Tampilkan postingan dengan label IRAK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label IRAK. Tampilkan semua postingan

Selasa, 26 Februari 2019

Pasukan Kurdi-AS Pulangkan 280 Warga Irak Pengikut ISIS


Pasukan Kurdi-AS Pulangkan 280 Warga Irak Pengikut ISIS
Ilustrasi keluarga militan ISIS di Suriah. (Fadel SENNA / AFP)



Jakarta, CB -- Pasukan koalisi Amerika Serikat di Suriah memulangkan 280 warga Irak yang menjadi pengikut kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ke negara asalnya. Mereka ditangkap dari wilayah terakhir kelompok teroris tersebut di Suriah.

Melalui pernyataan, media kantor keamanan Irak memaparkan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) telah menahan pejuang ISIS dari berbagai negara "dalam jumlah besar", termasuk lebih dari 500 warga Irak.

SDF merupakan salah satu kelompok bersenjata yang tergabung dalam koalisi AS di Timur Tengah.


"Sejauh ini 280 (warga Irak pejuang ISIS) telah diserahkan," bunyi pernyataan kantor tersebut pada Minggu (24/2).

Seorang juru bicara militer Irak mengonfirmasi hal tersebut. Dia menyebutkan pasukan keamanan Irak telah menerima penyerahan pejuang ISIS gelombang pertama yang berjumlah sekitar 130 orang.

"Transfer (tahanan pejuang ISIS) akan dilanjutkan sampai selesai," bunyi pernyataan itu menambahkan seperti dilansir AFP.

Di sisi lain, penyerahan itu dibantah seorang juru bicara dari pasukan koalisi AS.

Sementara itu, pasukan keamanan Irak juga dikabarkan telah menerima daftar nama para pejuang ISIS asal negaranya.

Daftar itu kemudian akan disamakan dengan data milik pengadilan, yang juga telah mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap para teroris tersebut.

Dalam jumpa pers, Perdana Menteri Irak, Adel Abdel Mahdi mengatakan negaranya terus memantau situasi di Suriah bagian timur "dengan sangat hati-hati dan seksama."

Wilayah itu menjadi benteng pertahanan terakhir ISIS yang saat ini masih terus digempur koalisi AS.

Koalisi AS melaporkan saat ini ISIS telah terkepung di daerah seluas setengah kilometer persegi di sebuah gurun di timur Suriah.

Irak khawatir sisa-sisa pejuang ISIS yang masih bertahan bisa kabur dari wilayah itu melalui perbatasan Irak.
Irak telah mendeklarasikan kemenangan terhadap ISIS pada Desember 2017 lalu, setelah berhasil merebut wilayah-wilayah yang sempat dikuasai kelompok teroris itu sejak 2014 lalu. 




Credit  cnnindonesia.com




Kurdi Mengeluh Kerepotan Urus Tawanan dan Pengungsi ISIS


Kurdi Mengeluh Kerepotan Urus Tawanan dan Pengungsi ISIS
Keluarga militan ISIS yang menyerah dan ditampung pasukan Kurdi di Suriah. (Fadel SENNA / AFP)




Jakarta, CB -- Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin etnis Kurdi dan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat mulai mengeluh kerepotan menampung dan mengurus para pengungsi dan tawanan perang militan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang ditangkap, terutama warga asing. Mereka mendesak supaya negara-negara asal para anggota ISIS bertanggung jawab memulangkan warga mereka karena dianggap menjadi beban.

"Jumlah para militan asing dan kerabat mereka yang kami tahan meningkat tajam. Fasilitas kami tidak sanggup menampungnya," kata juru bicara urusan luar negeri Kurdi, Abdel Karim Omar, seperti dilansir AFP, Senin (25/2).

Omar menyatakan SDF sampai saat ini mengevakuasi sekitar 5000 orang dari Baghouz, yang merupakan kantong pertahanan terakhir ISIS di Suriah. Mereka terdiri dari lelaki, perempuan, dan anak-anak.

Kelompok Kurdi sudah berulang kali meminta negara-negara yang warga negaranya menjadi pengikut ISIS dan tertangkap supaya segera memulangkan. Namun, kebanyakan enggan melakukan itu karena mereka khawatir para anggota ISIS itu justru bisa membuat masalah di kampung halamannya jika dipulangkan.

"Ribuan warga asing yang kabur dari wilayah ISIS membuat beban kami yang sudah berat menjadi bertambah. Hal ini menyulitkan kami, kecuali sejumlah negara bertanggung jawab atas warga negaranya," kata Juru Bicara SDF, Mustafa Bali.

Menurut lembaga pegiat hak asasi manusia berbasis di Inggris, Observatorium HAM untuk Suriah, menyatakan sekitar 46 ribu warga asing kabur dari wilayah ISIS. Mereka yang merupakan warga sipil dibawa ke kamp pengungsian, sedangkan yang militan langsung dijebloskan ke penjara Kurdi.

Menurut Omar, saking banyaknya militan asing ISIS yang ditangkap membuat penjara Kurdi sampai kelebihan kapasitas.

Sedangkan kondisi kamp pengungsian, salah satunya Al Hol, juga mulai sesak karena jumlahnya pendatang terus bertambah. Omar menyatakan jika hal ini terus terjadi, maka bakal terjadi masalah baru.

"Kami harus menyediakan tenda tambahan dan perlengkapan lainnya, menambah pasokan air, fasilitas mandi cuci kakus, dan obat-obatan," kata Omar.

Pertempuran melawan ISIS di Suriah terus berlangsung. Mereka saat ini semakin terdesak dan dilaporkan sisa-sisa anggota mereka kabur dan bergabung dengan kelompok yang berada di Irak. Menurut sumber CNNIndonesia.com, saat ini ada 38 warga negara Indonesia pengikut ISIS yang ditangkap oleh pasukan Kurdi. 




Credit  cnnindonesia.com


Rabu, 20 Februari 2019

Diplomat: Pasukan AS Tinggalkan Irak jika Diminta Baghdad



Diplomat: Pasukan AS Tinggalkan Irak jika Diminta Baghdad
Foto/Ilustrasi/Istimewa

 

BAGHDAD - Pasukan Amerika Serikat (AS) akan meninggalkan Irak jika Baghdad memintanya. Hal itu diungkapkan oleh Kuasa Usaha Kedutaan Besar AS di Irak, Joey Hood.

"Kehadiran pasukan AS saat ini datang atas permintaan pemerintah federal Irak," ujar Hood.

"Angkatan bersenjata Irak tidak siap untuk menjaga keamanan (Irak) tanpa dukungan pasukan asing," tambah diplomat itu, melanjutkan untuk menggambarkan laporan media baru-baru ini mengenai mobilisasi pasukan AS yang baru sebagai disinformasi.

"Sebagian besar rekaman ini berasal dari tahun 2006," ungkap Hood mengacu pada video yang dibagikan secara online yang konon menunjukkan penyebaran pasukan AS yang baru di Irak.

Ia menyatakan bahwa AS tidak akan menggunakan wilayah Irak atau wilayah udaranya untuk menyerang negara lain di wilayah itu.

"Presiden (Donald) Trump telah berulang kali mengatakan bahwa dia tidak ingin pasukan AS melakukan 'perang yang tidak perlu'," kata Hood seperti disitir dari Anadolu, Rabu (20/2/2019).

