Kamis, 27 November 2014
TNI AL baru punya 151 kapal perang, idealnya 400 KRI siap tempur
CB - TNI Angkatan Laut sedang galak menahan kapal asing yang mencuri kekayaan maritim di Indonesia. Namun mereka mengaku masih memiliki hambatan dalam pengamanan di laut. Salah satunya keterbatasan armada kapal perang yang ada saat ini.
Jumlahnya masih sangat kurang untuk mengamankan wilayah laut Indonesia yang sangat luas.
"Keterbatasan kapal masih menjadi kendala. Saat ini hanya sekitar 60-70 kapal yang melakukan operasi di tiga alur laut kepulauan Indonesia (ALKI)," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Manahan Simorangkir, kepada Antara, Rabu (26/11).
Kadispenal yang didampingi sejumlah stafnya di jajaran Dispenal, mengatakan, dalam menjalankan tugasnya, kapal-kapal patroli tersebut sudah melaksanakan konsep operasi pengamanan ALKI, perbatasan, dan operasi-operasi yang dilaksanakan karena tugas-tugas TNI AL sendiri.
Dengan luas lautan yang dimiliki Indonesia, idealnya TNI dapat mengoperasikan 300-400 KRI. Jumlah ini jauh lebih besar dari jumlah yang saat ini dimiliki, yaitu baru 151 unit.
"Dengan menghitung luas laut yang harus diawasi, dibandingan dengan jumlah kapal, kecepatan kapal dan daya deteksi, idealnya dioperasikan segitu (300-400 kapal)," kata Manahan.
Tak hanya itu, ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) untuk mengoperasikan kapal perang juga belum memadai.
"Pada 2012 kuota BBM hanya 13 persen, pada 2013 meningkat menjadi 21 persen. Pada 2014 ini bertambah menjadi 41 persen dari kebutuhan untuk operasi pengamanan laut," ujarnya.
Namun demikian, TNI AL kini juga sudah mampu mengeliminir kekurangan ketersediaan kapal patroli. Caranya, dengan meningkatkan kapabilitas seluruh kapal patroli yang dioperasikan untuk membantu mengurangi upaya-upaya illegal fishing.
"Kita memiliki komitmen untuk melakukan pengamanan laut agar kasus-kasus pencurian ikan dapat diminimalisir," katanya.
Manahan menambahkan, dengan adanya perubahan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) menjadi Badan Keamanan Laut (coast guard), maka operasi keamanan laut akan lebih efektif dan efisien dalam penggunaan bahan bakar.
Credit Merdeka.com
BATAN: Nuklir Mampu Menangani Penyakit Kritis
Jakarta, CB - Dunia tengah mempromosikan pemanfaatan teknologi nuklir untuk tujuan damai. Kini menurut para ahli, selain sebagai sumber energi alternatif utama, teknologi nuklir juga dikembangkan untuk kepentingan medis. Dunia kedokteran saat ini telah memanfaatkan nuklir untuk penanganan beberapa penyakit kritis seperti kanker dan gangguan ginjal.
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Djarot Sulistio Wisnubroto menjelaskan, penyinaran radiasi telah digunakan untuk penanganan penyakit kanker. Adapun untuk gangguan ginjal, proses renografi telah membantu para dokter untuk mendiagnosis kondisi ginjal pasien.
“Sederhananya, kalau kita kena kanker, obat paling efektif, ya teknologi nuklir. Tapi kita tidak ingin kena kanker, bukan?” ujar Djarot dalam siaran pers, Selasa (25/11). Pemeriksaan renografi, misalnya, mengharuskan injeksi senyawa Iodine-131 hipuran ke dalam tubuh pasien.
Iodine-131 adalah senyawa radioaktif yang akan membantu memetakan fungsi ginjal, adapun hipuran adalah tracer atau senyawa pembawa yang akan membawa Iodine-131 menuju organ yang diperiksa. Dosis senyawa radioaktif yang dimasukkan ke dalam tubuh sangat kecil sehingga tidak mengganggu organ internal tubuh.
Untuk penyakit kanker, dunia kedokteran telah menemukan Positron Emission Tomography (PET) Scan guna mengetahui fase kanker. Tak jauh berbeda dengan Ranogram, saat melakukan PET-Scan, pasien akan disuntik dengan senyawa radioaktif, yang mana senyawa itu akan menuju ke organ target. Selanjutnya, pasien akan masuk ke dalam sebuah scanner berbentuk tabung. Scanner akan memindai, dan hasilnya akan terlihat di layar komputer.
