Selasa, 27 Maret 2018
Senapan Mesin Hamas Kecoh Sistem Rudal Iron Dome Israel
TEL AVIV
- Alarm sistem pertahanan rudal Iron Dome Israel berbunyi nyaring dan
melepaskan tembakan rudal ke udara dengan tujuan menembak jatuh misil
yang diduga menerobos masuk ke negara itu. Anehnya, tak ada misil musuh
yang ke negara Yahudi tersebut.
Sistem Iron Dome ternyata terkecoh oleh suara senapan mesin kelompok Hamas yang menggelar latihan tembak di Jalur Gaza, Palestina.
Insiden tersebut terjadi pada hari Minggu. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pun dibuat bingung karena tanda bahaya yang dibunyikan oleh Iron Dome tak muncul.
Alarm itu juga membuat banyak warga Israel berlari untuk berlindung di kota Sderot dan Ashkelon. Sebagian lagi berlindung ke wilayah distrik lain di Israel selatan.
Kecohan senapan senapan mesin Hamas membuat Iron Dome menembakkan sekitar sepuluh rudal Tamir yang masing-masing seharga sekitar USD50.000. Apa yang ditembak oleh sekitar sepuluh rudal itu tak lain hanya target imajiner di langit.
“Semua alarm dipicu oleh tembakan senapan mesin di Gaza. Tidak ada roket yang jatuh di wilayah Israel," kata juru bicara IDF Brigadir Jenderal Ronen Manelis kepada wartawan, seperti dikutip Reuters, Senin (26/3/2018).
Dia mengatakan, sistem Iron Dome juga digunakan terhadap tembakan senapan mesin.
Ketika militer Israel sedang menyelidiki situasi di balik respons prematur sistem Iron Dome, juru bicara sayap militer Hamas, Abu Ubaida, dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada roket yang ditembakkan ke arah Israel.
Selain itu, Hamas mengklaim telah memperingatkan warga Israel menjelang latihan tembak senapan mesin dan menyatakan latihan hanya bertujuan defensif.
Namun, militer Israel menganggap tembakan senapan mesin Hamas itu tak wajar. "Israel membalas tembakan senapan mesin yang tidak biasa terhadap Israel dengan menargetkan dua pos pengamatan di Jalur Gaza utara. Israel menganggap serius semua jenis tembakan yang ditujukan terhadap wilayah Israel," kata IDF dalam sebuah penyataan.
Hamas pun mengecam respons Israel dan menuduh Tel Aviv telah memperparah ketegangan di kantong wilayah yang sudah tidak stabil. "Musuh (Israel) memikul tanggung jawab atas eskalasi apapun dan kami tidak akan diborgol melawan agresi apa pun," kata Abu Ubaida.
Sistem Iron Dome ternyata terkecoh oleh suara senapan mesin kelompok Hamas yang menggelar latihan tembak di Jalur Gaza, Palestina.
Insiden tersebut terjadi pada hari Minggu. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pun dibuat bingung karena tanda bahaya yang dibunyikan oleh Iron Dome tak muncul.
Alarm itu juga membuat banyak warga Israel berlari untuk berlindung di kota Sderot dan Ashkelon. Sebagian lagi berlindung ke wilayah distrik lain di Israel selatan.
Kecohan senapan senapan mesin Hamas membuat Iron Dome menembakkan sekitar sepuluh rudal Tamir yang masing-masing seharga sekitar USD50.000. Apa yang ditembak oleh sekitar sepuluh rudal itu tak lain hanya target imajiner di langit.
“Semua alarm dipicu oleh tembakan senapan mesin di Gaza. Tidak ada roket yang jatuh di wilayah Israel," kata juru bicara IDF Brigadir Jenderal Ronen Manelis kepada wartawan, seperti dikutip Reuters, Senin (26/3/2018).
Dia mengatakan, sistem Iron Dome juga digunakan terhadap tembakan senapan mesin.
Ketika militer Israel sedang menyelidiki situasi di balik respons prematur sistem Iron Dome, juru bicara sayap militer Hamas, Abu Ubaida, dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada roket yang ditembakkan ke arah Israel.
