Foto: Reuters
Jakarta - Pemerintah Venezuela tengah memikul beban berat. Perekonomian negaranya porak-poranda akibat nilai mata uang rontok.
Jatuhnya
mata uang bolivar memacu inflasi yang berlebihan atau hyperinflasi.
International Monetary Fund (IMF) bahkan memprediksi inflasi di negara
yang pernah dipimpin mendiang Hugo Chaves itu bisa mencapai 1.000.000%
di akhir tahun.
Ramalan IMF bukan tanpa alasan, saat ini saja
berapa harga produk di Venezuela harganya sudah selangit. Bayangkan saja
1 kg daging dihargai 9,5 juta bolivar, tisu toilet 2,6 juta bolivar,
begitu juga dengan produk lainnya.
Wakil Menteri Luar Negeri
Venezuela untuk wilayah Asia, Timur Tengah dan Oceania, Ruben Dario
Molina datang ke Indonesia untuk menerima dukungan terutama dari
organisasi-organisasi sosial di Indonesia. Di sela-sela kunjungannya,
dia menjelaskan terkait kondisi ekonomi yang terjadi di negaranya.
Wakil Menteri Luar Negeri Venezuela untuk wilayah Asia, Timur
Tengah dan Oceania, Ruben Dario Molina. Foto: Danang
Sugianto/detikFinance
Wakil Menteri Luar Negeri Venezuela untuk wilayah Asia, Timur Tengah dan
Oceania, Ruben Dario Molina menjelaskan, awal mula krisis ekonomi
terjadi ketika pemerintahan Presiden Nicolas Maduro menerapkan sistem
ekonomi dengan prinsip sosialisme.
Pemerintah Venezuela berusaha
melakukan nasionalisme atas kekayaan negaranya yang paling besar berupa
minyak bumi. Untuk mengurangi kemiskinan mereka juga melakukan
penyesuaian gaji minimum serta membangun lebih dari 2 juta rumah untuk
masyarakatnya.
"2 juta rumah itu bisa menampung sekitar 10 juta
rakyat Venezuela. Pembangunan itu juga berimbas pada meningkatnya
kesehatan dan pendidikan, mereka hidup layak. Tapi tentu Amerika Serikat
dan Uni Eropa tidak senang dengan hal itu," tuturnya di Hotel Gran
Melia, Jakarta.
Menurut Ruben ada sebuah blok ekonomi yang
merupakan negara Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa yang
menyerang Venezuela. Mereka menurutnya tak suka jika rakyat Venezuela
mendapatkan akses terhadap kekayaan negaranya sendiri.
Sementara
salah satu penyebab terjadinya hyper inflasi di Venezuela adalah
kelangkaan ketersediaan mata uang bolivar di beberapa wilayah.
Menurutnya ada pihak yang sengaja membawa banyak mata uang bolivar di
wilayah perbatasan.
"Di perbatasan harganya lebih tinggi. Kalau
hanya beredar di perbatasan, bagaimana di wilayah tengah ini, mau
belanja kekurangan uang. Itu yang sebenarnya kita alami. Kelangkaan uang
membuat kami sulit untuk membeli kebutuhan dasar," ungkapnya.
Kelangkaan
uang tunai itu mendorong inflasi hingga titik yang mengejutkan. Sebab
ternyata hanya sedikit dari masyarakat Venezuela yang memiliki kartu
debit ataupun kartu kredit untuk transaksi.
"Makanya mereka menyerang Venezuela dari hal yang paling dasar. Sekarang kami dalam perang ekonomi," tambahnya.
Foto: Reuters
Pemerintah Venezuela mengaku ada kekuatan imperialisme kapitalis yang
tengah menyerang negara mereka. Kekuatan itu juga yang menyebabkan
mereka tengah menderita krisis ekonomi.
Menurut Ruben ada
pihak-pihak yang tidak senang ketika Presiden Venezuela Nicolas Maduro
mulai menjalankan sistem ekonomi mandiri dengan azas sosialisme.
"Kami
diserang karena kami sedang menjalankan rencana kebebasan ekonomi.
Setiap negara harus punya akses terhadap kekayaan negaranya sendiri.
Yang paling parah kami diserang saat kita sedang mulai berusaha
mengurangi kemiskinan," tuturnya di Hotel Gran Melia.
