Rabu, 05 September 2018

PBB katakan Putin dan Erdogan harus hindarkan banjir darah di Idlib


PBB katakan Putin dan Erdogan harus hindarkan banjir darah di Idlib

Pengungsi membawa ember berisi air saat mereka berjalan di cuaca dingin di kamp Jerjnaz, di provinsi Idlib, Suriah, Selasa (5/1). (REUTERS/Khalil Ashawi )




Jenewa, (CB) - Suriah bisa terhindar dari perang berdarahnya jika para persiden dari Rusia dan Turki berbicara satu sama lain dengan mengenai situasi di Idlib, wilayah yang dikuasai pemberontak, kata utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa Staffan de Mistura pada Selasa.

De Mistura mengatakan kepada wartawan bahwa pembicaraan yang sedang berlangsung antara Rusia dan Turki memegang kunci guna mencegah serangan atas kawasan tersebut, tetapi enam serangan udara yang dilaporkan pada Selasa dapat menimbulkan pembicaraan Ankara tak berlangsung dengan baik.

Laporan-laporan media mengatakan pemerintah Suriah mungkin menunggu hingga 10 September sebelum melancarkan serangan, membuat pertemuan puncak di Teheran pada Jumat "krusial".

Tetapi ia menyerukan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Tayyip Erdogan untuk berbicara lewat telepon sebelum itu, dengan mengatakan "waktu adalah esensi".

Sementara itu Jerman telah mendesak masyarakat internasional agar bertindak guna mencegah bencana kemanusiaan di Provinsi Idlib, Suriah, di tengah laporan mengenai potensi serangan militer pasukan pemerintah.

"Kami akan melakukan apa saja untuk mencegah bencana kemanusiaan di Idlib," kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas dalam taklimat di Berlin pada Senin (3/9).

"Ini akan menjadi salah satu topik selama kunjungan saya ke Turki pada Rabu dan Kamis," tambahnya.

Idlib, yang berada di dekat perbatasan Turki, merupakan tempat tinggal lebih dari tiga juta orang Suriah -- banyak di antara mereka menyelamatkan diri dari kota lain yang diserang pasukan Pemerintah Presiden Bashar al-Assad.

"... Kondisinya sangat serius," kata Maas, sebagaimana dikutip Reuters.

Ia juga memperingatkan bahwa peningkatan aksi militer akan sangat merusak upaya yang sedang berlangsung bagi penyelesaian politik buat perang saudara tujuh tahun di Suriah.


Kejar militan keluar Idlib

Dari Moskow, Reuters melaporkan Menlu Rusia Sergei Lavrov mengatakan Pemerintah Suriah berhak mengejar para militan keluar dari kantung yang dikuasai pemberontak di Idlib.

Menurut dia seperti dikutip kantor berita Interfax, Jumat (31/8), pembicaraan mengenai pembuatan koridor kemanusiaan di sana juga sedang berjalan.

Provinsi Idlib di Suriah dan kawasan-kawasan di sekitarnya merupakan kantung utama terakhir yang dikuasai petempur yang menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad, sekutu dekat Rusia.

Satu sumber mengatakan kepada Reuters, Bashar sedang menyiapkan ofensif untuk merebut kembali provinsi tersebut.

Pasukan Pemerintah Suriah "mempunyai hak penuh untuk melindungi kedaulatannya dan mengusir, menghancurkan ancaman teroris atas wilayahnya", kata Lavrov, seperti dilansir Interfax.

Ketegangan antara Rusia dan Barat telah meningkat terkait Idlib, dan Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan pada Kamis (30/8) bahwa Rusia akan mulai melakukan latihan utama angkatan laut di Laut Tengah pada Sabtu di lepas pantai Suriah.

Lavrov juga mengatakan bahwa komunikasi antara Rusia dan Amerika Serikat mengenai Suriah berlangsung seketika.

PBB telah menyerukan Rusia, Iran dan Turki untuk menangguhkan pertempuran yang dapat berdampak pada jutaan warga sipil, dengan menghimbau koridor kemanusiaan untuk mengevakuasi warga sipil.

Putin akan menghadiri konferensi tingkat tinggi di Teheran pada 7 September dengan para pemimpn dari Turki dan Iran, kata jubirnya.





Credit  antaranews.com




Erdogan Sebut Idlib Akan Jadi Ladang Pembantaian


Erdogan Sebut Idlib Akan Jadi Ladang Pembantaian
Presiden Turki Recep Tayyep Erdogan menyebut serangan terhadap Idlib akan menjadi pembantaian. Foto/Istimewa

ISTANBUL - Serangan terhadap provinsi Idlib, Suriah, yang dikuasai oleh pemberontak akan menjadi pembantaian dan KTT yang akan datang di Teheran, dihadiri oleh Iran, Rusia, dan Turki, akan menghasilkan hasil yang positif. Hal itu dikatakan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Rusia, sekutu Presiden Suriah Bashar al-Assad, melanjutkan serangan udara pada Selasa terhadap gerilyawan di Idlib. Serangan ini tindak lanjut daeri pemboman udara selama berminggu-minggu dan berondongan tembakan oleh pasukan pro Suriah sebagai sebuah awalan atas serangan skala penuh terhadap kantong besar terakhir pemberontak.

“Situasi di Idlib sangat penting bagi Turki. Proses kejam telah terjadi di sana. Tuhan melarang, jika daerah ini dihujani oleh rudal akan ada pembantaian yang serius,” kata Erdogan seperti dikutip Reuters dari Hurriyet Daily, Rabu (5/9/2018).

Turki, yang mendukung beberapa pemberontak melawan Assad, mengharapkan hasil positif dari KTT di Teheran yang akan diadakan akhir pekan ini.

“Kami akan membawa masalah ini ke titik positif di KTT Tehran, yang merupakan kelanjutan dari Astana. Saya berharap kita akan dapat mencegah ekstremisme pemerintah Suriah di wilayah ini,” kata Erdogan.

Berbicara kepada wartawan di pesawat saat kembali dari kunjungan resmi ke Kyrgyzstan, Erdogan mengatakan road map untuk kota Manbij Suriah utara yang disepakati antara Ankara dan Washington pada bulan Juni tidak akan maju di jalur yang sama.

Di bawah road map untuk Manbij yang disetujui oleh dua sekutu NATO itu, pasukan Turki dan Amerika Serikat (AS) sekarang melakukan patroli bersama di sana untuk membersihkan area militan YPG.

“Kami tidak pada titik yang ideal (tentang Manbij). Sayangnya kesepakatan yang dibuat tidak akan maju ke arah yang sama dengan diskusi awal,” ujar Erdogan.

Dalam pertemuan pada hari Selasa, Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar dan perwakilan khusus AS untuk Suriah, James Jeffrey, membahas perkembangan di Suriah.




Credit  sindonews.com






Iran: pertemuan puncak tiga-pihak mengenai Suriah "langkah menuju perdamaian"


Iran: pertemuan puncak tiga-pihak mengenai Suriah "langkah menuju perdamaian"

Presiden Suriah Bashar al-Assad menyapa pendukungnya saat ibadah solat Idul Adha di sebuah mesjid di Damaskus, Suriah, dalam foto yang disiarkan oleh Syrian Arab News Agency, Selasa (21/8/2018). (SANA/Handout via REUTERS)




Teheran, Iran, (CB) - Kementerian Luar Negeri Iran pada Senin (3/9) menyatakan pertemuan puncak tiga-pihak mendatang antara Iran, Rusia dan Turki mengenai Suriah adalah "langkah ke arah perdamaian, keamanan dan kestabilan" di negara yang dicabik perang itu.

Pertemuan puncak tersebut dijadwalkan diselenggarakan di Ibu Kota Iran, Teheran, pada 7 September pada tingkat kepala negara dan menteri luar negeri sebagai kelanjutan dari pertemuan Astana, yang diselenggarakan di Ibu Kota Kazakhstan pada pertengahan Maret.

