Rabu, 18 April 2018

Oposisi Jerman Sebut Alasan AS Serang Suriah adalah Omong Kosong



Oposisi Jerman Sebut Alasan AS Serang Suriah adalah Omong Kosong
AfD, partai oposisi Jerman menyatakan bahwa tidak ada bukti bahwa pihak berwenang Suriah bertanggung jawab atas dugaan serangan kimia di Douma. Foto/Reuters


BERLIN - Anggota Parlemen Jerman dari Partai Alternatif untuk Jerman (AfD), Hansjörg Müller menyatakan tidak ada bukti bahwa pihak berwenang Suriah bertanggung jawab atas dugaan serangan kimia di Douma. AfD adalah partai oposisi di Jerman.

Muller menuturkan, pihaknya tidak mendukung sikap resmi Berlin pada dugaan keterlibatan Damaskus dalam serangan kimia di kota Douma. Dia menyebut, AfD menilai alasan Amerika Serikat (AS) untuk menyerang Suriah hanyalah omong kosong belaka.

"Tidak ada bukti. Kami tidak mengesampingkan bahwa ini adalah aksi peringatan palsu negara-negara Barat," ucap Muller dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Sputnik pada Selasa (17/4).

Jerman sendiri sejatinya tidak terlibat dalam serangan terhadap Suriah, meski demikian Kanselir Jerman, Angela Merkel telah menegaskan bahwa Berlin mendukung penuh setiap upaya memastikan bahwa penggunaan senjata kimia tidak bisa diterima.

"Berlin mendukung "semua" yang dilakukan untuk mengirim sinyal bahwa penggunaan senjata kimia ini tidak dapat diterima," ucap Merkel beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, Barat menuduh pemerintah Suriah berada di balik dugaan serangan kimia tersebut. Damaskus sendiri telah berulang kali membantah tuduhan tersebut, menekankan bahwa tidak ada bukti yang dapat diandalkan telah disajikan. 




Credit  sindonews.com




Negara G7 Nyatakan Dukung Serangan AS Cs ke Suriah



Negara G7 Nyatakan Dukung Serangan AS Cs ke Suriah
G7 menyatakan mendukung serangan yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS), Prancis dan Inggris terhadap Suriah. Foto/Istimewa


BERLIN - G7, yang merupakan sebuah kelompok yang terdiri tujuh negara kekuatan ekonomi dunia, menyatakan mendukung serangan yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS), Prancis dan Inggris terhadap Suriah.

Dalam sebuah pernyataan, G7 menyatakan kelompoknya mendukung setiap upaya untuk mengurangi kekuatan senjata kimia sebuah negara, dalam hal ini Suriah. Meski demikian, Jerman menuturkan jalur diplomasi tetap menjadi pilihan utama G7, dibanding dengan opsi militer untuk menyelesaikan berbagai macam masalah yang ada.

"Kami sepenuhnya mendukung upaya yang dilakukan oleh AS, Inggris dan Prancis untuk mengurangi kapasitas untuk menggunakan senjata kimia oleh rezim Assad dan untuk mencegah penggunaan masa depan mereka," kata G7.

"Tapi, kami masih berkomitmen terhadap solusi diplomatik untuk penyelesaian konflik di Suriah," sambungnya dalam pernyataan yang dirilis oleh Jerman itu, seperti dilansir Reuters pada Selasa (17/4).

Sementara terkait dengan serangan senjata kimia, Rusia mengatakan para ahli senjata kimia akan masuk ke Douma pada Rabu mendatang untuk menyelidiki dugaan serangan gas beracun. Pernyataan Rusia ini muncul tidak lama setelah AS menuding Moskow mungkin telah "merusak" bukti di lokasi serangan. 




Credit  sindonews.com





Soal Pengerahan S-300, Rusia: Kami Berusaha Lindungi Suriah


Soal Pengerahan S-300, Rusia: Kami Berusaha Lindungi Suriah
Menlu Rusia, Sergei Lavrov tidak menutupi adanya rencana Rusia untuk mengerahkan dan menjual sistem pertahanan udara S-300 ke Suriah dalam waktu dekat. Foto/Istrimewa


MOSKOW - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov tidak menutupi adanya rencana Rusia untuk mengerahkan dan menjual sistem pertahanan udara S-300 ke Suriah dalam waktu dekat. Lavrov menuturkan, pengerahan S-300 ini ditujukan untuk melindungi Suriah dari ancaman eksternal.

Dalam sebuah wawancara dengan BBC, Lavrov menuturkan Rusia sudah memiliki rencana untuk mengerahkan dan juga menjual S-300 ke Suriah sejak lama. Namun, rencana ditangguhkan karena banyaknya penolakan dari apa yang dia sebut negara mitra.

“Beberapa tahun yang lalu kami memutuskan untuk tidak menyediakan sistem S-300 ke Suriah atas permintaan mitra kami," kata Lavrov dalam wawancara tersebut, seperti dilansir Sputnik pada Selasa (17/4).

"Sekarang, kami akan mempertimbangkan opsi untuk memastikan keamanan negara Suriah setelah tindakan agresi yang keterlaluan ini dari Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris Raya," sambungnya.

Rusia sendiri sejatinya sudah mengerahkan sistem pertahanan udara S-400 ke Suriah. Sistem pertahanan udara ini diklaim sukses menembak jatuh semua rudal yang ditembakan oleh AS cs.

Terkait dengan rencana pengerahan S-300, media-media Israel dibuat panik oleh keputusan yang pertama kali disampaikan oleh Kementerian Pertahanan Rusia itu.

Jerusalem Post memperingatkan bahwa superioritas udara Israel berada pada risiko di salah satu wilayah yang paling sulit jika Rusia memutuskan untuk menjual sistem pertahanan udara yang lebih canggih ke Suriah.

Analis dari penyiar berita I24 Ron Ben-Yishai mendukung kekhawatiran ini. Ia mengatakan bahwa negara Yahudi itu harus mengambil tindakan peringatan dan pencegahan yang belum diambil sejauh ini. 






Credit  sindonews.com



Selasa, 17 April 2018

Rusia Rangkul Liga Arab Ajak Bangun Suriah dan Irak


Rusia Rangkul Liga Arab Ajak Bangun Suriah dan Irak
Presiden Rusia Vladimir Putin mengajak Liga Arab membangun Suriah dan Irak pasca-kekalahan ISIS. (REUTERS/Pavel Golovkin/Pool)


Jakarta, CB -- Rusia siap mengembangkan kerja sama dengan Liga Arab untuk mempertahankan stabilitas kawasan. Menurut kabar yang dilansir kantor berita Rusia, TASS, Presiden Vladimir Putin mengajak Liga Arab untuk bersama-sama berkontribusi pada penyelesaian politik dan restorasi di Suriah dan Irak.