"Dia tentu tidak ingin perang dengan Iran," imbuhnya, menekankan bahwa pemerintahan Trump lebih suka menggunakan cara diplomatik seperti sanksi ekonomi untuk mencapai tujuannya.

Menurut Hood, pemerintah AS juga tidak ingin mengubah atau mengamandemen perjanjian strategis antara Washington dan Baghdad. Ia merujuk pada Perjanjian Kerangka Kerja Strategis AS-Irak 2008, yang mengatur hubungan antara kedua negara, terutama dalam bidang militer dan urusan ekonomi.

Hood juga membantah keberadaan pangkalan AS di Irak. "Hanya pelatih dan penasihat," ucapnya.

Diperkirakan 5.000 pasukan AS tetap berada di Irak sejak 2014, ketika Washington membangun koalisi militer bersama-sama dengan tujuan memerangi kelompok teroris ISIS.

Selain melatih pasukan Irak, koalisi yang dipimpin AS terus memberikan dukungan udara kepada tentara Irak, yang memungkinkannya untuk memburu dan menghancurkan keberadaan kelompok teroris yang masih tersisa.

Pada akhir 2017, Baghdad menyatakan kemenangan atas ISIS setelah perang tiga tahun yang berakhir dengan jatuhnya Mosul, benteng terakhir kelompok ekstrimis yang tersisa di Irak.

Akan tetapi, tentara Irak terus melakukan operasi terhadap "sel-sel tidur" ISIS yang diduga tetap aktif di bagian-bagian tertentu negara itu. 



Credit  sindonews.com






Jumat, 08 Februari 2019

Akhir Kekuasaan Kekhalifahan ISIS di Suriah-Irak


Militan ISIS berparade di atas tank di Suriah.
Militan ISIS berparade di atas tank di Suriah.
Foto: AP Photo

Trump Prediksi seluruh Wilayah ISIS di Suriah dan Irak akan direbut pekan depan.



CB, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memprediksi ISIS akan kehilangan seluruh wilayah mereka di Irak dan Suriah pada pekan depan. Ia mengatakan AS tidak akan berhenti memerangi sisa-sisa pasukan ISIS meskipun ia ingin menarik pasukan AS dari Suriah, sebuah keputusan yang sangat ditentang sebagian besar penasihat pertahanannya.

"Harusnya diumumkan dalam waktu dekat, mungkin pekan depan, kami akan memiliki 100 persen wilayah kekhalifan ISIS," kata Trump di depan 79 perwakilan negara anggota koalisi anti-ISIS, Kamis (7/2).

Selama beberapa pekan terakhir pejabat-pejabat AS mengatakan ISIS sudah kehilangan 99,5 persen wilayah mereka. Kini kekuasaan ISIS di Suriah kurang dari 5 kilometer persegi. Wilayah tersebut berada di desa-desa di Lembah Sungai Eufrat Tengah. "Ini bukan akhir perlawanan Amerika, perang ini akan kami lanjutkan bersama Anda," kata Trump.

Namun ada kekhawatiran penarikan pasukan AS dapat membuat kelompok teror tersebut memperluas wilayah mereka. Dalam pertemuan di Departemen Luar Negeri AS tersebut Trump mengatakan biarpun sisa-sisa pasukan ISIS masih berbahaya tapi ia bertekad untuk membawa pulang pasukan AS.

Dikutip AP, ia meminta anggota-anggota koalisi lainnya untuk ambil bagian dalam peperangan melawan terorisme. Dukungan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada keputusan Trump ini membuat anggota-anggota koalisi anti-ISIS terkejut.

Keputusan Trump menarik pasukan dari Suriah juga menyebabkan Menteri Pertahanan Jim Mattis dan Utusan AS untuk koalisi anti-ISIS Brett McGurk mengundurkan diri. Kini petinggi-petinggi militer AS menghadapi kekhawatiran yang baru.

Pejabat-pejabat militer AS berusaha menunda keinginan Trump tersebut. Menurut mereka ISIS masih menjadi ancaman nyata dan berpotensi untuk terbentuk dan berkembang kembali. Kebijakan militer luar negari AS mengharuskan pasukan berada di medan perang sampai seluruh kelompok teror binasa.

Kekhawatiran ISIS akan melakukan manuver strategis untuk terus merunduk sampai semua pasukan AS ditarik membuat Trump dihujani kecaman. Sebuah kecaman yang pernah ia sampaikan ke Presiden AS Barack Obama yang menarik mundur pasukan dari Afghanistan.

Kepada anggota koalisi anti-ISIS, Pompeo mengatakan rencana penarikan pasukan ini 'tidak akan mengubah misi utama koalisi'. Tapi hanya mengubah taktik untuk melawan kelompok yang masih dianggap sebagai ancaman. "Dalam era baru ini, pihak berwajib setempat dan pembagian informasi menjadi sangat krusial, dan perlawanan kami tidak harus selalu mengedapankan militer," kata Pompeo.  

Pada hari Rabu (6/2) pejabat senior militer AS memberitahu Kongres penarikan pasukan akan memperumit upaya mereka. Kepada Komite Pelayanan Militer House Of Representative pejabat militer AS, Asisten Sekretaris Pertahanan Operasi Khusus Owen West mengatakan ia memiliki penilaian yang sama dengan Jim Mattis.

Dalam sidang yang sama Wakil Direktur Operasi Pasukan Gabungan AS Mayor Jendral James Hecker mengatakan penarikan pasukan akan mempersulit upaya militer AS untuk terus menekan ISIS. Ia mengatakan akan terjadi penurunan tekanan di Suriah.

"Kekhawatirannya adalah jika kami mengeluarkan pasukan dari Suriah mungkin akan menghentikan tekanan kepada pasukan ISIS di Suriah, jadi misi kami adalah mencari tahu apa yang bisa terus kami lakukan untuk memberi tekanan di Suriah tanpa ada pasukan di lapangan," kata Hecker.

Hecker mengatakan penarikan pasukan akan juga memberatkan pihak lain. Tapi ia tidak menjelaskan pihak mana yang ia maksudkan.




Credit  republika.co.id





Rabu, 06 Februari 2019

AS Akan Lindungi Israel dengan Intai Militer Iran dari Irak


AS Akan Lindungi Israel dengan Intai Militer Iran dari Irak
Presiden Amerika Serikat Donald John Trump. Foto/REUTERS

WASHINGTON - Presiden Donald Trump mengatakan militer Amerika Serikat akan terus melindungi Israel, tetapi tetap akan menarik total pasukan Washington dari Suriah. Menurut Trump, Amerika Serikat akan mengintai militer Iran dari pangkalan militer di Irak.

Keputusan Trump untuk menarik sekitar 2.000 tentara AS dari Suriah memicu kekhawatiran bahwa langkah itu dapat meninggalkan sekutu Washington, yakni Israel dan Kurdi, dalam kesulitan. Langkah itu juga membuka jalan bagi Iran, Turki dan Rusia untuk memperluas pengaruh mereka di negara yang dipimpin Presiden Bashar al-Assad tersebut.

Trump mengatakan pasukan AS dapat mengawasi aktivitas Iran dari pangkalan di Irak. Menurutnya, Washington tidak akan menyerah, meskipun bersikeras bahwa dia tidak akan menggunakan pangkalan itu untuk menyerang wilayah Republik Islam Iran.

"Kami menghabiskan banyak uang untuk membangun pangkalan yang luar biasa ini. Kita mungkin juga mempertahankannya. Dan salah satu alasan saya ingin mempertahankannya adalah karena saya ingin melihat sedikit pada Iran karena Iran adalah masalah nyata," katanya dalam wawancara dengan CBS, hari Minggu (3/2/2019).