"Tidak logis untuk membayangkan bahwa krisis yang berkepanjangan di Suriah akan diselesaikan dalam satu pertemuan, tapi kami percaya bahwa satu-satunya jalan yang mungkin ditempuh ke arah penyelesaian ini adalah penyelesaian politik," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Bahram Ghasemi dalam taklimat mingguannya.

Pertemuan puncak tersebut, kata Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa siang, juga direncanakan membahas situasi di Provinsi Idlib, bagian barat-laut Suriah, di dekat perbatasan dengan Turki.

Pada April, para pemimpin ketiga negara --Recep Tayyip Erdogan, Vladimir Putin dah Hassan Rouhani-- bertemu di Ankara, Turki, guna membahas cara menyelesaikan konflik tujuh-tahun di Suriah.

Ketiga negara penengah itu bertindak sebagai penjamin gencatan senjata yang diusulkan di Suriah dan telah berusaha mendorong pembicaraan perdamaian sejak 2016 guna menyelesaikan konflik Suriah.

Ghasemi mengatakan penasehat militer Iran akan tetap berada di Suriah atas permintaan Pemerintah Suriah untuk melanjutkan apa yang ia gambarkan sebagai "perang melawan terorisme".

Iran dan kelompok milisi Syiah Lebanon, Hizbullah, adalah sekutu kuat Pemerintah Bashar al-Assad, yang pasukannya telah memerangi kelompok oposisi selama perang saudara yang merenggut banyak jiwa sejak 2011.

Sejak itu, ratusan ribu orang diduga telah kehilangan nyawa dan jutaan orang lagi kehilangan tempat tinggal akibat konflik tersebut.



Credit  antaranews.com


Amerika Minta Israel Tak Serang Irak



Amerika Minta Israel Tak Serang Irak
Rudal Iran dengan beserta gambar raksasa Ayatollah Ali Khamenei saat dipamerkan di Teheran. Foto/REUTERS

TEL AVIV - Pemerintah Amerika Serikat dilaporkan telah meminta Israel untuk tidak menyerang wilayah Irak. Permintaan muncul setelah militer Tel Aviv mengisyaratkan akan menggempur aset-aset militer Iran di negara yang pernah dipimpin Saddam Hussein itu.

Menurut laporan The Jerusalem Post yang mengutip lembaga penyiaran publik Israel, KAN, Rabu (5/9/2018), permintaan Washington disampaikan beberapa minggu lalu menyusul laporan media bahwa Teheran telah mengerahkan rudal balistik ke Irak yang mampu menyerang Arab Saudi dan Israel.

"Tolong tinggalkan Irak demi kami," kata seorang pejabat AS kepada para pejabat pertahanan Israel. Laporan media itu tidak menyebutkan identitas pejabat AS maupun Israel yang melakukan kontak.

Laporan pengerahan rudal Teheran ke Irak itu awalnya diungkap Reuters pada akhir pekan lalu. Dalam laporan itu disebutkan bahwa Iran telah mengirim rudal balistik ke proksi Syiah-nya di Irak selama beberapa bulan. Teheran juga disebut telah mengembangkan kapasitasnya untuk membangun fasilitas manufaktur rudal serta melatih kelompok-kelompok milisi untuk mengoperasikan senjata.

Rudal-rudal yang disebut telah ditransfer ke Irak antara lain, rudal Fateh-110, Zolfaqar dan Zelzal, yang memiliki jangkauan 200-700 km. Dengan jangkauan itu, ketiga jenis rudal mampu menjangkau wilayah Saudi dan Israel jika ditembakkan dari wilayah Irak.

Namun, Teheran membantah laporan tersebut. Juru bicara Departemen Luar Negeri Iran, Bahram Qasemi, mengecam laporan itu dengan menyebutnya sebagai tuduhan palsu dan tidak masuk akal.

"Kebohongan yang disebarkan oleh beberapa media tentang pengiriman rudal buatan Iran ke Irak benar-benar tidak relevan dan tidak berdasar," katanya.

"Berita seperti itu semata-mata untuk menyebabkan kepanikan di antara negara-negara di kawasan dan sejalan dengan kebijakan mereka untuk menyebarkan Iranophobia," imbuh Qasemi.

"Mereka tampaknya ingin hubungan luar negeri Iran yang parah terutama dengan tetangganya," lanjut dia. 





Credit  sindonews.com



Lagi, Jet Tempur Israel Merudal Wilayah Suriah

Lagi, Jet Tempur Israel Merudal Wilayah Suriah
Pesawat jet tempur siluman F-35 Israel. Foto/REUTERS/Amir Cohen

DAMASKUS - Pesawat-pesawat jet tempur Israel meluncurkan serangan rudal di wilayah Hama dan Tartus, Suriah pada hari Selasa (4/9/2018). Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan serangan menargetkan posisi militer Iran.

Kantor berita negara Suriah, SANA, melaporkan sistem sistem pertahanan udara militer Damaskus menembak jatuh beberapa peluru kendali (rudal) yang diluncurkan oleh pesawat-pesawat tempur Tel Aviv.

Sumber militer yang dikutip media pemerintah itu mengklaim target yang diserang Tel Aviv adalah posisi militer pemerintah Presiden Bashar al-Assad.

"Sistem pertahanan udara menanggapi agresi Israel yang dilakukan oleh pesawat, yang menargetkan beberapa posisi militer kami di provinsi Tartus dan Hama," tulis SANA. "Beberapa rudal (Israel) jatuh."

Data sementara, satu orang tewas dan empat lainnya terluka akibat gempuran rudal Tel Aviv.

Menurut Observatorium, rudal-rudal Tel Aviv menghantam situs Wadi al-Oyoun di provinsi Hama tengah. Situs itu berada di dekat pusat penelitian ilmiah yang pernah diserang Israel pada Juli 2018 dan pada tahun lalu.

Kelompok pemantau krisis Suriah yang berbasis di Inggris itu menyatakan, posisi militer Iran di wilayah pesisir Banias, di Provinsi Tartus, juga ditargetkan pesawat tempur Tel Aviv.

"Ada kerusakan material," kata kepala Observatorium, Rami Abdel Rahman, yang dikutip AFP, Rabu (5/9/2018). 





Credit  sindonews.com





Trump Punya Rencana Bunuh Assad


Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump
Foto: AP Photo/Andrew Harnik

Rencana pembunuhan dikeluarkan pada 2017 lalu, tapi tak terealisasi.




CB, WASHINGTON -- Seorang wartawan Amerika Serikat (AS) Bob Woodward menulis sebuah buku yang berjudul "Fear: Trump in the White House". Dalam buku itu ia menyebut, keinginan Presiden AS Donald Trump membunuh Presiden Suriah Bashar al-Assad setelah serangan kimia April 2017 di Idlib.

Seperti dilansir Alarabiya, Rabu (5/9),  Washington Post yang menerbitkan rincian  buku Woodward menerangkan, Trump memanggil Menteri Pertahanan James Mattis untuk menyatakan niatnya membunuh Assad.

“Ayo bunuh dia! Ayo lakukan. Mari kita bunuh mereka,” tulis Woodward mengulangi pernyataan Trump.



Menurut surat kabar itu, Mattis setuju dengan arahan Trump. Tetapi setelah mengakihiri pertemuan dengan Trump, Mattis mengatakan kepada seorang pembantu senior bahwa ia tidak akan melakukan perintah itu. "Kami akan jauh lebih terukur," kata Mattis.
Saat itulah mereka memutuskan melakukan serangan udara daripada menjalankan permintaan Trump.

Publikasi buku Woodward telah diperkirakan sebelumnya. Pejabat Gedung Putih menyebut, hampir semua rekan mereka bekerja sama dengan jurnalis pengungkap skandal Watergate itu. Skandal itu membuat Woodward cukup dikenal karena menyebabkan Presiden Nixon mundur.


