Kamis, 21 Desember 2017

Saudi: Lebih dari 11 Ribu Houthi Terbunuh dalam 3 Bulan


Gerilyawan Houthi (ilustrasi)
Gerilyawan Houthi (ilustrasi)


CB, RIYADH -- Juru bicara koalisi Arab Saudi, Turki al-Maliki, mengatakan, lebih dari 11 ribu Houthi telah terbunuh di Yaman dalam tiga bulan terakhir. Ia memperingatkan, Yaman dapat menjadi kuburan bagi siapa saja yang melanggar batas-batas Arab Saudi.

Dalam sebuah konferensi pers di Riyadh, ia menambahkan rudal balistik yang ditembakkan Houthi pada Selasa (19/12), tidak menyebabkan kerusakan atau hilangnya nyawa. Menurutnya, jumlah rudal balistik yang menargetkan Arab Saudi telah meningkat menjadi 83 rudal.

"Kelanjutan serangan rudal tersebut berarti milisi Iran-Houthi telah meningkatkan ketegangan dengan parah, dan ini menunjukkan penyelundupan senjata berlanjut melalui saluran bantuan," kata Maliki seperti dikutip Anadolu.

Dia juga mengatakan masyarakat internasional mulai menyadari intervensi rezim Iran dan pengendalian beberapa organisasi teroris di dunia. "Sebelum pasukan koalisi mulai beroperasi pada Maret 2015, Houthi menguasai 90 persen wilayah negara. Saat ini pemerintah yang sah telah menguasai 85 persen wilayah Yaman," jelasnya.

Pada Selasa (19/12), Houthi menyatakan mereka telah melepaskan sebuah rudal balistik yang menargetkan Yamama Royal Palace di Riyadh yang menjadi kantor Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud. Sementara Arab Saudi mengumumkan rudal tersebut dapat dicegat sebelum menyebabkan kerusakan.

Kekerasan dan kekacauan telah terjadi di Yaman sejak 2014, saat pemberontak Houthi menguasai sebagian besar wilayah negara, termasuk ibu kota Sanaa. Konflik tersebut meningkat pada 2015 ketika Arab Saudi dan sekutunya meluncurkan serangan udara yang bertujuan untuk membalikkan keuntungan militer Houthi.




Credit  republika.co.id






Koalisi pimpinan Arab Saudi akan tetap buka pelabuhan Yaman


Koalisi pimpinan Arab Saudi akan tetap buka pelabuhan Yaman
Ilustrasi Pelabuhan Aden di Yaman. (--)



Dubai (CB) - Koalisi pimpinan Arab Saudi yang bertempur di Yaman telah memutuskan untuk tetap membuka pelabuhan utama Hodeidah, di Yaman, selama sebulan ke depan, menurut koalisi itu, Rabu.

Kebijakan itu diterapkan meski terjadi serangan rudal balistik oleh kelompok Houthi yang didukung Iran kepada ibu kota Arab Saudi, Riyadh.

Koalisi, yang mengendalikan wilayah udara Yaman dan akses ke pelabuhannya, bulan lalu memblokir semua titik masuk ke Yaman setelah serangan rudal serupa terjadi pada bandara internasional Riyadh.

Pihak berwenang Saudi telah mengatakan bahwa kedua rudal itu dicegat tanpa menimbulkan korban jiwa.

"Keinginan untuk memelihara bantuan kemanusiaan bagi warga Yaman dan sebagai akibat dari tindakan pemeriksaan yang intensif,

Komando koalisi mengumumkan bahwa pelabuhan Hodeidah akan tetap terbuka untuk persediaan bantuan kemanusiaan dan bantuan kemanusiaan, "kata koalisi tersebut dalam pernyataan yang diterbitkan kantor berita Saudi, SPA.

Koalisi itu mengatakan, kapal-kapal yang membawa bahan bakar dan makanan juga akan diizinkan masuk selama 30 hari lagi saat usulan yang dibuat PBB bagi Yaman diimplementasikan, tambahnya.

Media itu tidak menjelaskan mengenai usulan tersebut, tapi koalisi telah menuntut agar sebuah pemeriksaan PBB yang disepakati pada 2015 diperketat untuk mencegah senjata mencapai kelompok Houthi.

Pelabuhan Laut Merah adalah pintu masuk utama negara itu untuk makanan dan persediaan kemanusiaan.

Koalisi tersebut telah menuduh Iran mengirim rudal yang ditembakkan  ke Riyadh pada bulan November, dan Amerika Serikat pada minggu lalu menunjukkan apa yang dikatakannya sebagai bukti bahwa rudal itu disediakan oleh Iran. Teheran membantah laporan tersebut.

Penutupan pelabuhan dan bandara Yaman bulan lalu menyebabkan kekurangan makanan dan bahan bakar di negara yang sudah dilanda tiga

tahun perang yang telah menewaskan lebih dari 10.000 orang, menyebabkan  lebih dari dua juta orang mengungsi dan mengakibatkan epidemi kolera yang yang menginfeksi sekitar satu juta orang.

Koalisi mengaku berada di bawah tekanan dunia internasional yang menyebabkan peringanan blokade.




Credit  antaranews.com




Saudi Tutup Permanen Perbatasan Darat dengan Qatar


Pintu perbatasan Qatar-Arab Saudi di Salwa.
Pintu perbatasan Qatar-Arab Saudi di Salwa.


CB, RIYADH -- Arab Saudi telah secara permanen menutup satu-satunya perbatasan darat dengan Qatar. Menurut sebuah surat yang dikeluarkan oleh Direktorat Bea Cukai Arab Saudi pada Selasa (19/12), gerbang perbatasan Salwa telah ditutup secara permanen sejak Senin (18/12) malam.

Dilansir di Aljazirah, langkah ini dilakukan setelah krisis diplomatik berlangsung selama hampir delapan bulan. Perbatasan tersebut pertama kali ditutup dua pekan setelah Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, dan Bahrain memutuskan hubungan diplomatik serta perdagangan dengan Qatar pada 5 Juni lalu.

Mereka menuduh Qatar telah membiayai terorisme dan menjaga hubungan yang terlalu dekat dengan saingan utama mereka, Iran. Namun, Doha membantah tuduhan tersebut.

Perbatasan tersebut kemudian dibuka kembali untuk jangka waktu dua minggu pada Agustus, untuk dilewati para peziarah yang ingin melakukan ibadah haji. Pada waktu itu, Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani menyambut baik langkah tersebut, namun ia mengatakan hal ini adalah keputusan yang bermotif politik

Negara kuartet Arab itu juga memblokir jalur udara dan transportasi darat ke dan dari Qatar, serta menutup wilayah udara mereka untuk semua penerbangan Qatar Airways. Awal bulan ini, pertemuan puncak regional enam negara Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) gagal menyelesaikan krisis yang sedang berlangsung.

Sebagai bagian dari blokade tersebut, kelompok yang dipimpin oleh Arab Saudi itu juga meminta semua warga Qatar untuk meninggalkan negara mereka. Namun Doha tidak memberlakukan pembatasan serupa pada keempat negara Arab tersebut.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID






Dibayangi Ancaman AS, PBB Gelar Sidang Darurat Soal Yerusalem




Dibayangi Ancaman AS, PBB Gelar Sidang Darurat Soal Yerusalem
Sidang darurat Majelis Umum PBB akan digelar membahas pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel oleh AS. Foto/Ilustrasi/Istimewa



NEW YORK - Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara akan mengadakan sesi darurat khusus langka pada hari ini Kamis (21/12/2017). Sesi darurat khusus ini diadakan atas permintaan negara-negara Arab dan Muslim atas keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Isrel. Sesi khusus ini pun memicu sebuah peringatan dari Washington bahwa mereka akan membuat daftar negara-negara yang melawan kebijakan tersebut.

Utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour mengatakan, Majelis Umum akan memberikan suara pada sebuah rancangan resolusi yang menyerukan agar deklarasi Trump ditarik. Sebelumnya, resolusi ini telah diveto oleh AS di Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara pada hari Senin.

Sebanyak 14 negara anggota Dewan Keamanan memilih resolusi yang dibuat oleh Mesir tersebut, yang tidak secara khusus menyebutkan AS atau Trump namun mengungkapkan penyesalan mendalam atas keputusan baru-baru ini mengenai status Yerusalem.



Mansour mengatakan pada hari Senin bahwa dia berharap akan ada "dukungan yang luar biasa" di Majelis Umum untuk resolusi tersebut. Pemungutan suara semacam itu tidak mengikat, namun membawa bobot politik.

Sementara itu Duta Besar AS Nikki Haley, dalam sebuah surat kepada puluhan negara anggota PBB, memperingatkan bahwa Amerika Serikat akan mengingat orang-orang yang memilih resolusi yang mengkritik keputusan AS.

"Presiden akan mengawasi pemungutan suara ini secara hati-hati dan meminta saya melaporkan kembali negara-negara yang memberikan suara menentang kami. Kami akan mencatat setiap pemungutan suara untuk masalah ini," tulis Haley seperti dikutip dari Reuters, Kamis (21/12/2017).

Dia pun mengulangi seruannya dalam sebuah cuitan di Twitter: "AS akan membuat daftar."

Di bawah resolusi tahun 1950, sebuah sesi khusus darurat dapat diminta agar Majelis Umum mempertimbangkan masalah dengan maksud untuk memberikan rekomendasi yang sesuai kepada anggota untuk tindakan bersama jika Dewan Keamanan gagal untuk bertindak.

Hanya 10 sesi seperti ini yang telah diadakan, dan terakhir kali Majelis Umum bertemu dalam sesi tersebut pada tahun 2009 terkait Yerusalem Timur yang diduduki dan wilayah Palestina. Pertemuan hari Kamis akan dilanjutkan dengan sesi tersebut.

Trump tiba-tiba membalikkan kebijakan AS selama beberapa dekade pada bulan ini ketika ia mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Pengakuan ini menimbulkan kemarahan dari orang-orang Palestina dan dunia Arab serta keprihatinan di antara sekutu Barat Washington.

Trump juga berencana memindahkan kedutaan AS ke Yerusalem dari Tel Aviv. Rancangan resolusi PBB menyerukan agar semua negara menahan diri untuk tidak mendirikan misi diplomatik di Yerusalem.

Haley mengatakan pada hari Senin bahwa resolusi tersebut diveto di Dewan Keamanan untuk membela kedaulatan dan peran AS dalam proses perdamaian Timur Tengah. Dia mengkritiknya sebagai penghinaan ke Washington dan membuat malu anggota dewan. 

Israel menganggap Yerusalem sebagai Ibu Kota abadi dan tak terpisahkan serta menginginkan semua kedutaan besar berbasis di sana. Sementara warga Palestina menginginkan Ibu Kota negara Palestina merdeka berada di sektor timur kota, yang direbut Israel dalam perang 1967 dan dicaplok dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui secara internasional.