“Yang ingin saya lakukan adalah bisa menonton. Kami memiliki pangkalan militer yang luar biasa dan mahal yang dibangun di Irak. Itu sempurna terletak untuk melihat seluruh bagian berbeda dari Timur Tengah yang bermasalah ketimbang berhenti," ujarnya.

Alasan Trump untuk menarik total pasukan AS dari Suriah adalah karena ISIS sudah dikalahkan.

Para pejabat Israel telah menunjuk pangkalan al-Tanf di Suriah selatan, dekat perbatasan dengan Irak dan Yordania, sebagai kunci untuk membatasi upaya Iran dalam menyelundupkan senjata ke Suriah dan Lebanon.

Penarikan pasukan Amerika itu telah memicu kecaman dari anggota Parlemen di Washington. Pekan lalu, para politisi memberikan suara yang menentang keputusan Presiden Trump tersebut. Sebuah amandemen dari Kongres mengatakan bahwa ISIS dan al-Qaeda masih menjadi ancaman bagi kepentingan AS dan penarikan pasukan Amerika dari Suriah akan memungkinkan kelompok teroris untuk berkumpul kembali. "Menggoyahkan wilayah kritis dan menciptakan kevakuman yang dapat diisi oleh Iran atau Rusia," bunyi pernyataan bersama para anggota Kongres. 



Credit  sindonews.com




Beredar Tulisan Tangan Saddam Hussein tentang Kematian


Surat tulis tangan Saddam.
Surat tulis tangan Saddam.
Foto: Alarabiya
Putri Saddam kerap membagikan kenangan-kenangan dari Sang Ayah.



CB, Akun twiter Raghad, putri almarhum mantan penguasa Irak, Saddam Hussein, beberapa waktu terakhir membuat heboh dengan membagikan kenangan-kenangan dari sang ayah. Beberapa bulan lalu, Raghad membagikan bait-bait syair yang ditulis Saddam.


Yang teranyar, seperti dikutip dari Alarabiya, Raghad membagikan coretan tangan Saddam yang berisi tentang kematian  pada Ahad (3/2) lalu. Surat tersebut ditulis almarhum selama berada di penjara.


Raghad menuliskan keterangan di akunnya itu, dengan redaksi kalimat: ”Sebagian risalang ‘Sang Syahid (Saddam) di penjara untuk putrinya Raghad.”


Dalam tulisan tangan yang ditulis di atas kertas buku tersebut, Saddam menuliskan pesannya menggunakan bahasa Arab fusha. Pada pengujung surat tersebut disebutkan tertulis pada 2003. Berikut salinan pesannya:


“Qanaah telah menancap dalam diriku, meski mereka berada di garis kematian, tetapi jika Allah berkehendak lain, Dia Mahaberkuasa atas segala sesuatu. Suatu hari datang kepadaku sebuah surat dari jenderal mereka (AS dan sekutunya), dan penerjemah memberitahuku, dia menerjemahkan perkataan jenderal (dalam surat itu), bahwa isi surat adalah seruan kepadamu wahai Saddam Husein dan segenap bangsa Irak serta angkatan bersenjatanya, agar menyerahkan senjata dan tak melawan. Peristiwa itu terjadi pada bulan ke-12 pada 2003.


Sebagai informasi, AS dan sekutunya melakukan agresi ke Irak pada 2003 atas tuduhan kepemilikan Irak senjata massal. Saddam tertangkap dan dieksekusi mati pada 30 Desember 2006, di saat dunia Islam tengah merayakan Idul Adha.  



Credit  republika.co.id





Senin, 04 Februari 2019

Dubes Venezuela di Irak Akui Guaido sebagai Presiden


Dubes Venezuela di Irak Akui Guaido sebagai Presiden
Duta Besar Venezuela untuk Irak, Jonathan Velasco Ramirez mengatakan, ia mengakui kepala Juan Guaido sebagai presiden sementara negara itu. Foto/Reuters

BAGHDAD - Duta Besar Venezuela untuk Irak, Jonathan Velasco Ramirez mengatakan, ia mengakui kepala Majelis Nasional Venezuela, Juan Guaido sebagai presiden sementara negara itu.

"Satu-satunya tempat kami adalah di pihak rakyat, konstitusi, dan Majelis Nasional. Juan Guaido memiliki hak dan kewajiban konstitusional untuk menggambil tanggung jawab sebagai pemimpin Republik Venezuela," ucap Ramirez.

"Guaido, Anda berada di sisi yang benar dari sejarah, rakyat, dan konstitusi. Presiden Venezuela Nicolas Maduro dan klan perampas kekuasaannya telah melewati batas," sambungnya dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Sputnik pada Minggu (3/2).

Gelombang pemberontakan dari para pejabat di Venezuela semakin besar. Sebelumnya, Jenderal Francisco Yanez dari komando tertinggi angkatan udara (AU) memberontak terhadap Maduro dan mengakui pemimpin oposisi Guaido sebagai presiden sementara.

Yanez mengatakan, sebagian besar angkatan bersenjata sudah tidak mendukung Maduro. "Rakyat Venezuela, 90 persen angkatan bersenjata Venezuela tidak bersama diktator, mereka dengan rakyat Venezuela. Mengingat kejadian beberapa jam terakhir, transisi ke demokrasi sudah dekat," kata Yanez. 




Credit  sindonews.com




Novelis Irak ditembak mati di Karbala


Novelis Irak ditembak mati di Karbala
ilustrasi penembakan (ANTARA News/Ridwan Triatmodjo)




Karbala, Irak (CB) - Seorang pengendara sepeda motor menembak Alaa Mashzoub, novelis Irak, hingga mati di dekat rumahnya di kota suci Syiah, Karbala, pada Sabtu, kata polisi dan sejumlah saksi mata.

Mashzoub, 50 tahun, sedang dalam perjalanan pulang ketika ia ditembak beberapa kali, kata polisi Sabtu malam. Belum jelas apa motif penembakan tersebut dan kelompok apa yang mengaku bertanggung jawab, kata mereka.

"Bidang kebudayaan kehilangan salah seorang penulis khusus," kata Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Abdul Amir al-Hamdani dalam pernyataan pada Ahad.

Mashzoub aktif di komunitas masyarakat madani Karbala.

Serikat penulis Irak mengutuk penembakan tersebut dan menyalahkan pasukan keamanan karena tidak berbuat cukup untuk melindungi para cendikiawan.

"Serikat ini memegang peran sentral dan pemerintah setempat bertanggung jawab penuh, karena mereka telah gagal menjaga keselamatan publik," katanya dalam pernyataan.

Mashzoub menulis beberapa novel dan kumpulan cerita pendek yang meraih penghargaan sastra di tingkat lokal dan regional, demikian Reuters.




Credit  antaranews.com




Sabtu, 02 Februari 2019

Australia Akui Serangan Udara di Mosul Tewaskan Warga Sipil


Ilustrasi serangan udara di Mosul, Irak. (AFP Photo/Aris Messinis)


Jakarta, CB -- Angkatan bersenjata Australia mengakui serangan udara mereka di kota MosulIrak, dua tahun lalu membunuh 18 warga sipil, ketika wilayah itu masih dikuasai kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Mereka menyatakan hal itu setelah menggelar penyelidikan.