"Rusia siap mengembangkan kerja sama dengan Liga Arab untu menjamin stabilitas kawasan. Saya harap di tengah kebangkitan pasca kekalahan ISIL di Suriah dan Irak, kita dapat bersama-sama berkontribusi bagi penyelesaian politik dan rekonstruksi di negara tersebut serta mengatasi masalah kemanusiaan," kata Putin dalam sambutannya kepada Liga Arab seperti diposting dalam situs Kremlin, Ahad.

Adapun dalam pertemuan di Dhahran, Arab Saudi, Liga Arab menyerukan penyelidikan internasional terhadap "tindakan kriminal" penggunaan senjata kimia di Suriah.


"Kami tegaskan kecaman mutlak terhadap penggunaan senjata kimia terhadap warga sipil Suriah. Kami menuntut penyelidikan internasional yang independen demi menjamin penerapan hukum internasional terhadap seluruh pihak yang terbukti menggunakan senjata kimia," bunyi pernyataan Liga Arab dalam Konferensi Tingkat Tinggi di Dhahran, Senin (16/4).



Organisasi beranggotakan 22 negara itu juga menekankan pentingnya solusi politis dalam penyelesaian perang sipil di Suriah.

Dalam kesempatan itu, Arab Saudi dan sekutunya juga mengungkapkan dukungannya terhadap serangan gabungan yang dilakukan Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris ke sejumlah situs militer dan senjata kimia milik Suriah pada akhir pekan lalu. Serangan itu dikecam oleh Rusia.

Serangan udara itu dilakukan sebagai respons atas dugaan penggunaan senjata kimia yang kembali dilakukan rezim Presiden Bashar Al-Assad terhadap pemberontak di Douma, Ghouta Timur. Serangan senjata kimia pada 7 April lalu menewaskan sedikitnya 70 orang dan melukai 1.000 lainnya.

Baik Rusia dan Suriah membantah adanya penggunaan senjata kimia terhadap warganya sendiri. Damaskus menganggap serangan AS dan sekutunya merupakan sebuah bentuk agresi.

Dalam pidatonya yang tertuju kepada Liga Arab, Putin menegaskan bahwa normalisasi di Timur Tengah tidak mungkin terjadi tanpa menyelesaikan isu Palestina.

"Seluruh isu terkait status wilayah Palestina, termasuk masalah Yerusalem, harus diatasi melalui negosiasi langsung Palestina-Israel, dengan dasar hukum internasional yang diakui, termasuk resolusi relevan yang disahkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa dan Majelis Umum PBB dan Inisiatif Perdamaian Arab yang didorong oleh Liga Arab," kata Presiden Rusia tersebut.



Credit  cnnindonesia.com




AS Tunda Jatuhkan Sanksi Baru kepada Rusia


AS Tunda Jatuhkan Sanksi Baru kepada Rusia
AS menunda untuk menjatuhkan sanksi kepada Rusia atas dukungannya terhadap Suriah. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, telah menunda memberlakukan sanksi tambahan terhadap Rusia. Trump tidak akan menjatuhkan sanksi baru untuk Rusia kecuali Moskow melakukan serangan siber baru atau provokasi lain.

Sebelumnya Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan Washington sedang menyiapkan sanksi baru terhadap Rusia atas dukungannya terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad.



"Duta besar telah keluar dari permasalahan kali ini," kata pejabat administrasi senior, yang menangani masalah ini, kepada Reuters tanpa menyebut nama, Selasa (17/4/2018).

The Washington Post pertama kali melaporkan bahwa Trump telah menghentikan rencana untuk sanksi ekonomi tambahan di Rusia.

Pejabat itu mengatakan Trump prihatin segera menjatuhkan lebih banyak sanksi, di tengah serangan akhir pekan lalu yang dipimpin AS terhadap Assad yang didukung-Rusia, akan mengganggu upayanya untuk merundingkan perjanjian dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam memerangi ekstremisme Islam, mengawasi internet dan masalah lain.

AS telah mengambil serangkaian tindakan baru-baru ini terhadap Rusia, termasuk mengusir diplomat atas kasus serangan racun di Inggris. AS juga menjatuhkan sanksi terhadap 24 warga Rusia, termasuk sekutu Putin, atas gangguan dalam pemilihan presiden AS dan "kegiatan memfitnah" lainnya. Moskow membantah semua tuduhan yang ditimpakan padanya.

Terbaru, pemerintah AS menuduh hacker yang didukung pemerintah Rusia berada di balik serangan siber global pada router dan peralatan jaringan lainnya.

Pejabat itu mengatakan Trump telah menyatakan keprihatinannya bahwa jika pemerintah tidak melanjutkan dengan hati-hati, ketegangan antara Washington dan Moskow - yang sudah dalam kondisi terburuk sejak Perang Dingin - dapat meningkat berbahaya, kata pejabat itu.

Ditanya komentar, Gedung Putih memberikan respon yang identik dengan pernyataan sebelumnya oleh Sekretaris Pers Sarah Sanders, yang mengatakan: "Kami sedang mempertimbangkan sanksi tambahan pada Rusia dan keputusan akan dibuat dalam waktu dekat."

Pejabat tinggi pemerintahan lainnya mengatakan Haley sudah terlalu cepat mendahului dengan mengatakan lebih banyak sanksi akan datang, tetapi tidak banyak.

"Mereka dibicarakan tetapi diputuskan untuk menunda sebentar," kata pejabat itu.

Terkait hal ini pihak kantor Haley menolak berkomentar. 


Trump masih percaya dia bisa bernegosiasi dengan Putin, tetapi itu tidak mungkin produktif jika dia juga mengkritiknya berulang kali, kata pejabat pertama.

Trump mengkritik Putin setelah dugaan serangan gas di Suriah karena mendukung Presiden Bashar al-Assad yang disebutnya binatang. Tetapi dia belum melakukannya lagi.

Washington telah mengatakan mereka memiliki bukti bahwa pasukan Suriah melakukan serangan senjata kimia mematikan pada 7 April.

Jika sanksi AS diberlakukan, mereka akan menjadi kelompok kedua seperti itu dalam waktu satu tahun lebih terhadap program senjata pemusnah massal Suriah.




Credit  sindonews.com




Uni Eropa Gagal Setujui Sanksi Baru untuk Iran



Uni Eropa Gagal Setujui Sanksi Baru untuk Iran
Uni Eropa gagal menyepakati sanksi baru untuk Iran jelang tenggata waktu yang diberikan oleh Presiden AS Donald Trump. Foto/Istimewa



LUXEMBOURG - Uni Eropa gagal menyetujui sanksi baru terhadap Iran di tengah-tengah oposisi Italia. Selain itu muncul ketakutan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan tetap menarik diri dari kesepakatan nuklir meski telah menjatuhkan sanksi kepada Iran. Sanksi itu ditujukan untuk program rudal dan peran regional Teheran.