Gedung Putih, dalam sebuah pernyataan dari sekretaris pers Sarah Huckabee Sanders, pada  Selasa (4/9) menepis kebenaran isi buku itu. Ia mengatakan buku itu tidak lebih dari karangan yang dibuat oleh mantan karyawan Gedung Putih. Mereka diperintahkan untuk membuat citra Presiden terlihat buruk.

Buku itu mengutip kepala staf John Kelly yang ragu akan kemampuan mental Trump. "Kami di Crazytown," katanya.  Ia juga pernah menyebut Trump sebagai "idiot". Namun hal ini dibantah Kelly.

"Pernyataan saya yang pernah menyebut Presiden idiot itu tidak benar," kata Kelly dalam sebuah pernyataan pada Selasa.





Credit  republika.co.id




Serangan Orang Dalam Kembali Tewaskan Tentara AS


Serangan Orang Dalam Kembali Tewaskan Tentara AS
Foto/Ilustrasi/Istimewa

KABUL - Satu orang anggota pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat (AS) menyusul serangan orang dalam di Afghanistan timur awal pekan ini. Serangan tersebut juga melukai seorang tentara lainya.

"Pengorbanan anggota dinas kami, yang mengajukan diri untuk misi ke Afghanistan untuk melindungi negaranya, adalah kerugian tragis bagi semua yang tahu dan semua yang sekarang tidak akan pernah mengenalnya," kata Jenderal Scott Miller, komandan Resolute Support (RS) dan Pasukan AS-Afghanistan, dalam sebuah pernyataan.

"Informasi tambahan akan dirilis sebagaimana mestinya dan tentara yang terluka itu dalam kondisi stabil," menurut pernyataan itu seperti dikutip dari Xinhua, Selasa (4/9/2018).

Kematian terakhir menjadikan jumlah pasukan AS yang tewas di Afghanistan sejak Januari tahun ini menjadi 6 orang.

Kejadian seperti ini juga terjadi di masa lalu ketika tentara Afghanistan "mengarahkan" senjata mereka melawan pasukan koalisi. Gerilyawan Taliban sebagian besar mengaku bertanggung jawab atas serangan orang dalam ini.

Pada 7 Juli, seorang tentara AS tewas dan dua lainnya terluka dalam insiden serupa di provinsi Uruzgan selatan.

Pasukan NATO dan AS menyelesaikan misi tempur mereka di Afghanistan pada akhir 2014, setelah 13 tahun kehadiran militer di negara itu.

Namun, sekitar 16.000 pasukan asing tetap di Afghanistan untuk membantu pasukan negara itu di bidang pelatihan, memberi nasihat dan mendukung mereka dalam perang melawan pemberontak. 




Credit  sindonews.com



Rebutan Kerang dengan Inggris, Prancis Siap Kerahkan Kapal Perang


Rebutan Kerang dengan Inggris, Prancis Siap Kerahkan Kapal Perang
Para nelayan Prancis dan Inggris terlibat bentrok untuk memperebutkan hak menangkap kerang dan ikan di Teluk Seine. Foto/REUTERS/France 3 Caen

PARIS - Militer Paris siap mengerahkan kapal perang untuk intervensi konflik antara nelayan Prancis dan Inggris terkait sengketa penangkapan kerang di Teluk Seine. Media Barat menjuluki sengketa ini dengan sebutan "Perang Kerang".

Paris dan London dilaporkan akan mengadakan pembicaraan terkait sengketa penangkapan kerang di antara nelayan kedua negara. Pembicaraan itu diharapkan dapat menemukan solusi untuk mencegah bentrokan lebih lanjut antar-nelayan.

Ancaman intervensi militer disampaikan Menteri Pertanian Prancis Stephane Travert. Menurutnya, Angkatan Laut Prancis siap untuk intervensi dalam perselisihan nelayan kedua negara.

"Kami tidak bisa terus seperti ini, kami tidak dapat terus melakukan pertempuran seperti itu. Angkatan Laut Prancis siap untuk masuk jika lebih banyak bentrokan pecah, serta melakukan pemeriksaan," kata Travert, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (5/9/2018).

Menteri Travert menambahkan bahwa dia sudah membahas situasi ini dengan rekannya dari Inggris. Pembicaraan yang melibatkan pihak-pihak akan diadakan pada hari Rabu.


Pada Selasa lalu, sekitar 40 kapal nelayan Prancis berusaha mencegah lima kapal Inggris berukuran besar yang hendak menangkap ikan dan kerang di Teluk Seine. Kapal-kapal Inggris terbakar setelah dilempari bom.

Perselisihan itu pecah karena para nelayan Prancis menuduh para nelayan Inggris menangkap kerang secara tidak adil di Teluk Seine.

Sedangkan para nelayan Prancis kecewa karena dilarang melakukan penangkapan kerang di daerah tersebut antara 15 Mei hingga 1 Oktober setiap tahun. Alasannya, agar populasi kerang pulih. Mereka kecewa karena larangan itu tidak berlaku bagi para nelayan Inggris. 




Credit  sindonews.com




Katalunya Kembali Kampanye Merdeka dari Spanyol

Walikota dari kota-kota di negara bagian Katalunya mengangkat tongkat di gedung parlemen lokal Katalunya setelah hasil voting memenangkan keputusan untuk memisahkan diri dari Spanyol
Walikota dari kota-kota di negara bagian Katalunya mengangkat tongkat di gedung parlemen lokal Katalunya setelah hasil voting memenangkan keputusan untuk memisahkan diri dari Spanyol
Foto: Manu Fernandez/AP

Pemimpin Katalunya menolak tawaran otonomi dari Spanyol.


CB, BARCELONA – Pemimpin Katalunya Quim Torra akan meluncurkan kembali kampanye pemisahan diri dengan Spanyol. Ia menolak tawaran Pemerintah Spanyol untuk menggelar referendum mengenai otonomi yang lebih besar untuk wilayahnya.
Sumber-sumber di pemerintahan Katalunya mengatakan Torra akan menuntut referendum baru mengenai kemerdekaan wilayahnya. Hal itu akan diutarakan Torra pada Selasa (4/9) malam dalam ceramahnya yang berjudul “Our Moment”.

Ceramah tersebut dilakukan menjelang peringatan “Diada” atau hari nasional Katalan yang jatuh sepekan lagi. Diada biasa diperingati dengan melakukan aksi damai di jalanan sambil menyuarakan keinginan untuk memisahkan diri dengan Spanyol.

Pada Senin kemarin, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengusulkan referendum mengenai otonomi Katalunya yang lebih besar. Namun ia dengan tegas menyisihkan referendum tentang kemerdekaan atau upata sepihak Katalunya memisahkan diri dari Spanyol.

Ketua parlemen Katalan yang pro-kemerdekaan, Roger Torrent, mengatakan usulan Sanchez untuk menggelar referendum otonomi yang lebih besar tidak akan diterima. “Sebuah referendum tentang penentuan nasib sendiri adalah apa yang mayoritas orang Katalan inginkan dan itulah yang harus kita hadiri,” ujar Torrent dalam sebuah wawancara radio.

Katalunya telah menggelar referendum kemerdekaan pada Oktober 2017. Kala itu, situasi cukup tegang karena aparat keamanan Spanyol berusaha menutup tempat pemungutan suaran dan membubarkan massa yang hendak memberikan suaranya. Kendati demikian, pemungutan suara tetap berlangsung.

Hasil referendum itu menunjukkan lebih sekitar 90 persen warga Katalunya menghendaki agar mereka memisahkan diri dari Spanyol. Kala itu, pemimpin Katalunya Carles Puigdemont tidak mendeklarasikan kemerdekaan wilayahnya secara tegas dan eksplisit. Dia justru menggunakan hasil referendum untuk bernegosiasi dengan Madrid.