Djarot menambahkan, BATAN sebenarnya telah memproduksi berbagai peralatan berbasis nuklir untuk kepentingan kesehatan namun tidak secara masif. “Kita sudah produksi, tapi itu prototype saja yang akan dijadikan rujukan untuk kepentingan penelitian berbagai rumah sakit,” tambahnya.
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 8,2 juta orang di tahun 2012. Dari total penderita kanker, 20 persen diantaranya disebabkan karena konsumsi rokok, dan 70 persen kematian disebabkan karena kanker paru-paru.
Global Nuklir untuk Kesehatan
Melihat pentingnya nuklir untuk kesehatan umat manusia, berbagai perusahaan nuklir di dunia terus mengembangkan riset nuklir untuk kesehatan, salah satunya adalah Rosatom, perusahaan nuklir asal Rusia. Saat ini Rosatom telah menyuplai produk-produk seperti isotop, radiofarmasi, instrumen radioisotop, dan senyawa kimia termasuk Iodine-131 ke lebih dari 30 negara.Selain itu, Rosatom juga tengah memproduksi peralatan medis khusus Ephatom gamma CT scanner yang bisa mendiagnosis beragam kondisi medis. Produksi masal scanner ini akan dilakukan dalam waktu dekat. “Komitmen kami adalah untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan dami, termasuk nuklir untuk energi. Kami menyediakan beberapa item penting untuk mendukung perawatan bagi para pasien di dunia,” ujar Wakil Presiden Rosatom International Network, Ivan Dybov.
Rosatom tengah mengembangkan sebuah pusat penelitian, pengembangan, dan pelatihan nuklir untuk kesehatan yang direncanakan beroperasi pada 2015 di kota Dimitrovgrad. Rusia juga akan membangun pusat-pusat penelitian nuklir untuk kesehatan di kota-kota lain, seperti di Obninsk dan Tomsk.
Credit GATRAnews
Ratusan Orang Protes di Kedutaan AS di London, Kasus Ferguson
LONDON] Sekitar seribu warga Inggris memprotes di luar kedutaan besar Amerika Serikat di London, Rabu, bersimpati pada demonstrasi di seluruh AS atas pembunuhan seorang remaja kulit hitam oleh polisi kulit putih.
Keputusan untuk tidak menuntut petugas yang menembak mati pemuda kulit hitam tak bersenjata, Michael Brown, 18 tahun, di Ferguson, Missouri, memicu kemarahan dan kerusuhan yang berbasis rasial di kota-kota di seluruh Amerika Serikat pekan ini.
Para demonstran di London mengusung poster-poster bertuliskan "kehidupan kulit hitam itu masalah" dan meneriakkan "angkat tangan jangan tembak", slogan-slogan yang diadopsi oleh para pengunjuk rasa di AS.
Kerabat pemuda kulit hitam yang dibunuh oleh polisi di Inggris menyampaikan pidato di tengah kerumunan massa.
"Kita perlu mengirim pesan kepada keluarga Mike Brown," kata Carol Duggan, yang adalah bibi Mark Duggan, seorang pria kulit hitam 29 tahun yang ditembak polisi di 2011 yang juga diikuti oleh kerusuhan.
"Kami merasakan sakit, kita tahu rasa sakit, kehilangan seseorang di tangan Polisi.
"Itulah sebabnya kita berdiri (di sini) dalam solidaritas dengan komunitas Ferguson. Saya merasa mereka adalah orang-orang yang sangat kuat dan berani." Beberapa pengunjuk rasa membawa lilin, dan satu menit melakukan "keheningan" untuk menghormati mereka yang tewas oleh polisi di seluruh dunia.
Marcia Rigg, adik Sean Rigg, seorang musisi hitam 40 tahun yang meninggal dalam tahanan polisi di London pada tahun 2008, mengatakan kepada kerumunan massa, bahwa dia tidak mendukung pembakaran dan penjarahan tetapi dia memahami kemarahan rakyat.
"Orang-orang di seluruh dunia memahami frustrasi dan kemarahan bahwa ketika orang yang kita cintai dibunuh di jalan-jalan," kata Rigg.