Berbicara di sela-sela diskusi para menteri luar negeri Uni Eropa di Luksemburg, beberapa diplomat mengatakan hasil itu berarti Uni Eropa mungkin tidak dapat memenuhi tenggat waktu Presiden AS pada 12 Mei untuk "memperbaiki" perjanjian nuklir 2015.

Uni Eropa berkeinginan untuk mengamankan perjanjian tersebut, di mana Teheran setuju untuk mengekang ambisi nuklirnya setidaknya selama satu dekade, tetapi Trump telah menjadi kritikus yang ganas.

Ia mengancam tidak akan memperpanjang sanksi AS terhadap Iran terkait dengan perjanjian yang melihat Barat kebanyakan mencabut sanksi luas sebagai ganti bagi republik Islam yang membatasi program nuklirnya.

Mencari untuk menanggapi kritik Trump terhadap kesepakatan nuklir dan Teheran secara lebih luas, Prancis, Inggris dan Jerman mengusulkan untuk mengarahkan sanksi pada "milisi dan komandan" Iran yang bertempur atas nama Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Mereka berharap meminta pertanggungjawaban Iran karena ini dapat membantu meyakinkan Trump untuk tidak meninggalkan kesepakatan nuklir. Namun mereka menghadapi sikap oposisi Italia, yang didukung oleh Austria.

"Mungkin perjanjian nuklir akan gagal, jadi mengapa mengambil risiko memberanikan bersikap radikal kepada Iran dan merusak peluang kami untuk memenangkan kontrak di sana," kata seorang diplomat dari kubu yang skeptis.

Tapi diplomat lain, dari salah satu dari tiga kekuatan Eropa, mencatat bahwa Uni Eropa masih memiliki empat minggu untuk mendapatkan kesepakatan.

"Kami jelas menuju ke sana, meskipun kami membutuhkan sedikit lebih banyak waktu," ujarnya.

Seorang diplomat lain mengatakan tampaknya tidak "sangat mungkin" bahwa Uni Eropa sekarang akan menerapkan pembatasan baru pada pertengahan Mei.

Dengan Uni Eropa secara keseluruhan ingin menjaga perjanjian nuklir, 28 menteri Uni Eropa setuju untuk terus bekerja dalam masalah ini dalam beberapa hari dan minggu mendatang.

"Masalahnya masih dalam agenda," kata Menteri Luar Negeri Jerman yang baru, Heiko Maas, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (17/4/2018).

Pekan lalu, Uni Eropa memperpanjang sanksi yang sudah ada di Iran terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia, sementara seorang pejabat Keuangan AS mengatakan Washington menyambut baik dorongan untuk pembatasan baru.





Credit  sindonews.com






Pentagon Bantah Serang Pangkalan Udara Suriah di Homs


Pentagon Bantah Serang Pangkalan Udara Suriah di Homs
Pentagon membantah menyerang pangkalan udara Suriah di Homs. Foto/Ilustrasi/Istimewa


WASHINGTON - Pentagon mengatakan tidak ada laporan kegiatan militer Amerika Serikat (AS) di Homs, Suriah. Pernyataan ini muncul setelah adanya laporan yang menyatakan pertahanan udara Suriah menembak jatuh rudal di atas dua pangkalan udara.

"Tidak ada kegiatan militer AS di daerah itu (Homs) pada saat ini," ucap seorang juru bicara Pentagon Eric Pahon.

"Kami tidak memiliki detail informasi tambahan untuk disampaikan," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Selasa (17/4/2018).

Sebelumnya laporan televisi pemerintah Suriah dan media kelompok Hizbullah menyatakan pertahanan anti pesawat Suriah menembak jatuh rudal yang ditembakkan ke dua pangkalan udara. Kedua pangkalan udara itu adalah Shayrat yang berada di Homs, dan pangkalan lain di timur laut Ibu Kota Damaskus.

Televisi Suriah memperlihatkan gambar-gambar sebuah rudal yang ditembakkan di atas pangkalan udara.

Serangan ini hanya beberapa hari setelah serangan Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis terhadap sejumlah sasaran di Suriah. Serangan ini adalahbalasan atas dugaan serangan bahan kimia di kota Douma di pinggiran Damaskus. 





Credit  sindonews.com





Israel Diduga Serang Dua Pangkalan Udara Suriah


Israel Diduga Serang Dua Pangkalan Udara Suriah
Ilustrasi. Ford Williams/Courtesy U.S. Navy/Handout via REUTERS


Jakarta, CB -- Sistem pertahanan udara Suriah merespons serangan rudal, diduga dari Israel, yang membidik dua pangkalan udara Suriah sekitar tengah malam, Selasa (17/4). Kabar tersebut dilaporkan War Media, sayap media tentara Suriah seperti dilansir kantor berita China, Xinhua.

Enam rudal membidik pangkalan udara Shayrat di Homs, provinsi tengah Suriah. Sebagian besar di antaranya berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara.

War Media juga melaporkan tiga rudal lainnya membidik pangkalan udara Dumair di wilayah Qalamoun, sebelah utara Damaskus. "Seluruhnya berhasil dicegat sebelum mencapai target," tulis kantor berita China, Xinhua, Selasa (17/4).


Sementara itu, kantor berita pemerintah Suriah, SANA melaporkan adanya serangan sepanjang malam di Homs. Namun tidak menjelaskan rinciannya. Hanya dikatakan bahwa sumber serangan tidak diketahui, di tengah spekulasi bahwa Israel berada di balik serangan, setelah Pentagon membantah telah menggelar operasi terhadap dua pangkalan yang disebutkan.



Pangkalan udara Shayrat dihantam serangan rudal AS pada April 2017 terkait tuduhan serangan senjata kimia oleh tentara Suriah di Provinsi Idlib sebelumnya.

Stasiun televisi Pan Arab al-Mayadeen melaporkan pangkalan udara Dumair diserang sehari sebelum kesepakatan evakuasi pemberontak di wilayah itu.

Serangan terbaru dilancarkan di saat Amerika Serikat, Perancis dan Inggris berkomplot menggelar serangan rudal atas sejumlah posisi militer Suriah di Damaskus dan Homs, Sabtu (14/4). Tuduhannya sama yakni dugaan penggunaan senjata kimia oleh pasukan pemerintah Suriah.

Menurut aktivis Syrian Observatory for Human Rights, pesawat-pesawat tempur Israel menyerang pangkalan udara T-4 di Homs pada 9 April lalu dan menewaskan 14 tentara, termasuk milisi Iran.

Stasiun televisi pemerintah Suriah menayangkan gambar diam saat sistem pertahanan udaranya mencegat rudal-rudal. Belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas serangan selepas tengah malam itu, tetapi pejabat AS menyatakan bahwa Washington tidak merencanakan serangan lain selain serangan rudal pada Sabtu lalu.