Dilansir dari AFP, Jumat (1/2), setelah penyelidikan internal, angkatan bersenjata Australia menyatakan serangan udara koalisi melawan militan ISIS di wilayah utara Irak pada 13 Juni 2017 diduga kuat turut menewaskan warga sipil.

"Koalisi memperkirakan sekitar 6 hingga 18 warga sipil telah terbunuh dalam serangan di wilayah Al Shafaar," demikian bunyi laporan itu.

Menurut Kepala Staf Gabungan Operasi, Marsekal Mel Hupfeld dari Angkatan Udara Australia, serangan udara itu terjadi pada 13 Juni 2017. Saat itu pasukan Irak meminta bantuan karena melihat petempur ISIS sudah membuat pertahanan di Mosul.


Angkatan Udara Australia yang berada di Irak lantas mengerahkan dua jet tempur Boeing F/A-18E/F Super Hornet. Keduanya diperintahkan menjatuhkan bom di sejumlah bangunan dan alun-alun di Mosul.

Hupfeld menyatakan selepas serangan, awak jet tempur menyatakan bom berhasil mengenai sasaran. Mereka juga langsung melakukan prosedur penilaian yang menyatakan tidak terdapat korban warga sipil.

Meski demikian, berdasarkan laporan kelompok pemantau Airwars, jumlah warga sipil yang tewas dan diakui oleh koalisi dalam serangan udara itu meleset. Mereka menyatakan saat itu 34 orang tewas dan 16 lainnya luka-luka.

Diperkirakan sekitar 7.468 warga sipil tewas dalam serangan udara melawan ISIS di Irak.

Setelah ditelusuri, ternyata memang benar jatuh korban warga sipil dalam serangan itu. Namun, Hupfeld berdalih masih tidak yakin serangan udara mereka meleset. Dia berkilah sasaran serangan berada di lokasi yang rumit karena kelompok yang bertikai berada berdekatan.


Hupfeld beralasan seluruh pihak yang bertikai baik pasukan Irak dan ISIS bertempur dekat pemukiman, dan tidak tahu lagi siapa yang harus bertanggung jawab.

"Kami sebenarnya tidak tahu bagaimana warga sipil ini tewas di medan perang," ujar Hupfeld.

Koalisi yang dipimpin AS mengakui serangan itu menelan lebih dari 1.100 korban sipil. Serangan udara dilakukan untuk merebut kembali kota terbesar kedua Irak itu.

ISIS melakukan perlawanan sengit ketika itu. Mereka menerapkan sejumlah taktik untuk mempertahankan Mosul, seperti serangan granat dari pesawat nirawak, membuat jalur serangan melalui lorong-lorong bangunan, memasang perangkap berupa bom, dan juga melancarkan serangan bom bunuh diri.


Pasukan koalisi diperkirakan menggelar 32,397 serangan terhadap basis pertahanan ISIS di Irak dan Suriah, antara Agustus 2014 hingga akhir Agustus 2018.

Para kritikus menganggap strategi pasukan koalisi terlalu mengandalkan kekuatan udara. Meskipun dianggap lebih cepat dan dapat meminimalisir kerugian bagi pasukan koalisi, tetapi serangan udara lebih beresiko membahayakan nyawa warga sipil.

Dampak serangan udara semakin parah karena ISIS kerap menyandera dan menggunakan warga sipil sebagai upaya perlindungan agar tidak terdeteksi, dan menghindari gempuran.

Credit CNN Indonesia



https://m.cnnindonesia.com/internasional/20190201201324-113-365839/australia-akui-serangan-udara-di-mosul-tewaskan-warga-sipil




Kamis, 31 Januari 2019

Raja Spanyol Kunjungi Baghdad


Raja Spanyol, Felipe VI
Raja Spanyol, Felipe VI
Foto: ABC News
Ini merupakan kunjungan pertama Raja Spanyol dalam waktu 40 tahun.




CB,  BAGHDAD -- Raja Spanyol Felipe VI melakukan kunjungan resmi pertamanya ke ibu kota Irak, Baghdad pada Rabu (30/1).  Ini merupakan kunjungan pertama kali Raja Spanyol dalam waktu 40 tahun sebagai negara anggota koalisi internasional kelompok ISIS.

Sumber Kementerian Luar Negeri yang meminta anonim dikutip Anadolu Agency mengatakan, kedatangan Raja disambut dalam sebuah upacara resmi.  Presiden Irak Barham Salih menerima langsung Raja Felipe.


Sekitar 425 personel militer Spanyol saat ini bertugas di koalisi yang dipimpin AS. Koalisi itu dibentuk pada 2014 untuk melawan kelompok teroris ISIS. Kontingen Spanyol dilaporkan telah ditugaskan secara eksklusif untuk melatih personel militer Irak dan tidak terlibat dalam operasi tempur.



Ketika koalisi dibentuk pada 2014, Madrid awalnya hanya mengirim 30 personel militer untuk melayani dengan aliansi. Namun, dalam lebih dari empat tahun sejak itu, kontribusi Spanyol meningkat secara bertahap.
Pada akhir 2017, para pejabat di Baghdad menyatakan bahwa kehadiran militer ISIS di Irak telah hancur setelah perang tiga tahun antara kelompok teroris dan tentara Irak yang didukung koalisi.


Namun demikian, Baghdad terus melakukan operasi terhadap keberadaan kelompok itu yang masih ada di bagian-bagian tertentu negara itu.

Raja Felipe adalah salah satu dari pemimpin yang mengunjungi Baghdad sejak awal tahun ini, termasuk Presiden AS Donald Trump. .Baghdad juga menjadi tuan rumah bagi para diplomat utama dua sekutu utamanya, Washington dan Teheran. 





Credit  republika.co.id




Minggu, 27 Januari 2019

Demonstran Kurdi Serbu Pangkalan Militer Turki di Irak, 2 Tewas

Sejumlah demonstran Kurdi yang penuh kemarahan menyerbu sebuah pangkalan militer Turki dan merusak kendaraan serta peralatan militer. Foto/Istimewa



BAGHDAD - Sejumlah demonstran Kurdi yang penuh kemarahan menyerbu sebuah pangkalan militer Turki di wilayah otonom Kurdistan Irak, Sabtu (26/1/2019). Mereka merusak kendaraan dan peralatan militer dalam sebuah konfrontasi yang menewaskan dua orang dan 15 terluka.

Ratusan demonstran Kurdi berkumpul di luar sebuah pangkalan militer Turki di dekat kota Shaladze, barat laut Duhok, Irak, untuk memprotes pemboman Turki minggu lalu yang menewaskan sedikitnya empat warga sipil.
Militer Turki secara teratur melakukan serangan udara di Irak utara terhadap Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang bermarkas di Pegunungan Qandil dan memiliki pos terdepan dan pangkalan gerilyawan yang tersebar di seluruh wilayah perbatasan Turki-Irak-Iran. Ankara juga telah melakukan puluhan operasi darat lintas batas yang menargetkan PKK selama bertahun-tahun.



NRT, saluran berita di Kurdistan Irak, menyiarkan video yang menunjukkan asap membumbung dari pangkalan Turki ketika ratusan pemrotes mencoba memotong kawat berduri dan menghadapi pasukan Turki. Dalam video lain dari NRT, jet Turki terlihat melakukan terbang rendah dan menjatuhkan suar kepada para pengunjuk rasa.

NRT melaporkan bahwa enam jurnalisnya yang meliput protes ditangkap oleh pasukan keamanan Kurdi dan kemudian dibebaskan.

