet dan PM Hariri di mana pernyataan tersebut disepakati adalah yang pertama kalinya sejak pengunduran diri Hariri yang menjatuhkan negara tersebut ke dalam krisis politik.

Beberapa waktu silam Hariri memutuskan untuk mengundurkan diri melalui sebuah siaran dari Arab Saudi. Hariri kemudian mengatakan bahwa dia dapat menarik kembali keputusan pengunduran dirinya dengan syarat semua pihak di Pemerintah Lebanon setuju untuk mematuhi kebijakan “disosiasi" negara dari konflik regional.
"Semua komponen pemerintah memutuskan untuk memisahkan diri dari semua konflik, perselisihan, perang atau urusan internal negara-negara Arab, untuk melestarikan hubungan ekonomi dan politik Lebanon," kata Hariri.

Pejabat Lebanon sempat menduga di balik keputusan Hariri untuk mengundurkan diri adalah Arab Saudi. Tak hanya memaksa Hariri untuk mengundurkan diri, Arab Saudi juga diperkirakan menahan Hariri untuk kembali ke Lebanon sampai akhirnya sebuah intervensi dari Prancis menyebabkan Hariri kembali ke Lebanon. Namun Arab Saudi menyangkal hal tersebut.
Selain itu, PM Hariri juga mencontohkan "cengkeraman" Iran di negaranya melalui gerakan Syiah yang kuat di Lebanon melalui Hizbullah dan ancaman terhadap hidupnya sebagai salah satu penyebab keinginannya untuk mengundurkan diri. Namun atas permintaan Presiden Lebanon Michel Aoun, Hariri menunda pengunduran dirinya dan kembali ke Beirut setelah absen selama tiga minggu.

Presiden Lebanon Michel Aoun juga sudah memastikan bahwa Saad al Hariri tetap menjadi perdana menteri di negaranya. Krisis politik di Lebanon pasca-pidato Hariri untuk mengundurkan diri akan segera diselesaikan.

"Kami baru saja selesai melakukan pembicaraan dengan semua kekuatan politik, di dalam dan di luar pemerintahan. Ada kesepakatan luas," tukas Presiden Aoun saat kunjungannya di Italia.



Credit  okezone.com





Rencana AS Ubah Status Yerusalem Provokasi Perasaan Muslim


Yerusalem
Yerusalem

CB, RIYADH -- Pemerintah Arab Saudi meminta Amerika Serikat (AS) tidak mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel. Menurut Saudi, keputusan AS tersebut akan memiliki dampak yang serius.

"Pengakuan (Yerusalem bagian dari Israel) akan memiliki implikasi yang sangat serius dan akan menimbulkan provokasi terhadap semua perasaan Muslim," kata Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan, Selasa (5/12).

"Pemerintah AS harus mempertimbangkan implikasi negatif dari langkah tersebut dan harapan Kerajaan (Arab Saudi) untuk tidak mengambil keputusan seperti ini."
Saudi menilai, keputusan AS yang akan mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel melemahkan kemampuan Washington dalam melanjutkan upaya mencapai solusi adil bagi kepentingan Palestina.

Duta Besar Saudi di Washington Pangeran Khalid bin Salman mengatakan, sebelum tercapai penyelesaian akhir dalam konflik Palestina dengan Israel, rencana AS mengubah status Yerusalem akan melukai proses perdamaian. Keputusan itu pun akan meningkatkan ketegangan regional.

"Kebijakan Kerajaan (Saudi) telah dan tetap mendukung rakyat Palestina, dan ini telah dikomunikasikan ke pemerintah AS," ujar Pangeran Khalid.

Sebagai bagian dari kampanye pada masa pemilu presiden tahun lalu, Presiden AS Donald Trump berjanji akan memindahkan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Rencana Trump ini ditentang oleh sejumlah negara, termasuk Liga Arab.

Israel memang masih bersikeras mengklaim bahwa Yerusalem merupakan ibu kotanya. Dunia pun menentang klaim ini. Negara-negara menyebut status Yerusalem harus ditentukan dalam perundingan damai dengan rakyat Palestina. Sebab Palestina telah menganggap Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan mereka.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID



AS akan Kehilangan Kredibilitas Jika Ubah Status Yerusalem


Masjidil Haram Yerusalem
Masjidil Haram Yerusalem

CB, YERUSALEM -- Penasehat diplomasi Presiden Mahmoud Abbas, Majdi Khaldi mengatakan, para pemimpin di Palestina akan menghentikan kontak dengan Amerika Serikat. Hal itu pasti dilakukan jika Presiden Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibukota Israel.

Seperti diwartakan Fox News, Selasa (5/12) Majdi Khaldi mengatakan, Amerika akan kehilangan kredibilitas sebagai mediator di timur tengah jika hal itu tersebut tetap dilakukan. Keputusan Trump juga dinilai Liga Arab sebagai agresi langsung terhadap kaum muslim dan negara-negara Arab.

Yerusalem merupakan wilayah yang diambil oleh Israel pada 1967. Kawasan tersebut merupakan rumah bagi kaum Muslim, Kristiani dan Yahudi. Pemerintah Palestina berniat menjadikan daerah itu sebagai ibu kota mereka di masa depan.