Lebih dari dua ribu prajurit Garda Nasional dikerahkan untuk mendukung polisi di Ferguson, pinggiran kota St. Louis yang berpenduduk 21.000 jiwa, setelah pembakaran dan penjarahan dalam aksi-aksi protes pekan ini.
Protes itu dilakukan setelah keputusan dewan juri bahwa polisi Darren Wilson bertindak untuk membela diri. Wilson mengatakan bahwa ia percaya ia bertindak tepat.
Setelah berjaga di kedutaan, ratusan pengunjuk rasa berbaris ke distrik perbelanjaan pusat kota London Oxford Street, di mana mereka menghentikan arus lalu lintas. [AFP/Ant/N-6]
Credit BeritaSatu
Pemberantasan mafia migas tak bisa hanya 6 bulan
JAKARTA CB - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyampaikan kepada anggota DPD bahwa pemberantasan mafia migas tidak mungkin bisa rampung hanya dalam waktu 6 bulan.
“Tidak mungkin selesai (dalam 6 bulan). Enam bulan itu waktu yang digunakan untuk memetakan masalah, dan tim memberikan rekomendasi, mungkin tidak hanya untuk Kementerian ESDM,” ucap Sudirman dalam rapat kerja dengan Komite II DPD RI, Rabu (26/11).
Sudirman juga menyampaikan bahwa setiap bulan, tim yang digawangi oleh Faisal Basri itu akan memberikan laporan hasil kajian. “Apa yang bisa dikerjakan, langsung dikerjakan,” imbuh dia.
Saat ini, langkah pertama yang dilakukan tim adalah mengkaji keberadaan Petral Ltd., lebih tepatnya mengenai fungsi, kinerja, serta pengawasannya. “Dalam sebulan akan ada rekomendasi (mengenai Petral). Tentu ini merupakan domain dari Bu Rini (Menteri BUMN). Tapi berkaitan juga dengan energi,” ucap Sudirman.
Namun demikian, Sudirman mengaku tidak memiliki angka pasti mengenai kerugian negara yang disebabkan praktik mafia migas. Dia pun enggan mengomentari kabar yang menyebutkan bahwa mafia migas membuat negara merugi Rp 15 triliun per tahun.
“Itu angka yang membutuhkan kajian mendalam, bukan sekadar asumsi. Jadi, nanti biarkan ketua tim dan anggota bekerja. Apakah perlu menghitung atau bagaimana mengatasi masalah-masalah ke depan,” tandas Sudirman.
Untuk diketahui, pemerintah telah membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, atau yang disebut juga dengan Tim Anti-Mafia Migas. Pengamat ekonomi politik UI, Faisal Basri duduk sebagai ketua tim.
Faisal Basri, Senin (24/11/2014), menjelaskan anggotanya terdiri dari Darmawan Prasodjo (mantan Tim Pokja Transisi Pemerintahan), Fahmi Radi (Universitas Gajah Mada), Rofikoh Rohim (Universitas Indonesia), Agung Wicak (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian/UKP4), Daniel Purba (Pertamina), dan Parulian Sihotang (SKK Migas).
"Masih ada dua dua orang lagi yang masih harus dikonfirmasi ulang," ujar Faisal di Kementerian ESDM. Belakangan, nama Teten Masduki, Sekjen Transparency International Indonesia (TI-I) juga disebut masuk dalam anggota tim.
Credit Kontan.co.id
Tim Khusus Mulai Selisik Petral
ANTARA/Rosa Panggabean
Tim kasuistik itu beranggotakan Rofikoh Rokhim (UI), Fahmy Radhi (UGM), Darmawan Prasodjo (ekonom energi), dan Dendi Ramdani (peneliti postdoctoral Faculty of Applied Economics, University of Antwerp).
"Tim ini sifatnya holistis sistemis, membahas mata rantai dari hulu sampai hilir mana saja yang bermasalah dan bagaimana penyelesaiannya," papar Faisal.
Lantaran 100% saham Petral dimiliki PT Pertamina (persero), tim itu segera memanggil Pertamina untuk bisa membeberkan data perdagangan Petral dalam lima tahun terakhir. Untuk menelaah data itu, tim berharap dapat bekerja sama dengan akuntan dan BPKP. Namun, tim tak meminta bantuan KPK karena sifatnya rahasia.
Anggota tim Darmawan Prasodjo mengutarakan data perdagangan Petral yang dianalisis juga berupa harga market-clearing price pada tahun itu.