Menurut saksi mata, pasukan Turki pada awalnya menembaki para pengunjuk rasa. Seorang bocah lelaki berusia 13 tahun dan seorang lelaki berusia 60 tahun tewas, bunyi laporan jaringan berita Kurdi, Rudaw.

Setidaknya dua tentara Turki dilaporkan disandera sebelum dibebaskan ke pasukan keamanan Kurdi Irak. Ada juga laporan yang tidak diverifikasi bahwa pasukan Turki telah meninggalkan kamp.

Atas kejadian itu Kementerian Pertahanan Turki mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa beberapa kendaraan dan peralatan rusak dalam aksi provokasi yang dilakukan organisasi teror PKK.

Kelompok sayap kiri PKK telah melakukan pemberontakan terhadap Turki sejak tahun 1984 dan dianggap sebagai organisasi teroris oleh Turki, Amerika Serikat dan Uni Eropa.


Pemerintah Daerah Kurdistan mengeluarkan pernyataan yang menyatakan belasungkawa kepada keluarga para korban tetapi mengatakan "tangan yang mengganggu" ada di belakang protes, dalam referensi yang jelas ke PKK.

"Otoritas terkait sedang melakukan penyelidikan menyeluruh dan para pelaku akan diadili," katanya. Bala bantuan keamanan juga dikirim ke wilayah tersebut seperti dikutip dari Deutsche Welle, Minggu (27/1/2019).

Partai Demokrat Kurdistan (KDP) yang mendominasi provinsi Irbil dan Duhok adalah pesaing PKK dan memiliki hubungan dekat dengan Turki.

Sejak 1990-an, Turki telah mendirikan setidaknya selusin pangkalan militer dan kantor intelijen di wilayah Kurdistan Irak untuk mendukung operasi melawan PKK. Insiden hari Sabtu adalah yang pertama dari jenisnya melawan kehadiran Turki di Kurdistan Irak.

Credit Sindonews.com



https://international.sindonews.com/read/1373886/43/demonstran-kurdi-serbu-pangkalan-militer-turki-di-irak-2-tewas-1548560564






Jumat, 25 Januari 2019

Putra Mahkota Saudi tawarkan dukungan penuh untuk keamanan Irak


Putra Mahkota Saudi tawarkan dukungan penuh untuk keamanan Irak
Saudi Arabia's Crown Prince Mohammed bin Salman (left) and King Salman bin Abdulaziz (right). (the Saudi Government)



Erbil (CB) - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed Bin Salman pada Kamis, melalui percakapan telepon dengan Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi, menawarkan bantuan dukungan secara penuh untuk keamanan berkelanjutan Irak.

Kedua negara berselisih sejak Irak melakukan invasi di Kuwait pada 1990. Percakapan tersebut merupakan indikasi terbaru dalam upaya memperbaiki hubungan tersebut, yang dimulai dengan membuka kembali kedutaan besar Arab Saudi di Baghdad pada 2016.

"Yang Mulia... menyatakan ... dukungan penuh Kerajaan Arab Saudi untuk Irak dan dukungannya untuk keamanan dam kemakmuran Irak secara permanen," menurut pernyataan kantor Perdana Menteri.

Rayuan Arab Saudi terhadap Baghdad merupakan bagian dari upaya gabungan dengan Amerika Serikat untuk menghentikan pengaruh Iran yang sedang berkembang di kawasan, sementara Irak mencari keuntungan ekonomi dari hubungan yang lebih erat dengan Riyadh.

Berdasarkan pernyataan tersebut, perdana menteri Irak menyambut perkembangan hubungan tersebut.

Pada Oktober 2017, dua bulan menjelang deklarasi kemenangan Irak atas ISIS, sejumlah negara membangun Dewan Koordinasi Bersama Irak-Saudi, guna membantu membangun kembali wilayah-wilayah yang hancur yang direbut kembali dari ISIS di Irak.



Credit  antaranews.com




Rabu, 16 Januari 2019

Ikuti Jejak AS dan Iran, Raja Abdullah Kunjungi Irak


Raja Yordania Abdullah II.
Raja Yordania Abdullah II.
Foto: Reuters/Jonathan Ernst

Kedua negara membicarakan kesepakatan jaringan pipa minyak sepanjang 1.700 km.




CB, BAGHDAD -- Raja Yordania Abdullah II bertemu dengan Presiden Irak Barham Saleh di Baghdad pada Senin (14/1). Itu merupakan kunjungan perdana Raja Abdullah ke Irak selama lebih dari satu dekade terakhir.

Seperti dilaporkan laman Al-Araby, dalam kunjungan tersebut, Raja Abdullah dan Saleh membahas tentang hubungan bilateral kedua negara, termasuk kerja sama yang hendak dijalin. Kesepakatan-kesepakatan yang telah tercapai pada beberapa tahun lalu juga turut dibicarakan.

Salah satunya adalah kesepakatan tentang pembangunan jaringan pipa minyak sepanjang 1.700 kilometer yang menghubungkan Provinsi Basra dan pelabuhan Aqaba di Yordania. Kesepakatan yang tercapai pada 2013 itu sempat tak direalisasikan karena operasi ISIS di hampir sepertiga wilayah Irak.

Tahun lalu Yordania menyetujui kerangka kerja untuk menghidupkan kembali kesepakatan tersebut. Namun Amman belum memberi ancang-ancang waktu untuk pembangunan jalur pipa itu.

Selain itu, kedua negara juga telah membahas rencana Irak memasok sekitar 300 megawatt listrik dari Yordania untuk mengatasi kekurangan daya yang meluas di negara tersebut. Saat ini Irak sangat bergantung pada Iran untuk pasokan listrik.

Irak menerima suplai 1.300 megawatt listrik dan 28 juta meter kubik gas alam untuk keperluan pembangkit listrik dari Iran. Amerika Serikat (AS) telah berusaha untuk memotong kerja sama tersebut.

Sebelum Raja Abdullah, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo juga melakukan kunjungan mendadak ke Baghdad pekan lalu. Seusai kunjungan itu, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif juga berkunjung ke negara tersebut.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian juga berkunjung ke Irak di hari yang sama dengan kedatangan Raja Abdullah. Le Drian melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Irak Adel Abdel-Mahdi.

Fanar Haddad, seorang ahli Irak dari the National University of Singapore's Middle East Institute mengatakan, serangkaian kunjungan oleh pejabat-pejabat luar negeri ke Irak menunjukkan bahwa negara itu memiliki peran penting di kawasan.

“Dari Iran ke AS, Arab Saudi ke Turki, Suriah ke Qatar, Irak dapat berbicara kepada semua orang di kawasan yang sebaliknya sangat terpecah oleh beberapa celah strategis,” kata Haddad.

Kendati demikian, menurutnya, keunggulan Irak di kawasan juga menempatkan negara itu dalam risiko. Haddad berpendapat Irak rentan terhadap perebutan kekuasaan regional.


“Salah satu ancaman paling kuat terhadap stabililitas Irak hari ini adalah bahaya ketegangan AS-Iran yang meningkat, dan dengan mengorbankan Irak,” ujarnya.




Credit  republika.co.id






Kamis, 10 Januari 2019

Pompeo Lakukan Kunjungan Mendadak ke Irak

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo dilaporkan melakukan kunjungan mendadak ke ibukota Irak, Baghdad. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo dilaporkan melakukan kunjungan mendadak ke ibukota Irak, Baghdad. Kunjungan ini dilakukan di sela-sela tur Timur Tengah yang dilakukan Pompeo.

