Berdasarkan tingginya tingkat kematian
di tangan polisi AS tahun ini, The Guardian memperkirakan angka
kematian akan terus merangkak naik, bahkan dapat melebihi 1.000 kasus
pada akhir 2015. (Reuters/Joe Raedle)
Jakarta, CB
--
Jumlah kematian di tangan petugas kepolisian Amerika
Serikat selama 2015 dilaporkan mencapai 500 orang. Angka ini
diperkirakan akan terus bertambah pada akhir tahun 2015.
Data
tersebut berhasil dikumpulkan melalui penyelidikan The Guardian yang
diberi nama proyek The Counted. Penyelidikan ini dimulai sejak dua
pemuda berkulit hitam ditembak mati di New York City dan Cincinnati.
Isiah
Hampton, 19 tahun, ditembak mati oleh petugas kepolisian New York di
sebuah gedung apartemen di Bronx, pada Rabu (10/6) pagi, menurut
keterangan kepala polisi setempat.
Hampton diduga bentrok dengan
petugas polisi yang tiba di gedung apartemen Bronx, sehubungan dengan
panggilan 911 yang melaporkan terdapat seorang pria yang membawa senjta.
NYPD mengatakan Hampton menembak dan menganiaya kekasihnya yang telah memberinya anak berusia dua tahun.
"Sang
wanita mampu menarik diri dari sang pelaku, namun sang pelaku masih
terus mengarahkan pistolnya ke arah petugas keamanan sehingga seorang
sersan dan satu petugas lainnya melepaskan beberapa tembakkan ke
arahnya," kata James O'Neill, kepala Departemen Kepolisian New York,
NYPD.
Kematian Hampton menyusul kematian pemuda kulit hitam
lainnya, Quandavier Hicks, 22 tahun, yang tewas dalam sebuah konfrontasi
dengan petugas polisi di Cincinnati pada Selasa (9/6) malam.
Hicks
menyerang polisi dengan sebuah senapan di sebuah apartemen, yang telah
dikepung polisi. Sebelumnya, polisi mendapat laporan tetangga bahwa
terdapat seorang pria berbahaya yang membawa senapan.
Nama Hicks dan Hampton termasuk dalam daftar panjang The Counted, proyek
penyelidikan yang berfokus melaporkan nama dan data warga AS yang tewas
di tangan polisi sepanjang tahun ini.
Penyelidikan ini
diluncurkan sehubungan dengan tidak adanya catatan komprehensif tentang
warga AS yang tewas di tangan polisi. Sebaliknya, FBI menjalankan
program sukarelawan untuk menghimpun kasus "pembunuhan dibenarkan".
Berdasarkan
tingginya tingkat kematian di tangan polisi AS tahun ini, diperkirakan
angka kematian akan terus merangkak naik, bahkan dapat melebihi 1.000
kasus pada akhir 2015.
Jika benar, maka tahun ini akan menjadi
tahun dengan tingkat kematian di tangan polisi yang mencapai dua kali
lipat dari dua tahun sebelumnya. Pada 2013, angka kematian warga oleh
polisi tercatat sejumlah 461 jiwa.
Bukan hanya warga kulit hitam
beretnis Amerika-Afrika, sejumlah etnis lain seperti etnis Hispanik
atau Amerika Latin juga masuk dalam daftar tersebut.
Di antara
500 kematian pertama, sebanyak 49,6 persen merupakan kematian warga
kulit putih, sekitar 28,2 persen berkulit hitam dan 14,8 persen
merupakan etnis Hispanik.
Persentase tersebut terbilang
signifikan jika dibandingkan dengan data sensus AS tahun 2013, yang
memaparkan bahwa penduduk AS terdiri dari 62,6 persen warga kulit putih,
13,2 persen berkulit hitam dan 17,1 persen etnis Hispanik atau Latin.
Data
tersebut juga menunjukkan sebanyak 21,6 persen, atau sebanyak 108 orang
dari 500 orang yang tewas tidak bersenjata. Sebanyak 30,5 persen di
antaranya adalah warga kulit putih, sementara 16,1 persen lainnya adalah
warga kulit hitam.
Dari jumlah yang tewas, sebanyak 95,2 persen adalah pria, sementara hanya 4,8 persen lainnya perempuan.
Christie
Cathers, seorang wanita dari Virginia Barat yang berusia 45 tahun,
merupakan satu-satunya wanita dibunuh oleh polisi sejak The Counted
diluncurkan pekan lalu.
Cathers ditembak oleh sejumlah petugas
Monongalia County, karena melepaskan serentetan tembakan ke arah petugas
dalam sebuah kejar-kejaran. Cathers juga berupaya menabrakkan
kendaraannya ke polisi. Cathers dikejar berdasarkan laporan dari seorang
pejabat yang menyatakan Cathers mengacungkan pisau ke arahnya.
Credit
CNN Indonesia