MOSKOW
- Jose Bustani, kepala Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW)
mengaku diancam John Bolton sebelum Amerika Serikat (AS) menginvasi Irak
tahun 2003 atas tuduhan rezim Saddam Hussein memiliki senjata kimia.
Ancaman muncul saat dia mencoba memasukkan Irak dan Libya ke organisasi
di bawah PBB itu.
John Bolton adalah mantan Duta Besar AS untuk PBB di era Presiden Bush. Bolton kini ditunjuk menjadi Penasihat Keamanan Nasional AS oleh Presiden Donald Trump untuk menggantikan Jenderal HR McMaster.
Upaya Bustani mengajak Irak dan Libya bergabung di OPCW adalah untuk membuang senjata kimia seperti yang dituduhkan rezim Bush kala itu, sehingga invasi AS dan sekutunya terhadap Irak tidak terjadi.
Tuduhan kepemilikan senjata kimia itu ternyata palsu, dan rezim Saddam Hussein digulingkan. Dampak invasi AS terhadap Irak adalah kekacauan karena memunculkan konflik sektarian yang hingga kini masih terjadi.
Bustani, seorang diplomat Brasil, memimpin OPCW dari tahun 1997 hingga 2002. Dia disingkirkan karena tidak disukai oleh AS kala itu. Ancaman dari Bolton pada saat itu adalah tekanan agar dia mengundurkan diri dalam waktu 24 jam sejak berupaya memasukkan Irak dan Libya ke OPCW.
"Jelas bahwa selama Perang Irak pertama semua (senjata kimia) telah hancur (oleh Irak)," katanya."Tidak ada yang tersisa bagi Irak untuk dituduh memiliki senjata kimia," katanya dalam wawancaranya dengan Russia Today, yang dilansir Minggu (8/4/2018).
Pada tahun 2001, inspektur OPCW memeriksa fasilitas Irak. Menurut Bustani, itu adalah operasi yang sukses. Setelah dialog informal Bustani dengan Irak dan Libya, dua negara itu hendak diajak bergabung dengan OPCW.
Namun, upaya diplomatik dan perdamaian yang dilakukan Bustani tidak sesuai dengan kehendak Washington."Karena mereka sudah memiliki rencana untuk mengambil tindakan militer terhadap Irak," kata Bustani.
Tak lama setelah itu, pemerintahan Bush mulai dengan agresif melobi untuk pemecatannya sebagai kepala OPCW.
"Saya mendapat telepon dari John Bolton. Ini adalah pertama kalinya saya dihubungi dia, dan dia mengatakan dia mendapat instruksi untuk diberitahukan kepada saya bahwa saya harus mengundurkan diri dari organisasi, dan saya bertanya mengapa," papar Bustani.
"Dia (Bolton) mengatakan bahwa gaya manajemen (saya) tidak menyenangkan kepada Washington," kenang Bustani.
Dia dengan tegas menolak untuk mengundurkan diri dan hanya melihat Bolton di markas OPCW di Den Haag beberapa minggu setelah percakapan telepon. "Dia datang ke kantor saya dan berkata; 'Anda harus mengundurkan diri dan saya memberi Anda waktu 24 jam, ini yang kami inginkan. Anda harus pergi, Anda harus mengundurkan diri dari organisasi Anda, direktur jenderal'," beber Bustani menirukan ancaman Bolton.
Bustani mengatakan bahwa dia tidak berutang kepada AS, karena penunjukannya sebagai kepala OPCW atas kehendak semua negara di organisasi itu. Dia saat itu tetap menolak mengundurkan diri. Bolton melanjutkan ancamannya dengan berkata;"Oke, jadi akan ada pembalasan. Bersiaplah untuk menerima konsekuensinya. Kami tahu di mana anak-anak Anda berada."
John Bolton adalah mantan Duta Besar AS untuk PBB di era Presiden Bush. Bolton kini ditunjuk menjadi Penasihat Keamanan Nasional AS oleh Presiden Donald Trump untuk menggantikan Jenderal HR McMaster.
