Ilustrasi serangan udara. (Reuters/Kai Pfaffenbach)
Diberitakan Telegraph, Selasa (19/7), delapan keluarga tewas saat mereka mencoba melarikan diri dari kota yang dikuasai ISIS di Suriah. Peristiwa ini disebut sebagai serangan tunggal yang terbanyak menewaskan warga sipil sejak koalisi tempur AS melakukan serangan udara di Irak dan Suriah.
|
Observatory mengatakan, serangan itu diduga salah tembak. Tentara AS bisa jadi mengira gerombolan itu adalah militan ISIS. Serangan tersebut diyakini adalah yang pertama kali dilakukan oleh jet yang terbang dari pangkalan udara Incirlik, Turki, yang baru dibuka sejak upaya kudeta akhir pekan lalu.
Juru bicara Pentagon, Mayor Angkatan Darat Adrian J.T. Rankine-Galloway, dalam pernyataannya yang dikutip dari The Intercept mengaku telah mendengar laporan soal kematian warga sipil di wilayah tersebut.
"Jika informasi soal tuduhan itu kredibel, kami akan menentukan langsung selanjutnya yang tepat. Kami telah melakukan peninjauan selama proses penyerangan untuk menghindari atau menimimalisir korban sipil dan mematuhi prinsip-prinsip Undang-undang Konflik Bersenjata," ujar Rankine-Galloway.
Upaya merebut Manbij dan daerah sekelilingnya dari ISIS dimulai sejak akhir Mei lalu. Menurut perhitungan Pentagon, koalisi AS telah melancarkan 450 serangan udara di wilayah ini. Dalam 48 jam terakhir, AS melakukan 11 kali serangan di Manbij.
Banyak militan ISIS yang masih bercokol di kota tersebut dan melarang warga sipil untuk keluar. Merebut Manbij dianggap sangat penting karena kota itu terletak hanya 30 menit dari perbatasan Turki dan merupakan jalur pemasok logistik ke Raqqah, ibu kota ISIS.
Manbij juga merupakan persembunyian bagi para militan ISIS asal negara-negara Barat.
Sejak dimulai pada September 2014, serangan koalisi AS dilaporkan telah menewaskan lebih dari 1.400 warga sipil di Suriah dan Irak, berdasarkan perhitungan situs Airwars.
Situs pemantau upaya militer di Suriah dan Irak itu mencatat koalisi telah melakukan 13.960 serangan udara di Irak dan Suriah, menjatuhkan hampir 50 ribu bom dan rudal dalam 710 hari penyerangan.
Credit CNN Indonesia