Kamis, 11 Juni 2015

Sepanjang 2015, Polisi AS Bunuh 500 Warga Sipil


Sepanjang 2015, Polisi AS Bunuh 500 Warga Sipil 
 Berdasarkan tingginya tingkat kematian di tangan polisi AS tahun ini, The Guardian memperkirakan angka kematian akan terus merangkak naik, bahkan dapat melebihi 1.000 kasus pada akhir 2015. (Reuters/Joe Raedle)
 
Jakarta, CB -- Jumlah kematian di tangan petugas kepolisian Amerika Serikat selama 2015 dilaporkan mencapai 500 orang. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah pada akhir tahun 2015.

Data tersebut berhasil dikumpulkan melalui penyelidikan The Guardian yang diberi nama proyek The Counted. Penyelidikan ini dimulai sejak dua pemuda berkulit hitam ditembak mati di New York City dan Cincinnati.

Isiah Hampton, 19 tahun, ditembak mati oleh petugas kepolisian New York di sebuah gedung apartemen di Bronx, pada Rabu (10/6) pagi, menurut keterangan kepala polisi setempat.

Hampton diduga bentrok dengan petugas polisi yang tiba di gedung apartemen Bronx, sehubungan dengan panggilan 911 yang melaporkan terdapat seorang pria yang membawa senjta.

NYPD mengatakan Hampton menembak dan menganiaya kekasihnya yang telah memberinya anak berusia dua tahun.

"Sang wanita mampu menarik diri dari sang pelaku, namun sang pelaku masih terus mengarahkan pistolnya ke arah petugas keamanan sehingga seorang sersan dan satu petugas lainnya melepaskan beberapa tembakkan ke arahnya," kata James O'Neill, kepala Departemen Kepolisian New York, NYPD.

Kematian Hampton menyusul kematian pemuda kulit hitam lainnya, Quandavier Hicks, 22 tahun, yang tewas dalam sebuah konfrontasi dengan petugas polisi di Cincinnati pada Selasa (9/6) malam.

Hicks menyerang polisi dengan sebuah senapan di sebuah apartemen, yang telah dikepung polisi. Sebelumnya, polisi mendapat laporan tetangga bahwa terdapat seorang pria berbahaya yang membawa senapan.

Nama Hicks dan Hampton termasuk dalam daftar panjang The Counted, proyek penyelidikan yang berfokus melaporkan nama dan data warga AS yang tewas di tangan polisi sepanjang tahun ini.

Penyelidikan ini diluncurkan sehubungan dengan tidak adanya catatan komprehensif tentang warga AS yang tewas di tangan polisi. Sebaliknya, FBI menjalankan program sukarelawan untuk menghimpun kasus "pembunuhan dibenarkan".

Berdasarkan tingginya tingkat kematian di tangan polisi AS tahun ini, diperkirakan angka kematian akan terus merangkak naik, bahkan dapat melebihi 1.000 kasus pada akhir 2015.

Jika benar, maka tahun ini akan menjadi tahun dengan tingkat kematian di tangan polisi yang mencapai dua kali lipat dari dua tahun sebelumnya. Pada 2013, angka kematian warga oleh polisi tercatat sejumlah 461 jiwa.

Bukan hanya warga kulit hitam beretnis Amerika-Afrika, sejumlah etnis lain seperti etnis Hispanik atau Amerika Latin juga masuk dalam daftar tersebut.

Di antara 500 kematian pertama, sebanyak 49,6 persen merupakan kematian warga kulit putih, sekitar 28,2 persen berkulit hitam dan 14,8 persen merupakan etnis Hispanik.

Persentase tersebut terbilang signifikan jika dibandingkan dengan data sensus AS tahun 2013, yang memaparkan bahwa penduduk AS terdiri dari 62,6 persen warga kulit putih, 13,2 persen berkulit hitam dan 17,1 persen etnis Hispanik atau Latin.

Data tersebut juga menunjukkan sebanyak 21,6 persen, atau sebanyak 108 orang dari 500 orang yang tewas tidak bersenjata. Sebanyak 30,5 persen di antaranya adalah warga kulit putih, sementara 16,1 persen lainnya adalah warga kulit hitam.

Dari jumlah yang tewas, sebanyak 95,2 persen adalah pria, sementara hanya 4,8 persen lainnya perempuan.

Christie Cathers, seorang wanita dari Virginia Barat yang berusia 45 tahun, merupakan satu-satunya wanita dibunuh oleh polisi sejak The Counted diluncurkan pekan lalu.

Cathers ditembak oleh sejumlah petugas Monongalia County, karena melepaskan serentetan tembakan ke arah petugas dalam sebuah kejar-kejaran. Cathers juga berupaya menabrakkan kendaraannya ke polisi. Cathers dikejar berdasarkan laporan dari seorang pejabat yang menyatakan Cathers mengacungkan pisau ke arahnya.



Credit  CNN Indonesia