Upaya Bustani mengajak Irak dan Libya bergabung di OPCW adalah untuk membuang senjata kimia seperti yang dituduhkan rezim Bush kala itu, sehingga invasi AS dan sekutunya terhadap Irak tidak terjadi.
Tuduhan kepemilikan senjata kimia itu ternyata palsu, dan rezim Saddam Hussein digulingkan. Dampak invasi AS terhadap Irak adalah kekacauan karena memunculkan konflik sektarian yang hingga kini masih terjadi.
Bustani, seorang diplomat Brasil, memimpin OPCW dari tahun 1997 hingga 2002. Dia disingkirkan karena tidak disukai oleh AS kala itu. Ancaman dari Bolton pada saat itu adalah tekanan agar dia mengundurkan diri dalam waktu 24 jam sejak berupaya memasukkan Irak dan Libya ke OPCW.
"Jelas bahwa selama Perang Irak pertama semua (senjata kimia) telah hancur (oleh Irak)," katanya."Tidak ada yang tersisa bagi Irak untuk dituduh memiliki senjata kimia," katanya dalam wawancaranya dengan Russia Today, yang dilansir Minggu (8/4/2018).
Pada tahun 2001, inspektur OPCW memeriksa fasilitas Irak. Menurut Bustani, itu adalah operasi yang sukses. Setelah dialog informal Bustani dengan Irak dan Libya, dua negara itu hendak diajak bergabung dengan OPCW.
Namun, upaya diplomatik dan perdamaian yang dilakukan Bustani tidak sesuai dengan kehendak Washington."Karena mereka sudah memiliki rencana untuk mengambil tindakan militer terhadap Irak," kata Bustani.
Tak lama setelah itu, pemerintahan Bush mulai dengan agresif melobi untuk pemecatannya sebagai kepala OPCW.
"Saya mendapat telepon dari John Bolton. Ini adalah pertama kalinya saya dihubungi dia, dan dia mengatakan dia mendapat instruksi untuk diberitahukan kepada saya bahwa saya harus mengundurkan diri dari organisasi, dan saya bertanya mengapa," papar Bustani.
"Dia (Bolton) mengatakan bahwa gaya manajemen (saya) tidak menyenangkan kepada Washington," kenang Bustani.
Dia dengan tegas menolak untuk mengundurkan diri dan hanya melihat Bolton di markas OPCW di Den Haag beberapa minggu setelah percakapan telepon. "Dia datang ke kantor saya dan berkata; 'Anda harus mengundurkan diri dan saya memberi Anda waktu 24 jam, ini yang kami inginkan. Anda harus pergi, Anda harus mengundurkan diri dari organisasi Anda, direktur jenderal'," beber Bustani menirukan ancaman Bolton.
Bustani mengatakan bahwa dia tidak berutang kepada AS, karena penunjukannya sebagai kepala OPCW atas kehendak semua negara di organisasi itu. Dia saat itu tetap menolak mengundurkan diri. Bolton melanjutkan ancamannya dengan berkata;"Oke, jadi akan ada pembalasan. Bersiaplah untuk menerima konsekuensinya. Kami tahu di mana anak-anak Anda berada."
Menurut Bustani, dua anaknya berada di New York pada saat itu, dan satu lagi berada di London. Dia memberi tahu Bolton; "Keluarga saya tahu apa yang terjadi, jadi (mereka) siap menghadapi konsekuensi".Jawaban Bustani itu membuat Bolton terkejut.
Pada 21 April 2002, sebuah pertemuan khusus akhirnya diadakan di Den Haag. Bustani akhirnya digulingkan melalui voting. Sebanyak 48 suara menentang atau menuntut Bustani lengser dan tujuh suara membela diplomat Brasil tersebut. Sebanyak 43 suara abstain.
Menurut Bustani, mereka yang abstain berasal dari negara-negara berkembang. Tragisnya, pemerintahannya sendiri di Brasil tidak membelanya.
Credit sindonews.com