Menurut seorang sumber di Kementerian Luar Negeri AS, seperti dilansir Anadolu Agency pada Rabu (9/1), Pompeo berkunjung ke Irak paska melakukan kunjungan ke Yordania dan jelang kunjungan ke Arab Saudi.


Menurut sumber itu, yang berbicara secara anonim karena ia tidak berwenang untuk berbicara dengan media, Pompeo telah bertemu dengan Ketua Parlemen Irak Mohamed al-Halbusi dan segera diharapkan untuk bertemu dengan Perdana Menteri Adil Abdul-Mahdi dan pejabat tinggi serta tokoh politik lainnya.


Pertemuan tersebut kemungkinan akan membahas mengenai perang melawan kelompok teroris ISIS. Pompeo, menurut sumber itu juga dijadwalkan akan berkunjung ke basis militer AS di Irak dan melakukan pertemuan dengan tentara AS disana.

Irak sendiri sejatinya tidak masuk dalam agenda tur Timur Tengah Pompeo. Selain Saudi dan Yordania, Pompeo dijadwalkan berkunjung ke Qatar, Uni Emirat Arab, Mesir, Bahrain, Oman, dan Kuwait.


Credit Sindonews.com



https://international.sindonews.com/read/1369166/42/pompeo-lakukan-kunjungan-mendadak-ke-irak-1547040139




Rabu, 09 Januari 2019

Belasan Pejabat Irak Melawat ke Israel Jadi Kontroversi


Belasan Pejabat Irak Melawat ke Israel Jadi Kontroversi
Ilustrasi Kota Yerusalem yang dicaplok Israel. (REUTERS/Ronen Zvulun)




Jakarta, CB -- Belasan pejabat pemerintah Irak dikabarkan mengunjungi Israel pada 2018 lalu. Lawatan itu memicu perdebatan di dalam negeri hingga parlemen Irak mendesak untuk mengusut identitas para pejabat yang dianggap bersikap kelewat batas itu.

Wakil Ketua Pertama Parlemen Irak, Hassan Karim al-Kaabi, meminta digelar penyelidikan untuk mengidentifikasi para pejabat yang pergi Israel. Sebab bagi mereka Negeri Zionis digolongkan sebagai penjajah lantaran menduduki wilayah Palestina.

"Pergi ke wilayah penjajahan adalah sebuah tindakan kelewat batas dan itu merupakan isu yang sangat sangat sensitif untuk semua kaum Muslim," kata Kaabi melalui pernyataan pada Senin (7/1).



Kabar itu muncul setelah Kementerian Luar Negeri Israel menyampaikan tiga rombongan pemerintah Irak telah mengunjungi Israel pada 2018 lalu. Detail kunjungan mereka juga tak lama beredar di media lokal Israel.


Meski tak menyebut nama-nama para pejabat Irak, melalui Twitter, Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan 15 pejabat itu merupakan tokoh-tokoh Sunni dan Syiah yang berpengaruh di Irak.

Kemlu Israel juga menyebut para perwakilan Irak itu juga menemui pejabat dan mengunjungi sejumlah universitas Israel, termasuk monumen peringatan Holocaust di Yerusalem.

Seorang juru bicara monumen Holocaust menuturkan rombongan warga Irak itu berkunjung ke situs itu sekitar akhir Desember 2018.



Dia menuturkan tak bisa memberikan rincian tentang identitas dan jabatan tokoh-tokoh Irak tersebut. Stasiun telebisi swasta Israel, Hadashot, menggambarkan para pejabat Irak itu sebagai pemimpin lokal.

Meski mengklaim tak melakukan kunjungan resmi ke Israel, para pejabat Irak itu disebut ingin tetap merahasiakan lawatan mereka ke negara Zionis tersebut.

Irak tak mengakui Israel sebuah negara sebagai bentuk solidaritas negara Muslim terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina. Mereka bahkan secara teknis masih berada dalam kondisi berperang dengan Israel.

Komunitas warga Yahudi dari Irak yang tinggal di Israel telah lama meminta normalisasi hubungan antara kedua negara. Namun, hal itu tetap menjadi isu sensitif setelah Israel mendukung referendum kemerdekaan Kurdistan pada akhir 2017 lalu yang memicu amarah pemerintah Irak.



Sementara itu, Kaabi merupakan politikus yang dikenal dekat dengan pemimpin Muslim Syiah Moqtada al-Sadr, di mana partainya mendominasi kursi parlemen pada pemilihan legislatif tahun lalu.





Credit  cnnindonesia.com








Sabtu, 05 Januari 2019

Irak Dukung Suriah Kembali ke Liga Arab


Kementerian Luar Negeri Irak menyatakan, mereka mendukung Suriah untuk kembali menjadi anggota Liga Arab. Foto/Istimewa

BAGHDAD - Kementerian Luar Negeri Irak menyatakan, mereka mendukung Suriah untuk kembali menjadi anggota Liga Arab. Badan yang berbasis di Kairo, Mesir itu telah membekukan keanggotaan Suriah sejak delapan tahun lalu.

"Irak mendukung persatuan Suriah dan kembalinya ke posisi normal di dunia Arab dan kawasan itu, serta pemulihan posisinya di Liga Arab," Kata Kemlu Irak dalam sebuah pernyataan di akun Twitter mereka.

Kemlu Irak, seperti dilansir Sputnik pada Jumat (4/1), kemudian mengatakan, Baghdad ingin melihat penyeberangan perbatasan dibuka kembali antara kedua tetangga untuk merangsang perdagangan.

Pernyataan itu muncul setelah Arab Saudi, yang dipandang sebagai saingan Suriah dalam kelompok itu, mengatakan pekan lalu tidak keberatan kembalinya negara Timur Tengah itu ke Liga Arab.


Pernyataan Saudi ini datang tidak lama setelah sejumla negara Arab, salah satunya adalah Uni Emirat Arab (UEA) untuk membuka kembali kedutaan mereka di Damaskus. Abu Dhabi bukan hanya membuka kembali kedutaan, tapi juga kembali membuka penerbangan dari maskapai lokal mereka ke Damaskus.

Credit Sindonews.com



https://international.sindonews.com/read/1367930/43/irak-dukung-suriah-kembali-ke-liga-arab-1546602212






Rabu, 02 Januari 2019

Putri Saddam Hussein Ungkap Pesan Ayahnya Sebelum Dieksekusi Mati

Saddam Hussein (REUTERS)

CBJakarta - Putri mantan presiden Irak Saddam Hussein mengungkap pesan terakhir mendiang ayahnya untuk rakyat Irak sebelum dia dieksekusi pada 30 Desember 2006.


Melalui Twitternya, Raghad Hussein, yang kini tinggal di Yordania sejak invasi AS ke Irak, mengunggah pesan ayahnya empat hari menjelang eksekusi gantung pada peringatan 12 tahun kematian ayahnya pada 30 Desember kemarin, menurut laporan Aljazeera, yang dikutip pada 1 Januari 2019.

"Rakyat kita yang terhormat, Saya percayakan Anda dan jiwa saya kepada Tuhan yang Mahapengasih, yang tidak pernah mengecewakan para penganut yang jujur, Allahuakbar," tulis pesan Saddam Hussein.



