WASHINGTON
- Anggaran militer Amerika Serikat (AS) mencapai USD603 miliar (Rp8.040
triliun) untuk memperkuat pertahanan menghadapi ancaman dan tantangan
pada 2018. Peningkatan anggaran pertahanan sebesar 10% akan berdampak
pada pengurangan bantuan AS kepada negara lain.
Peningkatan anggaran sebesar USD54 miliar atau 10% dari anggaran sebelumnya berdampak pada penurunan anggaran untuk sektor nonmiliter. Itu sesuai pernyataan Trump bahwa anggaran keuangan AS fokus pada keselamatan publik dan keamanan nasional.
Padahal, AS tidak lagi menghadapi peperangan di Irak dan Afghanistan. Kendati demikian, Trump menginginkan AS tetap menjadi kekuatan militer terbesar dan terkuat di dunia. Di depan para gubernur negara bagian saat berkumpul di Gedung Putih, Trump mengungkapkan rencana anggaran pemerintahannya termasuk “peningkatan bersejarah dalam belanja pertahanan untuk meningkatkan militer AS.”
“Peningkatan anggaran belanja militer merupakan peristiwa bersejarah dan akan mengirimkan pesan tentang kekuatan, keamanan, dan penyelesaian kepada negara lain,” kata Trump. “Anggaran belanja militer yang tinggi saat yang tepat merupakan janji saya untuk menjamin rakyat AS tetap selamat,” imbuh dia.
Proposal anggaran pertahanan itu akan diajukan ke Kongres yang dikuasai Partai Republik. Proposal anggaran itu diperkirakan akan diterima dan disetujui. Tetapi, negosiasi anggaran dengan anggota parlemen itu akan memerlukan waktu berbulan-bulan.
“Rencana anggaran Pentagon secara keseluruhan mencapai USD603 miliar,” kata Direktur Anggaran Gedung Putih Mick Mulvaney, dilansir Reuters. Anggaran itu akan diterapkan setelah 30 September 2016. Peningkatan anggaran itu lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi di AS yakni 2,5%.
Dengan peningkatan anggaran pertahanan, Pentagon akan memproduksi lebih banyak kapal perang, pesawat tempur, dan memperkuat kekuatan AS di perairan internasional seperti Laut China Selatan dan Selat Hormuz. Anggaran pertahanan AS memang terbesar di dunia dan tidak ada negara lain yang mampu menyaingi.
Satu perenam dari anggaran federal dialokasikan ke belanjamiliter. Trump juga ingin menambah jumlah tentara Angkatan Darat dari 480.000 menjadi 540.00 prajurit. Dia juga akan memperbanyak batalion marinir dari 23 menjadi 36 atau menambah sekitar 10.000 marinir. Jumlah armada kapal perang AS bahkan akan ditambah menjadi 350 kapal dan 276 kapal selama.
Dia akan meningkatkan jumlah pesawat tempur Angkatan Udara dari 1.100 menjadi 1.200 pesawat. Sistem pertahanan misil dan kemampuan cyber juga menjadi perhatian Trump. Dalam kepemilikan cadangan senjata nuklir, Trump berjanji akan menambah jumlah senjata pemusnah massal tersebut karena tertinggal di belakang Rusia.
Kenaikan anggaran militer itu didukung penuh Komite Pelayanan Angkatan Bersenjata Senat John McCain. Dia mengatakan, selama pemerintahan Barack Obama, militer AS tidak diberikan dana yang cukup dan tidak siap menghadapi ancaman keamanan nasional. “Rencana anggaran militer akan mendapatkan perlawanan dari oposisi di Senat,” kata McCain. “Kita bisa (meningkatkan anggaran militer) dan harus meningkatkannya lebih tinggi,” imbuh dia.
Anggaran Diplomasi Menurun
Dengan peningkatan anggaran militer, itu mengakibatkan pemotongan pada lembaga lain, termasuk Departemen Luar Negeri dan Badan Perlindungan Lingkungan. Sumber yang akrab dalam pembahasan anggaran Gedung Putih menyebutkan pemotongan anggaran Departemen Luar Negeri mencapai 30%.