Namun, Pemerintah Spanyol enggan meladeni Puigdemont karena menganggap referendum kemerdekaan itu adalah ilegal. Setelah tarik menarik, parlemen Katalunya akhirnya memutuskan mendeklarasikan kemerdekaan wilayah tersebut. 

Pascadeklarasi, Pemerintah Spanyol segera mengaktifkan pasal 155 Konstitusi Spanyol. Dengan aktifnya pasal tersebut, Madrid memiliki wewenang mengambil alih dan mengontrol langsung pemerintahan otonom Katalunya.

Perdana menteri Spanyol kala itu, Mariano Rajoy, segera memecat Puigdemont sebagai pemimpin Katalunya. Ia pun memberhentikan wakil dan semua menteri regionalnya. Setelah itu, Pengadilan Tinggi Spanyol menerbitkan surat perintah penangkapan Eropa terhadap Puigdemont dan empat anggota kabinetnya yang telah bertolak ke Belgia.

Perselisihan antara pemerintah Katalunya dan Spanyol saat ini dianggap merupakan yang terburuk dalam beberapa dekade terkahir. Apalagi, Pemerintah Spanyol telah mengaktifkan pasal 155 Konstitusi Spanyol. Pasal 155 Konstitusi Spanyol 1978 tidak pernah diaktifkan selama empat dekade terakhir, tepatnya ketika demokrasi dipulihkan pada akhir era kediktator Jenderal Francisco Franco.




Credit  republika.co.id





Aung San Suu Kyi Ragu Campuri Sistem Peradilan Myanmar


Aung San Suu Kyi Ragu Campuri Sistem Peradilan Myanmar
Aung Sann Suu Kyi belum mengeluarkan tanggapan atas kritik penjatuhan hukuman dua wartawan Reuters karena disebut tak mau campuri sistem peradilan Myanmar. (Reuters/Ann Wang)


Jakarta, CB -- Pejabat pemerintah Myanmar reaksi bisu pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi atas kecaman dunia internasional terkait keputusan hukuman penjara dua wartawan kantor berita Reuters disebabkan keraguannya mengkritik sistem peradilan negara itu.

Aung Hla Tun, mantan wartawan Reuters yang kini menjadi wakil menteri informasi, mengatakan, "mengkritik sistem peradilan bisa dianggap penghinaan terhadap pengadilan."

"Saya pikir dia tidak akan melakukan itu," kata Hla Tun kepada kantor berita AFP, Selasa (4/9).



Wa Lone dan Kyaw Soe Oo ditangkap ketika meliput aksi kekerasan militer yang memicu pengungsian sekitar 700 ribu Muslim Rohingya tahun lalu.


Pengadilan Yangoon memutuskan keduanya bersalah berdasarkan Undang-Undang Kerahasiaan Negara dan menjatuhkan hukuman penjara masing-masing tujuh tahun.

Kesaksian seorang polisi membenarkan argumentasi pembelaan keduanya bahwa mereka dijebak oleh polisi yang menyerahkan sejumlah dokumen ketika mereka makan malam sesaat sebelum ditangkap.

Hakim pengadilan memutuskan untuk tidak mempertimbangkan kesaksian itu dalam mengambil keputusan.

Keputusan ini dikecam Uni Eropa, PBB, Amerika Serikat, media dan kelompok-kelompok hak asasi manusia.


Aung San Suu Kyi yang pernah dikenakan tahanan rumah selama 15 tahun dan saat itu memanfaatkan media asing untuk melaporkan nasibnya.

Laporan PBB yang diterbitkan minggu lalu menuduh pemenang hadiah Nobe ini gagal mempergunakan otoritas moralnya untuk menghentikan kekerasan militer tahun lalu dan meminta agar para jenderal yang terlibat diadili dengan tuduhan "genosida".

Aung San Suu Kyi Ragu Campuri SIstem Peradilan Myanmar
Dua wartawan ini mengaku dijebak oleh polisi yang diperkuat oleh kesaksian seorang polisi, namun hakim tetap menyatakan mereka bersalah. (ReutersMyat Thu Kyaw)
Pengacara kedua wartawan ini akan naik banding meski prosesnya akan memakan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Presiden Myanmar, sekutu dekat Suu Kyi, juga bisa mengampuni kedua wartawan itu namun pengamat mengatakan campur tangan pemerintah tidak akan terjadi dalam waktu dekat.



Pada 8 April, 500 orang termasuk 36 tahanan politik mendapat amnesti namun masih ada 200 orang yang menunggu sidang pengadilan karena kasus yang terkait kegiatan politik.

Sementara itu, pendukung Suu Kyi di luar negeri kecewa dengan perilakunya terhadap nasih kedua wartawan tersebut.

Satu-satunya pernyataan dia terkait wartawan Reuters itu dikemukakan dalam wawancara dengan NHK Jepang bahwa mereka melanggar Undang-Undang Keamanan Negara. Pernyataan itu dikecam keras oleh kelompok hak asasi manusia karena berpotensi mempengaruhi keputusan pengadilan.

Diplomat AS Bill Richardson, mentan orang kepercayaan Suu Kyi dan anggota dewan penasehat krisis Rohingya, menuduh pemimpin sipil Myanmar ini menyebut kedua wartawan ini sebagai pengkhianat ketika bertemu pada awal tahun ini.

Sementara kasus ini membuat marah dunia Barat, di dalam negeri kasus ini tidak mendapat perhatian besar meski ada dampak pada kebebasan pers.

Reaksi atas keputusan pengadilan ini juga beragam.

Media yang didukung pemerintah hampir tidak memberitakan keputusan pengadilan ini meski koran lain memperlihatkan solidaritas dengan wartawan tersebut.

Koran bernama 7Days News menyebut ini sebagai "hari menyedihkan" bagi Myanmar dan memuat satu halaman berwarna hitam di halaman depan.





Credit  cnnindonesia.com




Duterte Perintahkan Penahanan Anggota Parlemen Pengkritiknya

Duterte Perintahkan Penahanan Anggota Parlemen Pengkritiknya
Presiden Filipina Rodrigo Duterte memerintahkan penahanan Senator Antonio Trillanes, salah satu pengkritiknya yang vokal. (Reuters/Romeo Ranoco)


Jakarta, CB -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte memerintahkan penahanan Senator Antonio Trillanes, salah satu pengkritiknya yang vokal.

"Angkatan bersenjata Filipina dan Kepolisian Nasional Filipina diperintahkan menggunakan semua cara yang sah untuk menangkap Trillanes," bunyi pernyataan militer yang dirilis di surat kabar Manila Times, Selasa (4/9).

Perintah penangkapan Trillanes muncul setahun setelah dia menuduh anak tertua Duterte diadili karena terlibat perdagangan narkoba.


Trillanes juga pernah menuding Duterte terlibat korupsi jutaan dolar uang negara. Saat itu, Duterte bersumpah akan membalas dendam dan "menghancurkan dia."


Dikutip AFP, perintah penangkapan dikeluarkan Duterte sebagai pembatalan pemberian pengampunan terhadap Trillanes pada 2010.

Pengampunan sebelumnya diberikan pemerintahan saat itu terkait keterlibatan Trillanes dalam upaya mengkudeta mantan Presiden Gloria Arroyo.



Kantor Duterte menyatakan pengampunan dibatalkan karena Trillanes tidak memenuhi syarat untuk diampuni. Mantan perwira angkatan laut itu juga disebut telah mengakui kesalahannya.

Selain ditahan, Duterte juga menginginkan Trillanes diadili atas pengambilalihan sebuah hotel di Manila pada 2007 lalu.

Saat itu, Trillanes bersama beberapa pengikutnya yang dilengkapi senjata menyerbu serta menyita hotel tersebut sebagai desakan bagi Arroyo untuk mundur.



Trillanes menyebut perintah penangkapannya "tidak memiliki dasar hukum apa pun."

Kepada wartawan, dia mengatakan telah meminta tim kuasa hukumnya mempelajari cara-cara "menggagalkan perintah eksekutif bodoh" tersebut.

