Dua kapal induk kelas Nimitz milik Angkatan
Laut Amerika Serikat, USS John C. Stennis (kiri) dan USS Ronald Reagan
dari Armada 7 di perairan Filipina, 18 Juni 2016. Amerika Serikat
menempatkan dua kapal induknya setelah suasana di Laut Cina Selatan
memanas. Jake Greenberg/U.S. Navy via Getty Images
“Amerika Serikat memegang kuat prinsip rule of law. Kami pun mendukung usaha untuk menyelesaikan sengketa teritori dan maritim di Laut Cina Selatan secara damai melalui proses arbitrase. Keputusan dari Tribunal sudah final dan mengikat secara legal kedua negara, Cina maupun Filipina," ujar Kirby dalam jumpa pers di Washington, Selasa, 12 Juli 2016, yang dilansir dalam laman resmi Departemen Luar Negeri AS.
Pernyataan tersebut, menurut Lu Kang, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, malah bertentangan dengan semangat rule of law itu sendiri. Amerika Serikat, menurutnya, selalu pilah-pilih ketika menerapkan hukum internasional. "Mengutip hukum internasional ketika dirasa cocok, namun menyingkirkannya dalam kondisi lain," ujarnya seperti dikutip media lokal, Xinhua, Selasa, 12 Juli 2016.
“Anda mendesak negara-negara lain untuk mematuhi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) namun tidak menyetujui konvensi lainnya. Apa yang membuat Amerika Serikat berpikir bahwa mereka bisa menentang negara lain dengan pernyataan-pernyataan tak bertanggung jawab tersebut?“ kata Lu Kang mengecam.
Lu bahkan mendesak Amerika Serikat untuk tidak campur tangan atau menyulut api dalam sengketa yang terjadi di Laut Cina Selatan. Dia juga meminta AS untuk berhenti menggangu kedaulatan dan kepentingan keamanan Cina.
Amerika Serikat sendiri memiliki perhatian serius di Laut Cina Selatan. Daniel Kritenbrink, Penasehat Presiden Barrack Obama, mengatakan bahwa Amerika Serikat memiliki kepentingan abadi di Laut Cina Selatan.
“Kami memiliki kepentingan abadi dalam sengketa teritori dan maritim di Asia Pasifik, termasuk Laut Cina Selatan. Kami berkepentingan untuk menyelesaikan sengketa tersebut tanpa paksaan dan konsisten terhadap hukum internasional,” ujar Kritenbrink dalam sebuah acara seperti yang dilansir oleh Reuters.
Laman resmi Depertemen Pertahanan Amerika Serikat, defense.gov, pun melansir berita pada hari Senin, 11 Juli 2016, bahwa Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Ash Carter dan Menteri Pertahanan Filipina, Deflin Lorenzana akan melakukan konsultasi intens terkait hasil apapun keputusan Tribunal nantinya.
Presiden Xi Jinping, dalam pernyataan terbarunya, mengatakan bahwa Cina tidak akan mematuhi keputusan yang telah ditetapkan tersebut. Cina tetap bersikukuh bahwa wilayah yang disengketakan adalah bagian dari teritori Cina.
Credit TEMPO.CO