Credit  cnnindonesia.com




Asteroid Besar Baru Terdeteksi Beberapa Jam Sebelum Dekati Bumi


Ilustrasi asteroid. thesun.co.uk
Ilustrasi asteroid. thesun.co.uk

CB, Washington - Astronom menemukan asteroid cukup besar hanya beberapa jam sebelum mendekati Bumi. Asteroid itu terdeteksi hanya berjarak setengah jarak Bumi ke bulan, sekitar 119.500 mil, akhir pekan lalu, sebagaimana dilaporkan Newsweek, 16 April 2018.

Terlihat pertama kali pada hari Sabtu dari Catalina Sky Survey di Arizona, asteroid 2018 GE3 mendekati planet kita sekitar pukul 02:41 ET Minggu, 15 April. Batu angkasa itu melesat melewati Bumi dengan kecepatan 66.000 mil per jam (106.000 km per jam).

Asteroid itu berukuran sedang antara 155 kaki (47 meter) dan 330 kaki (100 meter). Berpotensi lebih besar dari Patung Liberty di New York, asteroid itu mencapai lima kali ukuran meteor Chelyabinsk yang menghantam langit di atas Rusia pada 2013.
Asteroid berukuran sedang itu memiliki potensi untuk menimbulkan kerusakan regional, kata para ahli sebagaimana dikutip Daily Mail.
Setelah mendekati Bumi, batu angkasa itu bergerak lebih dekat ke bulan daripada ke Bumi, semakin dekat pukul 5:59 pagi, kata NASA.
Menurut Earthsky.org, perkiraan diameter GE 2018 adalah 157 hingga 361 kaki. Jika menyeberang ke atmosfer kita, sebagian darinya kemungkinan akan hancur karena gesekan dengan udara. Tetapi beberapa dari asteroid itu mungkin akan berhasil sampai ke permukaan bumi.
Faktor-faktor seperti sudut masuk, kecepatan, komposisi, dan lokasi dampak akan mempengaruhi seberapa besar kerusakan yang dapat disebabkan oleh 2018 GE3 jika berhasil sampai ke bumi.
Asteroid secara konsisten memasuki atmosfer Bumi tanpa ada yang memperhatikan. Pada Februari 2013 sebuah batu angkasa, dengan diameter yang lebih kecil dari 2018 GE3, menembus langit di atas Rusia. Peristiwa itu menyebabkan sekitar 1.500 orang membutuhkan perawatan untuk cedera, yang sebagian besar disebabkan oleh kaca yang beterbangan.

Earthsky.org melaporkan bahwa peristiwa kemarin menandai pertama kalinya dalam hampir 90 tahun asteroid telah datang dengan jarak sedekat itu ke Bumi.




Credit  TEMPO.CO









AS Gunakan Rudal Jelajah Stealth untuk Pertama Kali di Suriah


Rudal JASSM-ER AGM-158B untuk pertama kalinya digunakan pada serangan di Suriah. Kredit: Lockheed Martin/US Air Force
Rudal JASSM-ER AGM-158B untuk pertama kalinya digunakan pada serangan di Suriah. Kredit: Lockheed Martin/US Air Force

CB, Washington - Rudal jelajah stealth AS yang akurat dalam jarak 10 kaki (3 meter) dan dapat ditembakkan dari jarak 575 mil (925 km) digunakan dalam pertempuran untuk pertama kalinya selama serangan udara di Suriah, sebagaimana dilaporkan Daily Mail, 16 April.

Rudal JASSM-ER AGM-158B itu ditembakkan dari pengebom B-1B Lancer di atas Mediterania dengan sasaran sebuah pabrik senjata kimia di Barzah, Damaskus utara.
Ads by Kiosked
Militer AS menembakkan 85 rudal secara total, menggunakan tiga kapal perusak dan satu kapal selam serta pembom B1-B. AS bergabung dengan Inggris dan Prancis dalam menanggapi serangan kimia oleh rezim Assad seminggu sebelumnya.
Rudal baru ini adalah versi jarak jauh (ER) dari Joint Air-To-Surface Munition (JASSM), dengan dua setengah kali jangkauan, dan telah beroperasi sejak 2014 tetapi belum pernah ditembakkan sebelumnya, Aviation Week melaporkan.
Desain senyapnya membuat rudal ini lebih sulit untuk dideteksi rudal anti-pesawat termasuk sistem S-400 Rusia yang ditakuti.
Fortune melaporkan sembilan belas JASSM-ER ditembakkan ke Barzah dengan harga masing-masing US$ 1,4 juta (Rp 19,3 miliar), sehingga total biayanya US$ 27 juta (Rp 372 miliar). Rudal itu bergabung dengan 57 Raytheon Co Tomahawks.
Rudal itu, yang diproduksi oleh Lockheed Martin untuk militer AS, mampu terbang dua kali jangkauan JASSM, dengan jangkauan setidaknya 575 mil, bukannya 230 mil. Sistem pencitraan infra merah memungkinkannya mencapai target dengan presisi luar biasa, akurat hingga hanya 10 kaki.



Credit  TEMPO.CO






Rusia Sukses Uji Rudal Penghancur Satelit Intelijen AS di Orbit


Rusia juga menguji roket P-500 Bazalt baru. Kredit: Hellmaster ru
Rusia juga menguji roket P-500 Bazalt baru. Kredit: Hellmaster ru

CB, Washington - Rusia telah menyelesaikan uji coba terbaru dari rudal anti-satelit baru yang mampu memusnahkan teknologi navigasi, komunikasi, dan intelijen AS di orbit sebagaimana dilaporkan Daily Mail, akhir pekan lalu.