Credit  sindonews.com



Akses Dikuasai Israel, RI Sulit Buka Kedubes di Ramallah


Akses Dikuasai Israel, RI Sulit Buka Kedubes di Ramallah
Ilustrasi otoritas Israel. (AFP Photo/Abbas Momani)


Jakarta, CB -- Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri menyatakan Indonesia masih belum berencana membuka kedutaan besar untuk Palestina di Ramallah karena sulit mendapatkan akses ke administratif itu.

Juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir, mengatkan seluruh akses menuju kota yang berjarak 10 kilometer dari Yerusalem itu dikontrol oleh otoritas Israel yang tidak punya hubungan diplomatik dengan Indonesia.

“Salah satu permasalahannya adalah akses. Semua akses masuk ke Ramallah dikontrol oleh Israel. Tahun lalu, ibu Menlu [Retno Marsudi] mau berkunjung ke Ramallah untuk meresmikan konsul kehormatan RI di sana tidak diberi akses masuk dari darat maupun udara,” kata Arrmanatha di Jakarta, Rabu (20/12).


Meski tidak diduduki Israel, otoritas negara tersebut mengawasi daerah-daerah yang mengelilingi kota Ramallah. Karena itu, kata Arrmanatha, untuk masuk ke sana pejabat pemerintah harus tetap melewati otoritas Israel.

“Jadi kalau Israel tidak memberi akses masuk, sulit untuk pergi ke Ramallah. Apalagi ini untuk membangun perwakilan di sana,” ujarnya.

Pernyataan itu diungkapkan Arrmanatha menyusul desakan untuk membuka kedutaan besar di Ramallah. Langkah itu dinilai bisa menjadi bentuk dukungan konkret Indonesia memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

Indonesia bahkan didesak membuka kedutaan untuk Palestina di Yerusalem Timur, mengikuti niat sejumlah negara seperti Turki dan Libanon.
Jubir Kemlu RI, Arrmanatha Nasir.
Jubir Kemlu RI, Arrmanatha Nasir. (CNN Indonesia/Riva Dessthania Suastha)
Penempatan kedutaan untuk Palestina di Yerusalem ini dianggap sebagai bentuk penentangan terhadap keputusan Amerika Serikat yang belakangan memutuskan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Menlu Retno menyatakan pembukaan kedutaan di Yerusalem Timur tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat sampai status Yerusalem jelas.

“Jika Indonesia mau buka kedutaan besar untuk Palestina di Yerusalem Timur, apakah Indonesia juga mau buka kedutaannya di Tel Aviv? Turki menyampaikan niatnya itu kan karena mereka memiliki kedutaan di Tel Aviv,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Meski begitu, Retno menekankan bukan berarti dukungan RI memperjuangkan kemerdekaan Palestina tidak besar. Selama ini, Indonesia menempatkan perwakilannya untuk Palestina di Yordania.



Credit  cnnindonesia.com





RI Kirim Kopassus ke Afghanistan untuk Jaga KBRI dari ISIS


RI Kirim Kopassus ke Afghanistan untuk Jaga KBRI dari ISIS
Ilustrasi Kopassus. Pasukan dari kesatuan ini akan dikirim ke Afghanistan untuk menjaga KBRI dari ISIS. (REUTERS/Beawiharta)


Jakarta, CB -- Pemerintah akan mengerahkan sejumlah personel Komando Pasukan Khusus Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Afghanistan untuk menambah pengamanan korps diplomatik Kedutaan Besar RI di Kabul.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjajanto pada Rabu (20/12) mengatakan langkah ini dilakukan sebagai respons atas situasi dan kondisi keamanan yang semakin tidak kondusif menyusul serangkaian serangan kelompok Taliban dan ISIS terhadap kompleks diplomatik sepanjang tahun ini.

“Karena itu, mulai tahun depan, untuk mengantisipasi perkembangan situasi keamanan di Afghanistan pascaserangan area kompleks diplomatik sepanjang 2017, diperlukan ada tindakan penanganan segera, pengamanan tambahan perwakilan RI di wilayah rawan dan/atau berbahaya konflik,” kata Hadi saat menemui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Gedung Pancasila, Jakarta.


Penempatan personel khusus ini dilakukan berdasarkan nota kesepahaman (MoU) mengenai Tim Pengamanan TNI pada Perwakilan RI Rawan Dan/Atau Berbahaya Tertentu antara Kemlu RI dan TNI. MoU tersebut ditandatangani langsung oleh Panglima Hadi dan Menlu Retno di Gedung Kemlu, hari ini.

Hadi mengatakan pengamanan korps diplomatik RI di negara asing, terutama wilayah rawan konflik, merupakan salah satu bentuk menjaga kedaulatan negara dan kepentingan nasional Indonesia. 

Hadi dan Retno sama-sama belum mengungkap hal teknis seperti tugas dan jumlah personel Kopassus yang akan dikirim ke negara di Asia Selatan itu.

Retno mengatakan kerja sama ini disepakati untuk melindungi staf perwakilan RI di luar negeri yang tak jarang ditempatkan di wilayah rawan dan/atau bahaya konflik. 
Panglima Marsekal Hadi Tjahjanto.
Panglima Marsekal Hadi Tjahjanto. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Meski negara tuan rumah memiliki kewajiban melindungi dan telah memberi fasilitas pengamanan bagi setiap misi diplomatik asing, Retno mengatakan pengamanan tambahan untuk mengantisipasi ancaman terhadap staf diplomatik Indonesia di wilayah rawan konflik.

Selain Kabul, eks duta besar RI untuk Belanda itu mengatakan kementeriannya bersama TNI tengah meninjau beberapa kantor perwakilan RI di wilayah rawan konflik lainnya yang dirasa memerlukan pengamanan tambahan.

“Kerja sama ini sebenarnya sudah dibicarakan cukup lama, tapi baru kita intensifkan pada 2016, dan tahun ini baru bisa disepakati. Semoga, MoU ini bisa jadi pedoman dan payung kerja sama mengenai hal terkait ke depannya, seperti pengiriman personel ke negara lainnya,” kata Retno.

Meski begitu, Retno belum memaparkan secara detail negara mana saja selain Afghanistan yang akan masuk dalam kerja sama ini.
Ilustrasi serangan teror di Afghanistan.
Ilustrasi serangan teror di Afghanistan. (Reuters/Stringer)
Sejak lama, Taliban telah menjadi salah satu ancaman keamanan Afghanistan. Sepanjang 2017, Taliban melakukan belasan serangan yang menyasar polisi, tentara, dan pasukan asing termasuk kompleks diplomatik negara sahabat di sana.

Salah satu insiden yang memprihatinkan adalah ledakan bom mobil di kompleks diplomatik di Kabul pada akhir Mei lalu hingga menewaskan 80 orang. Insiden itu turut merusak empat gedung kedutaan besar di Afghanistan dan menewaskan seorang petugas keamanan kedutaan Jerman.

Tak ketinggalan, ISIS pun kerap memperburuk keamanan di Afghanistan. Serangkaian ledakan bom ISIS dan tembakan menerjang kompleks kedutaan besar Irak sekitar awal Juli lalu.





Credit  cnnindonesia.com




Ledekan Pemimpin Muslim Chechnya 'Tampar' AS


Ledekan Pemimpin Muslim Chechnya Tampar AS
Pemimpin Muslim Chechnya, Rusia, Ramzan Kadyrov. Foto/Instagram/kadyrov95


GROZNY - Pemimpin Muslim Chechnya, Rusia, Ramzan Kadyrov, meledek sanksi Amerika Serikat (AS) yang dijatuhkan kepadanya atas tuduhan melakukan pelanggaran HAM. Ledekan Kadyrov berupa seruan yang menjadi tamparan bagi AS, yakni minta pelaku pelanggar HAM di Gedung Putih dan Pentagon.

Sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin yang sudah siap mengundurkan diri ini justru mengaku bangga mendapat sanksi AS yang didasarkan pada Magnitsky Act (Undang-Undang Magnitsky).

Kadyrov  mengatakan bahwa dia tersanjung ditempatkan pada daftar sanksi AS bersama empat warga Rusia lainnya pada hari Rabu kemarin. Dengan dijatuhi sanksi oleh Washington, dia merasa sangat terhormat.

”Oh, daftar Magnitsky. Itu berarti saya melanggar hak asasi manusia,” ucap Kadyrov bernada sarkastis, sambil turun dari bangku olahraga barbel besar. ”Malangnya orang Amerika! Sebuah republik kecil Chechnya tapi bisa menghantui seluruh negara,” lanjut Kadyrov.


Menurutnya, Washington tak perlu khawatir karena dia tidak menerima perintah untuk menginjak tanah AS.

”Jadi, saya sudah dilarang memasuki AS. Tapi, apakah saya mengajukan permohonan visa, apakah saya memiliki aset di bank-bank AS? Sudah saya katakan, tapi akan saya ulangi paling tidak untuk menyadarkan bahwa saya tidak akan pergi ke AS, bahkan jika saya ditawari semua cadangan moneter negara tersebut sebagai hadiah,” imbuh Kadyrov yang ungkapan ledekannya itu dia unggah di video.

Kadyrov menegaskan bahwa dia diberi sanksi bukan karena dugaan sejumlah pelanggaran hak asasi manusia (HAM), namun karena perjuangan seumur hidup tanpa henti dalam melawan teroris, di mana banyak di antara teroris itu dibina oleh layanan khusus AS.

”Saya bangga bahwa saya tidak senang dengan badan intelijen AS,” ucapnya, seperti dikutip Russia Today, Kamis (21/12/2017). ”Mereka mengatakan bahwa sanksi itu terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia. Nah, mengapa orang mencari daftarnya  di sisi lain dunia, kapan mereka mencarinya di Gedung Putih dan di Pentagon?.”

Seperti diberitakan sebelumnya, Departemen Keuangan AS memberlakukan sanksi baru terhadap lima orang Rusia dan Chechnya atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia. Salah satunya adalah Kepala Republik Chechnya, Rusia, Ramzan Kadyrov.

"Sanksi baru tersebut memasukkan Ramzan Kadyrov, pemimpin Chechnya dan sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putin, ke dalam daftar hitam," kata Departemen Keuangan AS dalam sebuah pernyataan. 




Credit  sindonews.com






AS Jatuhkan Sanksi kepada Pemimpin Chechnya


AS Jatuhkan Sanksi kepada Pemimpin Chechnya
Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) memberlakukan sanksi baru terhadap lima orang Rusia dan Chechnya atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia. Salah satu sosok yang terkena sanksi tersebut termasuk kepala republik Rusia Chechnya.

"Sanksi baru tersebut memasukkan Ramzan Kadyrov, pemimpin Chechnya dan sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putin, ke dalam daftar hitam," Departemen Keuangan AS mengatakan dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari Reuters, Kamis (21/12/2017).

