Rabu, 19 Oktober 2016

Australia Bantah Jadikan Pulau Nauru Penjara Terbuka

 
Australia Bantah Jadikan Pulau Nauru Penjara Terbuka  
Laporan pemerintah Australia terbaru menyebutkan bahwa total tahanan di Pulau Nauru berjumlah 410 orang termasuk 49 anak-anak. (Amnesty International/Handout via Reuters)
 
Jakarta, CB -- Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull membantah tuduhan bahwa pemerintahnya menelantarkan dan menyiksa para pencari suaka yang ditahan pada pusat penahanan di Pulau Nauru. Pernyataan Turnbull itu merupakan respons terhadap tudingan bahwa Australia telah menjadikan Pulau Nauru sebagai penjara terbuka.

Tuduhan terbaru itu dilontarkan kelompok pemerhati HAM, Amnesty Internasional, dalam laporan terbaru yang dirilis pada Selasa (17/10). Dalam laporan itu, Amnesty menyebut Nauru "pulau penuh keputusasaan."

Turnbull menegaskan bahwa tudingan penelantaran pencari suaka oleh pemerintah Australia merupakan tudingan yang "benar-benar salah."

"Komitmen pemerintah Australia sangat kuat (terhadap pencari suaka)," ucap Turnbull dalam wawancara dengan ABC, seperti dikutip CNN, Rabu (18/10).

Pemerintah Australia menyatakan, kebijakan menahan para pengungsi dan pencari suaka di pulau lepas pantai sebagai bentuk kemanusiaan, karena dinilai dapat menghindarkan para pencari suaka dari perjalanan berbahaya yang bisa mengancam keselamatan mereka ketika berusaha untuk menyebrangi lautan demi sampai ke Australia.

Australia juga telah menyatakan dengan jelas bahwa pengungsi resmi pun tidak akan bisa tinggal secara tetap di Australia.

Pusat penahanan pengungsi dibangun oleh pemerintah Nauru dengan bantuan dari pemerintah dan swasta Australia. Pusat penahanan itu dibuka kembali pada 2012 seiring dengan lonjakan pencari suaka yang tiba di Australia menggunakan perahu.

Pusat penahanan Nauru sengaja dibangun untuk memproses klaim para pencari suaka guna mencegah pengungsi mencapai Negeri Kangguru.

Dugaan Penyiksaan

Menurut Direktur Peneliti Senior Amnesty International Anna Neistat, Australia telah mengisolasi anak-anak dan kaum perempuan di daerah terpencil (Pulau Nauru), "dengan maksud membuat para pengungsi menderita," kata Neistat.

Berdasarkan laporan lembaga pegiat HAM internasional itu, lebih dari 1.100 pencari suaka tertahan di pulau kecil di lepas pantai Australia yang berpenduduk sekitar 10 ribu jiwa itu.

Sedangkan laporan pemerintah Australia terbaru menyebutkan bahwa total tahanan berjumlah 410 orang termasuk 49 anak-anak.

Amnesty International mewawancarai 100 pencari di Nauru dan Australia yang pernah mengalami kekerasan seksual, penelantaran, dan penyiksaan lainnya di pusat penahanan tersebut.

Salah satu tahanan mengatakan, kehidupannya di Nauru bagai "mati seribu kali."

"Di Irak, Anda hanya ditembak peluru atau di bom dan semua berakhir. Di sini aku perlahan-lahan mati karena rasa sakit," ucapnya kepada Amnesty International.

Pada Januari lalu, CNN berbicara pada seorang mantan tahanan di kamp Nauru yang menyebutkan Nauru sebagai "tempat terburuk yang pernah mereka lihat bagi anak-anak."

Pada awal bulan ini, Komite PBB terkait hak anak mengatakan, banyak kasus percobaan bunuh diri dan tindakan depresi lainnya yang dilakukan anak-anak yang pernah tingga di pusat penahanan secara berkepanjangan.

UNICEF Australia juga mengatakan, adanya penurunan kesehatan, kesejahteraan, dan mental yang menganggu perkembangan anak-anak di Nauru. Lembaga ini juga mendesak Canberra agar segera menemukan solusi permanen bagi para pengungsi di Nauru.

Di sisi lain, Departemen Imigrasi Australia menyatakan, pihaknya menyikapi masalah kesehatan dan keselamatan para pengungsi di Nauru dengan sangat serius.

Departemen Imigrasi Australia juga menyambut adanya pengawasan independen yang mengontrol manajemen pengelolaan regional Australia terkait penanganan pencari suaka.





Credit  CNN Indonesia