Menhan Israel menganggap konferensi
perdamaian itu sebagai persidangan yang menyudutkan. Ia meminta warga
Yahudi Perancis untuk pindah ke Israel. (Foto: REUTERS/Ronen Zvulun)
Jakarta, CB
--
Avigdor Lieberman, Menteri Pertahanan Israel
menganggap konferensi perdamaian yang dijadwalkan digelar di Perancis
sebagai bentuk baru dari 'sidang Dreyfus', yang menghakimi Israel.
Menyampaikan
itu, pada Senin (26/12), seperti dilansir dari AFP, Lieberman juga
meminta warga Yahudi Perancis untuk pindah ke Israel.
Perwakilan
dari 70 negara dijawalkan hadir pada 15 Januari mendatang untuk
konferensi yang ditujukan mencari upaya perdamaian antara Israel dan
Palestina. Israel menentang pertemuan tersebut dan lebih memilih dialog
langsung dengan Palestina.
"Ini bukanlah konferensi perdamaian.
Ini adalah persidangan melawan pemerintah Israel," ujar Lieberman pada
anggota partai Yisrael Beitenu, menurut laporan yang dirilis oleh
partai.
"Sebuah konferensi yang dihadiri oleh peserta yang mengancam keamanan Isreal, adalah sebuah persidangan melawan Israel."
Lebih jauh ia mengungkapkan bahwa konferensi itu tak lebih sebagai bentuk baru dari 'Dreyfus trial'.
"Ini
adalah bentuk baru dari persidangan Dreyfus dalam versi modern, yang
mereka siapkan di Paris pada 15 Januari mendatang. Bedanya, jika Dreyfus
adalah persidangan satu orang, ini persidangan seluruh warga Yahudi dan
pemerintah Israel."
Alfred Dreyfus seorang kapten Yahudi
Perancis yang pada 1894 ditanggap atas tuduhan mata-mata dan
pengkhianatan dan menjadi simbol ketidakadilan dan anti-Semitisme.
Pada
Minggu, Lieberman mendorong agar warga Yahudi Perancis mau pindah ke
Israel, dan mengatakan itu sebagai langkah paling tepat dibanding
konferensi.
"Jika tetap ingin menjadi Yahudi dan menjaga
anak-anak dan generasi penerus Yahudi, tinggalkan Perancis dan pindahlah
ke Israel."
Pejabat Palestina, Saeb Erekat, mantan negosiator
perdamaian mengatakan pada AFP bahwa konferensi di Perancis bertujuan
untuk mencari jalan tengah perdamaian dan melonggarkan beban 'solusi dua
negara'.
Konferensi tersebut digelar menyusul resolusi PBB pada
Jumat pekan lalu. Resolusi ini menuntut “Israel dengan segera dan
sepenuhnya menghentikan kegiatan pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan
Palestina, termasuk Yerusalem Timur”.
Isi resolusi tersebut
menetapkan bahwa pemukiman Yahudi “tidak memiliki dasar hukum yang sah”
dan “berbahaya bagi penerapan solusi dua negara.”
Perdana
Menteri Benjamin Netanyahu mengklaim bahwa Presiden Barack Obama dan
Menteri Luar Negeri AS John Kerry berada di balik langkah Dewan Keamanan
PBB tersebut. Dengan memutuskan untuk tidak memveto langkah PBB itu,
Washington mengambil langkah yang jarang dilakukan dan membuat marah
Israel.
Netanyahu menuduh Obama meninggalkan sekutu dekatnya di
Timur Tengah itu di akhir masa jabatannya sebagai presiden. Resolusi PBB
itu lolos dengan dukungan dari 14 anggota Dewan Keamanan lainnya dengan
diiringi tepuk tangan riuh di ruang sidang.
Ini merupakan resolusi kecaman terhadap kebijakan pemukiman Yahudi Israel yang pertama sejak 1979.
Credit
CNN Indonesia
Pendudukan Palestina Dikecam, Israel Ancam PBB
PM Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan menterinya untuk meninjau ulang hubungan dengan PBB (Reuters/Dan Balilty)
Jakarta, CB
--
Israel akan meninjau ulang hubungannya dengan
Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah organisasi internasional itu
mengadopsi resolusi yang menuntut penghentian pembangunan pemukiman di
Palestina.