Pihak berwenang AS menuduh Kadyrov mengawasi sebuah pemerintahan yang terlibat dalam penghilangan dan pembunuhan di luar hukum.

Kadyrov bereaksi terhadap berita tersebut dengan sikap menantangnya yang biasa.

"Suatu malam tanpa tidur menungguku," Kadyrov menulis, tampak sarkastik, di akun media sosial Instagramnya.

"Saya bangga bahwa saya tidak disukai dengan dinas khusus Amerika Serikat. Sebenarnya, AS tidak dapat memaafkan saya karena telah mengabdikan seluruh hidup saya untuk memerangi teroris asing, di antaranya ada bajingan dari dinas khusus Amerika," imbuhnya.

Ia pun menulis bahwa dia tidak akan mengunjungi Amerika Serikat.

Departemen Keuangan AS memberlakukan sanksi, yang membekukan rekening bank dari yang ditargetkan, berdasarkan undang-undang tahun 2012 yang dikenal dengan Undang-Undang Magnitsky.

Undang-undang Magnitsky menerapkan larangan visa dan pembekuan aset pada pejabat Rusia yang terkait dengan kematian di penjara Sergei Magnitsky, seorang auditor dan whistleblower Rusia berusia 37 tahun. Tindakan tersebut juga berusaha untuk bertanggung jawab atas pihak berwenang AS tersebut yang menyatakan bahwa mereka diatur atau diuntungkan dari kematian Magnitsky.

"Departemen Keuangan tetap berkomitmen untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang terlibat dalam urusan Sergei Magnitsky, termasuk mereka yang memiliki peran dalam konspirasi kriminal dan skema penipuan yang ia temukan," kata Direktur Departemen Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan John Smith dalam sebuah pernyataan.

Magnitsky ditangkap dan meninggal di sebuah penjara di Moskow pada tahun 2009 setelah menemukan skema penipuan pajak senilai USD230 juta, menurut pihak berwenang AS. Pendukung Magnitsky mengatakan bahwa negara Rusia membunuhnya dengan menolak perawatan medis yang memadai setelah dipenjara karena tuduhan penghindaran pajak. Kremlin membantah tuduhan tersebut.

Selain Kadyrov dan satu pejabat Chechnya lainnya, tindakan Departemen Keuangan juga menargetkan tiga orang Rusia yang pihak berwenang AS katakan terlibat dalam skema penipuan pajak kompleks yang dilatarbelakangi oleh Magnitsky.

Sanksi Magnitsky telah menjadi titik ketegangan antara Moskow dan Washington, bahkan sebelum aneksasi Rusia terhadap Crimea mengirim hubungan merenggang. Sebagai pembalasan atas Undang-Undang Magnitsky, Putin menandatangani sebuah RUU yang menghentikan adopsi anak-anak Rusia oleh AS. 




Credit  sindonews.com






Dunia mencemooh "bullying" Trump kepada penentang status Yerusalem



Dunia mencemooh "bullying" Trump kepada penentang status Yerusalem
Para pemimpin dunia dan delegasi dari 193 negara anggota menghadiri sesi Debat Umum di Sidang Majelis Umum PBB ke-72 di New York, Amerika Serikat, Selasa (19/9/2017). (ANTARA/Aditya Wicaksono)


Sebuah negara memilih bullying terang-terangan semacam itu hanya ketika negara itu tahu mereka tidak punya argumentasi moral atau hukum untuk meyakinkan negara lain




Washington (CB) - Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Rabu waktu AS, mengancam akan menghentikan bantuan keuangan kepada negara-negara yang mendukung rancangan resolusi PBB yang menyeru Amerika menarik keputusannya mengakui Yerusalem ibu kota Israel.

Tetapi sejumlah diplomat senior di PBB menyebut ancaman Haley itu tidak akan mengubah pendirian kebanyakan anggota Majelis Umum, apalagi ancaman terang-terangan di depan publik itu jarang sekali terjadi sebelum ini.  Beberapa diplomat malah menganggap ancaman itu ditujukan untuk merayu para pemilih AS (untuk Pemilu Sela tahun depan).

Sedangkan Miroslav Lajcak, Presiden Majelis Umum PBB, enggan menanggapi ancaman Trump itu, namun menyatakan "Adalah hak dan tanggung jawab setiap negara anggota PBB untuk mengutarakan pandangannya."

Trump tiba-tiba menjungkirbalikkan kebijakan berpuluh-puluh tahun AS dalam soal Palestina dan Yerusalem ketika bulan ini dia mengatakan bahwa AS mengakui Yerusalem ibu kota Israel. Tindakan dia ini memicu amarah dari Palestina, dunia Aran dan Islam, serta membuat cemas sekutu-sekutunya di Barat.

Trump juga berencana memindahkan kedutaan besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Rancangan resolusi PBB itu sendiri berisi seruan kepada semua negara untuk menghindari mendirikan misi diplomatik di Yerusalem.
Kemarin, Duta Besar AS di PBB Nikki Haley, lewat surat kepada beberapa anggota PBB yang juga didapat Reuters, memperingatkan bahwa Trump telah meminta dia untuk "melaporkan balik negara-negara yang bersuara menentang kita."

Haley terang-terangan mengancam lewat posting Twitter bahwa "AS akan mencatat nama-nama (negara yang mendukung rancangan resolusi itu)".

Seorang diplomat senior dari sebuah negara Islam, yang meminta namanya tidak disebutkan, menyerang surat ancaman dari Haley, dengan berkata, "Sebuah negara memilih bullying  terang-terangan semacam itu hanya ketika negara itu tahu mereka tidak punya argumentasi moral atau hukum untuk meyakinkan negara lain."

Sedangkan seorang diplomat senior Barat yang meminta namanya tidak diungkapkan, menyebut surat ancaman dari Haley itu sebagai "taktik murahan" di PBB, namun "bagus sekali untuk Haley 2020 atau Haley 2024", merujuk kemungkinan duta besar AS ini mencalonkan diri pada Pemilu 2020 atau 2024.

"Dia tidak akan memenangkan satu suara pun di Majelis Umum atau Dewan Keamanan, tetapi dia akan memenangkan suara penduduk AS," sindir diplomat Barat itu.

Seorang diplomat senior Eropa yang juga meminta namanya tidak disebutkan yakin Haley tak akan mampu membalikkan suara banyak negara anggota PBB.

"Kita kehilangan kepemimpinan AS di sini dan surat semacam ini jelas tidak akan membantu menegakkan kepemimpinan AS dalam proses perdamaian Timur Tengah," kata sang diplomat.
Sedangkan Duta Besar Bolivia untuk PBB Sacha Sergio Llorentty Soliz mengomentari surat Haley dengan berkata,  "Negara pertama yang semestinya dia tulis adalah Bolivia."
"Kami menyesalkan arogansi dan pelecehan terhadap keputusan berdaulat dari negara-negara anggota (PBB) dan terhadap multilateralisme," kata dia.

Israel menganggap Yerusalem ibu kota abadi dan tak terpisahkan miliknya, serta menginginkan semua kedutaan besar asing berada di kota ini.

Sebaliknya, Palestina menginginkan Yerusalem sebagai ibu kota negaranya, tepatnya di bagian timur kota yang diduduki Israel menyusul Perang 1967 yang lalu dianeksasi namun tidak pernah mendapatkan pengakuan internasional.




Credit  antaranews.com






AS gelap mata, dengan sombong ancam penentang Yerusalem ibu kota Israel


AS gelap mata, dengan sombong ancam penentang Yerusalem ibu kota Israel

Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Nikki Haley (Reuters)


Begitu Anda memberikan suara Anda, saya ingin Anda tahu bahwa Presiden dan AS akan menganggap pribadi suara Anda ini



Jakarta (CB) - Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Nikki Haley mengirimkan email ke beberapa anggota PBB yang berniat mendesakkan pemungutan suara pada Majelis Umum PBB berisi tuntutan agar AS menarik keputusannya mengakui Yerusalem ibu kota Israel.

"Begitu Anda memberikan suara Anda, saya ingin Anda tahu bahwa Presiden dan AS akan menganggap pribadi suara Anda ini," tulis Haley dalam email yang juga diperlihatkan kepada majalah online Foreign Policy.

"Presiden (AS) akan menyaksikan suara ini dengan cermat dan meminta saya melaporkan balik negara-negara yang memberikan suara untuk menentang kami. Kami akan mencatat setiap dan masing-masing suara menyangkut masalah ini," sambung dia.

Haley menyatakan AS tidak meminta negara-negara lain mengikuti langkahnya dan memindahkan kedutaan besar mereka ke Yerusalem, "meskipun kami kira itu pantas dilakukan."

Para diplomat menilai ancaman Haley itu akan dianggap sepi oleh negara-negara yang memberikan suara "ya" pada Majelis Umum PBB nanti karena mayoritas anggota PBB, temasuk sekutu-sekutu setia AS seperti Inggris dan Prancis, kemungkinan besar akan memberikan suara "ya".

Surat Haley ini disebarkan sehari setelah AS memveto rancangan resolui Dewan Keamanan PBB yang disusun Mesir yang menyatakan negara mana pun termasuk AS yang mengakui Yerusalem ibu kota Israel "tak punya hukum apa-apa."  "Keputusan itu gugur dan hampa serta harus dibatalkan," begitu bunyi rancangan resolusi usulan Mesir itu.

Rancangan resolusi ini sendiri didukung penuh oleh 14 negara dari total 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB. Ini membuat para diplomat AS seperti terasing dari arus besar dunia.

AS sendiri menganggap keputusannya mengakui Yerusalem ibu kota Israel sebagai masalah kedaulatan negaranya di mana legislatif AS sudah sejak puluhan tahun lalu memandatkan untuk memindahkan kedutaan besar AS di Israel ke Yerusalem dari Tel Aviv.

Selasa kemarin Haley mencuit, "Di PBB kami selalu diminta untuk berbuat lebih.  Oleh karena itu, ketika kami membuat keputusan, berdasarkan amanat rakyat Amerika mengenai di mana letak kedutaan besar kami, kami tak ingin mereka yang sudah kami bantu itu menentang kami. Kamis nanti mungkin ada pemungutan suara yang mengkritik pilihan kami. AS akan mencatat nama-nama (negara yang menentang keputusan pengakuan Yerusalam ibu kota Israel) itu."

Dalam surat kepada negara-negara anggota PBB itu, Haley menegaskan bahwa 22 tahun lalu Kongres AS sudah menyatakan "Yerusalem harus diakui sebagai ibu kota Israel, dan bahwa kedutaan besar AS harus berlokasi di Yerusalem. Presiden Trump menegaskan deklarasi itu dengan resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel."