Sementara, seorang pejabat AS mengatakan, kemungkinan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel akan terjadi dalam pekan ini. Meski demikian, Trump dikabarkan menunda pengumuman soal pemindahan kedutaan AS di Israel dari Tel-Aviv ke Yerusalem selama enam bulan lagi.

"Pengumuman tentang keputusan tersebut akan dibuat dalam beberapa waktu mendatang," ujar juru bicara Gedung Putih Hogan Gidley kepada wartawan di atas Air Force One saat Trump kembali dari sebuah perjalanan.

Pejabat senior AS mengatakan, Trump diperkirakan akan mengeluarkan perintah sementara yang kedua sejak dia menjabat. Perintah ini untuk menunda pemindahan kedutaan meskipun pada saat kampanye ia berjanji untuk mewujudkan hal tersebut.
Namun pejabat tersebut mengatakan Trump kemungkinan akan memberikan pidato pada Rabu untuk secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID



Pangeran Saudi: Langkah AS Bahayakan Perdamaian


Yerusalem
Yerusalem

CB, WASHINGTON -- Duta Besar Arab Saudi untuk Washington mengatakan pengumuman status Yerusalem akan mengancam proses perdamaian dan meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut. Terlebih Presiden AS Donald Trump disebut akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sebelum ada penyelesaian akhir dari konflik Palestina-Israel.

"Pengumuman Amerika mengenai status Yerusalem sebelum penyelesaian akhir tercapai, akan membahayakan proses perdamaian dan meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut," ujar Pangeran Khalid bin Salman bin Abdulaziz, dalam sebuah pernyataan.

"Kebijakan Kerajaan masih sama untuk terus mendukung rakyat Palestina, dan hal ini telah dialihkan ke pemerintah AS," kata dia seperti dikutip Al-Arabiya.

Gedung Putih mengatakan Presiden Trump tidak akan mengumumkan keputusannya pada Senin (4/12). Namun keputusan mengenai status Yerusalem akan dibuat dalam beberapa hari mendatang.

Juru bicara Gedung Putih Hogan Gidley memberikan pernyataan kepada wartawan di atas Air Force One saat Trump kembali dari perjalanan ke Utah. Ia mengatakan, Presiden masih harus mengambil keputusan apakah akan kembali menunda pemindahan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Trump belum memutuskan apakah akan menandatangani surat penundaan pemindahan kedutaan selama enam bulan lagi. Setiap presiden AS terdahulu telah melakukannya sejak Kongres mengeluarkan undang-undang tentang masalah tersebut pada 1995.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID









Abbas Telepon Paus hingga Putin untuk Desak AS Batalkan Pemindahan Kedubes



Abbas Telepon Paus hingga Putin untuk Desak AS Batalkan Pemindahan Kedubes
Abbas dilaporkan langsung menelepon sejumlah pemimpin dunia setelah Trump memastikan akan memindahan kedubes AS ke Yerusalem. Foto/Istimewa



RAMALLAH - Presiden Palestina Mahmoud Abbas dilaporkan langsung menelepon sejumlah tokoh dan pemimpin dunia tidak lama setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memastikan akan memindahan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Juru bicara Abbas, Nabil Abu Rdainah menyatakan, sejumlah orang yang ditelepon Abbas adalah pemimpin Vatikan Paus Franciskus, Presiden Prancis Emanuel Macron, Raja Yordania Abdullah II, dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dalam panggilan telepon, seperti dilansir Reuters pada Rabu (6/12), Abbas meminta para tokoh, dan pemimpin dunia itu untuk mendesak Trump membatalkan keputusan untuk memindahkan kedubes AS ke Yerusalem.

"Presiden Abbas langsung menghubungi Presiden Rusia dan Prancis, Paus, dan Raja Abdullah dari Yordania tidak lama setelah mendapat telepon dari Trump. Dia mengatakan kepada mereka bahwa tindakan tersebut harus ditolak dan dia mendesak mereka untuk melakukan intervensi agar hal itu tidak terjadi," kata Nabil.

Sementara itu, Kremlin dalam sebuah pernyataan menyatakan dukungan terhadap Palestina, upaya damai dengan Israel dan mengenai status Yerusalem.

"Presiden Rusia Vladimir Putin menelpon Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk memberitahukan kepadanya bahwa Moskow mendukung dimulainya kembali pembicaraan antara Israel dan pemerintah Palestina, termasuk mengenai status Yerusalem," kata Kremlin. 


Credit  sindonews.com


Abbas Minta Pemimpin Dunia Intervensi Pemindahan Kedubes AS

Abbas Minta Pemimpin Dunia Intervensi Pemindahan Kedubes AS 
  Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, meminta pemimpin negara besar agar mengintervensi keputusan Trump untuk memindahkan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. (AFP Photo/Abbas Momani)


Jakarta, CB -- Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, meminta Paus Fransiskus dan para pemimpin negara besar agar mengintervensi keputusan Presiden Donald Trump untuk memindahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, kota yang selama ini diperebutkan.

Permintaan ini disampaikan langsung oleh Abbas setelah dia menerima telepon dari Presiden Donald Trump untuk membicarakan pemindahan kedubes tersebut, meski tanpa rincian waktu.

“Setelah telepon dengan Trump, Presiden Abbas berbicara dengan presiden Rusia dan Perancis, juga Paus dan Raja Abdullah dari Yordania. Dia meminta mereka menolak langkah tersebut dan mengintervensinya agar tidak terjadi,” ujar juru bicara Abbas, Nabil Abu Rdainah, kepada Reuters, Selasa (5/12).