Itu mengakibatkan banyak restrukturisasi dan penghapusan beberapa program. “Pengurangan terbesar terutama terjadi pada sektor bantuan asing,” kata pejabat AS yang enggan disebutkan namanya kepada AFP. Padahal, AS biasanya menghabiskan USD50 miliar untuk Departemen Luar Negeri dan bantuan asing.
Peningkatan anggaran sebesar USD54 miliar atau 10% dari anggaran sebelumnya berdampak pada penurunan anggaran untuk sektor nonmiliter. Itu sesuai pernyataan Trump bahwa anggaran keuangan AS fokus pada keselamatan publik dan keamanan nasional.
Padahal, AS tidak lagi menghadapi peperangan di Irak dan Afghanistan. Kendati demikian, Trump menginginkan AS tetap menjadi kekuatan militer terbesar dan terkuat di dunia. Di depan para gubernur negara bagian saat berkumpul di Gedung Putih, Trump mengungkapkan rencana anggaran pemerintahannya termasuk “peningkatan bersejarah dalam belanja pertahanan untuk meningkatkan militer AS.”
“Peningkatan anggaran belanja militer merupakan peristiwa bersejarah dan akan mengirimkan pesan tentang kekuatan, keamanan, dan penyelesaian kepada negara lain,” kata Trump. “Anggaran belanja militer yang tinggi saat yang tepat merupakan janji saya untuk menjamin rakyat AS tetap selamat,” imbuh dia.
Proposal anggaran pertahanan itu akan diajukan ke Kongres yang dikuasai Partai Republik. Proposal anggaran itu diperkirakan akan diterima dan disetujui. Tetapi, negosiasi anggaran dengan anggota parlemen itu akan memerlukan waktu berbulan-bulan.
“Rencana anggaran Pentagon secara keseluruhan mencapai USD603 miliar,” kata Direktur Anggaran Gedung Putih Mick Mulvaney, dilansir Reuters. Anggaran itu akan diterapkan setelah 30 September 2016. Peningkatan anggaran itu lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi di AS yakni 2,5%.
Dengan peningkatan anggaran pertahanan, Pentagon akan memproduksi lebih banyak kapal perang, pesawat tempur, dan memperkuat kekuatan AS di perairan internasional seperti Laut China Selatan dan Selat Hormuz. Anggaran pertahanan AS memang terbesar di dunia dan tidak ada negara lain yang mampu menyaingi.
Satu perenam dari anggaran federal dialokasikan ke belanjamiliter. Trump juga ingin menambah jumlah tentara Angkatan Darat dari 480.000 menjadi 540.00 prajurit. Dia juga akan memperbanyak batalion marinir dari 23 menjadi 36 atau menambah sekitar 10.000 marinir. Jumlah armada kapal perang AS bahkan akan ditambah menjadi 350 kapal dan 276 kapal selama.
Dia akan meningkatkan jumlah pesawat tempur Angkatan Udara dari 1.100 menjadi 1.200 pesawat. Sistem pertahanan misil dan kemampuan cyber juga menjadi perhatian Trump. Dalam kepemilikan cadangan senjata nuklir, Trump berjanji akan menambah jumlah senjata pemusnah massal tersebut karena tertinggal di belakang Rusia.
Kenaikan anggaran militer itu didukung penuh Komite Pelayanan Angkatan Bersenjata Senat John McCain. Dia mengatakan, selama pemerintahan Barack Obama, militer AS tidak diberikan dana yang cukup dan tidak siap menghadapi ancaman keamanan nasional. “Rencana anggaran militer akan mendapatkan perlawanan dari oposisi di Senat,” kata McCain. “Kita bisa (meningkatkan anggaran militer) dan harus meningkatkannya lebih tinggi,” imbuh dia.
Anggaran Diplomasi Menurun
Dengan peningkatan anggaran militer, itu mengakibatkan pemotongan pada lembaga lain, termasuk Departemen Luar Negeri dan Badan Perlindungan Lingkungan. Sumber yang akrab dalam pembahasan anggaran Gedung Putih menyebutkan pemotongan anggaran Departemen Luar Negeri mencapai 30%.
Itu mengakibatkan banyak restrukturisasi dan penghapusan beberapa program. “Pengurangan terbesar terutama terjadi pada sektor bantuan asing,” kata pejabat AS yang enggan disebutkan namanya kepada AFP. Padahal, AS biasanya menghabiskan USD50 miliar untuk Departemen Luar Negeri dan bantuan asing.
