Pejabat Myanmar disebut terus
menyangkal dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat militer
negaranya terhadap etnis Muslim Rohingya yang telah dibenarkan PBB.
(Reuters/Soe Zeya Tun)
Jakarta, CB
--
Pemerintah Myanmar disebut berkeras "menyangkal"
dugaan kekerasan militer terhadap kaum minoritas Muslim Rohingya yang
dilaporkan PBB, meski pemimpin de facto Aung San Suu Kyi telah berjanji
akan menyelidiki dugaan pelanggaran ini.
Penyangkalan ini terjadi
saat sejumlah diplomat Myanmar, pejabat pemerintah Bangladesh, dan
lembaga internasional bertemu di Dhaka pada Minggu (5/2), membahas
laporan komisi HAM PBB yang pada akhirnya membenarkan adanya pelanggaran
HAM oleh aparat dan militer Myanmar terhadap kaum Rohingya.
"Ketika
Bangladesh mengutip tindakan mengerikan yang dilakukan aparat hukum
Myanmar, perwakilan negara itu tidak setuju dan menyangkal pernyataan
kami," ucap penasihat hukum Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina
yang turut hadir dalam pertemuan itu seperti dkutip
Reuters, Selasa (7/2).
Isu
mengenai kekerasan terhadap Rohingya di Myanmar kembali mencuat setelah
insiden penyerangan pos pengamanan di tiga wilayah perbatasan Myanmar
oleh sejumlah kelompok bersenjata pada 9 Oktober lalu.
Pemerintah Myanmar menuding "teroris Rohingya" berada di balik serangan itu, meski belum ada bukti konkret.
Sejak penyerangan itu, militer Myanmar memperketat pengawasan dengan melakukan "operasi pembersihan" di wilayah Rakhine.
Alih-alih memburu para pelaku penyerangan, militer Myanmar diduga malah menyerang etnis Rohingya secara membabi-buta.
Laporan PBB yang dilansir pada Jumat (3/2) bahkan menyebutkan, militer Myanmar membunuh massal serta memperkosa kaum Rohingya.
Rumah-rumah
warga Rohingya juga dibakar hingga rata dengan tanah. Sejak saat itu,
setidaknya 69 ribu orang Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh.
Selain itu,
laporan lembaga pemerhati HAM di Myanmar, Burma Human Rights Network
(BHRN), juga membenarkan penganiayaan yang dilakukan militer negara itu.
Dalam pernyataan yang diterima
CNNindonesia.com, BHRN
melaporkan kekerasan militer terhadap kaum Rohingya masih rutin terjadi.
BHRN mengumpulkan sejumlah kesaksian dan bukti dari warga lokal di
negara bagian Rakhine, tempat mayoritas kaum Rohinya tinggal dan
penganiyaan terhadap mereka terjadi.
Kekerasan terbaru bahkan
dilaporkan terjadi di Buthidaung, sebuah wilayah bermayoritaskan Muslim
Rohingya yang terletak dekat Maungdaw sejak awal Januari lalu. Otoritas
Myanmar kembali melakukan penggerebekan pada 4 Januari lalu di wilayah
itu untuk menangap kelompok militan al Yaqeen.
Dalam operasi itu
militer dilaporkan menangkap bahkan menculik kaum Rohingya
sewenang-wenang dan menyiksa mereka. Meski belum terkonfirmasi, GBHRN
mengkhawatirkan para aparat Myanmar meminta perempuan Rohingya menjadi
"budak seks" mereka.
"Tentara dan pemerintah Burma telah lama
melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap Rohingya sejak 1978. Dunia
internasional masih memberikan celah bagi pemerintah untuk terus membuat
banyak alasan menanggapi masalah ini," ungkap Direktur Eksekutif BHRN,
Kyaw Win.
Kekerasan sejak awal Oktober ini merupakan insiden
berdarah terparah sejak bentrokan komunal antara umat Buddha dan Rohinya
terjadi pada 2012 lalu. Insiden itu menewaskan setidaknya 200 orang.
Selama
ini Myanmar terus membantah segala tudingan pelanggaran HAM yang
dilakukan aparatnya tersebut. Suu Kyi kian mendapat kecaman dari dunia
internasional yang menganggapnya gagal melindungi kaum Rohingya dan
mejauhkan negaranya dari pelanggaran HAM.
Pendirian Suu Kyi yang selama ini terkesan "menyangkal" sedikit tergerak usai laporan PBB itu muncul.
Wakil
Menteri Luar Negeri, Aye Aye Soe menuturkan pemerintah menganggap
serius temuan PBB tersebut dan berupaya memulai penyelidikan.
Meski
begitu, Soe juga menambahkan bahwa Myanmar selama ini juga kerap
menjadi "korban" salah informasi dan berita palsu mengenai dugaan
pembersihan etnis Rohingya hingga upaya genosida sistematis yang
dilakukan pemerintahnya.
"Kami tidak mengetahui apakah tuduhan
[pelanggaran HAM] selama ini benar. Jika kami temukan kebenaran dari
laporan tersebut, kami pasti akan mengambil tindakan," kata Soe.
Credit
CNN Indonesia