Ia mencontohkan korelasi negatif harga lelang yang lebih rendah daripada harga kliringnya. "Jika lebih mahal, apa yang terjadi dan apa yang akan terjadi. Nah, ini kita analisis secara cermat dan detail," kata Darmawan yang meraih gelar PhD di Texas A&M University.
Fahmy menambahkan, jika kerja sama impor minyak langsung dengan Angola bisa menghemat uang negara hingga Rp30 triliun, itu bisa menjadi indikasi awal adanya mark-up yang dilakukan Petral.
Menteri ESDM Sudirman Said memberi waktu dalam sebulan ini kepada tim untuk mengkaji Petral. "Sebulan ini tim akan berikan rekomendasi. Ini memang domain menteri BUMN, tetapi secara policy making ada di ESDM," ujarnya seusai bertemu pimpinan DPD RI di Jakarta, kemarin.
Selain menyelisik Petral, komite yang juga dijuluki tim antimafia migas itu akan membedah masalah transparansi harga bahan bakar minyak (BBM). Tim akan meminta Pertamina untuk memberi gambaran detail penetapan harga. "Sekarang orang berbicara macam-macam angka, bahkan otoritas pemerintah diragukan," ujar Sudirman.
Credit MediaIndonesia
Vietnam menantang Tiongkok mengenai Laut Tiongkok Selatan
Patroli Vietnam: Perwira Penjaga Pantai Vietnam mengambil video Kapal Penjaga Pantai Tiongkok yang bergerak maju ke arah kapal Vietnam di Laut Tiongkok Selatan pada Mei 2014. [AFP]
CB - Tawaran Tiongkok baru-baru ini untuk menandatangani traktat kerja sama dengan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara [ASEAN], bahkan saat negara ini melanjutkan proyek reklamasi lahan secara besar-besaran di kepulauan Spratly dan Paracel yang dipersengketakan, merupakan siasat untuk mengendalikan kerusakan yang disebabkan oleh perilakunya di Laut Tiongkok Selatan, demikian kata seorang analis.
Ada petunjuk kemajuan selama KTT ASEAN pertengahan November di ibu kota Myanmar, Nay Pyi Taw, di mana Perdana Menteri Tiongkok, Li Keqiang setuju untuk “secara aktif melaksanakan konsultasi untuk mencapai, berdasarkan konsensus dan pada tanggal secepatnya, Pedoman Perilaku [COC] di Laut Tiongkok Selatan.”
Di samping menawarkan untuk menandatangani traktat persahabatan dan kerja sama, Beijing juga menawarkan kepada bangsa-bangsa ASEAN, USD $20 miliar dalam bentuk pinjaman preferensial dan khusus untuk mengembangkan infrastruktur, sementara tetap menegaskan bahwa negeri ini hanya akan menyelesaikan sengketa maritim secara langsung dengan para penuntut lainnya, daripada secara kolektif atau melalui arbitrase.
“Saya menyebut hal ini sebagai moderasi taktis: ini membuat Tiongkok tampak kooperatif dan konstruktif, tetapi tidak mengindikasikan perubahan dalam kebijakannya secara keseluruhan terhadap sengketa maritim," menurut Ian Storey, seorang analis Laut Tiongkok Selatan di Institute of Southeast Asian Studies yang berkedudukan di Singapura, kepada Asia Pacific Defense Forum [APDF] dalam sebuah email.
Para pemimpin ASEAN telah mendesak pembentukan COC secara segera untuk Laut Tiongkok Selatan sejak 2011. Tetapi, Tiongkok menegaskan negeri ini tidak tergesa-gesa untuk menandatangani serangkaian aturan seperti itu untuk mengatur tindakan negara penuntut di perairan yang dipersengketakan.
“Komentar Li bahwa Tiongkok telah sepakat dengan ASEAN untuk menyimpulkan COC pada tanggal yang secepatnya, menunjukkan perubahan sikap yang lebih baik dan oleh karenanya mengemukakan langkah maju yang lumayan," kata Storey. Ia memperhatikan bahwa pemimpin Tiongkok ini bersikap hati-hati dalam pemilihan kata-katanya, menggunakan kata "konsultasi", bukan "negosiasi" sewaktu merujuk ke formasi COC.
“Menurut saya, ini adalah langkah taktis, dan satu dari beberapa yang telah diambil Tiongkok baru-baru ini demi memperbaiki hubungan dengan negara-negara tetangganya, yang sudah dirusak oleh perilakunya yang agresif di ranah maritim selama beberapa tahun lalu," kata Storey.