Uji terbang keenam dari 'Nudol' diyakini telah terjadi di Plesetsk Cosmodrome, 500 mil sebelah utara ibukota Rusia, Moskow, pada 26 Maret.
Pada kesempatan itu, senjata yang juga dikenal sebagai PL19 itu, telah diluncurkan dari transporter untuk pertama kalinya, yang menunjukkan langkah besar ke depan dalam perkembangannya.
Di masa lalu, proyek ini telah diselimuti secara rahasia. Laporan negara Rusia telah bersikeras bahwa Nudol adalah untuk tujuan pertahanan dan menggambarkannya sebagai pertahanan rudal jarak jauh Rusia yang baru.
Namun para ahli mengatakan tugas utama rudal pencegat ini adalah untuk menguasai atmosfir Bumi dan menyerang obyek-obyek besar menggunakan energi kinetik.
Rusia terus memodernisasi arsenal strategisnya di bawah Presiden Vladimir Putin. Laporan Badan Intelijen Pertahanan kepada Kongres pada Februari 2015 menyatakan doktrin militer Rusia menekankan pertahanan antariksa sebagai komponen vital pertahanan nasionalnya.
"Para pemimpin Rusia secara terbuka menegaskan bahwa angkatan bersenjata Rusia memiliki senjata anti-satelit dan melakukan penelitian anti-satelit," tulis laporan itu.
Uji peluncuran pertama yang berhasil dari Nudol adalah pada akhir 2015 sebagai bagian dari sistem pencegat kinetik generasi mendatang yang saat ini sedang dikembangkan oleh Rusia, menurut The Diplomat.
Setelah tes sebelumnya pada tahun 2016, mantan pejabat Pentagon Mark Schneider memperingatkan bahwa konsekuensi dari serangan anti-satelit terhadap AS bisa sangat merusak.
"Hilangnya bimbingan GPS karena serangan anti-satelit akan mengambil bagian substansial dari kemampuan pengiriman senjata presisi kami dan pada dasarnya semua kemampuan kami," katanya kepada The Washington Free Beacon.
Letnan Jenderal Angkatan Udara David J. Buck, komandan Komando Komponen Fungsional Gabungan untuk Luar Angkasa, mengatakan pada tahun yang sama bahwa, "Rusia memandang ketergantungan AS pada luar angkasa sebagai kerentanan yang bisa dieksploitasi, dan mereka mengambil tindakan yang disengaja untuk memperkuat kontra-antariksa mereka.”
Dalam Penilaian Ancaman Dunia 2018, Direktur Intelijen Nasional AS Dan Coats mencatat bahwa baik Rusia dan Cina terus mengejar senjata antisatelit (ASAT) sebagai sarana untuk mengurangi keampuhan militer AS dan sekutu.




Credit  TEMPO.CO








Indonesia Diharapkan Bantu Atasi Demokrasi Lumpuh di Kamboja


Mantan Pemimpin Oposisi Kamboja, Sam Rainsy, saat kunjungan ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta Barat, 16 April 2018. TEMPO/Fajar Januarta
Mantan Pemimpin Oposisi Kamboja, Sam Rainsy, saat kunjungan ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta Barat, 16 April 2018. TEMPO/Fajar Januarta

CB, Jakarta - Oposisi Kamboja berharap pada Indonesia untuk memainkan perannya di ASEAN dan kawasan agar secara moral membimbing negara-negara kawasan maju dalam hal demokrasi. Sam Rainsy, mantan ketua Partai Penyelamat Kamboja Nasional atau CNRP, menyebut Indonesia adalah salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, yang telah berpengalaman dalam menerapkan demokrasi. Rainsy bahkan meminta Indonesia hadir sebagai pemantau dalam pelaksanaan pemilu Kamboja 29 Juli.   
Dalam kunjungannya ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta, pada Senin, 16 April 2018, Rainsy mengatakan pihaknya tidak bisa berharap banyak pada ASEAN untuk menengahi masalah demokrasi di Kamboja saat ini. Namun setidaknya oposisi Kamboja bisa mengharapkan konektifitas ASEAN untuk saling membantu negara anggota.
“Jika Anda menghormati HAM, jika Anda mempromosikan sistem pemerintahan yang baik yang menentang korupsi, maka kita bersama-sama mempromosikan persahabatan ASEAN yang baru. Kami berharap ASEAN bisa memperkuat demokrasi dan perdamaian di Kamboja,” kata Rainsy.


Mantan Pemimpin Oposisi Kamboja, Sam Rainsy, saat kunjungan ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta Barat, 16 April 2018. TEMPO/Fajar Januarta

Kamboja dalam dua tahun terakhir diselimuti ketegangan setelah pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen membubarkan oposisi. Ketegangan semakin memuncak jelang diselenggarakannya pemilu pada 29 Juli 2018 mendatang. Hun Sen dikatakan Rainsy, tidak bisa menerima hal-hal yang bertentangan dengannya.
Menurut Rainsy, pemerintah Kamboja saat ini sangat bergantung pada Cina setelah dijatuhi sanksi oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat. Sayangnya, Cina memanfaatkan kebergantungan ini untuk meminta Kamboja memblokir agar ASEAN tidak mengeluarkan satu suara soal sengketa Laut Cina Selatan. Negara-negara ASEAN yang terlibat dalam sengketa ini dengan Cina adalah Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam dan Filipina. 






Credit  TEMPO.CO




Oposisi Sebut Kamboja Diambang Bangkrut, Ini Penyebab Utamanya


Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. AP Photo/Heng Sinith
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. AP Photo/Heng Sinith

CB, Jakarta - Kamboja berada dalam situasi mengkhawatirkan saat ini. Secara keuangan, Kamboja bangkrut.
Mu Sochua, mantan Wakil ketua Partai Penyelamat Kamboja Nasional atau CNRP dan mantan anggota parlemen Kamboja, mengatakan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, telah berutang uang sangat banyak ke Cina, Asian Development Bank atau ADB dan Bank Dunia. Uang itu digunakan Hun Sen untuk memperkuat dukungan baginya.
“Rezim ini bergantung pada 1 orang, yakni Hun Sen. Saat ini Cina mulai berpikir jika Hun Sen meninggal, maka rezim ini bisa tidak stabil. Sedangkan ADB sekarang sudah tidak mau lagi memberikan pinjaman pada pemerintah Kamboja,” kata Sochua, saat berkunjung ke kantor Tempo, di Jakarta, Senin, 16 April 2018.
Pernyataan Sochua itu, dibenarkan oleh Sam Rainsy, mantan Ketua Partai CNRP,  partai oposisi terbesar Kamboja ini sudah dibubarkan oleh Hun Sen. Rainsy mengatakan, masyarakat Kamboja sangat ingin merdeka. Sebab selama ini, Hun Sen bergantung pada eksternal seperti Cina, bukan kepada masyarakat Kamboja.
Setelah dijatuhi sanksi oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat, sekitar 80 persen garmen Kamboja di ekspor ke Cina. Kondisi ini tak banyak menguntungkan karena Cina pun memproduksi garmen. Ekonomi Kamboja sebagian besar digerakkan oleh industri tekstil.          


Mantan Pemimpin Oposisi Kamboja, Sam Rainsy, saat kunjungan ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta Barat, 16 April 2018. TEMPO/Fajar Januarta

Rainsy pun membandingkan Hun Sen dengan pemimpin negara ASEAN lainnya seperti Lee Kuan Yew dari Singapura, Mahathir Mohammad-Malaysia dan Indonesia di bawah pemerintahan mantan presiden Soeharto. Pemimpin di ketiga negara tersebut, mampu mengangkat perekonomian negara yang dipimpinnya ke arah yang lebih baik. Namun Kamboja di bawah kepemimpinan Hun Sen selama 30 tahun, perekonomiannya mengalami kemandekan.
Hun Sen yang tak berpendidikan tinggi telah menguasai ekonomi Kamboja, sistem kesehatan di Kamboja masih dibilang buruk, begitu pun kualitas tenaga kerjanya. Walhasil, Kamboja sulit untuk bersaing.  
Kalangan muda Kamboja umumnya merantau ke Thailand dan Malaysia karena pemerintah Kamboja sulit menyediakan lapangan kerja. Hun Sen disebut Rainsy bahkan tak peduli dengan perekonomian Kamboja.