Dari semua pemimpin tersebut, salah satu tokoh yang memegang peranan penting dalam kisruh ini adalah Raja Abdullah karena Yordania merupakan pelindung situs suci umat Islam, Kristen, dan Yahudi di Yerusalem.


Raja Abdullah pun mengingatkan Trump bahwa keputusan tersebut dapat berisiko besar terhadap upaya perdamaian antara Israel dan Palestina karena kedua negara itu hingga saat ini memperebutkan Yerusalem sebagai ibu kota.

“Yerusalem adalah kunci untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di kawasan dan dunia,” demikian bunyi pernyataan Istana Kerajaan Yordania.

Yordania pun langsung merencanakan pertemuan darurat dengan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk membahas keputusan AS ini.


Sementara itu, Presiden Rusia, Vladimir Putin, juga menyatakan dukungannya kepada Abbas. Dia mengatakan, Rusia akan terus mendukung upaya perundingan damai antara Israel dan Palestina, termasuk mengenai status Yerusalem.

Kecaman juga datang dari sejumlah tokoh lain, termasuk diplomat senior Uni Eropa, Federica Mogherini, yang mengatakan bahwa tindakan unilateral yang berpotensi merusak kesempatan damai harus dihindari.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, pun angkat bicara dan mengatakan bahwa dia selalu “menentang keras tindakan yang dapat merusak solusi dua negara.”


Isu pemindahan kedubes AS ini menjadi sorotan luas karena selama ini, Israel dan Palestina saling klaim Yerusalem sebagai ibu kota masing-masing negara.

Israel merebut Yerusalem saat perang Timur Tengah pada 1967 silam. Mereka kemudian mencaplok daerah tersebut, tapi tak diakui oleh masyarakat internasional.

Untuk menyatakan sikap penolakan tersebut, tak ada negara asing yang mendirikan kantor perwakilannya untuk Israel di Yerusalem.

Namun, pada Oktober 1995, Kongres AS meloloskan hukum untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan mengesahkan pendanaan pemindahan kantor kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Meski demikian, hingga saat ini, tak ada satu pun presiden AS yang menerapkan hukum itu.



Credit  cnnindonesia.com


Soal Yerusalem, Putin Nyatakan Dukung Palestina



Soal Yerusalem, Putin Nyatakan Dukung Palestina
Putin menelepon Abbas untuk memberitahukan Moskow mendukung dimulainya kembali pembicaraan antara Israel dan Palestina, termasuk mengenai Yerusalem. Foto/Reuters



MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan dukungan terhadap Palestina, khususnya mengenai Yerusalem. Hal itu disampaikan Putin kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas, saat keduanya melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon.

"Presiden Rusia Vladimir Putin menelepon Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk memberitahukan kepadanya bahwa Moskow mendukung dimulainya kembali pembicaraan antara Israel dan pemerintah Palestina, termasuk mengenai status Yerusalem," kata Kremlin dalam sebuah pernyataan.

Seperti dilansir Reuters pada Rabu (6/12), Kremlin enggan memberikan rincian lanjut mengenai pembicaraan antara kedua pemimpin negara tersebut.

Pembicaraan antara Putin, dan Abbas terjadi tidak lama setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menghubungi Abbas. Trump menelepon Abbas untuk memberitahu bahwa dia akan memindahan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Juru bicara Abbas, Nabil Abu Rdainah menuturkan dalam pembicaraan itu, Abbas memperingatkan konsekuensi berbahaya dari keputusan tersebut, khususnya mengenai proses perdamaian dan keamanan, keamanan, dan stabilitas wilayah, serta dunia.

Sejauh ini sendiri belum diketahui kapan pastinya Trump akan memindahkan kedubes AS ke Yerusalem. Pemindahan kedubes ini sendiri sama dengan pengakuan bahwa Yerusalem adalah Ibu Kota Israel. 



Credit  sindonews.com


Sisi pada Trump: Jangan Macam-macam Soal Yerusalem!



Sisi pada Trump: Jangan Macam-macam Soal Yerusalem!
Presiden Mesir, Abdel Fatah el-Sisi menyatakan kepada Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk tidak mempersulit masalah di Timur Tengah. Foto/Reuters



KAIRO - Presiden Mesir, Abdel Fatah el-Sisi menyatakan kepada Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk tidak mempersulit masalah di Timur Tengah, dengan memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel ke Yerusalem. Sisi mendesak Trump untuk tidak macam-macam mengenai status Yerusalem.

Menurut kantor el-Sisi, pemimpin Mesir itu melakukan pembicaraan dengan Trump semalam. Dalam perbicangan itu, Sisi menegaskan bahwa Mesir akan tetap mepertahankan posisi mengenai Yerusalem dan meminta Trump untuk tidak mengambil tindakan yang akan memperburuk situasi di kawasan.

Dikatakan bahwa Sisi memperingatkan Trump untuk mengambil tindakan yang akan merusak peluang perdamaian di Timur Tengah.

"Presiden Mesir menegaskan posisi Mesir untuk menjaga status hukum Yerusalem dalam kerangka referensi internasional dan resolusi PBB yang relevan," bunyi pernyataan tersebut, seperti dilansir Reuters pada Rabu (6/12).

