Turki telah secara resmi meminta
Amerika Serikat segera mengekstradisi Fethullah Gulen, tokoh agama yang
disebut dalang kudeta akhir pekan lalu. (Cihan News Agency/Handout via
Reuters)
Perdana Menteri Turki Binali Yildirim mengumumkan permintaan tersebut kepada parlemen Turki dan di Twitter pada Selasa (19/7), menyebut bahwa Gulen adalah "pemimpin teroris."
Juru bicara Gedung Putih Josh Earnest mengatakan Erdogan telah menelepon Presiden Barack Obama untuk membicarakan status Gulen pada Selasa waktu setempat.
Gulen yang saat ini mengasingkan diri di Pennsylvania membantah seluruh tuduhan tersebut.
AS dan Turki memiliki perjanjian ekstradisi yang diberlakukan sejak tahun 1981. Perjanjian ini mencakup ekstradisi bagi pelaku kejahatan yang pelakunya bisa dipenjara, namun tidak memuat soal "kejahatan politik."
Menurut para ahli hukum yang dikutip Reuters, pengacara di Kementerian Luar Negeri dan Kehakiman akan meninjau permintaan ekstradisi Turki untuk menentukan apakah Gulen layak dipulang paksa.
Jika iya, maka permintaan itu akan dilayangkan ke hakim di AS untuk menentukan apakah kejahatannya tersebut membuat dia diekstradisi. Keputusan hakim ini tidak bisa diganggu gugat, tapi seseorang bisa mengajukan petisi menentang ekstradisi tersebut, dengan mengatakan penahanan atas dirinya tidak sesuai hukum.
Walau petisi jarang dikabulkan, namun upaya banding atas langkah ini di Mahkamah Agung AS bisa berlangsung bertahun-tahun.
Upaya ekstradisi Gulen dilakukan ditengah upaya Turki membersihkan pemerintahan dan militer dari orang-orang yang terlibat kudeta. Ribuan orang telah dipecat atau ditangkap.
Gulen sendiri pekan lalu menyatakan akan mematuhi ekstradisi jika pemerintah Amerika Serikat memutuskannya. "Saya benar-benar tidak khawatir tentang permintaan ekstradisi, sebagaimana saya tidak khawatir terhadap kematian," kata Gulen dalam wawancara di kediamannya, Minggu (17/7
Credit CNN Indonesia