Storey mengatakan bahwa Tiongkok tidak berminat menandatangani perjanjian yang komprehensif dan mengikat, yang akan melarang jenis kegiatan yang sudah dilakukannya untuk mendorong tuntutannya atas kewilayahan dan yurisdiksi di Laut Tiongkok Selatan.
“Tiongkok akan berupaya menunda-nunda 'konsultasi' selama mungkin dan hasil akhir adalah COC yang merupakan simbol belaka, dan tidak memiliki kekuatan apa pun untuk menahan kebebasan tindakan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan, atau berdampak pada penggerak pusat persengketaan," katanya.
Tiongkok menjengkelkan Vietnam
Vietnam, yang bersama-sama dengan Tiongkok, baru-baru ini bertekad untuk menghindari konflik senjata di laut, khawatir dengan tindakan negara tetangga raksasa di laut yang diperebutkan itu.
Perdana Menteri Vietnam, Nguyen Tan Dung mengatakan, diperlukan “kerja sama dan upaya kuat” untuk menjaga kedaulatannya di Laut Tiongkok Selatan, yang dirujuk sebagai Laut Timur oleh Vietnam.
“Kita harus bekerja sama dan berupaya keras, tidak hanya dengan Tiongkok, tetapi juga dengan negara lain demi kepentingan perdamaian, stabilitas, persahabatan dan saling percaya," kata Dung.
“Rakyat di seluruh bangsa tahu bahwa Tiongkok menggunakan kekerasan untuk menduduki Gac Ma [Beting Johnson South] dan sebagian kepulauan lainnya yang termasuk dalam kepulauan Truong Sa [Spratly] di Vietnam pada tahun 1988. Pada tahun 2002, Vietnam dan sejumlah negara lain menandatangani DOC bersama dengan Tiongkok, yang mengharuskan semua pihak yang terlibat untuk mempertahankan status quo di Laut Timur,” kata Dung, yang merujuk ke Deklarasi Perilaku Para Pihak [DOC] di Laut Tiongkok Selatan.
Meskipun ada DOC, tapi Tiongkok "terus saja membangun kegiatan di rantai kepulauan Spratly, yang mana pengoperasian Tiongkok di Da Chu Thap [Beting Fiery Cross] adalah dalam skala terbesar,” kata Dung.
“Vietnam secara tegas menolak tindakan ini dari Tiongkok, karena melanggar Ayat 5 DOC,” katanya, dan menambahkan bahwa penolakan yang serupa telah dilontarkan beberapa kali oleh Kementerian Luar Negeri Vietnam.
“Saya juga mengajukan penolakan pada KTT ASEAN ke-25 di [Myanmar] – pada semua konferensi yang diadakan dalam lingkup KTT,” kata Dung.
Lapangan udara Laut Tiongkok Selatan pertama milik Tiongkok kemungkinan di Beting Fiery Cross
Dalam pelanggaran DOC yang potensial, Tiongkok terus saja melanjutkan pengoperasian reklamasi lahan besar-besaran di kepulauan Paracel dan Spratly sejak awal tahun ini, yang menyebabkan Vietnam – saingannya dalam sengketa maritim – untuk mengajukan serangkaian protes kepada Beijing.
Setelah penyelesaian landasan udara sepanjang 2.000 meter di Pulau Woodyyang termasuk dalam Paracel pada bulan Oktober, sekarang telah tampak jelas bahwa Tiongkok sudah menyelesaikan pengerjaan reklamasi pada Beting Fiery Cross di kepulauan Spratly. Tambahan sejauh 3.000 meter ini kemungkinan akan menjadi landasan udara militer pertama Tiongkok di perairan yang dipersengketakan, menurut laporan tanggal 23 November dalam IHS, penerbitan pertahanan yang berkedudukan di Hong Kong.
Citra satelit yang tertangkap oleh penerbitan ini menunjukkan bahwa pengerjaan pengerukan sudah dimulai di sebelah timur pulau karang untuk membuat pelabuhan yang cukup besar untuk menerima tanker dan kapal perang militer.
Kol. Jin Zhirui dari Angkatan Udara Tiongkok mengatakan bahwa ini adalah untuk "alasan strategis", bahwa Tiongkok sedang membangun fasilitas ini di Laut Tiongkok Selatan.