"Ini jelas-jelas kasus penganiayaan politik, tetapi saya tidak akan menyerah. Ada waktu perhitungan bagi Anda (Duterte) dan antek-antek Anda," ucap Trillanes melalui pernyataan.

Politikus oposisi turut mengecam perintah penangkapan Trillanes dengan menyebutnya sarat politik.





Credit  cnnindonesia.com





Venezuela Didesak Terima Bantuan Kemanusiaan Atasi Krisis



Venezuela Didesak Terima Bantuan Kemanusiaan Atasi Krisis
Warga Venezuela beli kebutuhan pangan ke Kolombia. (Reuters/Marco Bello)



Jakarta, CB -- Sebanyak 13 negara Amerika Latin berkumpul untuk mendesak pemerintah Venezuela segera menandatangani resolusi untuk mau menerima bantuan kemanusiaan.

Bantuan kemanusiaan tersebut dimaksudkan untuk meringankan krisis migrasi yang dialami penduduknya.

Mengutip AFP, dari 13 negara Amerika Latin yang berkumpul di ibukota Ekuador, Quito, Selasa (4/9), hanya Bolivia yang menolak menandatangani dokumen tersebut.


Negara yang dipimpin Evo Morales itu dikenal sebagai sekutu sayap kiri Venezuela yang kini masih dipimpin oleh Nicolas Maduro.



Ekuador dan Peru sampai sekarang mengizinkan warga Venezuela masuk hanya menggunakan kartu identitas nasional. Karenanya, kedua negara ini menjadi lokasi yang kini dituju oleh warga Venezuela yang ingin keluar dari negaranya yang sedang dilanda krisis.

Menteri Dalam Negeri Ekuador Mauro Toscanini mengatakan pihaknya akan meminta siapapun yang memasuki Ekuador untuk menunjukkan paspor mereka.

Kementrian Luar Negeri Ekuador kemudian menambahkan bahwa hal ini akan berlaku khusus untuk warga Venezuela.

Bulan Agustus lalu, Ekuador mengumumkan keadaan darurat di tiga provinsi setelah melonjaknya imigran Venezuela yang melintasi perbatasan Ekuador-Kolombia di wilayah Pegunungan Andean.

Pihak berwenang mengatakan sekitar 4.500 orang Venezuela menyeberang setiap hari, padahal sebelumnya hanya 500 hingga 1000 orang per hari.


Seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri Ekuador menyatakan bahwa sekitar 600 ribu orang Venezuela telah memasuki negara itu sepanjang tahun ini, dan sekitar 109 ribu orang yang menetap.

Karena tak mampu membeli tiket pesawat dan mendapat upah minim hanya beberapa dolar sebulan, warga Venezuela memilih menaiki bus selama berhari-hari menyeberangi wilayah Amerika Selatan. Banyak yang melewati Ekuador selama perjalanan mereka menuju Peru atau Chile.

Dua pejabat pemerintah Peru yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa Peru juga berencana meminta paspor dari penduduk Venezuela dalam waktu dekat.

Pejabat imigrasi Peru memperkirakan hampir 400 ribu orang Venezuela berada di Peru, yang sebagian besar masuk tahun ini.


Menteri Dalam Negeri Peru juga mengatakan pada pekan ini sekitar 20 persen dari warga Venezuela masuk ke Peru tanpa paspor.

Warga Venezuela yang menjual makanan dan pernak-pernik di pinggir jalan telah menjadi pemandangan umum di kota Lima dan Quito. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dari penduduk setempat bahwa imigran dapat mengambil pekerjaan mereka dan meningkatkan tingkat kriminalitas.

Presiden Ekuador Lenin Moreno sendiri merupakan kelompok sayap kiri seperti Maduro. Tetapi Moreno disebut telah menjauhi Caracas sejak ia menjabat tahun lalu.

Sementara itu, Presiden Peru Martin Vizcarra meminta agar Maduro mengundurkan diri dari jabatanya sebagai presiden.




Credit  cnnindonesia.com







Spanyol Batal Jual 400 Bom yang Dipandu Laser ke Arab Saudi


Spanyol Batal Jual 400 Bom yang Dipandu Laser ke Arab Saudi
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (kiri) bersalaman dengan Menteri Pertahanan Spanyol Maria Dolores Cospedal pada 12 April 2018. Foto/REUTERS/File Photo

MADRID - Pemerintah Spanyol membatalkan kesepakatan penjualan 400 bom yang dipandu laser ke Arab Saudi yang diteken tahun 2015. Pembatalan terjadi di saat agresi Koalisi Arab yang dipimpin Saudi terhadap Yaman menjadi sorotan masyarakat internasional.

Pada Agustus lalu, Koalisi Arab meluncurkan serangan udara terhadap bus sekolah di Yaman yang menewaskan 40 anak.

Kementerian Pertahanan Spanyol melalui seorang juru bicaranya membenarkan laporan pembatalan penjualan senjata itu sebagaimana dilansir radio Cadena Ser. Menurut laporan tersebut, pemerintah Sosialis baru Spanyol akan mengembalikan 9,2 juta euro (USD10,6 juta) yang sudah dibayarkan oleh Saudi untuk pembelian senjata di bawah kesepakatan yang ditandatangani oleh pemerintahan konservatif yang berkuasa sebelumnya.

Juru bicara yang tak disebutkan namanya itu menolak untuk menjelaskan pembatalan penjualan 400 bom Madrid kepada Riyadh.

Insiden serangan bus sekolah di Yaman oleh Koalisi Arab telah memicu gelombang kemarahan internasional. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) bahkan meminta untuk dilakukan penyelidikan yang kredibel dan transparan.

Koalisi Arab mengklaim telah menargetkan bus yang membawa pemberontak Houthi Yaman.

Koalisi itu mulai intervensi militer di Yaman mulai Maret 2015 setelah pemberontak Houthi nyaris menggulingkan pemerintah Presiden Abd Rabbo Mansour Hadi.

Hampir 10.000 orang tewas dalam konflik sejak itu, 2.200 di antara mereka adalah anak-anak. Konflik di Yaman, menurut PBB, telah memicu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Amnesty International mengatakan Spanyol adalah salah satu eksportir senjata terbesar ke Arab Saudi.

Amnesty dan kelompok hak asasi manusia lainnya, termasuk Greenpeace dan Oxfam, pada hari Selasa mendesak Spanyol untuk menghentikan semua penjualan senjata ke Arab Saudi dan Israel, dengan alasan senjata tersebut sering digunakan terhadap warga sipil.

Spanyol menandatangani perjanjian dengan Arab Saudi pada bulan April lalu untuk menjual lima kapal perang kecil dari jenis korvet dalam kesepakatan yang diperkirakan bernilai sekitar 1,8 miliar euro. 






Credit  sindonews.com




Negosiasi Denuklirisasi Macet, Utusan Korsel Sambangi Korut



Negosiasi Denuklirisasi Macet, Utusan Korsel Sambangi Korut
Presiden Korsel Moon Jae-in dan Pemimpin Korut Kim Jong-un bersalaman di wilayah perbatasan kedua negara. Foto/Istimewa



SEOUL - Utusan khusus Korea Selatan (Korsel), Rabu (5/9/2018), meninggalkan Seoul untuk perjalan satu hari ke Korea Utara (Korut). Utusan Korsel menyambangi Korut untuk membahas pertemuan ketiga yang akan diadakan bulan ini antara Presiden Korsel Moon Jae-in dan Pemimpin Korut Kim Jong-un.

Pejabat Korsel berharap kunjungan itu dapat membangkitkan momentum pembicaraan denuklirisasi antara Amerika Serikat (AS) dan Korut. Pembicaraan itu terhenti sejak Presiden AS Donald Trump membatalkan perjalanan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo ke Pyongyang bulan lalu setelah Pompeo menerima surat permusuhan dari seorang pejabat senior Korut.