Keputusan presiden, kata dia, "sama sekali tidak menghakimi negosiasi status final (Yerusalem), termasuk perbatasan-perbatasan spesifik kedaulatan Israel di Yerusalem."


Credit  antaranews.com


AS Kirim Surat Bernada Ancaman ke Anggota PBB


Nikki Haley.
Nikki Haley.


WASHINGTON -- Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Nikki Haley, telah mengirim surat bernada ancaman kepada anggota Majelis Umum PBB menjelang pemungutan suara mengenai resolusi keputusan AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Seperti dilansir Aljazirah, Rabu (20/12), dalam surat yang diperoleh oleh media Israel Haaretz, Haley menulis Presiden AS Donald Trump akan menyaksikan voting Majelis Umum PBB pada Kamis secara hati-hati. Trump meminta Haley melaporkan nama-nama negara yang memilih untuk melawan AS.

"Seperti yang Anda tahu, Majelis Umum sedang mempertimbangkan sebuah resolusi tentang keputusan Presiden Trump yang baru-baru ini mengenai Yerusalem. Sewaktu Anda mempertimbangkan pemungutan suara Anda, saya mendorong Anda untuk mengetahui presiden dan AS mengambil suara ini secara pribadi," kata Haley dalam surat tersebut.

Ia melanjutkan, 22 tahun yang lalu Kongres AS menyatakan Yerusalem harus diakui sebagai ibu kota Israel, dan kedutaan AS harus dipindahkan ke Yerusalem. Presiden Trump menegaskan, deklarasi tersebut dengan secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Namun, pengumuman Presiden tersebut tidak mempengaruhi negosiasi status akhir dengan cara apapun, termasuk batas-batas spesifik kedaulatan Israel di Yerusalem.

"Presiden juga memastikan untuk mendukung status quo di tempat-tempat suci Yerusalem, dan tidak menganjurkan perubahan pengaturan di Haram al-Sharif," tambah Haley dalam suratnya.

Peringatan tersebut muncul setelah AS kalah jumlah karena memveto resolusi Dewan Keamanan PBB  untuk menarik keputusan Trump tentang Yerusalem.

Trump mengumumkan pada 6 Desember bahwa AS secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan akan memulai proses perpindahan kedutaannya ke kota tersebut yang melanggar kebijakan AS selama puluhan tahun.

Langkah tersebut menyebabkan gelombang protes global, dengan puluhan ribu orang turun ke jalan dalam beberapa hari terakhir untuk mengecam keputusannya. Pada sidang Dewan Keamanan PBB Senin lalu, Haley mengatakan tindakan negara anggota DK PBB yang mendukung resolusi merupakan sebuah penghinaan terhadap AS dan merupakan tindakan tak akan dilupakan.

"Ini satu lagi contoh PBB yang melakukan lebih banyak ruginya daripada kebaikan dalam menangani konflik Israel-Palestina," katanya di Twitter.

Credit  republika.co.id


AS Ancam Cabut Bantuan Negara Pendukung Resolusi Anti-Israel


AS Ancam Cabut Bantuan Negara Pendukung Resolusi Anti-Israel
Dubes AS untuk PBB Nikki Haley mengancam akan mencatat negara-negara yang mendukung resolusi PBB soal Yerusalem dan mencabut bantuannya. (Reuters/Brendan McDermid)


Jakarta, CB -- Duta Besar Amerika Serikat untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Nikki Haley memperingatkan bahwa negaranya akan mencatat negara-negara yang mendukung resolusi yang mengutuk keputusan Presiden Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

"Di PBB, kami selalu diminta untuk melakukan lebih dan memberikan lebih. Di masa lalu. Jadi, saat kami mengambil sebuah keputusan, atas keinginan rakyat Amerika Serikat, soal di mana kami menempatkan kedutaan kami, kami tidak mengharapkan mereka yang kami bantu akan membidik kami," tulis Haley di laman Facebook dan Twutter, Selasa sore.

"Pada Kamis, akan ada voting di PBB yang mengkritik pilihan kami. Dan ya, AS akan mencatat (negara-negara)."


Presiden Donald Trump mendukung ucapan keras duta besarnya dalam sidang kabinet di Washington, Rabu (20/12). "Kami mengawasi voting itu," kata Trump seperti dilaporkan CNN.

"Biarkan mereka memberikan suara menolak kami, kami akan berhemat banyak. Kami tidak peduli. Tapi ini tidak seperti sebelumnya dimana mereka dapat memvoting melawan Anda dan Anda membayar mereka ratusan juta dolar dan tidak seorang pun tahu apa yang mereka lakukan."

Trump mengindikasikan bahwa dia dan Haley telah sepakat sebelumnya. "Nikki, itu adalah pesan yang tepat dan saya sepakat untuk dikirim besok," kata dia. "Orang-orang yang tinggak di sana, warga negara kita yang cinta negeri ini, mereka lelah negara ini dimanfaatkan dan kita tidak mau lagi dimanfaatkan lebih lama lagi."

Senin (18/12), AS menggunakan hak veto untuk menggagalkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengkritik langkah sepihak AS untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Haley menyatakan veto, memngganjal resolusi yang disponsori Mesir dan didukung 14 anggota DK PBB lainnya.

"Apa yang kita saksikan di sini hari ini di Dewan Keamanan adalah sebuah penghinaan. Ini tidak akan dilupakan. Ini salah satu contoh PBB melakukan hal buruk ketimbang baik dalam konflik Israel-Palestina," kata Haley dalam pernyataan sebelum menyatakan veto.



Para pendukung Palestina kini mengajukan resolusi yang sama di Majelis Umum PBB, dimana AS tidak dapat membatalkan keputusan secara sepihak. Pemungutan suara dijadwalkan akan digelar dalam sidang darurat Majelis Umum, Kamis (21/12) waktu setempat.

Selain mengumumkan ancamannya di media sosial, Haley juga mengirim surat ke negara-negara dan memperingatkan mereka dampak dari pemungutan suara Majelis Umum.  "Saat Anda mempertimbangkan suara Anda, saya ingin Anda tahu bahwa Presiden dan AS menganggap voting ini secara pribadi," tulis Haley dalam suratnya.

"Presiden akan mengamati pemungutan suara ini secara seksama, dan meminta saya melaporkan negara-negara mana saja yang memilih melawan kami."

Awal Desember lalu, Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan akan memindahkan kedutaannya ke sana. Langkah kontroversial itu memutarbalikkan kebijakan luar negeri AS selama ini dan memicu aksi protes di seluruh dunia.

Credit  cnnindonesia.com


Trump ancam stop bantuan kepada negara penentang status Yerusalem



Trump ancam stop bantuan kepada negara penentang status Yerusalem
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (REUTERS/Jonathan Ernst)


Mereka menerima ratusan juta dolar dan bahkan miliaran dolar, lalu mereka bersuara menentang kita. Oke, kita lihat suara mereka. Biarkan mereka bersuara melawan kita. Kita akan menghemat banyak. Kita tak peduli




Washington (CB) - Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Rabu waktu AS, mengancam akan menghentikan bantuan keuangan kepada negara-negara yang mendukung rancangan resolusi PBB yang menyeru Amerika menarik keputusannya mengakui Yerusalem ibu kota Israel.

"Mereka menerima ratusan juta dolar dan bahkan miliaran dolar, lalu mereka bersuara menentang kita. Oke, kita lihat suara mereka. Biarkan mereka bersuara melawan kita. Kita akan menghemat banyak. Kita tak peduli," kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih seperti dikutip Reuters.

Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara akan menggelar sidang istimewa darurat yang sangat jarang dilakukan, Kamis ini, atas permintaan negara-negara Arab dan negara-negara Islam, untuk mendukung rancangan resolusi yang sudah diveto AS Senin lalu di Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara.

14 dari 15 negara itu mendukung rancangan resolusi yang disusun Mesir tersebut.  Rancangan resolusi ini sendiri tidak secara spesifik menyebut AS atau Trump, melainkan ungkap "keprihatinan mendalam atas keputusan belakangann ini mengenai status Yerusalem."

Kemarin, Duta Besar AS di PBB Nikki Haley, lewat surat kepada beberapa anggota PBB yang juga didapat Reuters, memperingatkan bahwa Trump telah meminta dia untuk "melaporkan balik negara-negara yang bersuara menentang kita."

Haley terang-terangan mengancam lewat posting Twitter bahwa "AS akan mencatat nama-nama (negara yang mendukung rancangan resolusi itu)".

Berdasarkan data badan bantuan pemerintah Amerika USAID, pada 2016  AS telah menggelontorkan bantuan senilai 13 miliar dolar dalam bentuk bantuan keuangan dan militer kepada negara-negara sub-Sahara Afrika dan 1,6 miliar dolar AS kepada negara-negara di Asia Timur dan Oseania.

AS juga memberi sekitar 13 miliar dolar kepada negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara, 6,7 miliar dolar AS kepada negara-negara Asia Selatan dan Tengah, 1,5 miliar dolar AS kepada negara-negara di Eropa dan Eurasia, serta 2,2 miliar dolar AS kepada negara-negara Belahan Barat.

"Saya suka pesan yang disampaikan Nikki kemarin di PBB, kepada semua negara yang mendapatkan uang kami tetapi kemudian menentang kami di Dewan Keamanan atau berencana bersuara melawan kami di Majelis Umum," kata Trump.

Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menolak mengomentari ancaman Trump itu.

Israel menganggap Yerusalem ibu kota abadi dan tak terpisahkan miliknya, serta menginginkan semua kedutaan besar asing berada di kota ini.

Sebaliknya, Palestina menginginkan Yerusalem sebagai ibu kota negaranya, tepatnya di bagian timur kota yang diduduki Israel menyusul Perang 1967 yang lalu dianeksasi namun tidak pernah mendapatkan pengakuan internasional.




Credit  antaranews.com












Ribut soal Yerusalem, antara Saudi dan 'Nyanyian' dari Yordania....


Ribut soal Yerusalem, antara Saudi dan Nyanyian dari Yordania....
Massa pro-Palestina di Amman, Yordania, berdemo menentang keputusan Presiden AS Donald Trump yang akui Yerusalem Ibu Kota Israel. Foto/REUTERS/Muhammad Hamed


AMMAN - Arab Saudi jadi sorotan setelah anggota parlemen Yordania, Wafa Bani Mustafa, “bernyanyi” tentang tindakan Riyadh yang menekan Amman agar menerima pengakuan Amerika Serikat (AS) atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Saudi sejak awal tegaskan sikapnya yang membela Palestina dan mengutuk keputusan AS. Lalu siapa yang benar di antara klaim kedua pihak?

Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud mengutuk keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Menurutnya, rakyat Palestina memiliki hak mendirikan negara merdeka dengan ibu kota di Yerusalem Timur.