Foto Raghad Saddam Hussein pada 2007.[Khaled Abdullah / Reuters]

Pesan tersebut disertai tanda tangan langsung "Saddam Hussein, Presiden Republik dan Panglima Angkatan Bersenjata (Irak)".

Saddam Hussien divonis mati dengan hukum gantung pada hari pertama Idul Adha, selama pemerintahan PM Nouri Al-Maliki, yang mendesak eksekusi harus dilangsungkan pada hari itu.

Pada pekan ini, Raghad Hussein juga menyebarkan rekaman suara yang meminta rakyat Irak agar mampu menghilangkan trauma psikologis setelah invasi AS ke Irak pada 2003.

"Saya berharap, rakyat Irak yang terhormat, cita-cita kita adalah agar Irak lebih aman dan stabil," kata Raghad dalam pesannya.

Saddam Hussein. REUTERS



"Semua nilai kemanusiaan dan moral telah hilang, dan ide-ide aneh telah menyebar di sana-sini. Ekstremisme telah mencapai tingkat mengeksploitasi agama sebagai kedok untuk mencapai tujuan sakit bagi banyak pihak," tambahnya, dikutip dari Alarabiya.

Raghad juga mengutuk kelompok teroris, yang menyatakan bahwa mereka telah melakukan praktik tidak manusiawi dan tidak beragama di Irak, dan merusak identitas Irak, menghancurkan peradaban dan menodai seluruh pencapaian.

Dia menambahkan bahwa masa depan akan lebih baik, dan bahwa orang-orang akan bekerja untuk membangun Irak yang bebas dan bersatu.

Raghad juga menyampaikan ayahnya, Saddam Hussein, telah menjadi pelindung dunia Arab dari ambisi ekspansionis Iran selama memimpin Irak.


Credit TEMPO.CO

https://dunia.tempo.co/read/1160647/putri-saddam-hussein-ungkap-pesan-ayahnya-sebelum-dieksekusi-mati




Sabtu, 29 Desember 2018

Kunjungan Kejutan Trump Dinilai Ungkap Lokasi Pasukan Khusus AS


Presiden AS Donald Trump dan Ibu Negara Melania berfoto bersama Laksamana Angkatan Laut AS Kyu Lee, penasihat spiritual pasukan elit Navy SEAL 5. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Dalam perjalanannya ke Irak minggu ini, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkap wajah-wajah anggota tim Navy SEAL 5 yang mungkin membuat mereka dalam bahaya. Hal itu diungkapkan oleh seorang pakar.

Dalam kunjungannya yang mengejutkan pasca-Natal ke pasukan di Irak, perjalanan pertamanya ke zona pertempuran sejak ia dilantik tahun lalu, presiden dan Ibu Negara Melania Trump memasuki ruang makan di pangkalan al-Asad di barat Baghdad untuk menyambut sekitar 100 pasukan.

Laksamana Angkatan Laut AS Kyu Lee memberi tahu Trump bahwa dia adalah penasihat spiritual untuk Tim SEAL 5. Lee kemudian berkata Trump memberi tahu dia, "Hei, kalau begitu, mari kita ambil gambar."

Foto-foto dan video berikutnya mengungkapkan kehadiran pasukan operasi khusus, sesuatu yang beberapa ahli katakan umumnya tidak disukai meskipun tidak dilarang di zona perang.

Namun, Kantor Menteri Pertahanan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tidak ada aturan yang dilanggar.

"Operator khusus secara sukarela berpartisipasi dalam acara pers terbuka ini," kata badan urusan publik kementerian. "Tidak ada pelanggaran keamanan," sambungnya seperti dikutip dari NBC News, Jumat (28/12/2018)

Pensiunan Angkatan Laut AS Laksamana James Stavridis membahas masalah itu pada hari Kamis di "MSNBC Live with Hallie Jackson."

"Yang sangat penting dia adalah SEAL," kata Stavridis tentang si pendeta. 

"Itu bagian dari kekuatan yang secara historis seharusnya sangat, sangat tertutup, di dalam bayang-bayang. Jika itu bukan SEAL, itu tidak akan menjadi masalah besar. Navy SEAL, itu mengejutkanku," sambungnya.

Pensiunan Petty Officer Angkatan Laut AS Malcolm Nance adalah konsultan intelijen untuk pasukan operasi khusus AS yang mengatakan melalui email bahwa kehadiran anggota Tim 5 SEAL seharusnya tidak terungkap.

"Faktanya adalah mereka adalah pasukan operasi khusus di zona pertempuran dengan peran tempur," kata Nance, yang juga menjabat sebagai analis kontra-terorisme untuk NBC News dan MSNBC. 


"Alasan identitas mereka dilindungi adalah dalam kasus penangkapan," sambungnya.

Mantan agen intelijen Angkatan Laut itu mengatakan paparan itu akan meningkatkan nilainya jika mereka pernah ditangkap oleh musuh.

"Sebagian besar musuh kami, termasuk pasukan Suriah yang didukung Rusia, memiliki organisasi media sosial yang sangat canggih yang mengikuti aktivitas tim-tim ini dengan sangat erat," kata Nance.

"Jika protokol telah diikuti, dengan mendigitalkan wajah-wajah individu (seperti yang dilakukan setiap presiden lainnya) ini tidak akan menjadi masalah," katanya.


"Sekarang para pelaut itu risikonya jauh lebih tinggi di Irak hanya karena mereka berpose dengan Trump," imbuhnya.

Seorang pensiunan anggota SEAL area San Diego, yang tidak ingin namanya disebutkan karena dia masih berkonsultasi dengan Departemen Pertahanan dan tidak berwenang untuk berbicara, mengatakan episode itu "banyak basa-basi."

"Bukan rahasia lagi bahwa SEAL Team 5 ada di Irak," katanya. 

"Anda bisa bertanya kepada siapa pun di Coronado," lanjutnya merujuk kepada salah satu pangkalan SEAL, di San Diego County.



"Ada banyak hal yang membuat marah dengan Trump," katanya, "dan ini bukan salah satu dari mereka," tukasnya.






Credit Sindonews.com



https://international.sindonews.com/read/1366357/42/kunjungan-kejutan-trump-dinilai-ungkap-lokasi-pasukan-khusus-as-1545979931




Jumat, 28 Desember 2018

Legislator Irak Tuntut Penarikan Pasukan AS



Legislator Irak Tuntut Penarikan Pasukan AS
Presiden AS Donald Trump dan Ibu Negara Melania mengunjungi tentara Amerika di Pangkalan Udara al Asad, Irak. Foto/Istimewa


BAGHDAD - Anggota parlemen Irak menuntut pasukan Amerika Serikat (AS) meninggalkan negara itu pasca kunjungan mendadak Presiden Donald Trump. Mereka mengecam kunjungan itu sebagai tindakan arogan dan pelanggaran kedaulatan.

Kunjungan Trump ke prajurit dan perempuan AS di Pangkalan Udara al-Asad di Irak barat pada hari Rabu tidak diumumkan dan menjadi subjek keamanan ekstrem, yang merupakan kunjungn rutin presiden ke daerah konflik. Tapi itu terjadi pada saat muatan pengaruh asing telah menjadi isu panas dalam politik Irak, dan itu memicu reaksi keras.


Para anggota parlemen Irak merasa kesal presiden AS itu pergi tiga jam setelah dia tiba tanpa bertemu pejabat mana pun, menarik perbandingan yang tidak menguntungkan untuk pendudukan Irak setelah invasi 2003.