Trump diketahui telah menelepon sejumlah kepala negara Timur Tengah dan juga Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengenai rencana pemindahan kebdubes AS ke Yerusalem. Semua kepala negara Timur Tengah diketahui memiliki reaksi yang sama, yakni menolak hal itu.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bahkan mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel jika AS secara resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dengan memindahkan kedutaan ke kota tersebut. Menurut Erdogan, langkah AS itu akan menjadi ”garis merah” bagi umat Islam. 



Credit  sindonews.com



Raja Maroko Peringatkan Trump Jangan Ubah Status Yerusalem


Raja Maroko Mohammed VI.
Raja Maroko Mohammed VI.


CB, RABAT -- Raja Maroko Mohammed VI dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Selasa (5/12) membahas melalui telepon soal keputusan AS memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

"Raja Mohammed VI, pemimpin Komite Al-Quds di Organisasi Kerja Sama Islam, kembali menyampaikan dukungan kuat yang tak tergoyahkan kerajaan tersebut buat saudara-saudara rakyat Palestina dalam mempertahankan hak sah dan adil mereka, terutama terkait status Yerusalem," kata Kantor Raja Maroko di dalam satu pernyataan.

Raja Maroko itu menyampaikan penolakan tegasnya bagi setiap tindakan yang bisa merusak aspek banyak-agama di kota suci tersebut atau mengubah status hukum dan politik.
Presiden Palestina memuji tindakan dan peran Raja Maroko, dan mencela agenda Pemerintah AS yang tidak pantas seperti itu.

Kedua pemimpin sepakat untuk mempertahankan kontak langsung dan konsultasi yang berlanjut mengenai masalah tersebut, serta koordinasi erat antara kedua pemerintah.
Raja Mohammed VI telah memperingatkan Presiden AS Donald Trump yang ingin memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem. Ia menegaskan status hukum Yerusalem perlu dipelihara dan tak ada boleh mempengaruhi status politiknya saat ini.

Sementara itu Yordania pada Selasa memperingatkan mengenai konsekuensi serius jika Amerika Serikat melanjutkan keputusannya untuk memindahkan kedutaan besarnya di Israel ke Jerusalem.

Menteri Urusan Luar Negeri Jordania Ayman Safadi pada Selasa membahas dengan beberapa menteri mengenai keputusan yang mungkin diambil oleh Amerika Serikat untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Pengakuan itu, kata Yordania, adalah pelanggaran terhadap hukum sah internasional dan Piagam PBB.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID





Telepon Abbas, Trump Pastikan Pemindahan Kedubes ke Yerusalem


Telepon Abbas, Trump Pastikan Pemindahan Kedubes ke Yerusalem
Presiden Donald Trump menelepon Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, untuk memberi kabar mengenai pemindahan Kedubes AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. (Reuters/Carlos Barria)


Jakarta, CB -- Presiden Donald Trump menelepon Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, untuk memberi kabar mengenai pemindahan Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, daerah yang selama ini menjadi sengketa.

“Presiden Mahmoud Abbas menerima panggilan telepon dari Presiden AS, Donald Trump, untuk memberi tahu Presiden mengenai keinginannya untuk memindahkan Kedutaan Besar Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem,” ujar juru bicara Abbas, Nabil Abu Rdainah, Selasa (5/12).

Namun, dalam pernyataan resmi tersebut, Rdainah tak menjabarkan lebih lanjut detail pembicaraan Trump dan Abbas, termasuk waktu pemindahan kedubes tersebut.


Rdainah hanya mengatakan, Abbas menanggapi kabar tersebut dengan mengingatkan Trump bahwa rencana tersebut dapat merusak upaya damai antara Israel dan Palestina.


“Presiden Abbas memperingatkan konsekuensi berbahaya dari keputusan tersebut yang bisa mengancam proses perdamaian, keamanan, dan stabilitas di kawasan dan dunia,” kata Rdainah, sebagaimana dikutip Reuters.

Isu pemindahan kedubes AS ini menjadi sorotan luas karena selama ini, Israel dan Palestina saling klaim Yerusalem sebagai ibu kota masing-masing negara.

Israel merebut Yerusalem saat perang Timur Tengah pada 1967 silam. Mereka kemudian mencaplok daerah tersebut, tapi tak diakui oleh masyarakat internasional.


Untuk menyatakan sikap penolakan tersebut, tak ada negara asing yang mendirikan kantor perwakilannya untuk Israel di Yerusalem.

Sebagian besar negara di dunia menganggap status akhir Yerusalem merupakan masalah kunci untuk menyelesaikan negosiasi damai dengan Palestina.

Meski demikian, pada Oktober 1995, Kongres AS meloloskan hukum untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan mengesahkan pendanaan pemindahan kantor kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Namun hingga saat ini, tak ada satu pun presiden AS yang menerapkan hukum itu.


Credit  CNN Indonesia


Trump Telepon Abbas Ingin Pindahkan Kedubes AS di Israel ke Yerusalem



Trump Telepon Abbas Ingin Pindahkan Kedubes AS di Israel ke Yerusalem
Presiden Amerika Serikat Donald John Trump. Foto/REUTERS/Carlo Allegri/File Photo



WASHINGTON - Presiden Donald Trump menelepon Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada hari Selasa waktu Washington bahwa dia bermaksud untuk memindahkan Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Trump, menurut seorang pejabat senior AS, berencana mengumumkan pengakuan Washington bahwa Yerusalem menjadi Ibu Kota Israel pada hari Rabu (6/12/2017).

