Senin, 24 Oktober 2016

Junta Militer Thailand Denda Mantan PM Yingluck Rp13 Triliun


Junta Militer Thailand Denda Mantan PM Yingluck Rp13 Triliun  
Pemerintahan junta militer Thailand menjatuhkan hukuman pembekuan aset dan denda sebesar 35 miliar baht kepada mantan perdana menteri Yingluck Shinawatra. (Reuters/Chaiwat Subprasom)
 
Jakarta, CB -- Pemerintahan junta militer Thailand menjatuhkan hukuman berupa pembekuan aset dan denda sebesar 35 miliar baht, atau sekitar Rp13 triliun kepada mantan perdana menteri Thailand, Yingluck Shinawatra. Hukuman ini terkait dengan skema subsidi beras yang diusung Yingluck pada masa pemerintahannya, namun dinilai gagal dan merugikan negara hingga miliaran dolar.

Skema subsidi beras berupaya meningkatkan kesejahteraan petani, melalui cara membayar beras yang mereka hasilkan di atas harga pasar. Skema ini menjadi fokus pemerintahan Yingluck yang membantunya menang dalam pemilu 2011 lalu.

Namun, ketika pemerintahannya digulingkan pada 2014, Yingluk didakwa atas tuduhan kelalaian terkait skema subsidi beras dan kini tengah berjuang untuk lepas dari tuduhan itu di persidangan.

Ketika hendak menjalani sidang lanjutan terhadap kasusnya di ibu kota Bangkok pada Jumat (21/10), Yingluck memaparkan bahwa dia menerima surat pemberitahuan tentang pembekuan asetnya dua hari lalu.

"Hukuman itu tidak benar dan tidak adil. Saya akan menggunakan seluruh jalur hukum yang tersedia untuk melawan putusan ini," tuturnya, dikutip dari Reuters.

Yingluck memiliki waktu 45 hari untuk mengajukan banding.

Skema subsidi beras merupakan program yang populer dan diinisiasi oleh kakaknya, mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra. Serupa dengan Yingluck, Thaksin juga digulingkan melalui kudeta pada 2006.

Para pendukung Yingluck menuding bahwa kasus terhadapnya merupakan salah satu upaya pemerintahan junta militer untuk menyapu bersih pengaruh keluarga Shinawatra di kancah perpolitikan Thailand. Pemerintahan junta menampik tuduhan itu.

"Ini merupakan bagian dari upaya kudeta militer untuk melenyapkan pengaruh Thaksin selamanya," kata Thitinan Pongsudhirak, pakar ilmu politik dari Chulalongkorn University.

Sementara, salah satu penasihat Yingluck, yang menolak identitasnya dipublikasikan, mengungkapkan kepada Reuters bahwa pembekuan aset Yingluck dilakukan menggunakan pasal 44 dari konstitusi interim, yang memberikan kekuasaan bagi pemimpin junta, Prayuth Chan Ocha, untuk menjatuhkan hukuman apapun untuk "memperkuat persatuan dan keharmonisan publik."

Selain kasus yang terkait dengan Yingluck dan pejabat kabinetnya, junta kini tengah menyelidiki sekitar 850 kasus yang terkait dengan skema beras, atas tuduhan korupsi, menurut keterangan juru bicara pemerintah, Jenderal Sansern Kaewkamnerd.

Junta mengklaim bahwa kudeta militer pada 2014 perlu dilakukan guna menjaga kestabilan politik dan ekonomi di Thailand, menyusul kerusuhan yang telah terjadi selama beberapa bulan. Junta menampik tuduhan bahwa kudeta dilakukan untuk membatasi pengaruh Thaksin dan keluarga beserta sekutu politiknya.




Credit  CNN Indonesia