“Kami harus keluar, untuk berkontribusi bagi perdamaian regional dan global. Kami memerlukan sarana seperti ini, termasuk radar dan intelijen," katanya.
Kemungkinan ADIZ Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan menimbulkan kekhawatiran
Aspek paling mencemaskan untuk Asia Tenggara di tengah persengketaan ini yaitu Tiongkok mungkin mendeklarasikan Zona Identifikasi Pertahanan Udara [ADIZ] di Laut Tiongkok Selatan, menurut Robert Beckman, direktur International Law Center di Singapore National University.
“Tiongkok mungkin meminta perlindungan keamanan nasionalnya untuk menyiapkan ADIZ di suatu tempat di bagian selatan pantainya, membentang sekitar 100 mil laut dari garis dasar di Teluk Tonkin," kata Beckman sewaktu seminar dua hari “Laut Timur: Kerja Sama untuk Keamanan dan Pengembangan Regional," yang diadakan 17 dan 18 November di pusat kota Da Nang, Vietnam.
Para akademisi yang menghadiri acara ini merasa khawatir, jika Tiongkok mendeklarasikan ADIZ di perairan yang diperebutkan, negara ini tidak saja akan melanggar hukum internasional, tetapi juga memperuncing situasi.
“Walaupun negara lain tidak berkepentingan untuk mengganggu jalur perkapalan yang melintasi laut dan yang merupakan hal yang vital bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara di wilayah Asia-Pasifik, konflik ini tidak dapat diabaikan dan terdapat risiko saat ini bahwa insiden di laut bisa semakin memuncak menjadi krisis militer dan diplomatik yang serius," kata Storey kepada APDF.
Credit APDForum
Senapan Mosin: Legenda 'Three Line' Rusia
Sederhana, namun lebih kuat dan lebih andal dibanding pesaing-pesaingnya
yang lebih canggih, itulah alasan mengapa senapan Mosin berkaliber
"three line" menjadi senjata dalam perang Rusia-Jepang, Perang Dunia I
dan Perang Dunia II, serta Perang Saudara Rusia.
CB - Sebutkan kata 'Rusia' dan 'senjata', maka senapan
serbu Kalashnikov AK47 akan muncul dalam benak sebagian besar orang.
Namun, sebuah senjata penantang yang kurang dikenal yang tak kalah hebat
adalah senapan Mosin 1891 three line yang digunakan pada perang Rusia-Jepang, Perang Dunia I dan Perang Dunia II, serta Perang Saudara Rusia.
Kehebatan senapan Mosin membuat ia dimodernisasi
hingga empat kali dalam setengah abad, sementara negara-negara lain
harus memperbarui persenjataan mereka dengan desain yang sepenuhnya
baru. Senapan three line ini, yang disebut demikian karena
metode lawas Rusia yang menggunakan garis tertentu untuk mengukur
kaliber senjata api, menunjukkan performa yang mengesankan di seluruh
dunia. Dalam Perang Dunia I, senapan Mosin hasil rampasan sangat
dikagumi oleh pasukan Jerman dan Austria karena efisiensi dan kemudahan
penggunaannya.
Mosin kemudian dikeluarkan untuk tentara Eropa Timur
setelah Perang Dunia II sebelum tersebar jauh dan luas ke negara-negara
berkembang, digunakan dalam perang di Vietnam dan Afghanistan pada
1970-an dan 1980-an.
Kemunculan senjata ini merupakan produk zaman, karena
dalam dekade terakhir abad ke-19, senapan yang ringkas, cepat, dan
akurat menjadi semakin penting di medan perang. Senapan yang menggunakan
mesiu hitam untuk menembakkan peluru timah berat cepat usang karena
adanya desain kaliber yang lebih kecil dan menggunakan klip.
Senapan Mosin, 1947. Foto: TASS
Namun, upaya untuk menyesuaikan model lama gagal,
menandai awal persaingan senjata baru di antara bangsa-bangsa maju.
Sebuah terobosan datang pada 1886 ketika Prancis mengadopsi senapan bolt-action delapan
mm Lt. Col Nicolas Lebel. Menggunakan amunisi mesiu tanpa asap, senapan
ini memiliki jangkauan tembak dua kali lebih jauh dari senapan lain di
medan perang.