”Presiden Mahmoud Abbas menerima telepon dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump di mana dia (Trump) memberi tahu presiden tentang niatnya untuk memindahkan Kedutaan Besar Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem,” kata juru bicara Abbas, Nabil Abu Rdainah.

Abu Rdainah tidak merinci apakah Trump juga berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Raja Yordania Abdullah soal langkah AS tersebut.

“Abbas memperingatkan konsekuensi berbahaya dari keputusan tersebut mengenai proses perdamaian, keamanan dan stabilitas wilayah dan dunia,” ujar Abu Rdainah, seperti dikutip Reuters.
Menteri Intelijen Israel, Israel Katz, yang bertemu dengan para pejabat AS di Washington pekan lalu, mengatakan kepada Army Radio, bahwa Yerusalem akan  diakui sebagai Ibu Kota Israel. ”Kesan saya adalah bahwa presiden akan mengakui Yerusalem, ibu kota abadi orang-orang Yahudi selama 3.000 tahun, sebagai ibu kota negara Israel,” ujarnya.

Ketika ditanya apakah Israel sedang mempersiapkan gelombang kekerasan jika Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dia berujar; ”Kami sedang mempersiapkan setiap pilihan. Apa pun itu selalu bisa meletus. Jika Abu Mazen (Presiden Palestina Mahmoud Abbas) akan memimpin ke arah itu, maka dia akan membuat kesalahan besar.”

Sementara itu, Turki mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel jika Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara Yahudi itu.

”Trump, Yerusalem adalah garis merah umat Islam,” kata Presiden Turki Tayyip Erdogan dalam sebuah pertemuan parlemen Partai AK, partai berkuasa di Turki.

”Ini bisa sampai sejauh pemutusan hubungan Turki dengan Israel. Saya memperingatkan Amerika Serikat untuk tidak mengambil langkah yang akan memperdalam masalah di wilayah ini.”

Tapi, Katz melalui Twitter menolak ancaman Erdogan. ”Kami tidak menerima perintah atau menerima ancaman dari presiden Turki,” tulis dia. 



Credit  sindonews.com


Telepon Raja Yordania, Trump Tegaskan Pindahkan Kedubes AS ke Yerusalem



Telepon Raja Yordania, Trump Tegaskan Pindahkan Kedubes AS ke Yerusalem
Trump menelpon Raja Abdullah semalam untuk menyampaikan maksud untuk melanjutkan keputusan memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Foto/Istimewa



AMMAN - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dilaporkan telah melakukan percakapan telepon dengan pemimpin Yordania, Raja Abdullah II untuk membahas mengenai Yerusalem. Dalam panggilan telepon itu, Trump memastikan akan memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Menurut keterangan Istana Raja Yordania, dalam pembicaraan yang berlangsung semalam itu, Trump menyampaikan maksud untuk melanjutkan keputusan memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel ke Yerusalem. Langkah ini ditentang keras oleh Raja Abdullah.

"Raja Abdullah menuturkan, keputusan tersebut akan memiliki dampak berbahaya terhadap stabilitas dan keamanan kawasan, dan akan menghalangi usaha AS untuk melanjutkan perundingan damai Arab-Israel. Ini juga akan mengobarkan perasaan Muslim dan Kristen," bunyi pernyataan Istana Yordania, seperti dilansir Reuters pada Rabu (6/12).

Trump memang dikabarkan akan mengumumkan apakah dia akan memindahkan kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem pada pekan ini. Pemindahan ini sama dengan pengakuan bahwa Yerusalem adalah ibukota Israel.

Yordania sendiri sebelumnya mewanti-wanti AS mengenai rencana pemindahan kedubes tersebut. Menurut Amman, pemindahan, yang berarti pengakuan tersebut akan menimbulkan konsekuensi yang amat serius.

Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi kepada Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson, saat keduanya berbicara melalui telepon menegaskan bahwa sangat penting untuk mempertahankan status Yerusalem guna menghindari terjadinya ketegangan lebih lanjut.

Hal serupa juga dilontarkan oleh Turki. Wakil Perdana Menteri Turki, Bekir Bozdag  menuturkan jika akhirnya AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, maka hal ini akan menimbulkan bencana di kawasan. Menurut Ankara, konflik baru akan muncul di kawasan yang sudah subur akan konflik tersebut.

Dia lalu menegaskan status Yerusalem telah ditentukan oleh kesepakatan internasional, dan bahwa pelestarian akan hal itu penting untuk perdamaian di wilayah tersebut.


Credit  sindonews.com



Terkait Status Yerusalem, Trump Telefon Pemimpin Negara-Negara Arab

https: img-o.okeinfo.net content 2017 12 06 18 1825872 terkait-status-yerusalem-trump-telefon-pemimpin-negara-negara-arab-XGtpwykZFB.jpg
Presiden AS Donald Trump diingatkan bahwa pengumuman terkait Yerusalem dapat berakibat fatal (Foto: Mike Segar/Reuters)

WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berupaya memenuhi janji kampanyenya untuk memindahkan Kedutaan Besar di Israel ke Yerusalem. Langkah tersebut sudah pasti memunculkan reaksi negatif dari sekutu-sekutu Negeri Paman Sam di Timur Tengah, seperti Arab Saudi.
Seorang pejabat senior AS menerangkan, Trump diyakini akan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Meski demikian, pemindahan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem akan ditunda hingga enam bulan ke depan. Untuk itu, Trump sudah memberi tahu para pemimpin negara-negara Arab.

