Kamis, 13 Oktober 2016

Bersitegang dengan AS, Duterte Merapat ke China dan Rusia

 
Bersitegang dengan AS, Duterte Merapat ke China dan Rusia  
Presiden Filipina Rodrigo Duterte akan menyambangi China pekan depan untuk meningkatkan kerja sama dalam berbagai bidang. (Reuters/Erik De Castro)
 
Jakarta, CB -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte tidak main-main saat mengatakan akan meninggalkan ketergantungan dengan Amerika Serikat dan mulai merapat ke China dan Rusia. Pekan depan Duterte akan bertandang ke Beijing untuk mewujudkan rencananya tersebut.

Diberitakan Reuters, Rabu (12/10), China telah mengonfirmasi kunjungan Duterte pekan depan, tepatnya pada 18-21 Oktober.  Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang, Duterte akan bertemu dengan Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Keqiang untuk "berbagi pandangan" demi meningkatkan hubungan kerja sama.

"China tidak sabar untuk meningkatkan rasa saling percaya antara dua negara, memperdalam kerja sama praktis dan melanjutkan tradisi persahabatan melalui kunjungan Presiden Duterte," ujar Geng.

Duterte akan membawa 250 pengusaha Filipina ke Beijing. Dalam agenda, Filipina ini meningkatkan kerja sama dan membuat kesepakatan terkait berbagai sektor, termasuk perkeretaapian, konstruksi, pariwisata, agrobisnis dan manufaktur.

Duterte juga mengatakan berencana mengunjungi Rusia setelah dari Jepang bulan ini.

Pemerintah Filipina kian merapat ke China dan Rusia setelah Duterte mengeluarkan makian terhadap Presiden AS Barack Obama, seperti "anak pelacur" dan "pergilah kau ke neraka".

Mantan walikota Davao ini beberapa kali menyatakan akan menghentikan kerja sama dengan AS yang menurut dia telah mengekang Filipina, termasuk latihan militer bersama.

Di bawah pemerintahan Duterte, Filipina seakan mengesampingkan seteru dengan China dalam sengketa Laut China Selatan. Sebelumnya pengadilan arbitrase internasional mengabulkan dakwaan Filipina bahwa klaim China di Laut China Selatan tidak dibenarkan.

Bagi AS, Filipina adalah salah satu sekutu yang kian memantapkan posisi mereka di Asia. AS memiliki pangkalan militer dan tentara di Filipina, begitu juga Vietnam, dua negara yang terlibat perebutan laut dengan China.

Duterte telah menyiratkan akan menghentikan kerja sama militer dengan AS, termasuk pembelian senjata. Dalam hal ini, Filipina berencana beralih ke Rusia dan China untuk memodernisasi militer mereka.

Di mata Barat, Duterte telah melakukan pelanggaran HAM dengan program pemberantasan narkotikanya yang telah menewaskan lebih dari 3.000 orang. Namun di Filipina, popularitas Duterte melonjak berkat programnya tersebut, dibuktikan dari hasil berbagai lembaga survei.


Credit  CNN Indonesia