Credit  tempo.co





Peretas Rusia Ancam Bobol Jutaan Sistem di Seluruh Dunia


Peretasan. Ilustrasi
Peretasan. Ilustrasi
Foto: PC World


AS dan Inggris menduga Rusia merencanakan serangan masif terhadap sistem komputer




CB, WASHINGTON -- Peringatan publik dirilis oleh Gedung Putih, agen Amerika Serikat (AS), Pusat Kemananan Nasional Inggris mengenai kemungkinan peretasan global yang dilakukan peretas Rusia. Peringatan itu muncul setelah AS dan Inggris sama-sama memonitor ancaman peretas selama setahun terakhir.

Dikutip dari Washington Post, Senin (16/4), pemerintah AS dan Inggris menduga Rusia sedang merencanakan serangan terhadap sistem komputer secara masif di seluruh dunia. Komputer rumah hingga penyedia internet disebut sebagai sasaran para peretas untuk tujuan mata-mata dan kemungkinan sabotase.

"Kami meyakini Rusia merancang serangan siber yang menyasar rumah tangga dan bisnis. Apa yang saya dan anda miliki di rumah bisa jadi sasaran peretas," kata koordinator keamanan siber Gedung Putih Rob Joyce pada Senin (16/4). Jutaan pengguna komputer di seluruh dunia juga dikabarkan tak luput dari ancaman peretas Rusia.

Ciaran Martin selaku kepala di National Cyber Security Centre (NCSC), bagian dari agen intelijen Inggris GCHQ, menyatakan Rusia adalah musuh berat dalam dunia siber. Dalam wawancara dengan Independent dan sejumlah media lain, Ciaran Martin mengatakan ancaman siber Rusia pertama kali diungkap badan keamanan siber AS.

Ancaman serangan tersebut diyakini juga berpengaruh ke Inggris dan dapat mengacaukan sektor energi. "Ini adalah serangan berkelanjutan yang menargetkan sederet entitas, kami percaya Rusia ada di balik ancaman serangan siber," katanya.

"Tujuan peretasan bisa saja untuk keperluan spionase dan digunakan untuk kepentingan mereka. Jutaan perangkat di seluruh dunia terancam dan peretas bisa mengambil alih kontrol konektivitas," papar Martin.





Credit  republika.co.id





Rahasia Trump tidak ngawur ketika Barat merudal Suriah


Rahasia Trump tidak ngawur ketika Barat merudal Suriah
Presiden Prancis Emmanuel Macron. (REUTERS)




Jakarta (CB) - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengaku telah meyakinkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mempertahankan tentaranya di Suriah dalam jangka panjang dan membatasi serangan rudal ke Suriah Sabtu pekan lalu hanya menyasar fasilitas-fasilitas senjata kimia.

Dalam wawancara dengan The Guardian kemarin, Macron menyatakan membatasi serangan peluru kendali ke target-target khusus tadinya tidak dipikirkan Trump.

"Kami juga membujuk dia bahwa kami perlu membatasi serangan ke (situs-situs) senjata kimia, setelah segala sesuatu disampaikan lewat cuitan," kata dia.

Presiden Prancis itu melanjutkan, "Sepuluh hari lalu, Presiden Trump telah berkata bahwa 'Amerika Serikat meski menarik diri dari Suriah'. Kami berhasil meyakinkan dia bahwa penting tetap (ada di Suriah). Kami berhasil meyakinkan dia adalah penting tetap ada (di Suriah) untuk jangka panjang."

Kendati kerap berseberangan di Timur Tengah, Macron dan Trump menjalin hubungan yang bersahabat setahun terakhir ini. Macron mengundang Trump menghadiri Hari Bastille tahun lalu dan sebaliknya dia akan mengunjungi Gedung Putih bulan ini.


Keputusan Macron memerintahkan peluncuran rudal-rudal Prancis ke Suriah bersama AS dan Inggris telah menandai fase baru dalam masa pemerintahannya. Ini kali pertama presiden paling muda dalam sejarah modern Prancis itu menggunakan mandat konstitusi sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata untuk memerintahkan serangan militer.

Menanggapi klaim Macron, Sekretaris Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan, "Misi AS tidak berubah, presiden sudah jelas bahwa dia ingin pasukan kami pulang secepat mungkin.  Kami telah menuntaskan tugas menghancurkan ISIS dan menciptakan kondisi yang mencegah ISIS kembali. Sebagai tambahan kami mengharapkan sekutu dan mitra kawasan kami untuk mengambil tanggung jawab lebih besar lagi baik secara militer maupun finansial dalam mengamankan kawasan."

Serangan rudal sekutu ke Suriah Sabtu pekan lalu itu telah memuntahkan 105 peluru kendali AS, Inggris dan Prancis yang menyasar tiga fasilitas senjata kimia sebagai balasan atas serangan gas di Douma pada 7 April. Serangan ini juga menjadi operasi militer besar Prancis pertama sejak Macron terpilih Mei tahun lalu, demikian The Guardian.




Credit  antaranews.com





Militer Arab Saudi tunjukkan bukti keterlibatan Iran


Militer Arab Saudi tunjukkan bukti keterlibatan Iran
Perwira militer Arab Saudi Kolonel Turki S. Al Maliki memaparkan perihal serangan rudal balistik milisi Houthi ke wilayah Arab Saudi dari Yaman dan dukungan Iran dengan memasok rural dan pesawat nirawak "Ababil" kepada milisi Houthi dalam menyerang wilayah Arab Saudi. Kolonel Turki memaparkan dan memberikan bukti keterlibatan Iran itu dalam konferensi pers di Al Khobar, Senin Malam (16/7). (Rahmad Nasution)



Al Khobar, Arab Saudi (CB) - Angkatan Bersenjata Arab Saudi, Senin (16-4-2018) malam, menunjukkan bukti keterlibatan Iran dalam serangan-serangan rudal balistik dan pesawat tanpa awak milisi Houthi Yaman ke wilayah negara itu dalam beberapa tahun terakhir.

Bukti berupa sisa-sisa rudal dan "drone AUV Ababil" buatan Iran yang berhasil dirontohkan sistem pertahanan militer Arab Saudi itu ditunjukkan kepada puluhan wartawan Arab Saudi dan mancanegara, termasuk Antara, dalam sebuah konferensi pers.

Dalam konferensi pers yang dilangsungkan di Hotel Le Meridien Al Khobar itu, perwira militer Arab Saudi, Kolonel Turki S. Al Maliki, menegaskan rudal dan pesawat nirawak Ababil itu diluncurkan milisi Houthi untuk menyerang Jazan dan Bandar Udara Abha.

