Di bawah kepemimpinan Duterte,
Filipina mulai membuka diri dengan China dan mengancam pengaruh Amerika
Serikat di kawasan Asia. (Reuters/Lean Daval Jr)
Diberitakan AFP, pernyataan ini disampaikan Duterte pada Senin (17/10) dalam wawancara dengan stasiun televisi Phoenix Television sehari sebelum memulai kunjungan empat hari ke Beijing.
Duterte juga sekali lagi mengatakan tidak akan melakukan latihan gabungan dengan AS, negara sekutu pertahanan utama dan pemasok piranti keras militer Filipina.
"Itu akan jadi yang terakhir. Latihan itu telah terjadwal. Saya tidak ingin tentara kami dipermalukan," ujar Duterte, berbicara soal latihan perang gabungan dengan AS yang berakhir pekan lalu.
Duterte telah memicu tewasnya 3.700 orang akibat program pemberantasan narkoba yang dicanangkannya. Kematian ribuan orang ini menuai kecaman dari publik internasional dan para pegiat HAM.
Di bawah kepemimpinan Duterte Filipina mulai membuka diri dengan China. Pada pemerintahan sebelumnya yang dipimpin Benigno Aquino, Filipine bersitegang dengan China terkait sengketa di Laut China Selatan. Bahkan Aquino menggugat klaim China di Laut China Selatan ke pengadilan arbitrase internasional, berujung kemenangan Filipina.
Merapatnya Duterte ke China diperkirakan akan merusak misi dan visi AS di Asia, salah satunya bertujuan untuk menandingi pengaruh China di kawasan itu.
Duterte sendiri terlibat konflik verbal dengan Presiden Barack Obama. Dia pernah menyebut Obama "anak pelacur" dan "pergi kau ke neraka" serta mencela Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon sebagai orang "bodoh".
Ke China, Duterte membawa serta ratusan pengusaha dan diprediksi menandatangani kesepakatan kerja sama senilai jutaan dolar. Ditanya apakah Filipina akan membeli peralatan militer dari China, Duterte menjawab, "Ya, tapi tidak banyak."
Dia menjelaskan, Filipina butuh kapal boat serang berkecepatan tinggi untuk memberantas terorisme. "Jika China tidak membantu kami, maka kami akan kesulitan memerangi terorisme," ujar Duterte.
Credit CNN Indonesia