Pernyataan Raja Salman ini disampaikan dalam pidato di hadapan Dewan Syura Kerajaan Saudi di Riyadh pada hari Rabu yang disiarkan stasiun televisi pemerintah. Sikap resmi Raja Salman ini muncul di saat negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menggelar KTT Luar Biasa di Istanbul, Turki.

Arab Saudi, yang menjadi tuan rumah sekretariat OKI, saat itu memang hanya mengirim seorang pejabat senior kementerian luar negeri dalam KTT tersebut.

”Kerajaan telah menyerukan sebuah solusi politik untuk menyelesaikan krisis regional, yang terpenting adalah masalah Palestina dan pemulihan hak-hak sah rakyat Palestina, termasuk hak untuk mendirikan negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya,” kata Raja Salman.

Keputusan Presiden AS Donald Trump, lanjut Raja Salman, mewakili bias ekstrem terhadap hak-hak rakyat Palestina di Yerusalem yang telah dijamin oleh resolusi internasional.

“Saya mengulangi penghukuman Kerajaan dan penyesalan yang kuat atas keputusan AS mengenai Yerusalem, karena menghapus hak-hak bersejarah rakyat Palestina di Yerusalem,” lanjut Raja Salman, yang dikutip Al Jazeera.

Pidato pemimpin Saudi ini muncul sehari setelah menyambut Raja Yordania Abdullah II ke istananya. Kunjungan Raja Abdullah untuk membahas perkembangan regional terakhir, terutama yang berkaitan dengan Yerusalem dan dampak bahaya dari rencana pemindahan Kedutaan AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Sikap Riyadh ini juga disuarakan duta besarnya di Washington yang telah memberikan nota peringatan ke AS mengenai rencana Trump yang akan memindahkan Ibu Kota di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Arab Saudi menegaskan bahwa keinginan Trump itu akan meningkatkan ketegangan konflik di wilayah tersebut.

“Setiap keputusan Amerika Serikat yang ingin mengubah status Kota Yerusalem akan membahayakan proses perdamaian dan akan meningkatkan ketegangan baru di antara Israel-Palestina,” kata Pangeran Khalid bin Salman bin Abdulaziz, Duta Besar Arab Saudi untuk AS.

“Kebijakan Kerajaan Arab Saudi telah dan terus mendukung rakyat Palestina, dan ini kami peringatkan kepada pemerintah AS,” tegas Pangeran Khalid.

"Nyanyian" dari Yordania
Analis dan politisi terkemuka Yordania, Wafa Bani Mustafa, mengungkap bahwa negaranya ditekan negara-negara Arab, terutama Arab Saudi, untuk menerima pengakuan Amerika Serikat (AS) atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

Yordania yang selama ini membela Palestina, kata dia, diancam Saudi bahwa ekonominya akan dicekik. Wafa Bani Mustafa yang merupakan anggota parlemen Yordania itu mengungkap intimidasi tetangga-tetangga Arabnya kepada Al Jazeera.

Motif Riyadh ini belum jelas. Namun, dia menduga Yerusalem menjadi alat negosiasi Saudi dengan Israel untuk menghadapi Iran.

Mustafa mengatakan, selain Saudi, negara antagonis utama dalam kasus ini adalah Uni Emirat Arab. Dia menyebut, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman telah mengambil peran yang dominan dalam melancarkan tekanan tersebut.

Yordania komitmen berpihak pada Palestina dan menolak keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada 6 Desember lalu. Trump, dalam pengumumannya juga memerintahkan pemindahan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem segera.

”Bin Salman dan Uni Emirat Arab berusaha untuk mencekik ekonomi Yordania sampai menyetujui persyaratan mereka, tunduk pada kepemimpinan mereka di wilayah tersebut, dan menyetujui apa yang disebut 'kesepakatan akhir' Trump,” kata Mustafa, merujuk pada rencana baru Presiden AS untuk wujudkan perdamaian Israel dan Palestina yang belum dapat dijelaskan.

Saudi sejak awal menjadi pusat kecurigaan terkait langkah nekat Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

Pemerintah Saudi dalam pernyataan resmi memang mengutuk keputusan Trump yang menggambarkannya sebagai “langkah yang tidak dapat dibenarkan dan tidak bertanggung jawab".

Namun, sebuah laporan yang dilansir kantor berita Reuters, mengungkap bahwa Putra Mahkota Mohammed bin Salman disebut telah bertindak atas nama penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner dan telah mempresentasikan rencana perdamaian Timur Tengah kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas.

Skema AS yang dipaparkan itu mencakup pembentukan sebuah negara Palestina yang terdiri dari Jalur Gaza dan bagian-bagian yang terputus dari Tepi Barat tanpa Yerusalem Timur sebagai ibukotanya. Skema ini juga menyelesaikan hak pengembalian pengungsi Palestina yang mengungsi ketika Israel didirikan pada tahun 1948.

Al Jazeera mengonfirmasi laporan itu kepada tiga pejabat yang dekat dengan pimpinan Otoritas Palestina. Mereka membenarkan bahwa Putra Mahkota Mohammed bin Salman menekan Abbas untuk menerima status negara versi yang dia paparkan tanpa Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Mustafa mengatakan AS dan mitra regionalnya tidak memasukkan Yordania dari kesepakatan mengenai sebuah negara Palestina versi baru itu. Dia juga mengungkap bahwa Yordania tidak diundang oleh Mesir untuk berpartisipasi dalam perundingan rekonsiliasi Palestina antara Fatah dan Hamas Oktober lalu.

Diplomasi Ekonomi


Yordania adalah satu-satunya negara Arab yang terkena dampak langsung kesepakatan damai antara Israel dan Palestina. Namun, kata Mustafa, baik negara-negara Arab maupun AS tak mengundang negaranya ke meja perundingan.

Yordania sendiri menjadi rumah bagi beberapa juta pengungsi Palestina. Raja Yordania Abdullah II yang berpredikat sebagai penjaga tempat suci Yerusalem selama ini membayar gaji pegawai Palestina.

Mustafa melanjutkan, sekutu paling dekat Yordania di Gulf Cooperation Council (GCC/Dewan Kerja Sama Teluk), yakni Arab Saudi, UEA, dan Kuwait tidak memperpanjang program bantuan keuangan lima tahun dengan Amman senilai USD3,6 miliar yang berakhir pada 2017. 

Bantuan AS ke Yordania berjumlah sekitar USD1,6 miliar per tahun; sekitar USD800 juta untuk bantuan militer dan USD800 juta untuk bantuan ekonomi. Bagian dari bantuan ekonomi tiba sebagai transfer moneter langsung, sedangkan sisanya datang dalam bentuk proyek USAID di negara tersebut. Anggaran Yordania 2018 mencakup hibah langsung USD400 juta dari Amerika Serikat.

Raja Abdullah II telah bertemu dengan Raja Salman di Arab Saudi pada hari Selasa pekan lalu dan diskusi terfokus pada implikasi bahaya dari keputusan AS soal Yerusalem.

Pada hari Rabu, Raja Abdullah II berada di Istanbul untuk pertemuan darurat 57 negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk menentang keputusan Trump.

Raja Abdullah II bergabung dengan pemimpin lain, termasuk Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, Presiden Iran Hassan Rouhani, dan Presiden Lebanon Michel Aoun. Sedangkan kepala negara Arab Saudi dan UEA tidak hadir dan hanya mewakilkan utusan.




Credit  sindonews.com


Saudi Bantah Tawarkan Abu Dis Jadi Ibu Kota Palestina


Saudi Bantah Tawarkan Abu Dis Jadi Ibu Kota Palestina
Aksi damai memprotes kebijakan Trump dan mendukung Palestina di depan Kedubes AS, Jakarta, Selasa (12/12). Arab Saudi membantah menawarkan ibu kota alternatif bagi Palestina. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)


Jakarta, CB -- Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Osama bin Muhammad Al Shuaibi, membantah bahwa pihaknya telah menawarkan Abu Dis, sebuah kota dekat Yerusalem, sebagai ibu kota alternatif bagi Palestina.

“Saya tegaskan sejak awal, setiap Raja Saudi semuanya memliki sikap yang sama dan tidak akan keluar dari prinsip kami yang selama ini mendukung dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Palestina,” cetus dia, dalam acara jamuan makan malam bersama dubes negara Arab di kediamannya di Jakarta, Rabu (20/12).



Al Shuaibi menekankan bahwa Saudi dan bahkan seluruh negara Arab selalu mendukung kemerdekaan Palestina dan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Dia juga mengatakan, dunia Arab, negara Muslim, hingga negara Barat yang dekat dengan AS, menentang keputusan sepihak Presiden Donald Trump soal Yerusalem.

“Yerusalem adalah Ibu Kota Palestina dan tentunya kota kebanggaan bangsa Arab dan umat Muslim di dunia,” akunya.

Pernyataan itu diutarakan Al Shuaibi menanggapi kabar yang menyebut bahwa Pangeran Saudi, Mohammed bin Salman, telah menawarkan Abu Dis untuk menjadi ibu kota bagi Palestina jika Presiden Donald Trump berkeras mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

Penawaran itu disebut terjadi saat Presiden Palestina Mahmoud Abbas bertandang ke Riyadh pada November lalu, sebelum AS mengumumkan keputusan kontroversialnya soal Yerusalem. Pangeran Salman disebut memberi Abbas waktu dua bulan untuk mempertimbangkan tawarannya itu.

Penawaran itu disebut sebagai prakarsa Saudi mengenai perdamaian Israel-Palestina yang telah dirundung konflik selama berpuluh tahun. Palestina dan Israel selama ini sama-sama berkeras memperebutkan Yerusalem sebagai ibu kota negaranya.




Senada dengan Al Shuaibi, dalam kesempatan yang sama, Dubes Terpilih Palestina untuk Indonesia, Zuhair Al Shun, juga menampik kabar yang mengklaim bahwa telah terjadi penawasan antara Palestina dan Saudi mengenai wacana ibu kota alternatif.

“Isu terkait perluasan pemukiman di Abu Dis serta segala upaya yang ingin memindahkan Ibu Kota Palestina dari AL Quds Al Sharif [Yerusalem] pasti ditolak seluruh Bangsa Palestina dan bangsa di dunia. Tidak pernah ada isu bahwa kami membicarakan isu [pemindahan ibu kota] tersebut,” tepisnya.

Selain Dubes Palestina, sejumlah dubes negara Arab lainnya tampak hadir di acara tersebut. Diantaranya, Dubes Mesir Ahmed Amr Ahmed Manned, Dubes Yordania Walid al Hadid Dubes Irak Abdullah Hasan Salih, Dubes Libya Sadegh MO Bensadegh, Dubes Yaman Mohammad Ali al Najar, Dubes Kuwait Abdul Wahab Abdullah al Saqar, dan Dubes Uni Emirat Arab Mohamed Abdulla Mohammed Bin Mutleq Alghafli.

