Jakarta, CB-- Palestina marah atas keputusan AS menghentikan seluruh pendanaan bagi UNRWA,
badan PBB yang membantu jutaan pengungsi Palestina dan memandang
langkah ini sebagai perubahan kebijakan baru yang bertujuan menghalangi
perjuangan mereka.
Washington, yang hingga tahun lalu merupakan
pendonor terbesar UNRWA, mengumumkan tidak akan lagi menyumbang
"kegiatan yang cacat sejak lahir".
Langkah pemerintahan Presiden
Donald Trump ini digambarkan sebagai "kejam dan tidak bertanggung
jawab" oleh pejaba senior Palestina Hanan Ashrawi.
"Pengungsi Palestina adalah korban yang kehilangan rumah,
pekerjaan dan keamanan akibat pembentukan negara Israel," ujarnya, Sabtu
(1/9).
UNWRA
dianggap AS dan Israel badan cacat karena terus mempertahankan ide
warga Palestina memilik hak kembali ke rumah mereka yang hilang setelah
pendirian negara Israel. (Taghrid Mohammed/UNRWA via Reuters)
|
Amerika Serikat mendukung tuduhan Israel bahwa UNRWA membuat konflik
Timur Tengah abadi dengan mempertahankan ide bahwa sebagian besar warga
Palestina adalah pengungsi yang memiliki hak kembali ke rumah mereka
yang kini menjadi Israel.
Tetapi bagi Palestina, hak ratusan
ribu orang yang mengungsi atau diusir ketika terjadi perang 1948 setelah
negara Israel didirikan merupakan inti perjuangan mereka.
Ketua
juru runding Palestina Saeb Erekat mengatakan pemerintah AS menafikan
perundingan damai di masa depan dengan "mendahului dan menyimpulkan
masalah-masalah yang seharusnya dibicarakan" dalam perundingan status
permanen.
"Elemen-elemen Palestina dan Israel yang ingin
menciptakan perdamaian secara damai berdasarkan solusi dua negara kini
dihancurkan," ujarnya kepada AFP.
Masa Depan Anak-Anak Hancur
Israel sendiri menyambut baik langkah Amerika Serikat ini.
"Mengkonsolidasikan
status pengungsi Palestina adalah salah satu masalah yang membuat
konflik ini tidak selesai," ujar seorang pejabat kantor Perdana Menteri
Israel Benjamin Netanyahu.
Presiden Donald Trump sebelumnya
membuat marah warga Palestina ketika Desember lalu dia mengakui kota
Yerusalem yang diperebutkan sebagai ibu kota Israel dan menghentikan
dana bantuan bilateral untuk Gaza dan Tepi Barat berjumlah lebih dari
US$200 juta.
Kebijakan baru AS terkait Yerusalem ini mengubah
kebijakan pemerintah negara itu selama beberapa dekade dan menyebabkan
kepemimpinan Palestina menutup hubungan dengan Gedung Putih.
Juru
Bicara Kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeina mengatakan keputusan
terbaru Washington ini "memicu terorisme" dan pelanggaran atas resolusi
PBB.
Dia mengatakan Presiden Mahmud Abbas sedang mempertimbangkan untuk meminta PBB mempertanyakan keputusan AS itu.
UNRWA,
dibentuk pada 1949, sebelumnya mengalami krisis keuangan setelah Trump
mengumumkan pembekuan bantuan berjumlah US$300 juta pada Januari lalu.
Badan yang membantu lebih dari lima juta pengungsi Palestina yang
terdaftar mengatakan harus menutup jaringan sekolah dan layanan
kesehatan yang dioperasikannya.
Mahmoud Mubarak, direktur komite
penyelenggara 19 kamp pengungsi di Tepi barat yang mengampung sekitar
500 ribu warga Palestina, memperingatkan kemungkinan "balasan yang
sangat serius".
Mubarak mengatakan anggota komite akan bertemu pada Selasa (4/9) untuk membicaraka opsi yang ada
Sementara
itu, di Jalur Gaza dimana sebagian besar anak-anak Palestina belajar di
sekolah UNRWA, Hisham Saqallah mengatakan langkah AS itu merupakan
"pemerasan politik" yang akan meningkatkan ketegangan.
"Jika
mereka menghentikan bantuan untuk sekolah, artinya mereka menghancurkan
masa depan banyak pelajar sehingga mereka harus berhenti sekolah,"
ujarnya.
"Jika mereka menghentikan bantuan itu sama sekali, dampaknya akan besar pada anak-anak kami."
Dampak Mendalam
Juru Bicara UNRWA Chris Gunnes mengatakan badan itu akan mencoba menutup kekurangan dana sebesar US$217 juta.
"Jika tidak, sebagian warga yang paling terpinggirkan dan paling rentan di dunia ini akan menderita," ujarnya kepada AFP.
"Mereka
akan semakin terpojok dan termaginalkan," katanya sambil memperingatkan
akan konsekuensi yang "dramatis, luas, mendalam dan tidak terduga."
Yordania,
satu dari dua negara Arab yang menandatangani kesepakatan damai dengan
Israel, mengumumkan akan menyelenggarakan konferensi penggalangan dana
di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York bulan depan.
Menteri
luar negeri Yordania menyuarakan kekecewaan negara itu atas keputusan
AS dengan mengatakan bahwa Amman telah berusaha meyakinkan Washington
untuk terus mendanai UNRWA.
Pemerintah
AS sebelumnya membuat marah warga Palestina karena mengakui Yerusalem
yang dipersengketakan sebagai ibu kota Israel. (Reuters/Ibraheem Abu
Mustafa)
|
"Penolakan terhadap layanan badan itu dan upaya menghilangkan perannya
yang dibuat berdasarkan mandat PBB akan menyebabkan konsekuensi
berbahaya," kata Menlu Ayman Safadi, Sabtu (1/9).
"Menghentikan
para pengungsi mendapatkan layanan badan ini akan memperburuk situasi
sulit mereka dan menciptakan ketegangan yang berbahaya," tambahnya.
Juru
Bicara Departemen Luar Negeri AS Heather Nauert mengatakan
pemerintahnya akan "meningkatkan dialog dengan PBB, negara tempat UNRWA
beroperasi dan pemangku kepentingan internasional mengenai model dan
pendekatan baru" dalam membantu warga Palestina.
Tetapi pengamat
masalah Israel dan Palestina dari Dewan Eropa bidang Hubungan
Internasional, Hugh Lovatt, mengatakan Washington tidak akan mendapat
banyak dukungan atas model bantuan alternatif yang diusulkannya.
Dia
mengatakan langkah ini adalah upaya "bersama untuk mencabut hak warga
Palestina untuk kembali ke tanah mereka dari meja perundingan".
"Tetapi
langkah AS ini salah arah, berbahaya dan tidak akan berhasil....Lebanon
dan Yordania tidak akan menyetujuinya," kata Lovatt.
Credit
cnnindonesia.com