Tampilkan postingan dengan label IRAK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label IRAK. Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 Desember 2018

Baghdad Ungkap Alasan Batalnya Pertemuan Trump dan PM Irak


Baghdad Ungkap Alasan Batalnya Pertemuan Trump dan PM Irak
Pemerintah Irak mengungkap alasan batalnya pertemuan antara Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi dan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Foto/Reuters

BAGHDAD - Pemerintah Irak mengungkap alasan batalnya pertemuan antara Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi dan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Awalnya, kedua pemimpin itu dijadwalkan bertemu saat Trump berkunjung ke Irak.

Baghdad mengatakan, pertemuan yang dibatalkan dan kemudian digantikan oleh panggilan telepon disebabkan karena ketidaksepakatan pada organisasi pembicaraan.

"Pertemuan resmi antara Adel Abdul Mahdi dengan Presiden AS, Donald Trump awalnya direncanakan akan diadakan. Namun, ketidaksepakatan pada organisasi pertemuan telah menyebabkannya digantikan oleh percakapan telepon," kata layanan pers pemerintah Irak dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Sputnik pada Kamis (27/12).

Dalam pernyataannya, layanan pers pemerintah Irak kemudian mengatakan bahwa Washington telah memberi tahu Baghdad tentang rencana kunjungan Trump ke Irak pada Rabu malam.

Layanan pers pemerintah Irak lalu mengatakan, dalam pembicaraan telepon Abdul Mahdi dan Trump membahas perkembangan di kawasan itu, terutama mengingat keputusan AS untuk menarik pasukan dari Suriah. Kedua pemimpin juga membahas mengenai kerja sama dalam memerangi ISIS.

"Trump (dalam pembicaraan) mengundang Abdul Mahdi untuk Mengunjungi Washington. Perdana menteri Irak, pada gilirannya, mengundang Trump untuk berkunjung ke Baghdad," tukas layanan pers pemerintah Irak. 



Credit  sindonews.com




Lakukan Kunjungan Kejutan, Legislator Irak Ramai-ramai Kutuk Trump


Lakukan Kunjungan Kejutan, Legislator Irak Ramai-ramai Kutuk Trump
Kunjungan kejutan Presiden AS Donald Trump ke pangkalan udara di al-Asad menuai kecaman dari legislator Irak. Foto/Istimewa

BAGHDAD - Para pemimpin politik dan milisi Irak mengutuk kunjungan mendadak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke pasukan Amerika di Irak. Trump dianggap telah melanggar kedaulatan Irak.

Sabah al Saadi, pemimpin blok Islah perlemen Irak, menyerukan sidang darurat parlemen untuk membahas pelanggaran kedaulatan Irak secara terang-terangan dan untuk menghentikan tindakan agresif oleh Trump yang seharusnya tahu batas-batasnya.

"Pendudukan AS di Irak sudah berakhir,” tegasnya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (27/12/2018).

Sementara Blok Bina, saingan Islah di parlemen dan dipimpin oleh pemimpin milisi yang didukung Iran Hadi al-Amiri, juga keberatan dengan perjalanan Trump ke Irak.

"Kunjungan Trump adalah pelanggaran nyata dan jelas terhadap norma-norma diplomatik dan menunjukkan penghinaan serta permusuhannya dalam berurusan dengan pemerintah Irak," kata Bina dalam sebuah pernyataan.

Sementara dalam sebuah pernyataan kantor Perdana Menteri Irak Adel Abdul-Mahdi bahwa pihak berwenang AS telah memberi tahu Baghdad sebelumnya mengenai kunjungan Trump. Pernyataan itu mengatakan Perdana Menteri Irak dan Presiden AS berbicara melalui telepon karena ketidaksepakatan tentang bagaimana melakukan pertemuan.

Anggota parlemen Irak mengatakan kepada Reuters bahwa keduanya tidak setuju mengenai di mana lokasi pertemuan mereka. Trump telah meminta untuk bertemu di pangkalan militer Ain al-Asad, tapi tawaran itu ditolak Abdul Mahdi.

Kunjungan Trump datang di tengah latar belakang meningkatnya ketegangan antara Washington dan Teheran, ketika Washington berupaya untuk melawan pengaruh Iran di Timur Tengah. Pembentukan pemerintah Irak juga terhenti di tengah meningkatnya perselisihan antara blok Islah dan Bina.

Falih Khazali, mantan pemimpin milisi yang menjadi politisi beraliansi dengan Bina, menuduh Amerika Serikat ingin meningkatkan kehadirannya di Irak.

"Kepemimpinan Amerika dikalahkan di Irak dan ingin kembali lagi dengan dalih apa pun, dan inilah yang tidak akan kami izinkan," ujarnya.

Bina mengatakan kunjungan Trump menempatkan banyak tanda tanya tentang sifat kehadiran militer AS dan tujuan sebenarnya, dan apa yang bisa ditimbulkan oleh tujuan-tujuan tersebut bagi keamanan Irak.

Sementara tidak ada kekerasan skala penuh di Irak sejak Negara Islam menderita serangkaian kekalahan tahun lalu, sekitar 5.200 tentara AS berlatih dan memberi tahu pasukan Irak yang masih melakukan kampanye melawan kelompok militan.

Islah dipimpin oleh ulama Syiah populis Moqtada al-Sadr. Sadr telah lama menentang kehadiran AS di Irak sejak invasi pimpinan AS menggulingkan Saddam Hussein pada tahun 2003. Ia memimpin dua pemberontakan melawan pasukan AS di Irak dan merupakan salah satu dari sedikit pemimpin Syiah yang juga menjauhkan diri dari Iran.

Milisi Syiah Irak, juga dikenal sebagai PMF, yang banyak di antaranya didukung oleh Iran, menentang kehadiran pasukan AS di wilayah tersebut. PMF secara resmi menjadi bagian dari pasukan keamanan tahun ini setelah membantu militer mengalahkan Negara Islam di Irak pada tahun 2017.

Qais al-Khazali, pemimpin milisi Asaib Ahl al-Haq yang juga didukung Iran mengatakan di Twitter: "Irak akan menanggapi dengan keputusan parlemen untuk menggulingkan pasukan militer Anda (AS). Dan jika mereka tidak pergi, kami memiliki pengalaman dan kemampuan untuk menyingkirkan mereka dengan cara lain yang sudah biasa dilakukan pasukan Anda." 

Namun, beberapa warga Irak kurang peduli dengan kunjungan presiden AS.

"Kami tidak akan mendapatkan apa pun dari Amerika," kata penduduk Baghdad Mohammad Abdullah.

"Mereka sudah berada di Irak 16 tahun, dan mereka belum memberikan apa pun kepada negara ini kecuali kerusakan dan kehancuran," tegasnya.



Credit  sindonews.com





Kamis, 27 Desember 2018

Kunjungi Tentara di Irak, Trump Dianggap Langgar Kedaulatan


Kunjungi Tentara di Irak, Trump Dianggap Langgar Kedaulatan
Sejumlah legislator Irak menganggap kunjungan mendadak Presiden Donald Trump ke markas militer AS di negara tersebut sebagai tindakan yang melanggar kedaulatan. (Reuters/Carlos Barria)


Jakarta, CB -- Sejumlah legislator Irak menganggap kunjungan mendadak Presiden Donald Trump ke markas tentara Amerika Serikat di negara tersebut sebagai tindakan yang melanggar kedaulatan.

"Kunjungan Trump merupakan pelanggaran yang sangat jelas atas norma diplomatik dan menunjukkan pelanggaran dan permusuhannya dalam berurusan dengan pemerintah Irak," demikian pernyataan salah satu blok di parlemen Irak, Bina, seperti dikutip Reuters, Rabu (26/12).