Dilansir Reuters, Rabu (6/12/2017), Presiden Trump disebut sudah menelefon Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, Raja Abdullah dari Yordania, Presiden Mesir Abdel Fattah el Sisi, dan Raja Salman bin Abdulaziz dari Kerajaan Arab Saudi. Sang presiden juga sempat berbicara dengan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu.
Juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders mengatakan, Presiden Trump akan menyampaikan pidato terkait rencana pengakuan Yerusalem itu pada siang waktu setempat.
“Presiden, bisa saya katakan, sangat solid dalam pemikirannya pada titik ini,” ucap Sanders.
Kabar pemberitahuan Trump terhadap negara-negara Arab itu dikonfirmasi oleh juru bicara Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rdainah. Dalam perbincangan tersebut, Abbas mengingatkan Trump akan konsekuensi berbahaya terhadap proses perdamaian, keamanan, dan stabilitas kawasan serta dunia.
Sementara itu, Kerajaan Yordania yang mengelola situs suci umat Islam di Yerusalem, menyatakan bahwa pemindahan Kedubes itu akan berakibat fatal bagi kawasan. Pemindahan juga akan mengganggu upaya AS dalam mendorong perundingan damai Israel-Palestina.

Adapun Kerajaan Arab Saudi mengatakan bahwa pengumuman status Yerusalem itu akan memicu kemarahan Muslim di seluruh dunia.


Credit  okezone.com



Turki Ancam Putuskan Hubungan jika Yerusalem Jadi Ibu Kota Israel


Turki Ancam Putuskan Hubungan jika Yerusalem Jadi Ibu Kota Israel
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Foto/REUTERS


ANKARA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel jika Amerika Serikat (AS) secara resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Menurut Erdogan, langkah AS itu akan menjadi ”garis merah” bagi umat Islam.

Seorang Pejabat AS mengatakan bahwa Trump kemungkinan akan memberikan pidato pada hari Rabu (6/12/2017) untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel secara sepihak. Jika benar, ini akan menjadi langkah yang akan mematahkan kebijakan AS yang bertahan selama satu dasawarsa terakhir dan dapat memicu kekerasan di Timur Tengah.

Israel menduduki Yerusalem Timur dalam perang Timur Tengah 1967. Negara Yahudi ini kemudian menyatakan seluruh Kota Yerusalem sebagai ibu kotanya, meski tidak diakui secara internasional. Rakyat Palestina sendiri menginginkan Yerusalem sebagai ibu kota negara mereka di masa depan.

”Saya sedih dengan laporan bahwa AS bersiap untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel,” kata Erdogan.

“Ini bisa sampai sejauh pemutusan hubungan Turki dengan Israel, saya memperingatkan AS untuk tidak mengambil langkah yang akan memperdalam masalah di wilayah ini,” ujarnya, seperti dikutip Reuters.

Juru bicara pemerintah Israel tidak merespons segera ancaman Erdogan. Namun, Menteri Pendidikan Israel Naftali Bennett—seorang mitra senior di pemerintahan koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu—menepis komentar Erdogan.

”Akan selalu ada orang yang mengkritik, tapi di penghujung hari lebih baik Yerusalem bersatu daripada simpati Erdogan,” katanya. 




Credit  sindonews.com

Erdogan: Yerusalem Garis Merah Umat Islam


Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan


CB, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperingatkan Amerika Serikat agar tak mengakui Israel sebagai bagian dari Israel. Menurutnya keputusan AS tersebut berpotensi memperumit masalah di daerah tersebut.
"Presiden Trump, Yerusalem adalah garis merah umat Islam. Ini bisa sampai sejauh memutuskan hubungan Turki dengan Israel," kata Erdogan ketika berbicara dalam sebuah pertemuan parlemen AK Party yang berkuasa, dilansir Reuters, Selasa (5/12).
Ia pun meminta AS agar tak memutuskan hal ceroboh dengan mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel. "Saya memperingatkan AS untuk tidak mengambil langkah yang akan memperdalam masalah di wilayah ini," ujar Erdogan.
Kendati memperingatkan AS secara tegas, Pemerintah Israel mengaku tak menerima pernyataan serupa dari Erdogan. "Kami tidak menerima perintah atau ancaman dari presiden Turki," kata Menteri Intelijen dan Transportasi Israel, Israel Katz.
"Tidak akan ada lagi tindakan historis yang benar atau sesuai daripada mengakui Yerusalem, ibu kota Yahudi selama 3.000 tahun terakhir, sebagai ibu kota negara Israel," ujar Katz menambahkan.
Rencana AS mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel tak terlepas dari janji Presiden Donald Trump pada masa kampanye pemilihan presiden tahun lalu. Kala itu, Trump berjanji akan memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Rencana AS ini tak ayal mendapat kecaman dan protes dari berbagai negara, khususnya negara-negara Arab. Menurut mereka, rencana AS tersebut berpotensi merusak perdamaian antara Israel dan Palestina serta menimbulkan konflik baru di wilayah tersebut.
Hal ini karena Palestina yang tengah berjuang untuk menjadi negara merdeka seutuhnya, menghendaki Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara mereka di masa mendatang. 