"Trump perlu mengetahui batasannya. Pendudukan Amerika di Irak sudah berakhir," kata Sabah al-Saidi, kepala salah satu dari dua blok utama di parlemen Irak seperti dikutip dari AP, Jumat (28/12/2018).

Trump, al-Saidi menambahkan, telah menyelinap ke Irak, seolah-olah Irak adalah negara bagian Amerika Serikat.

Sementara Trump tidak bertemu dengan pejabat mana pun, ia berbicara dengan Perdana Menteri Adel Abdul-Mahdi melalui telepon setelah perbedaan sudut pandangmengenai pengaturan pertemuan tatap muka antara kedua pemimpin yang dibatalkan, menurut ke kantor perdana menteri Irak.

Kunjungan tersebut dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan untuk kebijakan Amerika, dengan para pejabat dari kedua kubu politik yang berbeda di Irak menyerukan pemungutan suara di Parlemen untuk mengusir pasukan AS dari negara tersebut.

Dalam kunjungan itu, Trump mengatakan ia tidak memiliki rencana untuk menarik 5.200 tentara di negara itu. Dia mengatakan Ain al-Asad dapat digunakan untuk serangan udara AS di Suriah setelah pengumumannya pekan lalu untuk menarik pasukan dari sana.


Usulan itu bertentangan dengan sentimen politik Irak saat ini, yang mendukung klaim kedaulatan atas kebijakan luar negeri dan dalam negeri dan tetap berada dalam konflik regional.

"Irak seharusnya tidak menjadi platform bagi Amerika untuk menyelesaikan perhitungan mereka dengan Rusia atau Iran di kawasan itu," kata Hakim al-Zamili, seorang anggota parlemen senior di blok Islah al-Saidi di Parlemen.

Pasukan AS ditempatkan di Irak sebagai bagian dari koalisi melawan kelompok Negara Islam. Pasukan Amerika mundur dari Irak pada tahun 2011 setelah menyerang pada tahun 2003 tetapi kembali pada tahun 2014 atas undangan pemerintah Irak untuk membantu memerangi kelompok jihadis. Kunjungan Trump adalah yang pertama oleh seorang presiden AS sejak Barack Obama bertemu dengan Perdana Menteri saat itu Nouri al-Maliki di sebuah pangkalan AS di luar Baghdad pada tahun 2009.

Namun, setelah mengalahkan gerilyawan IS di benteng terakhir kota mereka tahun lalu, para politisi Irak dan para pemimpin milisi bersuara menentang kelanjutan kehadiran pasukan AS di tanah Irak.

Pendukung ulama populis Moqtada al-Sadr menang besar dalam pemilihan nasional Mei lalu, berkampanye pada platform membatasi AS dan menyaingi keterlibatan Iran dalam urusan Irak. Anggota parlemen Al-Sadr sekarang membentuk inti dari blok Islah, yang dipimpin oleh al-Saidi di Parlemen.

Blok saingannya, Binaa, yang diperintahkan oleh para politisi dan pemimpin milisi yang dekat dengan Iran, juga tidak menyukai AS. 

Qais Khazali, kepala milisi Asaib Ahl al-Haq yang didukung Iran yang berperang melawan IS di Irak utara, berjanji di Twitter bahwa Parlemen akan memilih untuk mengusir pasukan AS dari Irak, atau milisi akan memaksa mereka keluar oleh "cara lain."

Khazali dipenjara oleh pasukan Inggris dan AS dari 2007 hingga 2010 karena mengelola bagian-bagian pemberontakan Syiah terhadap pendudukan selama tahun-tahun itu.

"Kunjungan Trump akan menjadi dorongan moral yang besar bagi partai-partai politik, faksi-faksi bersenjata, dan lainnya yang menentang kehadiran Amerika di Irak," kata analis politik Irak Ziad al-Arar.

Namun, AS dan Irak mengembangkan ikatan militer dan intelijen dalam perang melawan IS, dan mereka terus membayar dividen dalam operasi melawan militan yang bersembunyi.

Awal bulan ini, pasukan Irak menyerukan serangan udara oleh pasukan koalisi AS untuk menghancurkan sebuah terowongan yang digunakan oleh militan IS di pegunungan Atshanah di Irak utara. Empat militan tewas, menurut koalisi.

"Keberangkatan pasukan AS yang terburu-buru akan membahayakan pengaturan semacam itu," kata analis Irak Hamza Mustafa.

Dan hubungan antara AS dan Irak melampaui ikatan militer. Perusahaan-perusahaan AS memiliki kepentingan besar dalam industri petrokimia Irak, dan para diplomat Amerika sering menjadi perantara antara elit politik Irak yang terpecah belah.

Politisi Sunni Irak sebagian besar diam tentang kunjungan presiden, mencerminkan ikatan yang telah mereka kembangkan dengan AS untuk mengimbangi kekuatan milisi Iran yang didukung dan didominasi oleh Syiah.

Sekretaris pers Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders mengatakan Abdul-Mahdi menerima undangan Trump ke Gedung Putih selama pembicaraan mereka lewat telepon, meskipun kantor Perdana Menteri sejauh ini menolak untuk mengkonfirmasi hal itu.


Credit  sindonews.com




Pertahankan Pasukan di Irak, Rusia: Trump Bermain Dua Kaki



Pertahankan Pasukan di Irak, Rusia: Trump Bermain Dua Kaki
Ketua Komite Urusan Luar Negeri Dewan Federasi Rusia, Konstantin Kosachev sebut, Trump mencoba bermain dua kaki dengan pertahankan pasukan AS di Irak. Foto/Reuters

MOSKOW - Ketua Komite Urusan Luar Negeri Dewan Federasi Rusia, Konstantin Kosachev menyatakan, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mencoba bermain dua kaki dengan mempertahankan pasukan AS di Irak.

"Setelah menyatakan selama kunjungan mendadak ke Irak bahwa ia berniat untuk mempertahankan pangkalan militer di negara itu sebagai batu loncatan untuk tindakan di Suriah, Presiden AS Donald Trump berusaha untuk memiliki keduanya," kata Kosachev, seperti dilansir Tass pada Kamis (27/12).

"Di satu sisi, ia masih ingin untuk menunjukkan niat untuk meninggalkan peran polisi global dengan misi berikutnya di mana darah orang Amerika tumpah demi sebuah negara, yang sebagian besar dari mereka tidak dapat temukan di peta. Di sisi lain, Trump tentu perlu memadamkan Ketidakpuasan di Partai Republik terkait dengan keputusannya untuk menarik pasukan AS dari Suriah," sambungnya.

Dia ingat bahwa keputusan Trump untuk menarik keluar pasukan AS dari Suriah menjadi alasan pengunduran diri Menteri Pertahanan AS, Jim Mattis, yang menurutnya jauh lebih populer di Washington dibading Trump.

"Saya percaya bahwa pernyataan itu tidak akan mengubah apa pun dalam situasi ini. Amerika berada di Irak (tidak seperti di Suriah) dengan alasan yang agak legal karena mereka mendukung perjuangan pemerintah lokal melawan gerilyawan," ungkapnya.

Kosachev menekankan perlunya di semua tingkatan untuk memberi tahu Washington bahwa tindakan militer di Suriah tanpa persetujuan mandat Dewan Keamanan (DK) PBB sama dengan intervensi dalam urusan negara berdaulat dan memenuhi misi seorang polisi global. 





Credit  sindonews.com