Pernyataan ini disampaikan tak lama setelah Trump mengunjungi pasukan AS di Irak, sementara pertemuannya dengan Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi batal karena masalah tempat.



Bina menganggap kunjungan ini "menimbulkan pertanyaan mengenai kehadiran militer AS dan tujuannya, juga sejauh mana tujuan itu berbahaya bagi keamanan Irak."


AS memang sudah mulai mengurangi kehadiran militernya di Irak sejak ISIS mengalami kemunduran, tapi Washington masih menempatkan sekitar 5.200 tentara di negara itu untuk melatih pasukan lokal melawan berbagai kelompok militan lainnya.

Tak hanya Bina, blok Islah juga menganggap kunjungan mendadak Trump ke pangkalan militer AS itu tak pantas.

Pemimpin blok Islah, Sabah al Saadi, pun menyerukan pertemuan mendadak "untuk membahas pelanggaran berat atas kedaulatan Irak dan menghentikan tindakan agresif Trump yang seharusnya tahu batasan bahwa okupasi AS atas Irak sudah berakhir."



Namun, Abdul Mahdi sendiri mengatakan bahwa otoritas AS sudah memberi tahu Irak terlebih dulu sebelum Trump mengunjungi tentara AS.

Menurut Abdul Mahdi, konfirmasi itu disampaikan langsung saat ia dan Trump berbicara melalui sambungan telepon untuk membahas "ketidaksepakatan mereka mengenai bagaimana cara menggelar pertemuan."

Sejumlah anggota dewan mengatakan kepada Reuters bahwa kedua pemimpin berbeda pendapat mengenai lokasi pertemuan. Trump ingin bertemu di pangkalan militer Ain Al-Asad, tapi Abdul Mahdi menolak.



Credit  cnnindonesia.com



Di Irak, Trump Deklarasikan Berakhirnya Peran AS Sebagai 'Polisi'


Di Irak, Trump Deklarasikan Berakhirnya Peran AS Sebagai Polisi
Presiden Donald Trump berpidato dihadapan tentara AS yang ada di Pangkalan Udara al-Asad, Irak. Foto/Istimewa

BAGHDAD - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggunakan kunjungan kilatnya ke Irak untuk mempertahankan keputusannya menarik pasukan dari Suriah. Ia juga mendeklarasikan berakhirnya peran Amerika sebagai "polisi" global.

Trump mendarat pukul 7:16 malam waktu setempat di Pangkalan Udara al-Asad di Irak dalam kunjungan pertamanya ke zona perang. Ia didampingi oleh istrinya Melania, dalam kunjungan yang ia sebut sebagai penerbangan rahasia yang mengerikan dan tertutupi dalam Air Force One yang "gelap gulita".

Trump berbicara kepada sekitar 100 personel pasukan yang sebagian besar pasukan khusus dan secara terpisah dengan para pemimpin militer sebelum pergi beberapa jam kemudian. Pertemuan yang direncanakan dengan Perdana Menteri Irak Adel Abdel Mahdi dibatalkan dan diganti dengan panggilan telepon, kata kantor perdana menteri Irak.

Video Gedung Putih memperlihatkan Trump yang tersenyum berjabat tangan dengan personel yang berpakaian kamuflase, menandatangani tanda tangan dan berpose untuk foto.

Kunjungan meningkatkan moral presiden ke pasukan AS di zona perang telah menjadi tradisi yang telah berlangsung lama di tahun-tahun setelah serangan teroris 11 September 2001. Trump selama ini di kritik karena menolak berkunjung dalam dua tahun pertama masa kepresidenannya.

Tetapi spekulasi telah meningkat bahwa ia akhirnya akan membuat gerakan setelah keputusannya yang kontroversial untuk memangkas tingkat pasukan di Afghanistan dan menarik diri sepenuhnya dari Suriah.

Di pangkalan militer, Trump berusaha untuk mempertahankan kebijakan "American first" untuk menarik kembali AS dari aliansi multinasional, termasuk apa yang bagi banyak orang Amerika tampak seperti perang tanpa akhir di Timur Tengah.

"Itu tidak adil ketika bebannya ada pada kita," katanya seperti dikutip dari Arab News, Kamis (27/12/2018).

“Kami tidak ingin dimanfaatkan lagi oleh negara-negara yang menggunakan kami dan menggunakan militer kami yang luar biasa untuk melindungi mereka. Mereka tidak membayar untuk itu dan mereka harus melakukannya," ujarnya.

“Kami tersebar di seluruh dunia. Kami berada di negara yang belum pernah didengar oleh kebanyakan orang. Terus terang, ini konyol," tambahnya.

Trump mengatakan kepada wartawan bahwa ia telah menolak para jenderal yang meminta untuk memperluas penempatan pasukan di Suriah, di mana sekitar 2.000 pasukan AS dan pasukan asing lainnya kebanyakan membantu pejuang lokal memerangi ISIS.

"Kamu tidak bisa punya waktu lagi. Anda punya cukup waktu," katanya kepada para petinggi.

Penarikan - dan cara yang tiba-tiba diumumkan - turut menjadi penyebab pengunduran diri Menteri Pertahanan, Jim Mattis, yang telah menjadi salah satu tokoh penting pemerintah.

Dalam surat pengunduran dirinya dengan kata-kata yang luar biasa kuat, Mattis tampak mencaci Trump ketika dia menekankan pandangannya sendiri yang sangat kuat tentang memperlakukan sekutu dengan hormat dan juga menjadi jernih tentang aktor jahat dan pesaing strategis.

Trump juga menerima kritik dari Prancis dan mitra asing lainnya serta tokoh senior di partainya sendiri dari Partai Republik. 


Namun, membebaskan Amerika dari perang telah menjadi priorita bagi Trump sejak pemilu 2016 dan dia mengatakan waktunya tepat.

Kelompok ISIS, yang pernah mengendalikan petak-petak wilayah di Irak dan Suriah, sebagian besar telah didorong untuk bersembunyi dan Trump mengatakan pada hari Rabu: "Kami telah menjatuhkan mereka."

Di Afghanistan, ia ingin menarik sekitar setengah dari 14.000 tentara yang terkunci dalam perang melawan gerilyawan Taliban yang telah lama menyerupai jalan buntu.

Perjalanan ke Irak juga akan mengakhiri beberapa kecaman atas kegagalan Trump untuk bertemu tentara di lapangan, bahkan ketika ia berulang kali menggembar-gemborkan dukungannya bagi militer dalam kampanye.

Dan kunjungan itu memberikan beberapa gangguan dari gelombang pasang masalah politik domestik, termasuk penutupan pemerintah yang disebabkan oleh perselisihan Trump dengan Kongres atas pendanaan untuk tembok perbatasan AS-Meksiko. Tekanan juga meningkat dari serangkaian penyelidikan kriminal ke dalam keuangan Trump dan tautan ke Rusia.

Menurut Trump, penerbangan ke Irak tidak seperti apa yang dia alami sebelumnya.

"Jika Anda akan melihat apa yang harus kami lalui di pesawat yang gelap dengan semua jendela tertutup tanpa cahaya di mana pun - gelap gulita," katanya.

“Saya sudah berada di banyak pesawat terbang. Semua jenis dan bentuk serta ukuran. ”

"Jadi, apakah aku punya kekhawatiran? Ya saya punya masalah. "

Kantor perdana menteri Irak mengatakan dia menyambut Trump dan telah mengundangnya untuk mengunjungi Baghdad.