Melansir CNN, lebih dari 120 pensiunan jenderal meminta Kongres untuk mendukung diplomasi AS dan bantuan AS. Itu bisa menjamin keselamatan warga AS di luar negeri. Trump juga berjanji tidak akan memotong anggaran program sosial kelas menengah, termasuk keamanan sosial dan medicare. Kebijakan kenaikan anggaran militer dikritik Nancy Pelosi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Demokrat.
Dia mengatakan, mengalirkan uang ke Pentagon berarti Trump tidak memprioritaskan keluarga pekerja AS. “Pemotongan anggaran USD54 miliar akan merusak kemampuan kita memenuhi kebutuhan rakyat AS dan memenangkan pekerjaan masa depan,” kata Pelosi. “Presiden Trump mengabaikan kepemimpinan AS di bidang inovasi, pendudukan, sains, dan energi terbarukan,” imbuh dia.
Jonathan Katz, deputi asisten administrator USAID, mengatakan bahwa pemotongan anggaran Trump untuk bantuan asing akan merusak pengaruh dan kepentingan AS di panggung dunia. “Bantuan asing menawarkan nilai lebih untuk uang dan memberikan kontribusi bagi keamanan, ekonomi, dan keselamatan warga AS,” kata dia.
Sedangkan juru bicara Departemen Luar Negeri AS Mark Toner mengungkapkan lembaganya akan bekerja dengan Gedung Putih untuk memprioritaskan anggaran. “Departemen Luar Negeri masih berkomitmen terhadap kebijakan luar AS yang menguntungkan keamanan dan kesejahteraan rakyat AS,” ucap Toner.
China Sindir AS
Kementerian Luar Negeri China berharap peningkatan anggaran belanja AS akan menguntungkan dalam mempertahankan perdamaian global dan stabilitas keamanan dunia. “Kita berharap kebijakan AS akan mempertahankan stabilitas global,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuan.
Menurut Geng, peningkatan anggaran pertahanan itu hipotesis terkait ketegangan Beijing-Washington di Laut China Selatan. “Tentang isu Laut China Selatan, kita menyampaikan situasi berkembang dengan baik, mengarah ke hal yang positif, dan kondisi stabil,” kata dia. China, ungkap Geng, meminta negara di luar kawasan, khususnya AS, untuk menghargai upaya Beijing dan negara Asia Tenggara dalam memelihara perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan.
China diperkirakan akan mengumumkan anggaran militer pekan ini. Tahun lalu anggaran pertahanan China mencapai USD138,93 miliar. Itu meningkat 7,6% dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Harian milik Pemerintah China, Global Times, menyatakan kenaikan anggaran militer AS karena berkaitan dengan ketidakpastian yang dibawa Trump.
“AS merupakan militer yang memiliki kekuatan super,” tulis Global Times. Tapi, ungkap media tersebut, AS masih ingin ekspansi militer karena dibayangi ketidakmampuan menghadapi turbulensi internasional. Sebelumnya, kapal induk Amerika Serikat (AS) mulai rutin menggelar patroli di Laut China Selatan di tengah ketegangan dengan China.
Itu bisa menjadi titik ketegangan baru pemerintahan baru AS. Pengiriman kapal induk itu setelah Kementerian Luar Negeri China pada Rabu (15/2) lalu memperingatkan Washington mengenai kedaulatan Beijing di Laut China Selatan. Atasancamanitu, Angkatan Laut (AL) AS menegaskan kapal induk kelas Nimitz USS Carl Vinsonakanmulaimenggelarpatroli rutin di Laut China Selatan.
Laut China Selatan juga bisa menjadi hal yang memicu friksi Beijing- Washington akan semakin memanas. Apalagi, China menggelar latihan kapal perang di Laut China Selatan pada Jumat (17/2) lalu. Latihan perang itu melibatkan kapal induk dan semua elemen militer Beijing. China mengklaim hampir seluruh sumber daya Laut China Selatan. Itu juga merupakan kawasan strategis di mana nilai lalulintas perdagangan mencapai USD5 triliun per tahun.
Credit sindonews.com