Jumat, 28 April 2017

Northrop F-20 Tigershark yang Layu Sebelum berkembang


Sumber gambar: wikipedia
Pesawat yang resminya berkode F-5G ini mungkin sudah banyak dilupakan orang dan seperti hilang dari sejarah. Namun menurut penulis Robert F. Dorr, penulis buku profil F-20, pesawat itu amat berkualitas.
Pesawat yang mengambil bentuk dasar dari F-5 Tiger, namun bermesin tunggal ini memang terlihat cantik. Indonesia adalah salah satu negara yang pernah ditawari. Tidak tanggung-tanggung, saat terbang langsung ke Jakarta, F-20 Tigershark itu diterbangkan oleh veteran perang kenamaan Brigjen Charles E. “Chuck” Yeager.
Saat itu Yeager disewa secara khusus oleh Northrop sebagai produsen F-20 untuk mempromosikan pesawat ini ke negara-negara yang berpotensi menjadi penggunanya.
Dalam sejarah pengembangannya, F-20 Tigershark baru dibuat tiga buah ini. Masing-masing diberi warna abu-abu, merah-putih, dan biru gelap. Ketiganya dikenal dengan proyek ‘FX’.

Pada saat dikembangkan, F-20 Tigershark sangat menjajikan. Tidak salah jika pihak pabrikan begitu optimis karena mereka melihat keberhasilan keluarga F-5, mulai dari Freedom Fighter hingga Tiger, laris manis di pasaran. Keluarga F-5 sendiri dibuat lebih dari 2.000 unit.
Terbang perdana pada 30 Agustus 1982 pilot uji Russ Scott, F-20 Tigershark ditenagai oleh mesin General Electric F404-GE-100. Pabrikan sesumbar, mesin ini lebih kuat sekitar 40% dari dua mesin lain yang digunakan oleh F-5E Tiger II.
Saat melakukan terbang perdana tidak ada masalah serius yang dialami F-20 Tigershark. Tim yang terlibat dalam pengembangan F-20 adalah orang-orang yang sudah banyak makan asam garam di dunia penerbangan, seperti Everest Riccioni, Robert Sandusky, Richart T. Whitcomb, dan Walt Seller.
Rupanya nasib berbicara lain. F-20 Tigershark lahir di saat yang tidak tepat. Ia lahir bersamaan dengan F-16 Fighting Falcon yang dikembangkan oleh General Dynamic (sekarang Lockheed Martin).
Pihak AU AS rupanya lebih tertarik dengan F-16 yang menggembar-gemborkan  mengunakan teknologi fy-by-wire.
Rencana F-20 Tigershark untuk dijual luas ke negara-negara di luar AS terancam gagal. Apalagi dalam industri penerbangan militer AS saat itu ada semacam kepercayaan, jika produk mereka tidak digunakan oleh negara sendiri, maka dapat dipastikan produk mereka akan gagal di pasar bebas.
Walaupun sudah dipastikan tidak terpilih oleh AU AS, pihak Nortrop masih berusaha menawarkan ke berbagai negara. Nortrop juga mencoba mendekati AL AS agar F-20 bisa digunakan di sekolah Topgun yang fenomenal itu. Namun usaha itu nyatanya tidak berhasil.
Pengembangan F-20 makin berat lantaran dua unit di antaranya jatuh ketika sedang didemonstrasikan.
Pesawat pertama jatuh pada 10 Oktober 1984 di Lanud Suwon, Korea Selatan.
Saat itu pilot uji Darrell Cornell yang terbang dengan F-20 registrasi 82-0062 (GG.1001) sedang mendemonstarasikan pesawat terbang dengan kecepatan tinggi pada ketinggian rendah. F-20 yang ia kendarai tidak terkendali dan jatuh. Cornell pun ikut gugur dalam kecelakaan itu.
Pesawat kedua mengalami kecelakaan pada 14 Mei 1984. Saat itu pilot uji David Barnes yang menerbangkan F-20 dengan registrasi 82-0063 (GI.101) terbang di atas Lanud Goose Bay, Labrador, Kanada. Pesawat jatuh akibat mengalami G-LOC dan juga menewaskan penerbangnya.
Memang tidak ada catatan resmi soal alasan utama berakhirnya program ini. Namun banyak pengamat memperkirakan, Northrop menutup program F-20 Tigershark lantaran kecelakaan itu.
Proyek ini berhenti pada tahun 1986 setelah menghabiskan dana sebesar USD 1,2 miliar.

Walaupun tak kasat mata, beberapa bagian suku cadang F-20 itu kini menjadi bagian dari pesawat KAT T-50 Golden Eagle, AIDC Ching-kuo, dan FMA IA 63 Pampa.
Kini satu-satunya F-20 Tigershark yang tersisa masih bisa dilihat di California Science Center, Los Angeles, AS.



Credit  angkasa.grid.id