Trump mengundang Abdel Mahdi ke Washington, kata kantor itu, dan kedua pihak sepakat untuk terus memperkuat hubungan bersama antara kedua negara.





Credit  sindonews.com




Trump Diam-diam Kunjungi Tentara AS di Irak


Trump Diam-diam Kunjungi Tentara AS di Irak
Presiden AS Donald Trump tengah menghadapi masa sulit dengan militer AS, usia menarik pasukan dari Suriah. (REUTERS/Carlos Barria)


Jakarta, CB -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan ibu negara Melania Trump diam-diam mengunjungi tentara AS di Irak pada Rabu (26/12). Kunjungan liburan ini menuntaskan janjinya untuk mengunjungi salah satu zona perang AS.

Setelah penerbangan diam-diam dari Washington, Trump dan sang istri mendarat di jalur udara gelap di Pangkalan Udara Al Asad di sebelah barat Baghdad. Situasi keamanan yang tidak pasti membuat Trump harus melakukan kunjungan diam-diam di wilayah yang sudah diinvasi oleh AS lebih dari 15 tahun ini.

Dikutip dari CNN, sebuah foto yang diunggah di Twitter oleh juru bicara Presiden menunjukkan Trump mengenakan mantel hitam dan dasi merah, berpose untuk foto dengan pasukan berseragam. Sementara ibu negara berdiri tersenyum di sampingnya, mengenakan blus berwarna mustard.



Trump meninggalkan sejumlah masalah di Washington, termasuk penutupan sebagian pemerintah (government shutdown) dan ekonomi yang tidak stabil. Dia juga menghadapi kritik karena serangkaian keputusan kebijakan luar negeri yang membuat tim keamanan nasionalnya berselisih.


Trump telah berusaha untuk menjauhkan diri dari keterikatan asing yang ia gambarkan sebagai kesalahan bodoh yang dilakukan oleh para pendahulunya, termasuk perang di Irak. Dia baru-baru ini memerintahkan penarikan 14 ribu tentara AS di Afghanistan dan 2.000 tentara dari Suriah.

Dia belum menyatakan rencananya untuk menarik lebih dari 5.000 pasukan Amerika di Irak yang tengah memerangi ISIS. Menurut Reuters, Trump mengatakan bahwa ia tidak memiliki rencana untuk menarik pasukan dari Irak.
Trump sebelumnya telah berbicara dengan pasukan AS yang bertugas di luar negeri dari gedung putih melalui konferensi video. "Kita (AS) sekarang adalah polisi dunia dan AS membayar untuk itu. Kita bisa menjadi polisi dunia, tetapi negara-negara lain harus membantu kita," ujarnya saat itu.



Pendahulu Trump, George W. Bush melakukan empat perjalanan ke Irak setelah memerintahkan pasukan Amerika ke negara itu pada tahun 2003. Barack Obama pernah berkunjung. Keduanya juga melakukan perjalanan beberapa kali ke Afghanistan.

Kunjungan Trump dilakukan di tengan masa sulitnya dengan militer. Sekretaris pertahanan Trump mengundurkan diri pekan lalu setelah keputusan pasukan Suriah, menulis dalam surat pengunduran dirinya bahwa Trump pantas bersanding dengan pimpinan militer yang memiliki pandangan yang sama.

Penggantinya, mantan eksekutif Boeing, minim pengalaman kebijakan luar negeri maupun militer.

Trump menghadapi sorotan karena menunda kunjungan ke pasukan AS. Secara pribadi, dia bertanya-tanya apakah perjalanan seperti itu hanya akan berfungsi untuk menyoroti perang yang tidak didukungnya dan ingin diakhiri.


Namun, setelah menghadapi kritik karena membatalkan kunjungan ke pemakaman militer di Prancis karena hujan, Trump mengumumkan bahwa ia akan segera melakukan perjalanan ke zona perang pada November lalu.

Seperti presiden sebelum dia, kunjungan Trump diselimuti kerahasiaan. Dia meninggalkan Gedung Putih dengan tenang pada malam Natal dan detail perjalanannya sangat erat dilakukan di Sayap Barat.

Satu setengah tahun setelah dimulainya perang yang telah menewaskan hampir 5.000 tentara Amerika, Irak tetap menjadi tempat yang berbahaya.

Invasi yang dipimpin AS pada 2003 menggulingkan Presiden Irak Saddam Hussein, tetapi selama beberapa tahun kemudian pasukan AS terlibat dalam pertempuran panjang di seluruh negara itu, memerangi pemberontakan dan kemudian kekerasan sektarian.

Pada puncaknya, jumlah pasukan AS di Irak hampir mencapai 166 ribu. Setelah misi tempur berakhir pada 2010, beberapa pasukan tetap tertinggal untuk membantu menstabilkan negara.

Ribuan lainnya kembali empat tahun kemudian untuk bertempur melawan ISIS. Irak secara resmi menyatakan kemenangan terhadap kelompok teror itu setahun yang lalu, tetapi pasukan AS tetap membantu menstabilkan wilayah negara itu dan melatih tentara Irak.



Trump mengkritik pendahulunya, Obama, karena menarik pasukan terlalu cepat dari Irak, mengklaim itu memungkinkan ISIS bergerilya.

Pemerintahan Obama tidak dapat mencapai kesepakatan dengan pemerintah Irak untuk memungkinkan sisa pasukan AS menjaga stabilitas di negara itu. Namun, dengan membawa pasukan pulang dan menyatakan akhir resmi untuk Perang Irak, Obama memenuhi janji kepada pemilih untuk mengakhiri perang yang dimulai Bush.

Trump sekarang mendapati dirinya bersemangat untuk memenuhi janji-janjinya sendiri mengurangi keterlibatan AS di luar negeri. Itulah yang mendorong keputusannya baru-baru ini untuk membawa pasukan AS keluar dari Suriah dan Afghanistan.

Namun, keputusan itu tidak populer di antara tim keamanan nasionalnya sendiri, termasuk Menteri Pertahanan James Mattis, yang mengundurkan diri pekan lalu.

Mereka dan pejabat lainnya memperingatkan Trump bahwa meninggalkan wilayah itu sekarang akan memungkinkan ISIS, atau kelompok teror lain, untuk mendapatkan kembali pijakan. Namun, Trump bersikeras bahwa sudah tiba waktunya bagi personel AS untuk pulang.





Credit  cnnindonesia.com








Minggu, 23 Desember 2018

PM Irak Bahas Penarikan AS dari Suriah dengan Pompeo

Direktur baru CIA Mike Pompeo.

CB, KAIRO -- Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Sabtu (22/12) meyakinkan Perdana Menteri Irak Adal Abdul Mahdi bahwa AS masih berkomitmen untuk memerangi ISIS di Irak dan daerah-daerah lain. Hal itu ia tegaskan meskipun ada rencana penarikan pasukan AS dari Suriah.

Presiden AS Donald Trump telah memulai penarikan total pasukan AS dari Suriah. Dia menyatakan pada Rabu bahwa mereka telah berhasil menyelesaikan misi untuk mengalahkan ISIS. Rencana itu menuai kritik dari sekutu seperti Inggris dan Prancis yang mengatakan para militan belum sepenuhnya dikalahkan.

"Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi menerima panggilan telepon dari Menlu AS Mike Pompeo yang menjelaskan rincian penarikan dari Suriah yang akan datang, dan menegaskan bahwa AS masih berkomitmen untuk memerangi ISIS dan terorisme di Irak dan daerah lainnya," kata kantor Abdul Mahdi mengatakan dalam sebuah pernyataan.