Trump dan Moon berbicara melalui telepon selama 50 menit pada hari Selasa, kata para pejabat, dan berencana untuk membahas masalah Korut selama Majelis Umum PBB di New York akhir bulan ini.

Kim Jong-un setuju dalam arti luas untuk bekerja menuju denuklirisasi semenanjung Korea pada pertemuan puncak bersejarah dengan Presiden AS Trump di Singapura pada bulan Juni.

Namun, AS dan Korut tidak menemui titik temu terkait mana yang didahulukukan, apakah denuklirisasi atau langkah menuju normalisasi status internasional Korut dengan menyatakan akhir Perang Korea.

Perang Korea 1950-53 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai, yang berarti AS dan Korut secara teknis masih berperang.

Dikutip dari Reuters, utusan Korsel termasuk kepala kantor keamanan nasional di Istana Presiden Presiden, Chung Eui-yong, dan direktur agen mata-mata Intelijen Nasional, Suh Hoon.

Tidak jelas apakah utusan tersebut akan bertemu Kim Jong-un, kata pejabat Korea Selatan. Pemimpin Korut bertemu dengan utusan Korsel di perjalanan mereka sebelumnya pada bulan Maret.

Pada hari Selasa, Chung ingin berdiskusi dengan pejabat Pyongyang untuk mencapai denuklirisasi menyeluruh di semenanjung Korea.

"Seoul akan terus mendorong deklarasi bersama dengan AS untuk mengakhiri Perang Korea tahun ini," kata Chung.

Kim Jong-un membuat penampilan publik pertamanya dalam 16 hari terakhir untuk memberi hormat pada pemakaman Dr. Ju Kyu Chang, menurut media pemerintah Korut KCNA pada hari Rabu.

Ju adalah kontributor utama bagi keberhasilan pengembangan senjata nuklir Korut, rudal balistik dan program luar angkasa, menurut North38, situs yang mempunyai spesialisasi dalam analisis Korut. 


Korut saat ini sedang mempersiapkan diri untuk merayakan ulang tahun ke-70 pendirian rezim pada hari Minggu mendatang.




Credit  sindonews.com



Kolombia Tolak Desakan Israel untuk Batalkan Pengakuan Palestina

Kolombia Tolak Desakan Israel untuk Batalkan Pengakuan Palestina
Presiden baru Kolombia, Ivan Duque mengatakan bahwa keputusan pendahulunya tentang pengakuan Palestina sebagai negara berdaulat akan tetap berlaku. Foto/Istimewa
BOGOTA - Presiden baru Kolombia, Ivan Duque mengatakan bahwa keputusan pendahulunya tentang pengakuan Palestina sebagai negara berdaulat akan tetap berlaku. Ini merupakan respon atas desakan yang disampaikan oleh Kedutaan Besar israel di Bogota.

Kedutaan Besar Israel di Bogota telah menggambarkan keputusan pemerintah Kolombia sebelumnya untuk mengakui kedaulatan Palestina sebagai tamparan di wajah dan meminta otoritas Kolombia yang baru untuk membatalkannya.

"Keputusan ini tidak dapat diubah," kata Duque saat melakukan wawancara dengan media setempat, seperti dilansir Sputnik pada Selasa (4/9).

Keputusan untuk mengakui Palestina dibuat oleh Juan Manuel Santos pada hari-hari terakhir masa jabatannya, dan dirilis pada tanggal 8 Agustus, atau satu hari setelah Duque disumpah sebagai Presiden baru Kolombia.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri baru Kolombia, Carlos Holmes Trujillo berjanji bahwa pihaknya akan secara hati-hati mempelajari keputusan Santos tersebut.

Israel sendiri memang telah menentang pengakuan terhadap kedaualatan Palestina. Di mana sampai saat ini setidaknya sudah 140 negara yang mengakui Palestina sebagai negara yang berdaulat.

Semakin banyak negara yang mengakui Palestina sebagai negara yang beradulat, maka posisi Ramllah akan semakin kuat, khsususnya saat melakukan pembicaraan damai dengan Israel. 




Credit  sindonews.com




Selasa, 04 September 2018

Eks Menhan AS: Pertemuan Trump-Kim Jong-un "Dikutuk"


Eks Menhan AS: Pertemuan Trump-Kim Jong-un Dikutuk
Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong-un saat bertemu di Singapura pada 12 Juni lalu. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un di Singapura ditakdirkan gagal sejak awal. Hal itu dikatakan oleh mantan Menteri Pertahanan (Menhan) AS, Leon Panetta.

"Masalahnya adalah bahwa dalam banyak hal (pertemuan) itu ditakdirkan gagal sejak awal, karena tidak pernah ada pekerjaan persiapan yang harus dilakukan sebelum pertemuan puncak," kata Panetta di acara ABC "This Week" .

"Ini semua tentang pertunjukan, (pertemuan) itu tentang berjabat tangan dan bertukar kata," imbuhnya seperti dikutip dari CBS News, Selasa (4/9/2018).

Pekerjaan yang mendasari pada proses dan melihat situs senjata nuklir dan menentukan rezim inspeksi, kata Panetta, tidak terjadi sesuai kebutuhan. Sekarang, Panetta mengatakan dia "sangat khawatir" tentang situasi Korut. 

"Karena sejujurnya, saya pikir kami telah gagal di tangan kami sekarang," cetusnya.

"Ada daftar panjang upaya gagal sepanjang sejarah, ini mungkin salah satu dari mereka," kata Panetta yang menjabat sebagai menteri pertahanan dan direktur CIA di bawah mantan Presiden Barack Obama.

Trump sendiri tetap optimis tentang masa depan Korut, setelah menyatakan Korut tidak lagi menjadi ancaman nuklir pasca pertemuan Singapura. Namun ia bahkan harus mengakui bahwa kemajuannya tidak signifikan.

Pada bulan Juli, Washington Post melaporkan badan intelijen AS menemukan bahwa Korut sedang membangun rudal baru, berdasarkan foto satelit dan bukti lainnya.

"Saya telah meminta Menteri Luar Negeri Mike Pompeo untuk tidak pergi ke Korea Utara, pada saat ini, karena saya merasa kami tidak membuat kemajuan yang cukup sehubungan dengan denuklirisasi Semenanjung Korea," kata Trump bulan lalu.

Tidak jelas apa langkah selanjutnya bagi Korut, karena AS belum memberikan waktu untuk denuklirisasi. Pompeo mengatakan bulan lalu bahwa Korut akan menentukan waktunya sendiri, sesuatu yang mengejutkan bagi sebagian orang.

"Jadwal akhir untuk denuklirisasi akan ditentukan oleh Ketua Kim, setidaknya sebagian," kata Pompeo.

"Keputusannya adalah miliknya. Dia membuat komitmen, dan kami sangat berharap bahwa selama minggu-minggu dan bulan-bulan mendatang kami dapat membuat kemajuan besar menuju itu dan menempatkan orang-orang Korea Utara pada lintasan menuju masa depan yang lebih cerah dengan sangat cepat," tuturnya. 






Credit  sindonews.com



Tokoh Kunci Program Nuklir Korut Meninggal Dunia


Tokoh Kunci Program Nuklir Korut Meninggal Dunia
Ju Kyu-chang, tokoh kunci pengembangan nuklir dan rudal balistik Korut meninggal dunia. Foto/Ilustrasi/Istimewa

SEOUL - Seorang pejabat Korea Utara (Korut) yang diketahui terlibat dalam pengembangan rudal dan senjata nulir telah meninggal dunia. Demikian laporan media negara Korut, Korean Central News Agency (KCNA).

"Ju Kyu-chang (89) meninggal Senin malam karena penyakit pansitopenia," bunyi laporan KCNA yang dikutip Yonhap, Selasa (4/9/2018).

KCNA menyebutnya sebagai tentara revolusioner yang telah memberikan kontribusi terhormat untuk pertahanan nasional.