"Saya memerintahkan Kementerian Luar Negeri untuk
menyelesaikan, dalam waktu satu bulan, re-evaluasi semua kontak dengan
PBB," kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagaimana dikutip
Reuters, Minggu (25/12).
Peninjauan ulang tersebut "termasuk pendanaan institusi-institusi milik
PBB dan keberadaan perwakilan PBB di Israel," ujarnya. Namun, dia tidak
menyebut nama institusi yang dimaksud maupun menjelaskan lebih lanjut.
PBB
memutuskan untuk mengadopsi resolusi tersebut setelah Amerika Serikat
menyatakan abstain dalam pemungutan suara, Jumat pekan lalu. Sementara
14 anggota Dewan Keamanan lainnya sepakat mendukung hal tersebut.
Selama berdekade, Israel berupaya untuk membangun pemukiman di wilayah yang direbut dalam peperangan 1967 silam.
Sebagian
besar negara memandang aktivitas pembangunan pemukiman di Tepi Barat
dan Yerusalem Timur sebagai tindakan ilegal dan dapat mengganggu proses
perdamaian.
November lalu, Israel berencana membangun 500 rumah
baru untuk bangsa Yahudi di wilayah Yerusalem yang dicaplok Israel.
Pencaplokan ini terjadi tak lama usai Donald Trump memenangkan pemilu
presiden Amerika Serikat.
Sejumlah spekulasi sempat mencuat di
kalangan para diplomat PBB yang meragukan apakah pemerintah AS bisa
menahan diri dari menggunakan hak veto untuk memblokir resolusi yang
merugikan Irael ini. Pasalnya, resolusi yang sama sempat diveto oleh AS
pada 2011.
Kini abstainnya AS dipandang sebagai perpisahan
menyakitkan dari Presiden Barack Obama, yang telah memiliki hubungan
sengit dengan Perdana Menteri Netanyahu.
Credit
CNN Indonesia
Israel Marah Atas Resolusi Soal Pemukiman di Palestina
Perdana Menteri Israel marah besar dan
menuding AS meninggalkan sekutu dekat di Timur Tengah dengan abstain di
DK PBB. (AFP/Dan Balilty)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memanggil
Dutabesar Amerika untuk negara itu setelah Washington bersikap abstain
dalam pemungutan suara resolusi PBB yang menentang pemukiman Israel.
Pertemuan
pada Minggu (25/12) ini dilakukan setelah Israel memanggil wakil 10
dari 14 negara lain yang mendukung resolusi tersebut.
Seorang
pejabat pemerintah Israel membenarkan bahwa Netanyahu telah bertemu
dengan Daniel Shapiro, namun dia tidak merinci isi maupun hasil
pertemuan tersebut.
Pada Jumat (23/12) Dewan Keamanan PBB
meloloskan resolusi itu setelah AS bersikap abstain, dan ini merupakan
resolusi kecaman terhadap kebijakan pemukiman Yahudi Israel yang pertama
sejak 1979.
Resolusi ini menuntut “Israel dengan segera dan sepenuhnya menghentikan
kegiatan pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan Palestina, termasuk
Yerusalem Timur”.
Isi resolusi tersebut menetapkan bahwa
pemukiman Yahudi “tidak memiliki dasar hukum yang sah” dan “berbahaya
bagi penerapan solusi dua negara.”
Netanyahu, yang juga memegang
jabatan menteri luar negeri Israel, menolak resolusi itu dengan
menyebutnya sebagai “pukulan memalukan bagi Israel”.
Pada Minggu
(25/12), dia kembali mengulangi klaim bahwa Presiden Barack Obama dan
Menteri Luar Negeri AS John Kerry berada di balik langkah Dewan Keamanan
PBB tersebut.
“Ini jelas bertentangan dengan kebijakan AS
tradisional yang berusaha tidak menerapkan persyaratan apapun dalam
resolusi akhir,” ujarnya, “dan komitmen Presiden Obama untuk mencegah
langkah-langkah itu yang dikeluarkan pad 2011.”
Situs harian
Haaretz mengatakan bahwa pemanggilan dutabesar AS “dianggap langkah yang sangat tidak biasa”.