Serangan milisi Houthi yang didukung Iran dengan rudal balistik dan AUV Ababil ke Jazan dan Bandara Abha, Arab Saudi, itu terjadi pada tanggal 11 April 2018, katanya.


(foto : Rahmad Nasution)


Menurut Turki, kelompok milisi Houthi tak mungkin memiliki kemampuan menyerang dengan alat utama sistem senjata rudal balistik dan AUV Ababil ke wilayah Arab Saudi dari Yaman tanpa bantuan pasokan dari Iran.

"Kemampuan yang sama juga diberikan Iran kepada Hizbullah dan Hamas," katanya.

Ia mengatakan bahwa serangan rudal milisi Houthi itu tidak hanya mengancam Arab Saudi, tetapi juga masyarakat internasional.

Kolonel Turki S. Al Maliki lebih lanjut mengatakan bahwa pihaknya tidak membalas serangan balasan ke sasaran Houthi di wilayah Yaman karena Arab Saudi menghormati etika dan hukum internasional serta mempertimbangkan keselamatan warga sipil di negara itu.

Sejauh ini, Arab Saudi lebih mengandalkan pasukan pemerintah Yaman yang sah dalam menghadapi milisi Houthi di negaranya karena mempertimbangkan keselamatan jiwa rakyat Yaman, katanya.

Perihal keterlibatan Iran yang mendukung Houthi di Yaman dan ancaman rudal balistik milisi ini sempat disinggung oleh Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud dalam pidatonya di Konferensi Tingkat Tinggi Ke-29 Liga Arab yang berlangsung di Dhahran, Minggu (15-4-2018).

Raja Salman mengatakan bahwa milisi Houthi di Yaman yang didukung Iran merupakan ancaman nyata dan tiga dari 119 misil yang telah ditembakkannya bahkan diarahkan ke Mekah, kota tersuci umat Islam.

"Realitas ini kembali menunjukkan kepada dunia bahaya perilaku Iran di kawasan, pelanggaran atas prinsip-prinsip hukum internasional dan pengabaian atas nilai-nilai, etika, dan bertetangga baik," kata Raja Salman dalam pidatonya.

Pemimpin Arab Saudi yang menyandang gelar pelayan dua tempat suci umat Islam dunia ini menyambut baik pernyataan PBB yang mengutuk keras serangan misil milisi Houthi ke sejumlah kota di Arab Saudi tersebut.

Milisi Houthi yang didukung Iran ini bertanggung jawab penuh atas munculnya dan berlanjutnya krisis Yaman dan penderitaan kemanusiaan di negeri itu. Oleh karena itu, Arab Saudi meminta PBB bersikap tegas atas perilaku Iran ini.

Dalam Deklarasi Dhahran yang dihasilkan KTT Ke-29 Liga Arab itu, para pemimpin dan ketua delegasi negara-negara anggota Liga Arab menegaskan penolakan mereka pada campur-tangan Iran dalam urusan dalam negeri negara-negara Arab.

Iran juga dituntut untuk menarik milisi-milisi dan elemen-elemen bersenjata yang didukungnya dari semua negara Arab, khususnya Suriah dan Yaman, demikian isi Deklarasi Dhahran KTT Ke-29 Liga Arab itu.







Credit  antaranews.com





Militer Israel Kembali Hancurkan Terowongan Hamas


Terowongan Gaza-Israel yang dibangun pejuang Palestina.
Terowongan Gaza-Israel yang dibangun pejuang Palestina.
Foto: AP


Penghancuran terbaru merupakan terowongan kelima yang dirusak oleh Israel.



CB, TEL AVIV -- Militer Israel, pada Ahad (15/4), mengatakan telah menghancurkan terowongan Hamas yang membentang dari Jalur Gaza hingga ke teritorialnya. Hal itu merupakan terowongan kelima yang dihancurkan Israel dalam beberapa bulan terakhir.

Juru bicara militer Israel Jonathan Conricus mengungkapkan, terowongan yang baru saja dihancurkan belun memiliki titik keluar. "Terowongan itu telah melintasi wilayah Israel beberapa meter, tetapi belum memiliki titik keluar," katanya, dikutip laman Asharq Al-Awsat.

Ia memperkirakan terowongan itu berasa dari daerah Jabaliya di Jalur Gaza dan sedang digali ke arah komunitas Nahal Oz di Israel. Kendati demikian, Conricus sendiri belum dapat memastikan seberapa panjang terowongan tersebut. "Menurut penilaian awal kami, terowongan ini mencapai beberapa kilometer (panjangnya) ke Jalur Gaza," ujarnya.

Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman mengatakan terowongan yang baru saja dihancurkan tersebut merupakan yang terpanjang dan terdalam yang ditemukan Israel. "Ini adalah terowongan yang menghabiskan jutaan dolar untuk menggali. Uang yang alih-alih akan mengurangi kesulitan warta Gaza tenggelam di pasir," ucap Lieberman.

Ia pun mencela Hamas karena dinilai telah menyelewengkan dana untuk warga Gaza demi membangun terowongan tersebut. Hamas sendiri belum memberi pernyataan resmi terkait hal ini.

Daerah perbatasan Gaza-Israel baru-baru ini tengah bergolak. Ribuan warga Palestina di wilayah tersebut menggelar aksi demonstrasi. Mereka menuntut Israel mengembalikan tanah dan desa yang didudukinya setelah Perang Arab-Israel tahun 1948 kepada para pengungsi Palestina.

Namun, aksi tersebut direspons secara brutal oleh pasukan Israel. Mereka tak ragu melepaskan tembakan ke arah demonstran guna membubarkan aksi tersebut. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, aksi brutal Israel telah menyebabkan 34 warga Palestina tewas dan lebih dari 1.000 lainnya luka-luka.

Aksi demonstrasi di perbatasan Gaza-Israel telah digelar sejak akhir Maret lalu. Aksi tersebut rencananya akan dilakukan selama berpekan-pekan. Adapun aksi puncak akan dilaksanakan pada 15 Mei mendatang, yakni ketika Israel memperingati hari kelahirannya.





Credit  republika.co.id




Suriah Cegat Tiga Rudal yang Mengarah ke Bandara Militer


Dalam gambar yang diambil oleh Angkatan Laut AS, kapal penjelajah kendali-rudal USS Monterey (CG 61) menembakkan rudal Tomahawk ke Suriah, Sabtu, (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.
Dalam gambar yang diambil oleh Angkatan Laut AS, kapal penjelajah kendali-rudal USS Monterey (CG 61) menembakkan rudal Tomahawk ke Suriah, Sabtu, (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.
Foto: Letnan john Matthew Daniels / Angkatan Laut AS melalui AP


Bandara Dumair digunakan dalam kampanye militer merebut Ghouta Timur.