Credit  REPUBLIKA.CO.ID






RI Tolak Keras Pemindahan Kedutaan AS ke Yerusalem


RI Tolak Keras Pemindahan Kedutaan AS ke Yerusalem
Dubes RI untuk Arab Saudi sekaligus Wakil Tetap RI untuk Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Agus Maftuh Abegebriel menyampaikan penolakan keras Indonesia atas rencana Amerika Serikat untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dalam pertemuan luar biasa OKI di Jeddah, Selasa (4/12). (Istimewa)



Jakarta, CB -- Indonesia menolak keras rencana Amerika Serikat untuk memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem. Indonesia juga menyayangkan setiap langkah yang diambil AS, yang akan mengakuui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

"Hal ini merupakan langkah yang salah arah dan dapat mengganggu proses perdamaian di kawasan. Indonesia juga sangat mengkhawatirkan dampak buruk perpindahan Kedutaan Besar Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem," kata Wakil Tetap RI untuk Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Agus Maftuh Abegebriel dalam pertemuan luar biasa OKI di Jeddah, Arab Saudi, Selasa (4/12).

Pertemuan luar biasa itu digelar guna membahas rencana pengakuan Amerika Serikat terhadap Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, serta rencana pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.



Dalam pertemuan, Watap RI yang juga Duta Besar RI untuk Arab Saudi tersebut menandaskan bahwa meski Presiden AS Donald Trump belum menentukan sikap akhir, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah memanggil Dubes AS di Jakarta.

"Menlu RI juga berencana menyampaikan keprihatinan yang mendalam terhadap rencana itu kepada Menlu AS Rex Tillerson, dan berharap AS bisa menampilkan sikap yang bijak untuk selalu aktif dalam mendukung proses perdamaian Palestina-Israel," kata Dubes Agus Maftuh membacakan pernyataan sikap Indonesia dalam dua bahasa Arab dan Inggris tersebut.

Indonesia juga menyerukan kepada semua negara anggota OKI untuk selalu melaksanakan berbagai komitmen untuk mendukung Palestina, termasuk dengan menerapkan berbagai tindakan nyata yang sudah disepakati dalam "Deklarasi Jakarta", yang diadopsi dalam KTT Luar Biasa kelima OKI tentang Palestina dan Al-Quds Al-Sharif, yang diadakan di Jakarta pada Maret 2016.

Watap (Wakil Tetap) pertama RI untuk OKI ini juga menandaskan bahwa Indonesia selalu konsisten dan teguh membantu dan mendukung Palestina.

Di akhir pertemuan luar biasa tersebut OKI menyampaikan apresiasinya terhadap sikap Indonesia. Disebutkan pula bahwa pernyataan yang disampaikan Indonesia adalah pernyataan yang terbaik sebagai negara berpenduduk muslim terbesar dan memiliki pengaruh yang signifikan.


Credit  cnnindonesia.com

AS Akui Yerusalem, Menlu Palestina Batal ke Jakarta
  
AS Akui Yerusalem, Menlu Palestina Batal ke Jakarta
Duta Besar RI untuk Kerajaan Yordania Hasyimiah dan Negara Palestina, Andy Rachmianto, usai menyerahkan surat kepercayaan kepada Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, di kediaman Presiden Palestina di Amman, Yordania, Minggu (5/11). (Dok. KBRI Amman)


Jakarta, CB -- Kabar soal rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan mengumumkan pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Palestina membuat Menteri Luar Negeri Palestina Riad N. Malki membatalkan rencana kunjungannya ke Jakarta, Selasa (5/12).

Menlu Palestina itu sedianya akan membuka seminar dan pameran foto “Memberdayakan Rakyatnya, Memperkuat Negaranya: Konsistensi Dukungan Indonesia terhadap Palestina dalam Bidang Kerja Sama Teknis” di Gedung Pancasila, Jakarta, Selasa (5/12).

“Tadi bu Menlu Retno Marsudi juga sudah bicara kan, Menlu Malki tidak jadi datang ke sini karena munculnya isu ini yang mengharuskan beliau tetap berada di Ramallah,” kata Duta Besar RI untuk Palestina dan Yordania, Andy Rachmianto, seusai acara tersebut.




Andy mengatakan sejumlah negara termasuk Indonesia terus menggaungkan keprihatinan mengenai wacana pemindahan kedubes AS ini. Menurutnya, pemindahan ini akan berdampak besar pada situasi dan stabilitas di Timur Tengah, terutama nasib perdamaian Israel-Palestina.

“Lagi pula cost-nya juga terlalu besar bagi AS kalau pemindahan kedubes ini benar-benar dilakukan. Apalagi saat ini, AS tengah menghadapi sejumlah masalah di dalam negerinya. Kami terus berharap AS melalui Presiden Trump masih bisa terus tunjukkan kepemimpinannya dalam menyelesaikan konflik ini,” ujar Andy.


