Rabu, 12 Oktober 2016

Jepara dan Bangka Dinilai Aman Untuk Proyek PLTN


Jepara dan Bangka Dinilai Aman Untuk Proyek PLTN
Foto: reuters.com


Jakarta - Secara geologis, posisi Indonesia cukup rawan karena berada di jalur 'ring of fire' alias cincin api. Gempa tektonik maupun letusan gunung berapi akrab di wilayah Indonesia.

Meski demikian, menurut Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan), pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) tetap memungkinkan di beberapa wilayah Indonesia.

Batan telah melakukan studi tapak di Jepara, Jawa Tengah, dan Pulau Bangka. Hasilnya, kedua wilayah itu cocok untuk PLTN karena tidak berada di daerah rawan gempa.

"Yang sudah kita lakukan studi tapak itu di Jepara, Bangka," kata Kepala Batan, Djarot Sulistio Wisnubroto, dalam diskusi di Russian Center of Science and Culture, Jakarta, Selasa (11/10/2016).

Selain Jepara dan Bangka, pemerintah daerah di beberapa wilayah yang tidak rawan gempa seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Batam juga ingin memiliki PLTN di daerahnya. "Yang punya keinginan itu di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Otorita Batam," ungkap Djarot.

Menurut Djarot, PLTN aman di wilayah-wilayah seperti Kalimantan, Bangka, dan Batam. "Ada daerah-daerah yang rawan gempa seperti di Jawa, Sumatera Barat, Aceh. Tapi ada juga yang frekuensi gempanya rendah seperti di Kalimantan, Bangka, dan Batam," tukasnya.

Beberapa negara, di antaranya adalah Rusia, Jepang, dan China, telah menawarkan kerja sama pengembangan PLTN di Indonesia. "Kalau dari sisi teknologi, kita bisa mengadopsi misalnya dari Rusia, Jepang, atau mungkin China," ucap Djarot.

Untuk meminimalkan risiko, Indonesia bisa memilih teknologi dari berbagai negara yang sudah menawarkan kerja sama. Djarot menggarisbawahi, jika ingin membangun PLTN, Indonesia harus memilih teknologi yang paling mutakhir, tahan gempa dan tsunami.

"Kita belajar dari Fukushima. Yang harus kita perhatikan, pilih teknologi yang mampu menghadapi tsunami dan gempa. Kedua, pilih teknologi paling mutakhir," tegasnya.

Tetapi pembangunan PLTN belum dapat dilakukan di Indonesia. Sebab, Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang disusun pemerintah menyebutkan, nuklir adalah sumber energi pilihan paling terakhir yang baru dikembangkan bila sumber-sumber energi lain tidak memungkinkan.




Credit  detikFinance


Murah, Harga Listrik dari Nuklir Rata-rata Rp 780-1.040/kWh


Jakarta - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) mengungkapkan, rata-rata harga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga nuklir adalah antara 6 sen/kWh sampai 8 sen/kWh, atau setara dengan Rp 780-1.040/kWh.

"Harga listriknya (PLTN) PLN pernah menghitung antara 6 sen-8 sen/kWh," kata Kepala Batan, Djarot Sulistio Wisnubroto, dalam diskusi di Russian Center of Science and Culture, Jakarta, Selasa (11/10/2016).

Harga listrik dari nuklir itu tergolong murah, setara dengan harga listrik dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batu bara sebagai sumber energinya. "Jadi cukup kompetitif," ucap Djarot.

Namun biaya investasi yang dibutuhkan untuk membangun PLTN cukup besar. Berkaca dari Uni Emirat Arab (UEA), modal yang dibutuhkan untuk membangun PLTN berkapasitas 1.400 MW mencapai Rp 70 triliun.

"Untuk membangun PLTN saya mengambil contoh Uni Emirat Arab itu membutuhkan Rp 70 triliun untuk PLTN berkapasitas 1.400 MW," tutur Djarot.

Tetapi pembangunan PLTN belum dapat dilakukan di Indonesia. Sebab, Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang disusun pemerintah menyebutkan nuklir adalah sumber energi pilihan paling terakhir yang baru dikembangkan, bila sumber-sumber energi lain tidak memungkinkan.

Meski demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan kepada Kementerian ESDM agar menyusun roadmap untuk pengembangan nuklir. "Itu tugas Kementerian ESDM, kita membantu saja dari sisi teknologinya apa, lokasinya di mana," tutupnya.



Credit  detikFinance