Abdul Mahdi dan Pompeo juga membahas keputusan Washington memperpanjang dispensasi selama 90 hari kepada Irak terkait sanksi terhadap Iran. Dengan dispensasi itu akan memungkinkan Baghdad untuk terus mengimpor gas Iran yang sangat penting untuk produksi listrik Irak.

Pemerintahan Trump menerapkan kembali sanksi terhadap ekspor energi Iran pada November lalu. Namun, AS telah memberikan keringanan kepada beberapa pembeli untuk memenuhi kebutuhan energi konsumen.

Irak sangat bergantung pada gas Iran untuk pembangkit listriknya. Irak mengimpor sekitar 1,5 miliar kaki kubik standar per hari melalui jaringan pipa di selatan dan timur.



Credit REPUBLIKA.CO.ID

https://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/18/12/22/pk50rw377-pm-irak-bahas-penarikan-as-dari-suriah-dengan-pompeo




Jumat, 21 Desember 2018

Eks Tentara Bayaran AS Dibui Atas Pembantaian di Baghdad


Eks Tentara Bayaran AS Dibui Atas Pembantaian di Baghdad
Ilustrasi. (Pixabay/Succo)


Jakarta, CB -- Seorang mantan penjaga keamanan di kontraktor keamanan Amerika Serikat, Blackwater, dinyatakan dijatuhi hukuman bui seumur hidup atas perannya dalam pembantaian warga sipil tak bersenjata di kota Baghdad, Irak, 11 tahun lalu.

Tersangka, Nicholas Slatten, divonis atas pembunuhan tingkat pertama oleh juri federal di Washington pada Rabu (19/12), setelah lima hari musyawarah.

Slatten dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena terbukti membunuh Ahmed Haithem Ahmed Al Rubia'y, seorang calon dokter berusia 19 tahun.



Ia merupakan salah satu dari belasan warga sipil yang tewas dibunuh penjaga Blackwater di alun-alun Nisour, Baghdad, pada 16 September 2007.


Penjaga Blackwater meluncurkan tembakan dengan senapan ke arah massa ketika mereka sedang mengawal konvoi diplomatik.

Serangan yang diduga dilakukan tanpa provokasi itu menelan setidaknya 14 nyawa warga sipil dan 18 korban lainnya terluka.

Kantor pengacara AS menghadirkan 34 saksi dalam persidangan kasus tersebut, termasuk empat orang dari Irak.



Menurut bukti pemerintah, Slatten adalah pelaku yang pertama kali melepaskan tembakan ke arah massa.

Slatten hanya salah satu dari empat penjaga Blackwater dalam kasus tersebut yang divonis hukuman penjara. Tiga penjaga lainnya divonis hukuman penjara 30 tahun pada 2014 lalu.

Namun, pengadilan banding telah memerintahkan agar tiga penjaga Blackwater lainnya diberi ganjaran serupa. Saat ini, mereka masih dalam tahanan menunggu vonis kembali.

Penembakan ini dianggap memperdalam kebencian warga Irak terhadap AS setelah Washington menggulingkan diktator Saddam Hussein empat tahun sebelumnya.




Credit  cnnindonesia.com






Rabu, 19 Desember 2018

Eks Pemimpin Milisi Irak Jadi Penasihat Keamanan Nasional


Eks Pemimpin Milisi Irak Jadi Penasihat Keamanan Nasional
Falih Al-Fayadh kembali terpilih menjadi penasihat keamanan nasional Irak. Foto/Istimewa

BAGHDAD - Mantan pemimpin milisi Mobiliisasi Irak yang terkait dengan Iran kembali memegang jabatan ganda sebagai ketua milisi dan penasihat keamanan nasional untuk Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi. Penunjukkan itu dilakukan jelang sesi Parlemen untuk mempertimbangkan penunjukan kabinet baru.

Falih Al-Fayadh merebut kembali tempat duduknya pada pertemuan Dewan Keamanan Nasional Irak pada hari Minggu setelah ia dipecat dari jabatannya oleh mantan Perdana Menteri Haidar Abadi pada Agustus lalu karena perilaku politiknya.

Al-Fayadh juga telah dinominasikan untuk memimpin Kementerian Dalam Negeri yang kuat, yang telah berada di bawah kendali menteri dekat dengan Iran sejak 2010. Pencalonannya telah ditentang oleh blok politik ulama Syiah yang populis Moqtada Al-Sadr, yang mengatakan penunjukkan itu ingin membatasi pengaruh luar dalam politik Irak seperti dikutip dari Arab News, Rabu (19/12/2018).

Pemerintah Irak telah menemui jalan buntu ketika politisi menepati janji untuk beberapa kementerian utama, termasuk Dalam Negeri dan Pertahanan.

Abdul Mahdi dikonfirmasi sebagai perdana menteri pada bulan Oktober tanpa Kabinet penuh setelah Parlemen menyetujui hanya 14 dari 22 jabatan menteri.

Parlemen dijadwalkan untuk mempertimbangkan kembali sisa nominator kabinet pada hari Selasa, meskipun harapan untuk sebuah terobosan rendah.

Pasukan Mobilisasi Populer dibentuk pada tahun 2014 untuk menghentikan kemajuan militan ISIS melalui Irak. Mereka termasuk beberapa milisi yang didanai dan dilatih oleh Iran. 




Credit  sindonews.com




Kamis, 13 Desember 2018

Sejarah Hari Ini: Saddam Hussein Ditangkap



Presiden Irak Saddam Hussein
Presiden Irak Saddam Hussein
Senjata pemusnah massal tak pernah ditemukan di Irak.



CB, Setelah menghabiskan waktu selama sembilan bulan dalam pelarian, mantan pemimpin Irak Saddam Hussein ditangkap pada 13 Desember 2003.


Kejatuhan Saddam dimulai pada 20 Maret 2003, ketika Amerika Serikat (AS) memimpin pasukan invasi ke Irak untuk menggulingkan pemerintahannya yang telah menguasai negara itu selama lebih dari 20 tahun.

Seperti dilansir di History, Saddam Hussein dilahirkan dalam sebuah keluarga miskin di Tikrit, 100 mil dari Baghdad, pada 1937. Setelah pindah ke Baghdad saat remaja, Saddam bergabung dengan Partai Baath yang nantinya akan dia pimpin.

Dia berpartisipasi dalam beberapa upaya kudeta dan ikut mendukung sepupunya, Ahmed Hassal al-Bakr, untuk menjadi diktator Irak pada Juli 1968. Saddam kemudian mengambil alih jabatan sepupunya itu 11 tahun kemudian.

Selama 24 tahun berkuasa, polisi rahasia Saddam dituduh telah melindungi kekuasaannya, meneror publik, dan mengabaikan hak asasi manusia. Meski banyak rakyat yang menghadapi kemiskinan, Saddam sendiri hidup dalam kemewahan yang luar biasa.



Ia membangun lebih dari 20 istana mewah di seluruh negeri. Dengan alasan keamanan, ia dilaporkan sering pindah dari satu istana ke istana lainnya dan selalu tidur di lokasi rahasia.

Pada awal 1980-an, Saddam melibatkan negaranya dalam perang dengan Iran selama delapan tahun. Pertempuran tersebut diperkirakan telah menewaskan lebih dari satu juta jiwa di kedua belah pihak.

Saddam diduga telah menggunakan racun agen saraf dan gas mustard untuk melawan tentara Iran selama perang. Ia juga dilaporkan telah menembakkan senjata kimia pada penduduk Kurdi Irak di Irak utara pada 1988.