"Melepaskan kawan Ju Kyu-chang yang dengan setia melaksanakan tugas-tugas besar partai kami di garis depan pertahanan nasional adalah kerugian besar bukan hanya untuk partai kami tetapi juga untuk rakyat kami," kata KCNA.

Lulusan Universitas Teknologi Kim Chaek Korut, Ju Kyu-chang telah menghabiskan banyak karirnya dalam mengembangkan senjata.

Ia ditunjuk sebagai direktur Departemen Industri Mesin Bangunan Partai Buruh Korea pada tahun 2010, yang ditugaskan untuk pengembangan nuklir dan rudal.

Pada April 2009, ia terlihat menemani pemimpin Korut Kim Jong-il saat kunjungannya ke pusat komando untuk mengamati peluncuran roket Unha-2. Dia juga dikenal sangat terlibat dalam pengembangan roket Unha-3 yang ditingkatkan. Roket ini diuji coba Korut pada bulan April dan Desember 2012.

Amerika Serikat (AS) memasukkan nama Ju Kyu-chang dalam daftar hitam pada 2013 karena keterlibatannya dalam mengembangkan rudal balistik dan senjata pemusnah massal.

Dia mengundurkan diri dari jabatan departemen partai pada Mei 2015 dalam perombakan besar-besaran di sektor amunisi negara komunis. 



Credit  sindonews.com




Sanksi Ekonomi Trump: Bumerang yang Siap Hancurkan AS



Sanksi Ekonomi Trump: Bumerang yang Siap Hancurkan AS
Presiden AS Donald Trump (REUTERS/Leah Millis)



Jakarta, CB -- Setahun lebih menjabat di Gedung Putih, Presiden Donald Trump dianggap terlalu agresif menggunakan kewenangan Amerika Serikat menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap negara asing.

Sepanjang 2017, Kementerian Keuangan AS tercatat telah memasukkan 1.000 entitas seperti individu, perusahaan, hingga negara asing ke dalam daftar hitamnya.

Jumlah tersebut lebih besar 30 persen jika dibandingkan sanksi yang pernah diterapkan pemerintahan Barack Obama di masa akhir jabatannya.


Mulai dari Kuba, Venezuela, Korea Utara, Iran, China, hingga sekutunya sendiri, seperti Turki, terkena dampak sanksi dan kebijakan ekonomi Amerika yang semakin proteksionis di bawah kepemimpinan Trump.



Penerapan kebijakan sanksi ini dianggap berlebihan. Trump dinilai menjadikan sanksi ekonomi dan peningkatan tarif perdagangan sebagai "senjata politik" untuk meraih keinginannya agar AS mendapat keuntungan terbesar dari semua konsensi yang ada.

"Sanksi ekonomi memang salah satu senjata Amerika juga negara lain yang sudah lama digunakan dalam hubungan antar-negara. Tapi memang (penerapan sanksi ekonomi AS di bawah pemerintahan Trump) keterlaluan, termasuk kebijakannya terhadap Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa," kata Guru Besar Emeritus Ilmu Politik Ohio State University, William Liddle, kepada CNNIndonesia.com.

Liddle menganggap pendekatan Trump dengan sanksi dan perang tarif bersifat dangkal. Ia menilai ini hanya semakin menggambarkan ketidakpahaman Trump dan para penasihatnya terkait manfaat yang selama ini didapat AS melalui perjanjian kerja sama internasional.

"Kebijakan negara-negara yang selama ini diserang AS dengan sanksi dan kebijakan ekonominya itu sebenarnya tidak salah dan tidak merugikan kepentingan Amerika, kecuali dalam khayalan Trump sendiri," ucap Liddle.

Liddle mengatakan bahwa sanksi memang dianggap sebagai salah satu alat "yang menggiurkan" dalam politik luar negeri lantaran berbiaya murah jika dibandingkan dengan opsi militer seperti perang.

Penerapan sanksi ekonomi tidak memerlukan pemberitahuan lebih dulu, peninjauan hukum, dan juga tidak menimbulkan kerusakan fisik secara langsung.

Jika berbicara hasil, sanksi ekonomi pun dirasa lebih cepat berdampak daripada opsi militer karena langsung menyasar kebutuhan finansial suatu entitas.

Dalam hal ini, sanksi AS dianggap menjadi yang paling kuat di dunia lantaran mata uang dolar menjadi acuan di hampir seluruh transaksi internasional, mulai dari perbankan hingga perdagangan.

Bom waktu kehancuran AS

Meski demikian, penggunaan sanksi ekonomi secara berlebihan oleh AS dikhawatirkan mengurangi efektivitasnya dan malah menjadi bumerang Negeri Paman Sam.

Liddle bahkan menilai Amerika sedang menunggu kehancuran lantaran terlalu mengeksploitasi sanksi finansial dan kebijakan ekonomi proteksionis hanya untuk memuaskan keinginan Trump.

"Amerika sedang menembak kakinya sendiri. Hasilnya kelak adalah semakin banyak negara yang tidak mau bekerja sama dengan Amerika dalam banyak hal, khususnya untuk membendung kebijakan anti-pasar dan anti-asing dari Tiongkok, yang memang merupakan masalah serius," kata Liddle.

"AS memerlukan teman saat ini, sementara kebijakan Trump malah justru menciptakan musuh."

Keputusan AS menerapkan kembali sanksi terhadap Iran dan keluar dari perjanjian nuklir 2015 merupakan salah satu contoh signifikan kegagalan Trump dalam menerapkan sanksi.

Alih-alih membuat Iran menghentikan program rudal balistiknya, pemerintahan Presiden Hassan Rouhani malah menggencarkan pengembangan program senjatanya itu sebagai balasan terhadap AS yang dinilai melanggar janji.

Selain itu, keputusan AS keluar dari The Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) dinilai semakin merenggangkan Washington dengan sekutu, terutama Uni Eropa yang mengecam keputusan tersebut.

"Trump adalah presiden pertama Amerika yang menolak semua organisasi dan persetujuan antar-negara yang dianggapnya merugikan kepentingan AS atau membelenggu tangannya untuk bertindak bebas. Bukan hanya di bidang ekonomi, tapi juga di semua bidang termasuk pertahanan," tutur Liddle.

Menurut Liddle, Amerika kini tak lagi memainkan peran lamanya sebagai salah satu pemimpin dunia.

"Dan hanya kegagalan atau kekalahan Trump yang bisa diharapkan untuk membalikkan keadaan ini," katanya.

Senada dengan Liddle, Dosen Jurusan Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, menganggap sanksi ekonomi sulit diterapkan secara unilateral dalam situasi saat ini.

Teuku menganggap AS mau tak mau harus tetap merangkul negara mitra dan sekutunya untuk bisa menekan negara "pembangkang" secara finansial.

Namun, dengan agresifitas Trump memanfaatkan sanksi, Teuku khawatir kebijakan tersebut lambat laun hanya akan menghancurkan Amerika sendiri.

Sebagai contoh, Teuku mengatakan sudah banyak negara-negara yang tak lagi menganggap dolar sebagai mata uang acuan dalam transaksi internasional. Menurutnya, China sudah lama menggunakan yuan sebagai mata uang acuan dalam transaksi internasionalnya.

Belakangan, Iran dan Turki juga melakukan hal serupa tak lama setelah kedua negara itu diganjar Trump dengan sanksi.

Jika ini terus berlangsung, Teuku menganggap pelan-pelan sanksi AS akan menggerogoti kepemimpinan keuangan Negeri Paman Sam sendiri.

"AS tetap memerlukan sekutu untuk memberlakukan sanksi dan tekanan terhadap negara lain. Sekarang China sudah berselisih dengan AS, Uni Eropa, Jepang, dan Kanada juga. AS musuhi mereka semua. Amerika sekarang menjadi raksasa yang kesepian," kata Teuku.