Pertemuan itu digelar guna memperjelas posisi masing-masing negara terkait isu Palestina dan keputusan AS soal Yerusalem.

Namun, Dubes Qatar  Ahmed bin Jassim Al-Hamar tidak terlihat hadir dalam acara tersebut. Sebagaimana yang telah diketahui, sejak Mei lalu, Doha tengah dirundung krisis diplomatik dengan sejumlah negara Arab termasuk Saudi.




Saudi dan sekutunya Mesir, Uni Emirat Arab, dan Bahrain memutus hubungan diplomatik dan kerja sama perhubungan dengan Qatar karena dianggap mendukung aktivitas terorisme dan radikalisme.



Credit  cnnindonesia.com


Saudi tegaskan Yerusalem Timur ibu kota Palestina


Saudi tegaskan Yerusalem Timur ibu kota Palestina
Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz Al-Saud (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)



Riyadh, Arab Saudi (CB) - Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz As-Saud hari ini menegaskan dukungan besar negerinya kepada hak rakyat Palestina untuk memiliki Yerusalem Timur sebagai ibu kota Negara Palestina, lapor Saudi Press Agency.

Raja Arab Saudi ini membahas masalah regional dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang sedang berkunjung ke Saudi. Selama pertemuan ini, Raja Salman juga menegaskan hak rakyat Palestina untuk negara merdeka.

Awal Desember lalu Saudi menyampaikan kekecewaan atas keputusan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem ibu kota Israel dan memerintahkan pemindahan kedutaan besar AS di Israel pindah ke kota yang disengketakan itu

Langkah itu tidak mengubah hak rakyat Palestina atas Yerusalem dan wilayah lain Palestina yang diduduki Israel, katanya.

Saudi memperingatkan bahwa langkah Trump itu sebagai kemunduran drastis dalam memajukan proses perdamaian Palestina-Israel, dan menjauhkan AS dari posisinya selama ini yang tak berpihdak dalam masalah Yerusalem, sehingga akan menambah rumit konflik Palestina-Israel.




Credit  antaranews.com











Perang Pembebasan Mosul, 11 Ribu Warga Sipil Tewas


Perang Pembebasan Mosul, 11 Ribu Warga Sipil Tewas
Sebanyak 11 ribu warga sipil menjadi korban perang pembebasan Mosul dari ISIS. Foto/Ilustrasi/Istimewa


BAGHDAD - Pertempuran untuk membebaskan Mosul dari ISIS harus dibayar mahal. Menurut sebuah penyelidikan yang dilakukan oleh AP, antara 9 ribu dan 11 ribu warga sipil tewas selama pertempuran tersebut. Pasukan koalisi Amerika Serikat (AS) mengakui bertanggung jawab atas 326 kematian tersebut.

Investigasi tersebut merujuk pada database independen dari organisasi non-pemerintah dan menganalisis daftar mayat di kota itu dari 9.606 nama orang yang terbunuh dalam pertempuran tersebut. Penyelidikan tersebut menemukan bahwa setidaknya 3.200 warga sipil terbunuh oleh serangan udara koalisi, tembakan artileri atau mortir di antara bulan Oktober 2016 dan Juli 2017 di Irak.

Sebagian besar kondisi korban tersebut digambarkan dalam laporan Kementerian Kesehatan 'hancur'. Namun, koalisi AS telah mengakui tanggung jawab atas 326 kematian tersebut, sementara menyatakan bahwa mereka kekurangan sumber daya untuk mengirim penyidik 




Credit  sindonews.com




Turki Lakukan yang Terbaik untuk Muslim Rohingya


Pengungsi Rohingya di Bangladesh.
Pengungsi Rohingya di Bangladesh.

CB, COX'S BAZAR--- Perdana Menteri Turki Binali Yildirim mengunjungi pengungsi Rohingya di Bangladesh. Dalam kunjungannya ia menyerukan kepada dunia Muslim agar melakukan kampanye global untuk pengungsi Rohingya.
Seperti dilansir Anadolu, Rabu (20/12), Yildirim mengatakan Turki telah melakukan yang terbaik untuk membantu orang-orang Rohingya yang berlindung di Bangladesh. "Sudah saatnya mengubah isu Rohingya ini menjadi sebuah kampanye internasional," kata Yildirim.
Yildirim, didampingi oleh Wakil Perdana Menteri Turki Bekir Bozdag dan Menteri Kebijakan Sosial Fatma Betul Sayan Kaya, memberikan bantuan kepada Rohingya. Ia memberi makanan dan mainan untuk anak-anak.
"Panggilan saya ke dunia Muslim dan selebihnya adalah bahwa ini adalah akhir dari kemanusiaan. Jika Anda tidak bekerja sekarang, kapan Anda akan bekerja untuk kemanusiaan?," tambahnya
Ia berharap negara-negara Muslim lebih memperhatikan situasi yang dialami Rohingya. Seperti mengirim bantuan, dan memperluas kerja sama dengan pihak berwenang Bangladesh sesegera mungkin.
Yildirim mengatakan, kunjungannya ke kamp-kamp tersebut merupakan bagian dari upaya untuk menarik perhatian masyarakat internasional terhadap isu Rohingya dan juga untuk melihat langsung derita yang dialami Rohingya.
Dia menegaskan Ankara sedang dalam pembicaraan dengan Dhaka untuk memperbaiki kondisi pengungsi Rohingya dan telah meminta Pemerintah Bangladesh untuk menyediakan area untuk membangun tempat penampungan permanen bagi para pengungsi tersebut.
"Tapi solusi terakhir adalah memastikan mereka kembali ke tanah air mereka," katanya.
Yildirim juga mengomentari sebuah kesepakatan pemulangan Rohingya yang ditandatangani 23 November antara Bangladesh dan Myanmar. Ia berharap kesepakatan antara Bangladesh dan Myanmar dapat terlaksana dengan baik. Ia berjanji akan terus menyoroti krisis Rohingya di kancah internasional.
Dia mengatakan wilayah Rakhine di Myanmar adalah tanah orang Rohingya dan hak Rohingya untuk kembali ke negara tersebut tanpa hambatan apapun.
Perdana menteri Turki ini juga mengunjungi sebuah rumah sakit di bawah konstruksi di kamp Balukhali di daerah tersebut. Dia menyerahkan dua ambulans ke otoritas Bangladesh untuk digunakan oleh Rohingya. Sebagai bagian dari kunjungannya, Yildirim berbicara dengan pengungsi Rohingya dan mendengarkan penderitaan dan harapan mereka.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID


10 jenazah ditemukan di kuburan massal di Rakhine



10 jenazah ditemukan di kuburan massal di Rakhine

Arsip Foto. Foto udara sebuah desa Rohingya yang terbakar dekat Maungdaw, utara Rakhine, Myanmar, 27 September 2017. (REUTERS/Soe Zeya Tun)




Yangon (CB) - Otoritas Myanmar menemukan 10 jenazah yang dikubur dalam satu kuburan massal di pinggiran sebuah desa di Negara Bagian Rakhine menurut warta surat kabar yang dikelola militer, Myawady, Selasa (19/12), sehari setelah militer menyatakan meluncurkan penyelidikan di tempat itu.

Sekitar 650.000 warga Muslim Rohingya melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine di Myanmar dan mencari perlindungan di negara tetangga Bangladesh, dalam beberapa bulan belakangan setelah penindakan keras pasukan keamanan Myanmar dalam menanggapi serangan gerilyawan.

Kelompok pemantau hak asasi manusia menuduh pasukan pemerintah melakukan kekejaman, termasuk pembunuhan, pemerkosaan massal dan pembakaran selama tindakan keras tersebut. Amerika Serikat mengatakan tindakan pasukan Myanmar itu adalah sebuah upaya "pembersihan etnis".

Militer Myanmar mengatakan bahwa hasil investigasi internal yang mereka lakukan membuktikan bahwa pasukan keamanan bebas dari segala tuduhan kejahatan.

Satu tim yang meliputi polisi, pemerintah setempat, hakim dan dokter telah memeriksa lokasi makam di Desa Inn Din, sekitar 50 kilometer sebelah utara ibu kota negara bagian Sittwe pada Selasa, dan menemukan 10 jasad orang tak dikenal menurut siaran Myawady.

"Kelompok tersebut melanjutkan proses penyelidikan guna menemukan kebenaran," kata laporan tersebut. Militer tidak segera dapat dihubungi untuk dimintai tanggapan lebih lanjut.

Penemuan sebuah kuburan massal di dekat pemakaman desa tersebut diumumkan dalam pernyataan di laman Facebook resmi kepala komando tentara pada Senin.

Desa tersebut berada di wilayah Maungdaw, salah satu daerah yang paling buruk terdampak kekerasan yang telah mendorong pejabat tinggi hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menuduh pasukan keamanan Myanmar telah melakukan genosida terhadap Rohingya.

Pasukan bersenjata Myanmar melancarkan apa yang mereka sebut sebagai operasi pembersihan di Rakhine utara setelah gerilyawan Rohingya menyerang 30 pos polisi dan sebuah pangkalan militer pada 25 Agustus. Rakhine utara merupakan daerah di mana banyak warga Muslim minoritas tinggal tanpa memiliki kewarganegaraan.

Pemimpin masyarakat Myanmar, Aung San Suu Kyi, telah mendapat banyak kritik internasional karena dinilai gagal berbuat lebih banyak untuk melindungi warga Rohingya.

Pemerintah sipil, yang tidak memiliki kendali atas militer, menyatakan bahwa tentara mereka telah melakukan operasi melawan pemberontakan secara sah sesuai hukum. Mereka berjanji menyelidiki tuduhan kekerasan di Rakhine jika terdapat bukti, demikian menurut siaran kantor berita Reuters.




Credit  antaranews.com







Myanmar Tolak Penyelidik HAM PBB



Myanmar Tolak Penyelidik HAM PBB
Myanmar menolak kedatangan penyelidik HAM PBB, Yanghee Lee. Foto/Istimewa



NAYPYIDAW - Pemerintah Myanmar melarang penyelidik hak asasi manusia PBB untuk mengunjungi negara tersebut. Myanmar juga menarik kerja sama dengannya selama sisa masa jabatannya.

Yanghee Lee, seorang pelapor khusus PBB, akan berkunjung pada bulan Januari mendatang untuk menilai keadaan hak asasi manusia di seluruh Myanmar, termasuk di negara bagian Rakhine. Lebih dari 650 ribu minoritas Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh akibat tindakan brutal militer Myanmar sejak Agustus lalu.

"Saya benar-benar sangat kecewa dan sangat sedih dengan keputusan Myanmar untuk menolak kerja sama dengan mandat saya dan dengan mekanisme hak asasi manusia lainnya, dan yang terpenting untuk membungkam orang-orang yang mengungkapkan kekejaman semacam ini," kata Lee seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (21/12/2017).