Setelah ia menyerang Kuwait pada 1990, sebuah koalisi pimpinan AS menyerbu Irak pada 1991, tetapi gagal menyingkirkan Saddam dari kursi kekuasaannya. Sepanjang 1990-an, Saddam menghadapi sanksi ekonomi dan serangan udara AS yang ditujukan untuk melumpuhkan kemampuannya memproduksi senjata kimia, biologi, dan nuklir.

Irak terus menghadapi tuduhan penjualan minyak ilegal dan pengembangan senjata kimia. AS lagi-lagi menyerbu negara itu pada Maret 2003. Kali ini dengan tujuan untuk menggulingkan Saddam dan rezimnya.

"Tidak diragukan bahwa umat beriman akan menang melawan agresi," ujar Saddam saat itu.

Meski demikian, selama invasi AS, Saddam bersembunyi dan berbicara kepada rakyatnya hanya melalui rekaman audio sesekali. Setelah mengumumkan bahwa Saddam merupakan orang yang paling dicari dari daftar 55 anggota di rezimnya, AS memulai pencarian intens.

Pada 22 Juli 2003, putra-putra Saddam, Uday dan Qusay, terbunuh ketika tentara AS menyerbu sebuah vila tempat mereka tinggal di Kota Mosul, Irak utara. Lima bulan kemudian, pada 13 Desember 2003, tentara AS menemukan Saddam Hussein bersembunyi di lubang sedalam enam sampai delapan kaki, sejauh sembilan mil di luar kota kelahirannya di Tikrit.

Pria yang pernah terobsesi dengan kebersihan itu ternyata ditemukan tidak terawat, dengan janggut lebat dan rambut kusut. Dia tidak melawan dan tidak terluka selama penangkapan. Seorang tentara di lokasi menggambarkannya sebagai seorang pria yang pasrah akan nasibnya.

Saddam kemudian dijebloskan ke penjara Irak dengan penjagaan tentara AS. Ia segera menghadapi persidangan di depan pengadilan khusus terkait beberapa kasus kriminal yang mendakwanya.

Persidangan pertama dimulai pada Oktober 2005. Pada 5 November tahun berikutnya, dia dinyatakan bersalah atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung.


Setelah gagal mengajukan banding, dia dieksekusi pada 30 Desember 2006. Meskipun telah dilakukan pencarian yang panjang, senjata pemusnah massal tidak pernah ditemukan di Irak.

Credit  republika.co.id




Selasa, 11 Desember 2018

Gagal Menjabat untuk Kedua Kali, Mantan PM Irak Salahkan Iran


Gagal Menjabat untuk Kedua Kali, Mantan PM Irak Salahkan Iran
Mantan Perdana Menteri Irak, Haider al-Abadi menyalahkan Iran atas kegagalannya untuk dapat menjabat sebagai pemimpin Irak untuk kali kedua. Foto/Istimewa

BAGHDAD - Mantan Perdana Menteri Irak, Haider al-Abadi menyalahkan Iran atas kegagalannya untuk dapat menjabat sebagai pemimpin Irak untuk kali kedua. Abadi menyebut, Iran telah melakukan intervensi atas urusan politik di Irak.

Berbicara saat melakukan wawancara dengan media setempat, Abadi menyatakan bahwa dia yakin alasan dia gagal untuk menjabat sebagai PM Irak untuk kali kedua adalah karena adanya campur tangan Iran dalam politik Irak.

"Saya percaya bahwa Iran menghambat kesempatan saya untuk masa jabatan kedua, karena komitmen saya terhadap sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Teheran," kata Abadi dalam wawancara tersebut.

"Iran telah mulai merasa terancam oleh saya pada titik ini, maka mereka mengalihkan dukungan mereka dengan Perdana Menteri saat ini, Adel Abdul Mahdi," sambungnya, seperti dilansir Al Arabiya pada Senin (10/12).

Abadi menjelaskan, bahwa sikapnya terhadap Iran dalam hal sanksi AS sangat jelas tetapi, pada saat yang sama, dia tidak akan pernah mengekspos negaranya ke dalam bahaya.

Di kesempatan yang sama, Abadi menyuarakan keprihatinan atas keamanan nasional Irak. Dia mengungkapkan ketakutannya, bahwa kemenangan atas ISIS, dan penghapusan sektarianisme, serta kedaulatan dan keamanan negara yang berjuang keras, dapat dikorbankan di tangan intervensi asing. 





Credit  sindonews.com





Senin, 10 Desember 2018

Mantan PM Irak tolak tuntutan mengubah daftar kabinet


Mantan PM Irak tolak tuntutan mengubah daftar kabinet
Suasana jalan di distrik Kota Sadr, Baghdad, Irak, Sabtu (19/5/2018). (REUTERS/Thaier al-Sudani)



Baghdad, Irak (CB) - Mantan perdana menteri Irak pada Sabtu (8/12) menolak untuk mengubah daftar Kabinet yang disiapkannya, kendati ada tuntutan dari penengah kekuasaan dari kubu Syiah, Muqtada As-Sadr.

Tindakan Nouri Al-Maliki itu berarti menciptakan perintang baru di hadapan upaya untuk membentuk pemerintah, delapan bulan setelah pemilihan umum.

Lembaga Koalisi Hukum menolak seruan "untuk mengganti Falih Fayyad dan beberapa calon lain untuk Kabinet baru", kata Al-Maliki dalam satu taklimat di Ibu Kota Irak, Baghdad.

Ia mengatakan bahwa mengganti Fayyad akan beresiko bagi kestabilan di Irak sebab tindakan itu menciptakan persepsi bahwa Koalisi Sairoon, pimpinan As-Sadr, berusaha menekan parlemen dan pemerintah.

Fayyad, mantan penasehat keamanan Perdana Menteri Haidar Al-Abadi, dicalonkan secara tidak langsung oleh blok Al-Binaa di bawah milisi Hashd Ash-Shaabi sebagai menteri dalam negeri, kata Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad siang. Namun, ia menghadapi penolakan keras dari Koalisi Sairoon --yang memboikot pemungutan suara pada Kamis mengenai Kabinet di Parlemen.

Pada November, Abdul-Mahdi --seorang politikus independen-- diberi lampu hijau oleh Parlemen untuk menyusun pemerintah.

Namun sejak itu, hanya 14 dari 22 menteri Kabinet yang diusulkan oleh perdana menteri tersebut telah dikonfirmasi di Parlemen, dan delapan sisa portofolio --termasuk pos penting pertahanan dan dalam negeri-- masih kosong.

Banyak pengamat yang mengetahui proses pembentukan pemerintah menyatakan penundaan itu terjadi akibat perbedaan pendapat antara kelompok politik Syiah dan Sunni di negeri tersebut.




Credit  antaranews.com



Rabu, 21 November 2018

AS Masukkan Ajudan Baghdadi dalam Blacklist


AS Masukkan Ajudan Baghdadi dalam Blacklist
AS telah memasukkan ajudan pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi dalam blacklist. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) memasukkan orang kepercayaan pemimpin Negara Islam (ISIS) Abu Bakr al-Baghdadi ke dalam daftar hitam terornya.

"ISIS jatuh tetapi belum hancur," kata Nathan Sales, pejabat di Departemen Luar Negeri pada kontraterorisme, saat mengumumkan Hajji Abdel Nasir telah diputuskan sebagai "Teroris Global yang Ditunjuk Secara Khusus."

"Ketika ISIS terus melemah di medan perang, kita harus membuatnya menderita dari sumber daya yang digunakannya untuk melakukan terorisme di seluruh dunia," kata Sales dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari AFP, Rabu (21/11/2018).