Pada 1890, ahli kimia Dmitri Mendeleev
menciptakan mesiu tanpa asap versi Rusia. Temuan tersebut menciptakan
waktu yang tepat untuk meluncurkan sebuah senapan Rusia generasi baru
yang unggul. Akan tetapi, meski perlombaan senjata berlangsung semakin
ketat, peluncuran senjata tersebut ditunda. Tentara Rusia membutuhkan
sistem senjata yang sesuai dengan persenjataannya saat itu dan cocok
untuk diproduksi massal dengan menggunakan kapasitas industri yang ada.
Kemudian, pada 1891, dua desain bersaing ketat dalam
kompetisi yang diadakan oleh Kementerian Perang: senapan Kapten Sergei
Mosin dan senapan insinyur Belgia Leon Nagant. Keduanya sangat berbeda,
senapan Rusia lebih kasar dalam konstruksi dan ditujukan lebih sebagai
prototipe desain akhir. Sementara itu, senapan Nagant telah diberi semua
sentuhan akhir dan siap sebagai senjata umum (general issue).
Kecanggihan model Belgia itu pada akhirnya malah
merugikan karena tidak cocok untuk prajurit rekrutan baru yang rata-rata
tidak memiliki keterampilan menembak. Belum lagi biaya produksinya yang
tinggi. Sementara meski senapan three line itu tampak polos, ia segera menunjukan ketahanan, kemudahan perakitan dan pembongkaran, serta keandalan dalam kondisi buruk.
Desain Mosin mengalahkan saingan asingnya dan pertama
kali digunakan pada 1893 dalam pertempuran antara pasukan Rusia dengan
tentara suku Afghanistan. Tiga juta senapan digunakan saat Perang
Rusia-Jepang pecah pada 1904 dan membuktikan kehebatan tempur mereka di
medan berat dan kondisi iklim yang keras, meski kekurangan suku cadang
dan buruknya dukungan logistik.
Dalam Perang Dunia I, senapan Mosin milik pasukan
Rusia segera menunjukkan keunggulan atas model Inggris dan Prancis yang
lebih rumit, yang sebelumnya telah dibeli dan diuji oleh pemerintah
Tsar.
Senapan Mesin PPSH-41, Kenangan dari Masa Perang
Setelah modifikasi terakhir pada 1944, produksi senjata ini dihentikan setelah perang. Namun, jutaan unit senapan ini tetap digunakan di seluruh dunia dan beberapa di antaranya masih dengan bangga dipanggul sebagai senjata resmi dan seremonial.
Credit RBTH Indonesia
Lubang Cacing di Antariksa, Fiksi atau Nyata?
Penggemar film sedang mengamati poster film Interstellar. (CNN Indonesia/Rizky Sekar Afrisia)
Lubang cacing atau lebih dikenal sebagai jembatan Einstein-Rosen dalam dunia ilmiah, disebut sebagai sebuah jembatan yang menghubungkan dua partikel alam semesta.
Albert Einstein dan asistennya, Nathan Rosen, berusaha untuk menemukan cara yang dapat mengintegrasikan semua kekuatan alam menjadi sebuah model tunggal dan konsisten.
Untuk membuatnya, Einstein dan Rosen menggambarkan sepasang lembar geometris atau menyerupai dataran yang serupa tapi terpisah. Dua dataran ini terhubung oleh sebuah jembatan yang dianggap sebagai partikel alam semesta kita.
Penelitian ini kemudian dipublikasikan dalam sebuah jurnal ilmiah pada tahun 1935. Namun pada akhirnya teori ini ditolak ketika perilaku partikel yang diprediksi oleh Einstein-Rosen tidak sejalan dengan perilaku yang ada di dunia nyata.
Menurut Einstein-Rosen, lubang cacing merupakan hasil dari runtuhan dan sisa-sisa bintang besar padat yang terurai. Hal ini menyebabkan banyak peneliti yang menganggap bahwa pecahan bintang padat ini sangat mungkin menjadi sebuah jembatan. Tapi ada beberapa hal yang meragukan.
Hingga saat ini teori tentang lubang cacing dan hubungannya dengan relativitas waktu memang belum dapat dipecahkan oleh para fisikawan di dunia.
Bahkan banyak fisikawan menganggap bahwa lubang cacing ruang angkasa ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan teori pembentukan alam semesta atau Theory of Everything, yang dapat mengungkap bagaimana setiap partikel dunia terbentuk sejak awal.
Credit CNN Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)