Menurut
Ruben ada sebuah blok ekonomi yang beranggotakan negara Amerika Serikat
dan beberapa negara Eropa yang menyerang Venezuela. Mereka menurutnya,
tak suka jika rakyat Venezuela mendapatkan akses terhadap kekayaan
negaranya sendiri.
"Kami di Venezuela juga untuk mendapatkan
obat-obatan dan makan itu sangat sulit. Karena adanya blok ekonomi
keuangan politik dan gerakan diplomatis terhadap Venezuela," tambahnya.
Tak
hanya itu, menurutnya media-media asing kenamaan juga ikut
berpartisipasi. Menurutnya banyak media yang memberitakan kondisi yang
tidak benar terhadap Venezuela.
"Mereka bilang kalau di Venezuela
ada diktator, mereka bilang kalau di Venezuela ada penyelundupan
narkoba. Mereka menuduh kita telah melakukan pembunuhan. Itu merupakan
cara mereka untuk memanipulasi dan tidak mengizinkan kalau rakyat
Venezuela memiliki hak," tegasnya.
Ruben yakin, tujuan dari
negara tersebut ingin menggagalkan rencana pemerintah Venezuela
menguasai kekayaan alamnya berupa minyak bumi melalui prinsip
sosialisme. Mereka ingin agar kekayaan alam di Venezuela tetap bisa
dikuasai oleh segelintir individu.
"Mungkin masih ingat apa yang
terjadi di Kuba selama 50 tahun. Pihak yang memblok itu juga sedang
mengaplikasikan ke Venezuela secara pelan-pelan sejak 3 tahun yang lalu.
Mereka bilang Venezuela itu ancaman keamanan bagi AS, sebuah negara
punya kekuatan militer dan ekonomi," tegasnya.
Foto: Dok. Reuters
Pemerintah Venezuela menyiapkan beberapa strategi untuk menyelamatkan
rakyatnya dari kelaparan akibat lonjakan inflasi yang sangat tinggi.
Pertama pemerintah Venezuela akan menganggarkan anggaran negaranya
sebagian besar untuk mengurangi kemiskinan.
"Kami melakukan apa
yang bisa kami lakukan agar rakyat Venezuela tidak menderita kelaparan.
Kami menggelontorkan budget negara sebagian besar untuk warga Venezuela
agar tak merasa kelaparan," kata Ruben.
Sebelum terjadi krisis,
pemerintahan Presiden Nicolas Maduro juga telah menaikkan gaji minimum.
Tujuannya agar mengurangi angka kemiskinan.
Selain itu sebelumnya
pemerintah Venezuela juga membangun 2 juta rumah untuk rakyatnya.
Perumahan itu diharapkan dapat menampung sekitar 10 juta penduduk
Venezuela.
"Pembangunan itu juga berimbas pada tingkat kesehatan
dan pendidikan yang naik, berimbas juga pada kehidupan yang layak. Tentu
Amerika Serikat dan Uni Eropa tidak tertarik dengan hal itu,"
terangnya.
Untuk menstabilkan kondisi ekonomi, pemerintah
Venezuela akan berjuang menstabilkan harga-harga pangan. Mereka juga
tengah kesulitan pasokan bahan pangan.
Sementara untuk meredam
inflasi, pemerintah Venezuela mengeluarkan mata uang baru bertajuk
sovereign bolivar. Pada Februari lalu Maduro sudah mengeluarkan uang
kripto bernama petro, yang kemudian mendapatkan penolakan dati Presiden
AS Donald Trump.
Uang digital petro ini nilainya setara dengan
US$ 60 atau satu barel minyak Venezuela. Petro diharapkan bisa
mengumpulkan uang tunai di tengah krisis ekonomi yang melanda.
"Saat
ini kami sedang berusaha melakukan rencana-rencana dalam bidang ekonomi
dan politik agar bisa membangun Venezuela yang seperti dulu. Kami cinta
damai tapi kami tidak bodoh. Kami akan melindungi kedaulatan kami. Kami
tidak akan kalah dengan ancaman-ancaman itu. Kami akan selalu berjuang
demi terjaminnya hak-hak kami," tegasnya.
Credit
finance.detik.com