Departemen Luar Negeri AS mengatakan keputusan itu dibuat bersamaan dengan Dewan Keamanan PBB, yang pada hari Senin menempatkan Abdel Nasir pada daftar sanksinya sendiri.

Daftar kembar berarti bahwa Abdel Nasir tunduk pada pembekuan aset internasional, larangan perjalanan dan embargo senjata. Warga dan entitas AS dilarang berbisnis dengannya.

"Nasir telah memegang beberapa posisi kepemimpinan di Negara Islam Irak dan Suriah, termasuk memimpin Komite Delegasi kelompok itu, yang melapor ke Baghdadi dan menjalankan kontrol administratif atas urusan organisasi teroris," kata Departemen Luar Negeri AS.

Dikatakan komite yang diketuai Abdel Nasir adalah bertanggung jawab untuk merencanakan dan mengeluarkan perintah yang berkaitan dengan operasi militer ISIS, koleksi pajak, polisi agama, dan operasi komersial dan keamanan.

Amerika Serikat mengepalai koalisi militer yang berjuang untuk mengusir Negara Islam keluar dari Irak dan Suriah, dari mana kelompok jihadis telah meluncurkan banyak serangan di luar negeri, sebagian besar di Eropa, dalam beberapa tahun terakhir.




Credit  sindonews.com



Senin, 12 November 2018

Militer Turki Bombardir Basis Kurdi di Irak Utara



Militer Turki Bombardir Basis Kurdi di Irak Utara
Militer Turki menuturkan, jet tempur mereka telah melakukan serangan udara di wilayah Kurdi Irak, yang berada di bagian utara Irak dan menewaskan 14 orang. Foto/Istimewa


ANKARA - Militer Turki menuturkan, jet tempur mereka telah melakukan serangan udara di wilayah Kurdi Irak, yang berada di bagian utara Irak. Serangan itu, menurut militer Turki, menewaskan 14 orang anggota Partai Buruh Kurdistan.

"Tentara Turki menggunakan frase menetralisir ketika berhasil membunuh target, menangkap atau melukai kombatan. Serangan udara yang dilakukan kemarin menargetkan wilayah Avasin," kata militer, seperti dilansir Reuters pada Minggu (11/11).

"14 anggota bersenjata dari organisasi teror separatis, yang sedang bersiap-siap untuk menyerang pangkalan militer, dinetralisir. Senjata, tempat persembunyian dan gudang senjata dihancurkan," kata militer, menggunakan istilahnya untuk PKK.

Turki sendiri memang secara berkala melakukan serangan udara terhadap anggota PKK di Irak utara, di mana kelompok ini berbasis di pegunungan Qandil. Irak utara juga merupakan rumah bagi pemerintah otonom Kurdi Irak.
PKK, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE) dan juga Turki, telah melancarkan pemberontakan tiga dekade di Turki dan telah menewaskan sekitar 40 ribu orang. 





Credit  sindonews.com



Rabu, 07 November 2018

ISIS Tinggalkan Lebih dari 200 Kuburan Massal di Irak



Utusan PBB Jan Kubis mengatakan lebih dari 50 kuburan massal ditemukan di sejumlah bagian Irak di wilayah yang sebelumnya dikuasai ISIS.
Utusan PBB Jan Kubis mengatakan lebih dari 50 kuburan massal ditemukan di sejumlah bagian Irak di wilayah yang sebelumnya dikuasai ISIS.
Foto: EPA
Ribuan orang diperkirakan dikubur di kuburan massal.




CB, KIRKUK -- Lebih dari 200 kuburan massal yang berisi ribuan korban telah ditemukan di berbagai daerah Irak yang sebelumnya dikuasai oleh kelompok ISIS, kata satu laporan PBB pada Selasa (6/11).

"Misi Bantuan PBB untuk Irak (UNAMI) dan Kantor Hak Asasi Manusia PBB telah mendokumentasikan keberadaan 202 lokasi kuburan massal di Provinsi Nineveh, Kirkuk, Salahudin, dan Anbar di bagian barat dan utara negeri tersebut," kata Kantor Komisariat Tinggi PBB bagi Hak Asasi Manusia (OHCHR).

Laporan itu mengatakan barangkali ada lebih banyak kuburan massal, dan sulit untuk memastikan seluruh jumlah kuburan massal tersebut.

"Lokasi paling kecil di Mosul Barat berisi delapan jenazah sedangkan yang paling besar diduga berada di lubang Khasfa di sebelah selatan Mosul, yang mungkin berisi ribuan," kata laporan itu dilansir Xinhua.

"Bukti yang dikumpulkan dari semua lokasi ini akan dipusatkan untuk menjamin penyelidikan yang dapat dipercaya, penghukuman, dan pengakuan sejalan dengan standar proses internasional," kata laporan tersebut.

"Keadilan dan kebenaran yang berarti memerlukan pengawetan, penggalian dan pencarian lokasi kuburan massal dan pengidentifikasian jenazah banyak korban dan pengembalian jenazah itu kepada keluarga mereka," kata laporan tersebut.

Pada 2014, kelompok ISIS melancarkan "aksi kekerasan luas dan pelanggaran sistematis hukum kemanusiaan serta hak asasi manusia, tindakan yang mungkin menjadi kejahatan perang, kejahatan terhadap umat manusia, dan kemungkinan pemusnahan suku," kata laporan itu.

Utusan PBB untuk Irak Jan Kubis mengatakan, "Lokasi kuburan massal yang didokumentasikan di dalam laporan kami adalah kesaksian mengenai hilangnya nyawa manusia, penderitaan besar, dan kekejaman yang mengejutkan."

"Penentuan kondisi seputar hilangnya banyak nyawa akan menjadi langkah penting dalam proses perkabungan buat keluarga dan perjalanan mereka guna menjamin hak mereka bagi kebenaran dan keadilan," katanya.

"Kuburan ini berisi jenazah mereka yang dibunuh tanpa belas kasihan dan dibunuh karena tidak sesuai dengan peraturan dan ideologi ... ISIS, termasuk etnik dan agama minoritas," katanya.

"Keluarga mereka memiliki hak untuk mengetahui apa yang terjadi pada orang yang mereka cintai. Kebenaran, keadilan dan pampasan penting untuk menjamin penghitungan penuh bagi kekejaman yang dilakukan oleh ISIS," kata Bachelet



Credit  republika.co.id



Jumat, 26 Oktober 2018

Turki harapkan Irak bentuk pemerintahan kuat


Turki harapkan Irak bentuk pemerintahan kuat
Suasana jalan di distrik Kota Sadr, Baghdad, Irak, Sabtu (19/5/2018). (REUTERS/Thaier al-Sudani)



Ankara, Turki (CB) - Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan Turki mengharapkan pemerintah yang kuat akan dibentuk di Irak setelah pemilihan umum di sana.

"Pembangunan kembali Irak itu penting. Kami (Turki) adalah negara yang paling tulus. Kami menjanjikan pinjaman lima miliar dolar AS (buat Irak). Ketegasan kami akan menguntungkan dari uang ini melalui penanaman modal, perdagangan dan dengan melakukan berbagai proyek (di sana)," kata Cavusoglu, sebagaimana dikutip kantor berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis. Ia menambahkan Irak mesti melanjutkan perang melawan teror.

"Sekarang, sebagai NATO, kami akan melatih pasukan keamanan Irak," katanya. Ditambahkannya, seorang perwira senior militer akan memberi sumbangan buat misi tersebut.

