Voreqe Bainimarama (kiri) pada foto 17 September 2014. (AFP PHOTO / Peter PARKS)
Jakarta (CB) - Rencana kunjungan delegasi Indonesia ke
Papua Nugini dan Republik Fiji pada 30 Maret - 3 April 2016 semakin
meneguhkan keseriusan Jakarta dalam memperkuat hubungan bilateral dengan
negara-negara di kawasan Pasifik Selatan.
Kunjungan yang rencananya dipimpin Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan ke kedua negara
anggota Melanesian Spearhead Group (MSG) itu pun bukanlah yang pertama
dilakukan anggota kabinet dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Menteri Luar Negeri Retno L.P.Marsudi pun telah melakukan kunjungan
pertamanya ke Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Fiji. Dalam
kunjungannya ke Kepulauan Solomon pada 28 Februari 2015, Menlu Retno
diterima Menlu Milner Tozaka di Honiara.
Kedua menteri luar negeri mengakui bahwa baik Indonesia maupun
Kepulauan Solomon memiliki latar belakang dan warisan budaya Melanesia
yang dapat membantu mewujudkan hubungan bilateral yang lebih dekat demi
kemaslahatan kedua negara dan bangsa.
Kedua menlu juga mengakui pentingnya prinsip saling menghormati
integritas teritorial dalam membangun hubungan bilateral kedua negara di
samping memperkuat kerja sama bidang ekonomi dan hubungan
antarmasyarakat terutama melalui peningkatan kapasitas dan bantuan
teknis.
Perihal pentingnya posisi negara-negara di kawasan Pasifik Selatan
bagi kebijakan politik luar negeri Indonesia pun telah ditegaskan oleh
Wakil Menlu A.M. Fachir pada KTT ke-20 MSG yang berlangsung di Heritage
Park Hotel, Honiara, Kepulauan Solomon, pada 26 Juni 2015.
Bagi Indonesia yang memiliki 11 juta jiwa warga keturunan Melanesia
yang tersebar di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan
Nusa Tenggara Timur, kawasan Pasifik merupakan "salah satu prioritas
utama", katanya dalam pidato di depan para pemimpin negara-negara
anggota MSG.
Kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke Port Moresby, Papua
Nugini, pada 11-12 Mei 2015 atas undangan Perdana Menteri Peter ONeill
merupakan "refleksi nyata dari prioritas ini", kata Wamenlu A.M.Fachir.
Seperti diungkapkan Wamenlu di depan forum yang menerima keanggotaan
penuh Indonesia serta memberikan status peninjau kepada Gerakan
Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat (ULMWP) itu, komitmen Indonesia
bagi MSG "nyata dan konkret".
Bahkan Indonesia berkomitmen membantu negara-negara anggota MSG agar
dapat terlibat lebih dalam dengan komunitas internasional yang lebih
luas melalui Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) maupun
Konferensi Asia Afrika.
Dalam pandangan Wamenlu A.M.Fachir, terbukanya konektivitas antara
masyarakat Melanesia di negara-negara anggota MSG dan 11 juta WNI
keturunan Melanesia yang tersebar di lima provinsi akan membuka jalan
bagi semakin terbukanya akses ke pasar Indonesia yang besar.
Bersedia jadi pintu gerbang
Bahkan, Indonesia juga bisa berperan sebagai pintu gerbang bagi
produk negara-negara di kawasan Pasifik Selatan untuk masuk ke pasar
negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), katanya.
Peluang kerja sama Indonesia dan negara-negara anggota MSG itu tidak
hanya terbatas pada bidang ekonomi dan perdagangan. Sebagai sesama
negara kepulauan, kerja sama di bidang mitigasi bencana akibat dampak
perubahan iklim dan peningkatan kesejahteraan rakyat sangat terbuka,
katanya.
Namun di atas semua peluang memperkuat hubungan dan kerja sama
bilateral dan multilateral itu, Wamenlu A.M.Fachir mengingatkan kembali
Kesepakatan Pembentukan MSG tahun 2007 di mana "para anggota MSG
sepenuhnya menghormati prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur
hubungan antarbangsa".
Di antara prinsip-prinsip yang mutlak dihormati para anggota MSG itu
adalah prinsip kedaulatan, kesetaraan kemerdekaan bagi seluruh bangsa,
dan tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara-negara, katanya.
Apa yang disampaikan Wamenlu RI di depan forum MSG di Honiara itu
sangat berdasar terlebih lagi internasionalisasi isu Papua dan kampanye
berisi gugatan atas keabsahan pelaksanaan Referendum Papua melalui
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 terus berlangsung.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto
Juwana pun mengakui realitas ini dalam catatan pengantar yang dia
berikan untuk buku karya Nico Gere berjudul "Merawat Kedaulatan
Indonesia di Papua: Revitalisasi Prinsip Kedaulatan dan Prinsip
Non-Intervensi dalam Piagam PBB" (2015).
"Papua adalah Indonesia. Namun sebagian masyarakat di Papua dan
sejumlah lembaga swadaya masyarakat di luar negeri belum menerima
kenyataan ini. Oleh Karenanya, kedaulatan Indonesia di tanah Papua wajib
terus dirawat," tulisnya dalam buku yang diterbitkan Perum LKBN Antara
itu.
Di tengah kenyataan ini, kunjungan delegasi RI ke Papua Nugini,
negara yang akan menjadi tuan rumah KTT ke-21 MSG pada 2017, dan
Republik Fiji dilakukan.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur
Kemenko Polhukam Marsda TNI Agus Ruchyan Barnas, dalam kunjungannya ke
Port Moresby, Papua Nugini, pada 30 Maret, Menko Polhukam Luhut Binsar
Pandjaitan direncanakan bertemu dengan Perdana Menteri Peter ONeill.
Dari Port Moresby, delegasi RI akan melanjutkan misi kunjungan
bilateral ke Suva, Ibu Kota Republik Fiji, pada 31 Maret-1 April. Dalam
kunjungan ke Suva ini, Menko Polhukam juga direncanakan bertemu dengan
Perdana Menteri Fiji J.V.Bainimarama.
Di antara agenda kunjungan delegasi RI ke Republik Fiji itu adalah
penyerahan bantuan kemanusiaan dan pengiriman satu kompi pasukan zeni
TNI Angkatan Darat guna ikut membantu proses rekonstruksi pasca-bencana
Topan Winston kategori 5 yang menghantam wilayah negara itu Februari
lalu, kata Agus.
Uluran tangan Indonesia kepada pemerintah dan rakyat Fiji pada
saat-saat ini merefleksikan makna pepatah "teman sejati adalah teman di
kala suka maupun duka". Hal yang sama juga dilakukan Indonesia tatkala
Vanuatu diporakporadakan oleh badai Topan Pam pada 17 Maret 2015.
Credit
ANTARA News