Dalam sebuah pernyataanya, Lee mengatakan bahwa dia merasa bingung dan kecewa dengan keputusan Myanmar.

"Deklarasi non-kooperasi dengan mandat saya hanya bisa dipandang sebagai indikasi kuat bahwa pasti ada kejadian mengerikan di Rakhine, dan juga di negara lain," cetusnya.

Lee mengatakan bahwa dia diberi tahu bahwa keputusan tersebut merupakan tanggapan atas sebuah pernyataannya setelah berkunjung pada bulan Juli lalu.

Pada saat itu, dia mengkritik perlakuan kejam pasukan keamanan di negara bagian Shan dan Rakhine. Ia juga mengeluhkan meningkatnya pembatasan akses terhadapnya.

"Wartawan dan aktivis yang bertemu dengannya juga dikenai pengawasan negara," ujarnya.

Myanmar mengkritik pernyataannya yang bias dan tidak adil.

Lee mengambil peran pemantauan HAM pada tahun 2014 dan diharuskan mengunjungi Myanmar dua kali setahun untuk melapor ke Dewan Hak Asasi Manusia dan Majelis Umum PBB.

Myanmar juga menolak masuk misi pencarian fakta terpisah yang ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk menyelidiki tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di berbagai zona konflik, termasuk di Rakhine.

Zeid bin Ra'ad al-Hussein, kepala hak asasi manusia PBB, mengatakan bahwa larangan keamanan terhadap minoritas Rohingya di Rakhine mungkin sama dengan genosida, sebuah tuduhan yang telah ditolak pemerintah.

Tindakan keras tersebut dilakukan untuk menanggapi serangan terhadap pos-pos perbatasan oleh kelompok bersenjata Rohingya pada 25 Agustus. 

Amnesty International menyebut keputusan Myanmar untuk melarang Lee "memalukan".

"Ini adalah indikasi lebih lanjut bahwa pihak berwenang akan melakukan apapun yang mereka bisa untuk menghindari pengawasan internasional terhadap catatan hak asasi manusia mereka," kata James Gomez, direktur Amnesty untuk Asia Tenggara dan Pasifik.



Credit  sindonews.com






Korut Dilaporkan Uji Rudal Antarbenua Berhulu Ledak Antraks


Korut Dilaporkan Uji Rudal Antarbenua Berhulu Ledak Antraks
Rudal balistik antarbenua Hwasong-14 Korea Utara saat disiapkan pasukan Korea Utara yang disaksikan Kim Jong-un, Juli lalu. Foto/KCNA


TOKYO - Korea Utara (Korut) dilaporkan memulai uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) dengan memasang bakteri Antraks di ujung hulu ledaknya.

Laporan yang diterbitkan surat kabar Jepang, Asahi, ini muncul dua hari setelah pihak Strategi Keamanan Nasional Gedung Putih memperingatkan bahwa Kim Jong-un sedang mengejar ambisi menguasai senjata kimi dan biologi.

Eksperiman yang dilakukan rezim Korut itu untuk melihat apakah Antraks dapat menahan panas dan tekanan yang sangat besar saat dimasukkan ke ICBM dan diluncurkan ke atmosfer Bumi.

Laporan surat kabar Jepang tersebut mengutip sumber yang terhubung dengan dinas intelijen Korea Selatan.

”Korut telah memulai percobaan seperti (penggunaan) peralatan panas dan tekanan untuk mencegah Antraks dari kematian bahkan pada suhu tinggi lebih dari 7.000 derajat yang dihasilkan pada saat ICBM masuk kembali ke atmosfer,” tulis Asahi.

”Sebagian, ada informasi yang belum dikonfirmasi bahwa mereka telah berhasil dalam eksperimen semacam itu,” lanjut surat kabar Jepang tersebut, yang dikutip Kamis (21/12/2017).

Beberapa hari yang lalu, Gedung Putih merilis dokumen Strategi Keamanan Nasional AS. Isi dokumen itu, salah satunya mengatakan bahwa Korea Utara mengejar ambisi senjata kimia dan biologi yang diluncurkan melalui rudal.

”Korea Utara—sebuah negara yang membuat orang-orangnya kelaparan—telah menghabiskan ratusan juta dolar untuk senjata nuklir, kimia dan biologi yang dapat mengancam tanah air kita,” bunyi dokumen Strategi Keamanan Nasional AS.

Namun, Korut membantah laporan tersebut dan menuduh AS-lah yang menggunakan senjata biologi selama Perang Korea.

”Dengan tepat, metode stereotip AS untuk memasak ketidakbenaran sebagai kebenaran, dengan tegar bersikeras bahwa hitam itu putih dan membuat apapun untuk memuaskan keserakahan agresif mereka,” bunyi pernyataan pemerintah Korut yang dilansir KCNA.

”Dan AS sendiri adalah kekaisaran kejahatan yang penuh dengan plot, rekayasa, kebohongan dan tipuan,” lanjut pernyataan Pyongyang.

”Ini tidak lain adalah AS, mengobrol tentang 'moralitas' dan 'peradaban', negara kriminal yang membantai rakyat Korea dengan senjata bakteri selama Perang Korea dan menimbulkan penderitaan atas orang-orang yang tidak bersalah dengan terus melangkah bahkan sekarang untuk secara terbuka menggunakan senjata yang dilarang.” 




Credit  sindonews.com




249 tembakan peringatan Koresl usir nelayan China



249 tembakan peringatan Koresl usir nelayan China
Angkatan Laut Korea Selatan Dokumen foto armada Angkatan Laut Korea Selatan. (Yonhap)



Seoul (CB) - Satuan penjaga pantai Korea Selatan (Korsel) mengaku melepaskan 249 tembakan peringatan untuk mengusir sekumpulan kapal pencari ikan dari China di perairan Korea.

Pemerintah di Beijing kemudian menanggapi dengan seruan agar semua pihak menahan diri, demikian laporan Reuters.

Penjaga pantai Korsel melaporkan bahwa sering mengejar kapal China, yang diduga mencari ikan secara tidak sah, yang terkadang tindakan tersebut memicu kekerasan dan memperumit hubungan kedua negarabertetangga.

Padahal, Korsel dan China kini bersama-sama berupaya menghentikan program nuklir dan peluru kendali (rudal) Korea Utara (Korut).

Armada beranggotakan 44 kapal pencari ikan berlapis baja dari China pada Selasa berhadapan dengan kapal patroli Korsel, yang menyampaikan peringatan untuk segera mundur, kata penjaga pantai Kosel.

Penjaga pantai Korsel kemudian menembakkan 249 tembakan peringatan sampai mereka mundur.

"Kapal pencari ikan dari China itu berkeliaran dan bertemu dengan kapal patroli kami, mereka tidak mengindahkan peringatan yang telah kami sampaikan," catat penjaga pantai Korsel dalam laporan tertulisnya.

China, yang pada masa lalu sering menyampaikan protes diplomatik kepada Korsel karena penggunaan kekerasan oleh para penjaga pantai, menyatakan "sangat prihatin" terhadap laporan terbaru itu.

"Kami berharap Korea Selatan menangai persoalan ini secara wajar dan sesuai dengan hukum yang berlaku, tidak menggunakan cara yang ekstrim yang bisa membahayakan keselamatan orang," kata juru bicara kementerian luar negeri China, Hua Chunying, kepada sejumlah wartawan di Beijing.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Korsel di Seoul mengatakan bahwa pihaknya telah mematuhi hukum nasional yang berlaku dalam penggunaan senjata sebagai "langkah yang sah" untuk mengusir kapal-kapal yang "dengan jelas melakukan pelanggaran massal terhadap kedaulatan perairan negara untuk mencari ikan secara ilegal".

Pada September tahun lalu, tiga pencari ikan asal China tewas oleh api yang membakar kapal mereka sendiri saat tim penjaga pantai Korea Selatan --yang berupaya menangkap mereka karena melakukan penangkapan ikan secara ilegal-- melemparkan granat ke ruangan persembunyian korban.

Satu bulan kemudian, dua kapal China, yang menangkap ikan secara gelap di perairan Korsel, menabrak kemudian menenggelamkan kapal penjaga pantai Korea Selatan, demikian pejabat Seoul.





Credit  antaranews.com





Rabu, 20 Desember 2017

Heli Serang AH-64 Apache Guardian Perkuat TNI, Ini Persenjataannya



Heli Serang AH-64 Apache Guardian Perkuat TNI, Ini Persenjataannya

CB - Dua unit dari delapan helikopter tempur tercanggih AH-64 Apache Guardian milik TNI sudah tiba Tanah Air, Sabtu (16/12/2017) malam.
Heli ini diangkut pesawat angkut C-17 Globemaster III, mendarat di lapangan udara Ahmad Yani Semarang, base Korps Penerbang TNI Angkatan Darat (Penerbad).
Foto-foto yang diposting akun Markava Malik Hakim memperlihat heli serang ini diangkut dan dirakit kembali di Indonesia.


Dua Apache yang diterima satu konfigurasi dilengkapi dengan radar Longbow yang berbentuk seperti bakpau di atas rotor utama Apache, dan yang lainnya tanpa radar.
Kehadiran AH-64 Apache Guardian bakal menambah kekuatan TNI dan menjadikan Indonesia negara kedua yang memiliki heli canggih ini, setelah Singapura.
Foto Markava Malik Hakim.
Saat ini Singapura sudah memiliki 20 unit Apache.

Mengutip rilis DSCA (Defence Security Cooperation Agency), pesanan AH-64E Apache Guardian TNI AD sudah dilengkapi dengan 3 mesin T-700-GE-710D sebagai cadangan di luar 16 unit yang terpasang, 1 unit MTADS (Modern Target Acquisition and Designation Sight) cadangan di luar 8 unit yang terpasang di helikopter, 10 unit AAR-57(V)3/5 CMWS (Common Missile Warning Systems) yang bertugas memberikan peringatan apabila Apache disasar oleh rudal berpemandu radar atau infra merah, sehingga dapat melepaskan suar untuk mengacaukan rudal tersebut.