"Kegiatan kami akan mendorong kemampuan pasukan keamanan Irak. Da`esh masih ada di wilayah itu. Perang melawan PKK juga penting," kata Cavusoglu.

Dalam kegiatan terornya selama lebih dari 30 tahun terhadap Turki, PKK --yang dimasukkan ke dalam daftar organisasi teroris oleh Turki, AS dan Uni Eropa-- telah bertanggung-jawab atas kematian lebih dari 400.000 orang, termasuk perempuan dan anak kecil.

Menteri luar negeri tersebut mengatakan kerja sama antara Pemerintah Sentral Irak serta Pemerintah Regional Kurdi (KRG) dan Turki juga penting.

Cavusoglu mengatakan Turki ingin membuka kembali Konsulat Turki di kota besar Irak --Mosul dan Basra, serta Kirkuk.

Sementara itu, Cavusoglu juga berbicara mengenai hubungan yang tegang antara Turki dan Israel dan mengatakan Israel harus melakukan tindakan bagi normalisasi hubungan.

Pada Desember, Presiden AS Donald Trump memicu kemarahan dunia, setelah mengungkapkan rencana untuk memindahkan Kedutaan Besar AS ke Jerusalem dan mengumumkan kota itu sebagai ibu kota Israel serta berikrar akan memindahkan kedutaan besar Washington ke kota tersebut.

Pemindahan kedutaan besar itu dilakukan berbarengan dengan peringatan ke-70 berdirinya Israel pada 1948 --peristiwa yang oleh rakyat Palestina dinamakan "Nakba" atau "Bencana".

Pada pertengahan Mei, Turki telah menarik duta besar di Telv Aviv, Israel, dan Washington untuk konsultasi.

Jerusalem tetap menjadi pusat konflik Timur Tengah; rakyat Palestina menginginkan Jerusalem Timur --yang diduduki oleh Israel sejak 1967-- sebagai ibu kota negara Palestina merdeka.

"Sayangnya Israel melanjutkan permukiman tidak sahnya. Sayangnya, keputusan AS mendorong Israel mengenai permukiman ini," kata menteri luar negeri Turki tersebut.

Turki akan terus mendukung Palestina dalam masalah itu, ia menambahkan.





Credit  antaranews.com





Tokoh syiah Irak tolak pemungutan suara rahasia bagi kabinet baru


Tokoh syiah Irak tolak pemungutan suara rahasia bagi kabinet baru

Pendukung Irak dari daftar Sairun bergembira dengan membawa bendera Irak dan foto ulama Syiah Moqtada al-Sadr setelah hasil pemilihan parlemen Irak diumumkan di Baghdad, Irak, Selasa (15/5/2018). (REUTERS/Thaier al-Sudani)



Baghdad (CB) - Tokoh Syiah kondang di Irak, Muqtada As-Sadr, pada Rabu (24/10) menolak pemungutan suara rahasia di Parlemen mengenai susunan Kabinet baru.

"Orang ingin memperbarui sistem melalui pemerintah yang jujur dengan teknokrat yang independen yang diawasi oleh calon perdana menteri tanpa tekanan dari partai atau blok," kata As-Sadr di akun Twitter.

Calon Perdana Menteri Adil Abdul-Mahdi dijawalkan pada Rabu untuk mengumumkan pemerintahnya dan programnya untuk disetuji oleh Parlemen, kata kantor berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi.

Anggota Parlemen Irak menyetujui sebagian daftar anggota Kabinet dan program yang diusulkan oleh Abdul-Mahdi, termasuk mantan menteri perminyakan sementara Thamer Ghadhban sebagai Menteri Perminyakan.

Anggota Parlemen kawakan dari Suku Kurdi, Fuad Hussein, diangkat sebagai Menteri Keuangan, kata beberapa anggota Parlemen. Parlemen dijadwalkan melakukan pemungutan suara buat sisa delapan menteri pada malam hari yang sama.

Pada awal Oktober, Barham Salih --yang baru terpilih sebagai Presiden Irak-- menugaskan Abdul-Mahdi untuk membentuk pemerintah baru.

Calon perdana menteri itu diduga didukung oleh tokoh spiritual Syiah Irak Ali As-Sistani.

Abdul-Mahdi telah menjadi menteir keuangan di pemerintah sementara dan menteri perminyakan dari 2014 sampai 2016.




Credit  antaranews.com





Senin, 22 Oktober 2018

ISIS Bebaskan Sandera Druze dengan Tebusan Rp405 Miliar


ISIS Bebaskan Sandera Druze dengan Tebusan Rp405 Miliar
Dua perempuan dan empat anak-anak kelompok minoritas Druze dibebaskan ISIS setelah pemerintah Suriah sepakat membayar uang tebusan. (Ilustrasi perempuan Druze/AFP/Menahem Kahana)


Jakarta, CB -- Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS membebaskan dua perempuan dan empat anak dari kelompok minoritas Druze yang disandera setelah pemerintah Suriah setuju membayar uang tebusan bernilai US$27 juta atau sekitar Rp405 miliar.

Warga yang dibebaskan Sabtu (20/10) ini adalah bagian dari 27 sandera yang ditangkap ketika ISIS melakukan serangan mematikan pada Juli lalu di provinsi Sweida, Suriah selatan.

Stasiun televisi Suriah menyiarkan gambar enam warga yang dibebaskan itu tiba di Sweida dan mereka dengan gembira berkumpul kembali dengan keluarga mereka.


"Saya tidak bisa menggambarkan perasaan gembira ini," ujar Rasmia Abu Amar kepada stasiun televisi setelah bertemu kembali dengan suaminya.

"Tetapi ini belum selesai, putera saya masih belum dibebaskan," ujarnya.

Perempuan kedua tampil dengan empat anaknya yang memakai baju kotor setelah tiga bulan disandera, sementara rambut puteranya dicukur habis.

Kelompok Syrian Observatory for Human Rights mengatakan pembebasan sandera ini adalah bagian pertama dari setidaknya 60 tahanan ISIS yang akan dibebaskan dengan imbalan uang tebusan itu.

Ketika perundingan untuk membebaskan para sandera ini tengah berlangsung, keluarga korban sempat melakukan serangkaian aksi protes yang mendesak agar pemerintah Suriah mengambil tindakan lebih agar keluarga mereka dibebaskan.

Kepala Observatory Rami Abdel Rahman mengatakan kepada AFP bahwa keenam sandera itu dibebaskan pada Jumat (19/10) malam dan sandera lain diperkirakan akan dibebaskan "dalam beberapa hari atau beberapa jam mendatang". 



Sebagai imbalan pembebasan sandera itu, katanya, pemerintah Suriah sepakat membebaskan 60 anggota ISIS yang ditahan dan membayar uang tebusan sebesar US$27 juta.

"Sembilan perempuan dan tujuh anak yang ditahan oleh pemerintah Suriah telah diserahkan ke ISIS," kata Abdel Rahman.

Dalam serangan yang terkoordinasi pada 25 Juli lalu, ISIS melancarkan serangan bom bunuh diri, penembakan dan penusukan yang menyebabkan lebih dari 250 orang tewas.

Populasi kelompok minoritas Druze, yang tinggal di Provinsi Sweida, sendiri mencapai tiga persen dari populasi Suriah sebelum perang atau sekitar 700 ribu orang.

Pengikut ajaran Druze dianggap sebagai bid'ah oleh pengikut ISIS.

Kelompok jihadis ini mengeksekusi sandera yang merupakan mahasiswa berusia 19 tahun pada Agustus dan awal Oktober ISIS kembali mengeksekusi seorang perempuan berusia 25 tahun, sementara seorang sandera perempuan berusia 65 tahu meninggal karena sakit.