CB, DAMASKUS -- Media pro-Iran-Hezbollah melaporkan pada Selasa (17/4), pertahanan udara Suriah telah mencegat tiga rudal yang ditujukan ke bandara militer Dumair di timur laut Damaskus.

Pasukan oposisi mengatakan Bandara Dumair telah digunakan dalam kampanye militer untuk merebut kembali Ghouta timur, daerah kantong pemberontak di pinggiran Damaskus. Tentara Suriah, yang didukung oleh kekuatan udara Rusia, telah berhasil merebut kembali Ghouta timur setelah serangan bom tanpa henti.

Media pemerintah Suriah tidak menyebutkan penyerangan di Dumair. Tetapi sebelumnya mengatakan pertahanan udara Suriah telah menembak jatuh rudal di atas pangkalan utama Shuyrat di provinsi Homs.








Televisi pemerintah Suriah memperlihatkan gambar-gambar rudal yang ditembakkan di udara di atas pangkalan udara hanya beberapa hari setelah serangan AS, Inggris, dan Prancis terhadap Suriah. Negara-negara tersebut melakukan penyerangan atas dugaan penggunaan bahan kimia oleh Suriah di kota Douma.

Seorang juru bicara Pentagon mengatakan tidak ada kegiatan militer AS di daerah itu pada saat Suriah menembakan rudalnya.





Credit  republika.co.id



Rusia Halangi Tim Penyidik Senjata Kimia Masuk ke Douma


Seorang anak dan pria memperoleh penanganan medis setelah terpapar gas beracun di  Douma, Ghouta Timur, Damascus, Syria, Ahad (25/2).
Seorang anak dan pria memperoleh penanganan medis setelah terpapar gas beracun di Douma, Ghouta Timur, Damascus, Syria, Ahad (25/2).
Foto: Bassam Khabieh/Reuters


AS dan Prancis mengklaim memiliki bukti kuat penggunaan gas beracun di Douma



CB, BEIRUT -- Penyidik independen yang menginvestigasi senjata kimia Suriah dihalangi oleh pihak berwenang Suriah dan Rusia pada Senin (16/4). Hal ini dilaporkan seorang pejabat berwenang, beberapa hari setelah sekutu AS, Prancis dan Inggris memborbardir area yang diduga terkait dengan program senjata kimia Suriah.

Tim dari penyidik independen mengakui  mereka kurang mendapat akses masuk ke kota Douma. Organisasi pelarangan senjata kimia (OPCW), telah meninggalkan pertanyaan terkait serangan ke warga sipil pada 7 April lalu yang hingga kini tidak dijawab pihak berwenang.

Direktur Jendral OPCW, Ahmet Uzumcu mengatakan pejabat Suriah dan Rusia menyebut ada persoalan keamanan yang tertunda, sehingga menahan inspekturnya masuk ke kota Douma. "Tim belum dikerahkan ke Douma," kata Uzumcu, kepada Dewan Eksekutif OPCW di Den Haag, dua hari setelah dari Suriah.

Pihak berwenang Suriah menawarkan 22 orang untuk diwawancarai sebagai saksi. Dan dikatakan apa yang dibutuhkan akan diatur demi memasukkan tim ke kota Douma secepat mungkin. AS dan Prancis mengklaim memiliki bukti kuat dimana gas beracun telah digunakan saat menyerang kota Douma dan di timur Damaskus telah menewaskan belasan orang.

Dan diduga pihak militer dibawah Presiden Bashar Assad berada dibelakang kekejian ini. Walaupun belum didapat satu pun bukti yang diketahui publik. Suriah dan sekutunya Rusia telah membantah ancaman serangan kimia itu telah terjadi.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov menyalahkan serangan udara Sekutu yang terjadi pada Sabtu pagi sehingga menahan misi oleh tim OPCW ke Douma. Dikatakan Sergei kepada wartawan di Moskow, inspektur tidak dapat pergi ke lokasi tersebut karena memerlukan izin dari Departemen Keamanan AS.

Juru Bicara Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Stephane Dujarric mengatakan izin telah diberikan pada OPCW. PBB telah memberikan izin yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. "Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memberikan izin yang diperlukan bagi tim OPCW untuk melakukan pekerjaannya di Douma. Kami belum menolak permintaan tim itu untuk pergi ke Douma," kata Dujarric.

Baik Rusia dan pemerintah Suriah ia menyambut baik kunjungan OPCW. Tim tiba di Suriah tak lama sebelum serangan udara dan bertemu dengan pejabat Suriah, namun demikian pasukan pemerintah dan pasukan Rusia telah dikerahkan di Douma, yang sekarang telah berada dalam kendali Suriah.

Oposisi dan aktivis Suriah telah mengkritik penyebaran militer Rusia di kota Douma tersebut. Oposisi mengatakan bisa jadi bukti penggunaan senjata kimia mungkin tidak lagi ditemukan. Namun Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov membantah bahwa Rusia menghilangkan bukti apa pun di area yang terindikasi penggunaan senjata kimia.





Credit  republika.co.id



UE Desak Rusia Cegah Serangan Senjata Kimia di Suriah



UE Desak Rusia Cegah Serangan Senjata Kimia di Suriah
UE mendesak Rusia dan Iran untuk menggunakan pengaruh mereka pada rezim Assad guna mencegah terjadi kembali serangan dengan menggunakan senjata kimia. Foto/Istimewa



BRUSSELS - Uni Eropa (UE) mendesak dua sekutu dekat Suriah, Rusia dan Iran untuk menggunakan pengaruh mereka pada rezim Bashar al-Assad guna mencegah terjadi kembali serangan dengan menggunakan senjata kimia.

"UE menyerukan kepada semua negara, terutama Rusia dan Iran, untuk menggunakan pengaruh mereka untuk mencegah penggunaan lebih lanjut senjata kimia, terutama oleh rezim Suriah," kata UE dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters pada Senin (16/4).

Sementara itu, di tempat terpisah, Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg menuturkan bahwa serangan yang dilancarkan oleh Amerika Serikat (AS), Prancis dan Inggris adalah untuk memberikan peringatan kepada Suriah, Rusia dan Iran untuk tidak lagi menghalangi proses penyelidikan terhadap dugaan serangan senjata kimia.

"Operasi ini bertujuan untuk mengurangi kemampuan Damaskus untuk menggunakan senjata kimia, investigasi senjata kimia oleh PBB terhalang oleh Rusia. Ini adalah sinyal yang jelas bagi rezim Bashar al-Assad, Rusia dan Iran," ucap Stoltenberg.

Stoltenberg kemudian menuturkan, meskipun mereka memiliki perbedaaan pandangan di semua hampir bidang dengan Rusia, NATO tidak pernah menutup pintu untuk melakukan dialog  mengenai apapun, termasuk mengenai perbaikan hubungan kedua pihak atau mengenai Suriah. 





Credit  sindonews.com