Kamis, 14 Juli 2016

Filipina: Putusan Laut Cina Selatan Berdampak ke Indonesia

 Filipina: Putusan Laut Cina Selatan Berdampak ke Indonesia
Pulau buatan yang dibangun Tiongkok di Laut Cina Selatan. businessweek.com
 
CB, Beijing -Pengadilan tetap arbitrase internasional (PCA- Tribunal) di Den Haag, Belanda, memutuskan klaim wilayah sembilan garis demarkasi atau nine-dash line yang dikeluarkan oleh Cina tak berlaku bagi Filipina. Artinya, klaim tersebut juga tak sahih untuk negara-negara lain yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan, seperti Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.

“Keputusan pengadilan tidak hanya bermanfaat untuk Filipina, tetapi juga untuk negara lain yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan, seperti Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Jika nine-dash line tidak berlaku untuk Filipina, tidak berlaku juga bagi negara-negara tersebut,” kata Paul Reichler, pengacara dari firma hukum Foley Hoag LLP yang menjadi tim hukum Filipina.

Senketa atas Laut Cina Selatan melalui jalur atribase yang ditunjuk oleh PBB telah berlangsung sejak 2013. Sengketa batas ini diajukan oleh pemerintah Filipina. Atribase pekan ini memutuskan klaim sejarah atas Laut Cina Selatan oleh Cina tak bisa diterima.

Mengutip kantor berita Reuters, pengacara bidang kelautan mencatat, Cina mengklaim kepemilikan atas Laut Cina Selatan sejak tahun 1947. Mereka membuat garis batas yang disebut nine-dash line dalam peta resminya tahun 1953. Nine-dash line berisi klaim Cina atas 90 persen dari 3.5 juta kilometer persegi Laut Cina Selatan.

Seperti dilansir theguardian.com, Laut Cina Selatan merupakan wilayah maritim yang dipercaya memiliki minyak dan gas bumi berlimpah. Adapun kepulauan yang masuk dalam wilayah nine-dash line, di antaranya Scarborough Shoal, Paracel, dan Spratly.

Dalam putusan sepanjang lebih dari 500 halaman, tribunal menyatakan tindakan Cina yang mereklamasi dan membangun pulau buatan di tujuh karang di Kepulauan Spratly melanggar kewajiban menahan diri. Cina, melalui situs Kementerian Luar Negeri dan berbagai media pemerintah, seperti kantor berita Xinhua, menyatakan keputusan tribunal tidak sah dan tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum. "Tiongkok tidak menerima dan tidak mengakuinya," bunyi pernyataan yang dilansir di situs berita Cina, CRI.CN.

Adapun Philippe Sands QC yang mewakili Filipina dalam persidangan arbitrase mengatakan, kasus ini merupakan isu internasional yang penting.  “Ini merupakan kasus hukum internasional yang signifikan selama hampir 20 tahun terakhir sejak penghakiman Pinochet,” ujar Sands.




Credit  TEMPO.CO