Duta Besar RI untuk Yordania dan Palestina, Andy Rachmianto (CNN Indonesia/Riva Dessthania Suastha)
Foto: CNN Indonesia/Riva Dessthania Suastha
Duta Besar RI untuk Yordania dan Palestina, Andy Rachmianto (CNN Indonesia/Riva Dessthania Suastha)


Andy menyatakan pemindahan Kedutaan AS itu sama dengan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Padahal, Yerusalem Timur diniatkan menjadi Ibu Kota Palestina jika merdeka nanti.

Selain itu, menurut Andy, AS tidak bisa menjadi mediator atau penengah dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina jika memindahkan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem.

“Sekali Presiden Donald Trump mengumumkan keputusannya, AS sudah tidak bisa berperan menjadi penengah konflik karena mereka sudah berpihak. Pemindahan kedubes ke suatu kota itu otomatis mengakui wilayah itu sebagai ibu kota suatu negara,” kata mantan Direktur Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri tersebut.

Trump tengah dikejar tenggat untuk menandatangani penangguhan undang-undang relokasi kedutaannya ke Yerusalem untuk enam bulan ke depan. Juru bicara Gedung Putih menyatakan pemindahan kedutaan itu hanya masalah waktu.




Credit  cnnindonesia.com











UE desak AS berhati-hati memutuskan Yerusalem

UE desak AS berhati-hati memutuskan Yerusalem
Bendera Uni Eropa (REUTERS/Fabrizio Bensch)



Brussel (CB) – Uni Eropa (UE) pada Selasa memperingatkan kemungkinan adanya “dampak serius” jika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan besar AS ke sana.
Trump pada Senin (4/12) menunda keputusan mengenai isu yang sangat diperdebatkan itu – sebuah pertanyaan krusial dalam konflik Israel-Palestina – setelah peringatan publik dari sekut dan percakapan telepon pribadi di antara pemimpin dunia.
UE, yang mendukung solusi dua negara dalam konflik tersebut, memperingatkan agar tidak melakukan apa pun yang akan mengancam proses perdamaian.
“Sejak awal tahun ini, Uni Eropa memiliki ekspektasi jelas agar ada refleksi untuk konsekuensi dari setiap keputusan atau aksi unilateral terhadap status Yerusalem,” kata kantor kepala diplomatik UE Federica Mogherini dalam sebuah pernyataan.
“Hal tersebut kemungkinan akan menimbulkan dampak serius terhadap opini publik di sebagian besar wilayah di dunia,” tambahnya.
“Oleh karena itu fokusnya harus tetap pada upaya untuk memulai kembali proses perdamaian dan menghindari aksi apa pun yang akan merusak upaya semacam itu.”
Trump belum membuat keputusan finalnya, kata pejabat AS, namun dia saat ini diharapkan tidak memindahkan kedutaan besar ke Yerusalem – walaupun dia masih mengakui kota tersebut sebagai ibu kota Israel, AFP. 




Credit  antaranews.com






Spanyol batalkan perintah penahanan internasional terhadap Puigdemont

Spanyol batalkan perintah penahanan internasional terhadap Puigdemont
Pemimpin Catalan yang digulingkan Carles Puigdemont memberikan pidato di peluncuran kampanye untuk platform politik




Madrid (CB) - Mahkamah Agung Spanyol pada Selasa mengatakan pihaknya telah menarik perintah penahanan internasional terhadap mantan pemimpin prokemerdekaan Catalunya, Carles Puigdemont, yang saat ini mengasingkan diri di Belgia.

MA mengatakan Puigdemont dan empat anggota kabinetnya di Belgia telah memperlihatkan kesediaan untuk kembali ke Spanyol guna mengambil bagian dalam pemilihan daerah Catalunya pada 21 Desember.

Masa kampanye pemilihan telah dimulai pada Selasa.

Pemilihan itu sendiri diselenggarakan oleh Madrid sebagai upaya untuk menyelesaikan krisis terkait upaya Catalunya, wilayah kaya di timur laut, untuk memerdekakan diri.

Madrid berharap partai-partai yang mendukung kesatuan dengan Spanyol akan memenangi pemilihan.

Partai-partai prokemerdekaan menganggap pemilihan sebagai jalan menuju pemisahan dari Spanyol.

Tidak ada kejelasan soal apakah Puigdemont akan segera kembali ke Spanyol. Di Spanyol, ia kemungkinan akan ditahan sambil menunggu penyelidikan, yang bisa memakan waktu berbulan-bulan.

Kelima politisi yang dipecat Madrid itu pergi ke Belgia setelah Catalunya secara sepihak menyatakan kemerdekaan pada 27 Oktober, yang dianggap ilegal oleh pengadilan Spanyol.

Puigdemont menghadapi dakwaan penghasutan, pemberontakan, penyelewengan dana masyarakat, tidak patuh serta melanggar kepercayaan.

Dakwaan-dakwaan terhadap Puigdemont itu dikeluarkan pengadilan Spanyol pada 3 November.

Para pengacara Puigdemont mengatakan bahwa kejahatan-kejahatan yang dituduhkan pada Puigdemont beserta para anggota kabinetnya itu tidak bisa dikenai hukuman berdasarkan aturan hukum Belgia.

Hakim Belgia yang menangani kasus ekstradisi diperkirakan akan mengumumkan putusannya pada 14 Desember.

Kasus ekstradisi antara Spanyol dan Belgia bisa berlangsung berbulan-bulan karena keputusan pengadilan Belgia bisa diajukan ke pengadilan banding, demikian Reuters.



Credit  antaranews.com