Uang Tebusan

Perundingan pembebasan para sandera antara pemerintah Suriah dan ISIS sempat terhenti, namun putaran perundingan setelahnya berhasil mencapai kesepakatan meski dengan nilai yang tinggi.

Kelompok Observatory mengatakan ISIS juga menuntut penghentian serangan terhadap mereka di provinsi Sweida.

Pasukan pemerintah Suriah terlibat pertempuran dengan ISIS di dataran tinggi Tulul al-Safa di Sweida timur.

Abdel Rahman mengatakan Pasukan Demokrasi Suriah (SDF), aliansi pimpinan suku Kurdi yang menguasai wilayah Suriah Utara dan Timur Laut dengan bantuan AS "juga membebaskan sejumlah anggota ISIS yang ditahan" namun dia tidak menyebut jumlah pasti.

SDF sendiri belum mengeluarkan pernyataan terkait informasi ini. SDF terlibat pertempuran hebat dengan ISIS di sekitar kota Hajin di lembah Efrat yang merupakan kantung wilayah terakhir ISIS.

SDF melancarkan serangan besar ke wilayah yang diperkirakan diduduki oleh tiga ribu jihadis pada 10 September. Ratusan pejuang ISIS tewas, namun sejumlah besar pejuang SDF juga tewas dalam pertempuran ini.

ISIS Bebaskan Sandera Druze dengan Tebusan Rp405 Miliar
ISIS mengklaim mendirikan Kalifah di Iran dan Suriah pada 2014 namun kini porak poranda setelah diserang oleh berbagai pihak termasuk jet Rusia yang membantu pemerintah Bashar al-Assad (Reuters/Ministry of Defence of the Russian Federation)
Kelompok Observatory mengatakan bahwa serangan udara koalisi pada Kamis (18/10) dan Jumat ke sasaran ISIS di sekitar kantung wilayah Hajin menewaskan setidaknya 41 warga sipil.

Perang saudara Suriah telah menewaskan lebih dari 360 ribu warga sipil sejak aksi anti-pemerintah Suriah ditekan dengan keras oleh pasukan Presiden Bashar al-Assad.

Khalifah yang diproklamirkan oleh ISIS di wilayah Suriah dan Irak pada 2014 hancur akibat serangan dari berbagai sudut, meski demikian kelompok ini masih memiliki kekuatan yang berbahaya.





Credit  cnnindonesia.com





Pimpinan ISIS Dikabarkan Membunuh Para Pengikutnya


Abu Bakar al-Baghdadi
Abu Bakar al-Baghdadi

Abu Bakr al-Baghdadi mengeluarkan perintah untuk membunuh para tokoh terkemuka ISIS




CB, ANBAR -- Pasukan keamanan Irak menemukan delapan jenazah militan ISIS pada Ahad (21/10). Pihak berwenang di Irak mengatakan, delapan orang militan tersebut diyakini telah dibunuh oleh pimpinan militan ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi.

"Mayat-mayat itu ditemukan dengan luka tembak di bagian kepala di daerah antara Haditha dan Distrik Hit di Anbar," kata aparat keamanan kepada Shafaq News, dilansir dari Iraqi News, Ahad (21/10).

Aparat keamanan mencatat, delapan orang militan ISIS yang terbunuh diyakini ada dalam daftar sasaran yang dikeluarkan oleh al-Baghdadi dua pekan yang lalu. Berdasarkan laporan intelijen Irak belum lama ini, al-Baghdadi sebagai pimpinan militan ISIS telah mengeluarkan perintah untuk membunuh ratusan pengikutnya.

Al-Baghdadi memerintahkan untuk membunuh tokoh-tokoh terkemuka kelompok ISIS di Irak dan Suriah atas ketidaksetiaan mereka kepada ISIS. Laporan dari intelijen datang pada saat masa kritis ketika kelompok militan ISIS kehilangan sekitar 90 persen wilayah yang dikuasai di Irak dan Suriah.

Sumber-sumber intelijen Irak mengatakan, al-Baghdadi orang paling dicari di dunia mengeluarkan perintah untuk membunuh 320 pengikutnya. Sebab para pengikutnya telah melakukan pengkhianatan terhadap ISIS. Para pengikutnya juga dinilai telah berbuat ceroboh sehingga menimbulkan kerugian besar terhadap kelompok ISIS di Irak dan Suriah.

Menurut sumber-sumber keamanan dan itelijen, ada komandan berpangkat tinggi dalam daftar target al-Baghdadi. Di dalam daftar tersebut ada nama-nama seperti Abu al-Baraa al-Anshari, Sief al-Din al-Iraqi, Abu Otham al-Tal Afari, Abu Iman al-Mowahed dan Marawan Hadid al-Suri.




Credit  republika.co.id




Selasa, 09 Oktober 2018

Inggris Tegaskan Operasi Militer Terhadap ISIS Terus Berlanjut


Inggris Tegaskan Operasi Militer Terhadap ISIS Terus Berlanjut
Menteri Pertahanan Inggris, Gavin Williamson menegaskan, operasi melawan ISIS, baik di Irak ataupun Suriah akan terus berlajut. Foto/Istimewa

LONDON - Menteri Pertahanan Inggris, Gavin Williamson menegaskan, operasi melawan ISIS, baik di Irak ataupun Suriah akan terus berlajut, sampai kelompok itu benar-benar musnah.

Williamson menuturkan, meski ISIS sudah kalah di Irak dan Suriah, namun itu bukan berarti operasi melawan kelompok itu telah usai. Dia menyatakan, operasi akan terus berlanjut, selama London menilai ISIS masih menimbulkan ancaman serius terhadap Inggris dan sekutu-sekutunya.

"Inggris harus terus membela rakyat kami dan mitra kami, untuk memastikan ideologi mereka (ISIS) yang buruk dan beracun tidak menyebar ke jalan-jalan kami," ucap Williamson dalam sebuah pernyataan.

"Serangan udara terhadap teroris ISIS akan terus berlanjut, selama mereka menimbulkan ancaman yang jelas dan segera terhadap keamanan nasional dan internasional kami," sambungnya, seperti dilansir Sputnik pada Senin (8/10).

Ucapannya datang sehari setelah Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan bahwa bulan lalu, jet tempur Angkatan Udara Inggris menghancurkan sejumlah basis ISIS di Suriah dan Irak dengan, Kementerian Pertahanan Inggris menturukan, mereka setidaknya menghancurkan satu basis ISIS setiap harisnya baik di Suriah dan Irak. 



Credit  sindonews.com




Kamis, 04 Oktober 2018

Presiden baru Irak tunjuk Adel Abdul Mahdi jadi perdana menteri


Presiden baru Irak tunjuk Adel Abdul Mahdi jadi perdana menteri
Suasana jalan di distrik Kota Sadr, Baghdad, Irak, Sabtu (19/5/2018). (REUTERS/Thaier al-Sudani)



Sulaimaniya (CB) - Presiden Irak, yang baru terpilih, Barham Salih, menunjuk politisi kawakan Adel Abdul Mahdi menjadi perdana menteri dan menugaskannya membentuk pemerintahan baru, kata dua anggota parlemen kepada Reuters, Selasa.

Menurut undang-undang dasar Irak, Abdul Mahdi diberi waktu 30 hari untuk membentuk kabinet dan menyampaikannya kepada parlemen untuk mendapatkan persetujuan.

Penunjukan Abdul Mahdi dilakukan Salih kurang dari dua jam setelah ia terpilih menjadi presiden.





Credit  antaranews.com