"Yang terburuk adalah bagaimana jika negara yang ditargetkan sanksi menagih secara serentak utang AS dan menolak adanya renegosiasi? Padahal, di saat bersamaan AS merupakan negara dengan utang terbesar di dunia. Ini yang tak pernah Trump bayangkan."





Credit  cnnindonesia.com




Erdogan Serukan tak Pakai Dolar dalam Perdagangan



Recep Tayyip Erdogan
Recep Tayyip Erdogan
Foto: EPA

Ketergantungan terhadap dolar berimbas ke ekonomi Turki.



CB, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengusulkan agar tak menggunakan dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan, dan memilih memakai lira. Ketergantungan perdagangan internasional pada dolar AS, kata dia, harus diturunkan sebab hal itu berimbas menjadi kendala bagi Turki.

"Kami mengusulkan untuk memperdagangkan mata uang kami sendiri daripada dolar AS," ujar Erdogan pada KTT ke--6 mewakili Dewan Turki di Pusat Kebbudayaan Ruhk Ordo, Kyrgyztan seperti dikutip Andolou Agency, Selasa (4/9).


KTT tersebut diselenggarakan oleh Presiden Kyrgyzstan Sooronbay Jeenbekov di Pusat Kebudayaan Rukh Ordo. Selain presiden Turki, Azerbaijan, Kazakhstan, dan Uzbekistan, perdana menteri Hongaria juga berpartisipasi dalam acara ini sebagai pengamat.

Di KTT, Erdogan mengatakan, Turki dan negara-negara sahabat tidak boleh menunda dalam memerangi organisasi teror fetullah (FETO). Organisasi yang dipimpin Fetullah Gulen mengatur kudeta pada 15 Juli 2016 yang menyebabkan 251 orang menjadi martir dan hampir 2200 orang terluka.

Ankara juga menuduh FETO berada di belakang kampanye utnuk menggulingkan negara melalui iniltrasi Turki, khususnya militer, polisi dan peradilan. Erdogan menambahkan, organisasi teroris telah membentuk struktur organisasi dengan mendirikan institusi pendidikan di seluruh dunia dan juga di Turki.


Ekonomi Turki


Sebelumnya Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Sabtu (25/8) meminta semua rakyatnya memerangi serangan terhadap perekonomian Turki. Saat ini Turki terlibat perselisihan terus-menerus dengan Amerika Serikat (AS). Nilai mata uang Turki, lira anjlo ke level yang terendah.





 





"Tekad rakyat Turki adalah jaminan untuk memerangi serangan terhadap perekonomian Turki," kata Erdogan dalam pernyataan, yang disiarkan untuk memperingati Pertempuran Manzikert pada 1071.


Hubungan Turki dengan AS mengalami keretakan menyangkut penahanan pendeta AS, Andrew Brunson, di Turki. Pada pekan lalu, pengadilan Turki kembali menolak permohonan pembebasan pendeta berusia 50 tahun ini yang dituduh sebagai mata-mata.




Credit  republika.co.id



Jet F-35 Israel Dihantam S-200 Buatan Rusia atau Tabrak Burung?


Jet F-35 Israel Dihantam S-200 Buatan Rusia atau Tabrak Burung?
Pesawat jet tempur siluman F-35 produksi Lockheed Martin, Amerika Serikat. Foto/The National Interest

MOSKOW - Sudah ada laporan—sekali lagi, hanya laporan—bahwa jet tempur siluman F-35 Israel telah menerbangkan misi tempur. Mengingat bahwa Angkatan Udara AS dan Israel termasuk yang paling aktif di dunia, cepat atau lambat F-35 benar-benar akan benar-benar melihat pertempuran.

Tapi laporan tak mengenakkan kembali menerpa jet tempur buatan Lockheed Martin Amerika Serikat itu,  yang disebut-sebut telah dioperasikan Israel di Suriah.

Media pro-Rusia, Southfront.org, melaporkan bahwa F-35I Israel terkena dan rusak oleh rudal surface-to-air (SAM) S-200 buatan Rusia selama serangan udara Israel di Suriah. Israel, menurut laporan itu, mengklaim bahwa salah satu jet tempur F-35-nya rusak setelah bertabrakan dengan seekor burung.

Cerita dimulai pada 16 Oktober 2017, ketika Israel mengumumkan bahwa pesawatnya telah menghantam baterai SAM Suriah di dekat Damaskus. Serangan dilakukan dua jam setelah militer Damaskus menembak pesawat pengintai Tel Aviv yang terbang di atas wilayah udara Lebanon.

Menurut Israel, serangan itu merusak baterai SAM Suriah, dan tidak ada pesawat Israel yang terkena. Kebetulan atau tidak, insiden itu terjadi pada hari yang sama saat Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu, tiba di Israel untuk melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Avigdor Lieberman.

Namun, Southfront.org, situs yang memantau militer Rusia dan intervensinya dalam perang sipil Suriah, menyuguhkan cerita yang berbeda. "Menurut informasi yang tersedia, Pasukan Pertahanan Suriah menggunakan rudal S-200 melawan pesawat tempur Israel," tulis Southfront, yang dikutip The National Interest, Senin (3/9/2018).

Southfront tidak bisa menahan diri untuk menunjukkan bahwa pesawat tempur siluman F-35 "dibayangi" oleh rudal buatan Rusia tahun 1960-an. “Rudal buatan Soviet ini adalah sistem anti-pesawat jarak jauh paling canggih yang dioperasikan oleh militer Suriah. Bahkan dalam hal ini, itu kuno dalam hal peperangan modern," lanjut laporan tersebut.

Namun, bukti yang dikutip oleh Southfront belum cukup kuat. Beberapa jam setelah militer Israel mengumumkan serangan terhadap baterai SAM Suriah, media Israel melaporkan bahwa F-35 Israel telah dirusak oleh serangan burung dua minggu sebelumnya.

Pesawat itu dilaporkan mendarat dengan selamat, tetapi Angkatan Udara Israel mengakui bahwa pesawat itu tidak yakin apakah akan terbang lagi atau tidak. Israel telah menerima pengiriman tujuh F-35 sejauh ini, namun telah memesan total 50 unit.

"Insiden itu diduga terjadi 'dua minggu yang lalu' tetapi secara terbuka dilaporkan hanya pada 16 Oktober," imbuh laporan Southfront. "Namun, sumber-sumber Israel tidak dapat menunjukkan foto pesawat perang F-35 setelah 'menabrak burung'."

Southfront tidak menjelaskan mengapa Angkatan Udara Israel akan merasa perlu untuk merilis foto pesawat siluman yang rusak.

Sementara itu, situs pertahanan AS, The Drive melaporkan bahwa F-35 baru saja memasuki layanan Israel saat ini. Sehingga tidak mungkin akan terbang untuk misi ke Suriah, kecuali jika ada beberapa jenis aksi darurat (dan Israel memiliki banyak F-15 dan F -16 untuk menangani hal semacam itu sekarang). Pesawat itu juga tak difokuskan untuk misi pengintaian di atas Lebanon. 

The Drive menyimpulkan dengan agak rapi; “Meskipun kita tidak dapat mengesampingkan kemungkinan itu sepenuhnya, seperti yang dikatakan oleh Freud—terkadang serangan burung hanyalah sebuah serangan burung."

Kendati demikian, yang paling menarik dari laporan ini ini adalah apakah F-35 terkena rudal Rusia atau tidak. Seperti keberadaan UFO, ceritanya mungkin benar atau tidak benar, tetapi itu membutuhkan bukti untuk dipercaya.

Bagian lain yang menarik adalah bahwa F-35 yang telah menjadi simbol dari kecakapan teknologi AS diuji kompetensinya seiring dengan laporan bahwa F-35 telah rusak. Rusia dan para pendukungnya diyakini akan mendukung setiap laporan yang menyebut F-35 telah dihantam rudal tersebut. Namun, negara-negara pendukung F-35 dipastikan akan menentang laporan semacam itu.



Credit  sindonews.com