Heli Apache milik TNI AD dirakit di Penerbad Ahmad Yani Semarang
Heli Apache milik TNI AD dirakit di Penerbad Ahmad Yani Semarang (apache)




Foto Markava Malik Hakim.
Foto Markava Malik Hakim.
Foto Markava Malik Hakim.
foto-foto: fb markava malik halim
Sementara untuk sistem radar Longbow yang berbentuk seperti bakpau, TNI AD hanya memesan 4 unit berikut komponennya seperti AN/APG-78 FCR (Fire Control Radar) dan Radar Electronic Unit. Hal ini bisa dipahami karena tidak perlu semua helikopter dilengkapi dengan Longbow, heli yang tidak dilengkapi radar tersebut bisa berbagi informasi dari helikopter yang dilengkapi radar Longbow.
Untuk sistem persenjataan, ada 32 unit rak M299A1 Hellfire Missile Launcher, artinya diasumsikan kedelapan Apache masing-masing bisa dilengkapi empat rak dengan kapasitas total 32 unit rudal Hellfire, walaupun pada prakteknya pasti akan lebih banyak membawa tabung peluncur roket FFAR 70mm. Untuk rudalnya, Indonesia memesan 140 unit rudal AGM-114R3 Hellfire dengan sistem pemandu laser.
Sementara untuk mengarahkan kanon 30mm M230E1 yang terpasang di dagu Apache Guardian, Indonesia memesan 24 unit helm IHDSS-21 (Integrated Helmet and Display Sight Systems) yang bisa mengarahkan kanon hanya dengan menolehkan kepala saja.

Selain helikopter dan persenjataan, Indonesia juga memesan perangkat latih dan simulator yang lengkap, berikut suku cadang, kendaraan penunjang, pendukung, latihan awak, dan dukungan logistik lainnya, dengan total nilai pengadaan senilai US$ 1,42 miliar.



Credit  TRIBUN-MEDAN.COM







Tiga Helikopter AH-64E Apache Milik TNI AD Tiba di Indonesia



Tiga unit helikopter serang AH-64E Apache buatan Amerika Serikat tiba di Pangkalan Udara Utama TNI AD (Lanumad) Ahmad Yani, Semarang, Senin (18/12/2017).
  Tiga unit helikopter serang AH-64E Apache buatan Amerika Serikat tiba di Pangkalan Udara Utama TNI AD (Lanumad) Ahmad Yani, Semarang, Senin (18/12/2017).(Dok. Pusat Penerbangan Angkatan Darat (Puspenerbad).)


JAKARTA, CB - Tiga unit helikopter serang AH-64E Apache buatan Amerika Serikat tiba di Pangkalan Udara Utama TNI AD (Lanumad) Ahmad Yani, Semarang, Senin (18/12/2017).
"Tiga unit pertama dikirim dengan pesawat C-17 Globe Master tiba di Pangkalan Udara Utama TNI AD (Lanumad) Ahmad Yani tanggal 18 Desember 2017," ujar Wakil Komandan Pusat Penerbangan Angkatan Darat (Puspenerbad) Brigjen Eko kepada Kompas.com, Selasa (19/12/2017).
Eko menuturkan, tiga heli tersebut termasuk dalam program pembelian delapan unit melalui program Foreign Military Sales (FMS) untuk menjamin kesiapan alutsista secara maksimal.
Pengiriman helikopter dilaksanakan dalam dua gelombang. Pengiriman tiga unit pertama dikirim dengan pesawat C-17 Globe Master.

Kemudian, lima unit berikutnya dikirim dengan kapal laut dan diperkirakan tiba di Semarang pada Maret



Selanjutnya, helikopter yang sudah tiba di Semarang akan disiapkan untuk mendukung kesiapan operasional TNI AD.
"Pada fase awal, helikopter akan diuji kelaikudaraannya, setelah dinyatakan lulus kemudian akan dipakai untuk pelatihan penerbang dan semua awak pesawat," ucap Eko.
Pengumuman pembelian delapan helikopter Apache dilakukan pada tahun 2012 oleh Menteri Luar Negeri AS saat itu, Hillary Clinton, setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Washington pada 20 September 2012. Kontrak pengadaan mencapai 295,8 juta dollar AS.



Credit  KOMPAS.com












AS Gagalkan Resolusi Yerusalem, Ini Langkah Indonesia


Gelombang penolakan langkah AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel meluas ke berbagai negara. Sabtu (16/12), sejumlah warga mengajukan protes atas pengakuan AS tersebut di Frankfurt, Jerman.
Gelombang penolakan langkah AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel meluas ke berbagai negara. Sabtu (16/12), sejumlah warga mengajukan protes atas pengakuan AS tersebut di Frankfurt, Jerman.


CB, JAKARTA  -- Wakil Menteri Luar Negeri RI AM Fachir mengungkapkan Sidang Khusus PBB akan dilangsungkan usai kegagalan rancangan resolusi tentang Yerusalem dalam sidang Dewan Keamanan PBB kemarin.

"Kami sudah menduga (diveto, Red), karena tentu saja ini tidak sesuai dengan kepentingan Amerika Serikat. Tapi kita bersyukur 14 dari 15 negara anggota Dewan Keamanan menyetujui rancangan resolusi itu," kata Fachir, saat ditemui di Jakarta, Selasa (19/12).

Akibat veto yang dijatuhkan AS tersebut, anggota Dewan Keamanan PBB berinisiatif akan maju ke special session pada sidang Majelis Umum PBB untuk membahas hal yang sama.

Menurut Fachir, permasalahan Palestina akan mendapat peluang yang lebih positif apabila dibawa ke dalam sidang majelis umum tersebut. "Karena di situ tidak ada veto. Oleh karena itu kita perlu menggalang semua negara-negara mulai dari OKI, Gerakan Nonblok, untuk memajukan rancangan resolusi tersebut. Direncanakan akan berlangsung Kamis (21/12) besok," kata Fachir.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga akan mendukung langkah tersebut dan berkeinginan untuk menjadi sponsor dalam resolusi tersebut.  Sebelumnya, AS memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai status Yerusalem pada Senin (18/12).

Seluruh 14 anggota lain Dewan Keamanan memberi suara yang mendukung teks rancangan Mesir itu. Tapi, karena AS merupakan salah satu anggota tetap Dewan Keamanan dan memiliki hak veto, maka rancangan resolusi tersebut gagal disahkan.

Sebelum veto, Duta Besar Mesir untuk PBB Amr Abdellatif Aboulatta menjelaskan rancangan resolusi itu berusaha menjamin setiap upaya untuk mengubah karakteristik atau komposisi demografik Kota Tua Yerusalem tidak berdampak dan batal serta tidak sah dan harus dicabut.
"Rancangan resolusi tersebut juga menyeru semua pihak tidak mendirikan misi diplomatik di Yerusalem," kata Aboulatta.





Credit  REPUBLIKA.CO.ID





Suriah dan Prancis Saling Kecam


Suriah dan Prancis Saling Kecam
Suriah dan Prancis Saling Kecam. (Alaraby).


AMMAN - Suriah dan Prancis saling melontarkan kecaman. Presiden Suriah Bashar al Assad menuduh Prancis mendukung pertumpahan darah di negaranya sehingga tidak layak membicarakan tentang kesepakatan damai.

Pernyataan Assad itu sebagai jawaban atas pernyataan pemerintah Prancis bahwa Assad tidak dalam poisisi memberi pelajaran setelah membunuh rakyatnya. Prancis pada Jumat (15/12) menyatakan pemerintah Suriah tidak melakukan apapun untuk mencapai kesepakatan damai setelah hampir tujuh tahun perang dan Suriah melakukan kejahatan massal di wilayah Ghouta Timur saat 400.000 orang dikepung pasukan pemerintah Suriah.

Assad pun membalas pernyataan Prancis tersebut pada Senin (18/12/2017). “Prancis mempelopori dukungan pada terorisme dan tangan mereka berlumur darah rakyat Suriah dari hari pertama dan kami tidak melihat mereka mengubah sikap mereka secara fundamental,” tegas Assad setelah bertemu delegasi Rusia, dikutip kantor berita Reuters, kemarin.

“Mereka yang mendukung terorisme tidak memiliki hak berbicara tentang perdamaian,” papar Assad.

Meski mendukung oposisi Suriah, Prancis mencari pendekatan lebih pragmatis pada konflik Suriah sejak kehadiran Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan kepergian Assad bukan syarat awal untuk perundingan.

Macron menjelaskan, dia akan mendorong perundingan damai yang melibatkan semua pihak dalam konflik Suriah selama enam tahun, termasuk Assad, pada awal tahun depan. Macron tidak menjelaskan bagaimana proposal Prancis akan terkait dengan negosiasi yang telah dimediasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dia juga menegaskan, pemimpin Suriah akan menghadapi pengadilan untuk kejahatannya.

Saat berbicara di Washington setelah bertemu para pejabat senior Amerika Serikat (AS), Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis Jean-Yves Le Drian menjelaskan, Prancis tidak mengambil pelajaran dari seorang pria yang membebaskan ribuan militan dari penjara untuk memperparah perang sipil dan tergantung pada Rusia dan Iran untuk tetap berkuasa.

“Saat Anda menghabiskan hari-hari Anda membantai rakyat Anda, Anda seharusnya secara umum sedikit banyak mengalami kelainan,” papar Le Drian.

Intervensi Rusia dan Iran dalam perang di Suriah telah menguntungkan posisi Assad. Kelompok militan dan pemberontak mengalami banyak kekalahan sehingga Assad dapat tetap berkuasa di Suriah. Assad pun mendeklarasikan kemenangannya dalam konflik sipil tersebut.

Meski demikian, perundingan damai antara kelompok pemberontak dan rezim Assad masih terganjal banyak hal. Masing-masing pihak bersikeras dengan sikapnya masing-masing. Sejumlah perundingan pun berakhir tanpa kesepakatan apapun antara kedua pihak yang bertikai.



Credit  sindonews.com



Presiden Suriah tuduh Prancis dukung "terorisme"



Presiden Suriah tuduh Prancis dukung "terorisme"
Presiden Suriah Bashar al-Assad. (MENA)



Damaskus (CB) - Presiden Suriah Bashar al-Assad, Senin (18/12), menuduh Prancis mendukung "terorisme" dan mengatakan mereka tidak "berhak bicara soal perdamaian" di negara yang dilanda perang itu.

Pernyataannya disampaikan beberapa hari setelah Paris menuduh rezim Damaskus menghalangi putaran terbaru dari perundingan damai Suriah yang gagal di Jenewa pekan lalu.

"Prancis menjadi penggagas dukungan untuk terorisme di Suriah sejak konflik pertama kali meletus," kata Assad merujuk kepada dukungan Paris terhadap pemberontak yang telah memerangi rezimnya sejak 2011.

"Prancis tidak memiliki kapasitas untuk mengevaluasi konferensi perdamaian," kata Assad kepada wartawan di Damaskus, sebagaimana diwartakan AFP.

"Siapa pun yang mendukung terorisme tidak berhak berbicara tentang perdamaian atau mencampuri urusan Suriah," katanya.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian menekankan peran Prancis sejak awal dibentuknya koalisi internasional untuk memerangi ISIS.

"Bashar al-Assad tampaknya tidak berhak untuk menegaskan sikap politik selama dia masih bergantung pada Iran dan Rusia," kata Le Drian kepada wartawan saat berkunjung ke Washington.

Rezim Damaskus tidak perlu menggurui Paris, imbuhnya.




Credit  antaranews.com