“Yang
lebih tidak biasa lagi adalah fakta bahwa tidak seperti utusan negara
lain yang dipanggil ke kementerian luar negeri, Netanyahu bertemu
langsung di kantornya,” tulis
Haaretz sebelum pertemuan berlangsung.
Dengan
memutuskan untuk tidak memveto langkah PBB itu, Washington mengambil
langkah yang jarang dilakukan dan membuat marah Israel. Pemerintah
negara ini menuduh Obama meninggalkan sekutu dekatnya di Timur Tengah
itu di akhir masa jabatannya sebagai presiden.
Resolusi PBB itu
lolos dengan dukungan dari 14 anggota Dewan Keamanan lainnya dengan
diiringi tepuk tangan riuh di ruang sidang.
Pengambilan suara
bersejarah ini dilakukan meski ada upaya luar biasa dari Israel dan
telepon dari Presiden Terpilih Donald Trump agar resolusi ini
dibatalkan.
Pada Minggu malan, Netanyahu mengunjungi Tembok Yerusalem untuk merayakan hari keagamaan Yahudi, Hanukkah.
“Saya
bertanya kepada negara-negara yang mengucapkan selamat Hanukkah kepada
kita, bagaimana bisa mereka mendukung resolusi PBB yang menyatakan bahwa
tempat kita merayakan Hanukkah ini adalah wilayah pendudukan.
“Tembok
bagian Barat bukan daerah pendudukan. Kompleks Yahudi bukan daerah
pendudukan…Jadi kami tidak menerima dan tidak bisa menerima resolusi
ini. Kami yakin dengan masa depan kami, seyakin masa lalu kami,”
katanya.
Meski resolusi PBB itu tidak menetapkan sanksi, para
pejabat Israel khawatir resolusi ini bisa membuka kemungkinan
persidangan di Pengadilan Kejahatan Internasional.
Mereka juga
khawatir resolusi ini bisa mendorong sejumlah negara menjatuhkan sanksi
terhadap para pemukim Yahudi dan barang-barang yang diproduksi di
wilayah pemukiman.
Sebelumnya Netanyahu menyebut resolusi itu
“bagian dari karya seni dunia lama yang bersikap bias terhadap Israel,
tetapi kawanku, kita saat ini memasuki era baru,” ujar Netanyahu yang
merujuk pada kekuasaan Presiden Donald Trump mendatang.
 Pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah yang diklaim Palestina dianggap bisa ancam solusi dua negara. (Reuters/Baz Ratner)
|
Trump sendiri mengeluarkan janji untuk melakukan perubahan.
“Terkait PBB, semua akan berubah setelah 20 Januari,” cuitnya di akun
Twitter yang merujuk pada tanggal pelantikannya sebagai presiden.
Pada
Minggu (25/12), radio militer Israel melaporkan bahwa Menteri
Pertahanan Avigdor Lieberman memerintahkan pihak keamanan Israel
menghentikan seluruh kerja sama di bidang sipil dengan Palestina, tetapi
mempertahankan koordinasi keamanan.
Langkah-langkah ini sejalan
dengan perintah Netanyahu untuk mengkaji ulang hubungan dengan PBB,
termasuk mendanai badan-badan PBB dan kehadiran wakil PBB di Israel.
Menteri
Keamanan Publik Gilad Erdan mengatakan pada Sabtu (24/12) bahwa Israel
harus “mengumumkan pencaplokan penuh seluruh gedung-gedung pemukim
Yahudi” sebagai reaksi atas resolusi PBB tersebut.
Menteri Pendidikan Naftali Bennett mengatakan partainya,
Jewish Home yang beraliran ultra kanan, akan “segera mengajukan RUU untuk mencaplok Maale Adumim”, kota pemukiman di Yerusalem Timur.
Perluasan
pemukiman Yahudi sejak lama dikhawatirkan akan menghapuskan kemungkinan
penerapan solusi dua negara untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina.
Daerah
pemukiman didirikan di wilayah yang dianggap oleh pihak Palestina
sebagai wilayah negara masa depan mereka dan dipandang tidak sah oleh
hukum internasional.
Credit
CNN Indonesia