Selain itu, Hamas mengklaim telah memperingatkan warga Israel menjelang latihan tembak senapan mesin dan menyatakan latihan hanya bertujuan defensif.
Namun, militer Israel menganggap tembakan senapan mesin Hamas itu tak wajar. "Israel membalas tembakan senapan mesin yang tidak biasa terhadap Israel dengan menargetkan dua pos pengamatan di Jalur Gaza utara. Israel menganggap serius semua jenis tembakan yang ditujukan terhadap wilayah Israel," kata IDF dalam sebuah penyataan.
Hamas pun mengecam respons Israel dan menuduh Tel Aviv telah memperparah ketegangan di kantong wilayah yang sudah tidak stabil. "Musuh (Israel) memikul tanggung jawab atas eskalasi apapun dan kami tidak akan diborgol melawan agresi apa pun," kata Abu Ubaida.
Credit sindonews.com
Pentagon: AS Sangat Hargai Hubungan Militer dengan Indonesia
WASHINGTON
- Kepala Pentagon James Norman Mattis mengatakan, Amerika Serikat (AS)
sangat menghargai hubungan militer dengan Indonesia. Hal itu disampaikan
saat menyambut kunjungan Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari
Marsudi ke Pentagon.
"Indonesia mitra yang berpikiran sama dengan berbagi nilai-nilai demokrasi dan kepentingan," kata Mattis.
Selain menghargai hubungan militer kedua negara, menurut Menteri Pertahanan AS tersebut, Washington juga mencatat bahwa sikap Indonesia yang menjunjung tinggi atau bersikap hormat terhadap hukum internasional. Sebagai contoh, negara yang beribukota di Jakarta ini teguh menjaga integritas teritorial di Laut China Selatan dan kedaulatannya.
Saat menyambut diplomat tertinggi Indonesia itu, Menhan Amerika memuji Indonesia dalam peran kontraterorisme dan upaya rekonsiliasi untuk Afghanistan.
"Saya percaya kedua negara kita memiliki peluang - mungkin bahkan peluang dalam satu generasi - untuk kerja sama dalam masalah ekonomi, diplomatik dan keamanan bersama," kata Mattis dalam sebuah upacara menyambut diplomat tertinggi Indonesia tersebut.
"Saya pikir penting bagi negara-negara kita untuk bekerja bersama dan berbagi tanggung jawab untuk keamanan regional di persimpangan kritis perdagangan global," ujar Mattis yang dikutip SINDOnews, selasa (27/3/2018) dari website resmi Pentagon.
Mattis mengatakan, Indonesia adalah titik tumpu geografis dan diplomatik untuk kawasan Indo-Pasifik. Dia mencatat kemampuan Indonesia dalam membangun konsensus di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), yang dia sebut berperan penting dalam upaya untuk memperluas kontraterorisme, meningkatkan kerja sama maritim dan mempromosikan keamanan kolektif.
"Kami juga menghargai dukungan Indonesia untuk upaya rekonsiliasi di Afghanistan," puji kepala Pentagon tersebut.
"Kami menyambut inisiatif Anda untuk menjadi tuan rumah pertemuan segitiga para pemimpin agama (ulama) Afghanistan, Pakistan, dan Indonesia. Mengingat masyarakat multietnis bangsa Anda, suara Anda dalam mengecam kekerasan teologis dan dukungan Anda terhadap proses perdamaian menunjukkan jalan menuju perdamaian abadi di Afghanistan, negara yang telah menderita terlalu lama dari perang," papar Mattis.
Menhan Mattis juga berterima kasih kepada Menlu Retno atas kepemimpinan Indonesia dalam pelatihan dan interoperabilitas dengan tetangga-tetangganya. "Kami percaya itu adalah faktor stabilisasi atas apa yang Anda lakukan," katanya.
"Perjanjian kerja sama trilateral Anda dengan Malaysia dan Filipina berfungsi sebagai model yang baik dari Laut Natuna Utara, hingga Laut Sulu dan seterusnya," imbuh Mattis.
"Indonesia mitra yang berpikiran sama dengan berbagi nilai-nilai demokrasi dan kepentingan," kata Mattis.
Selain menghargai hubungan militer kedua negara, menurut Menteri Pertahanan AS tersebut, Washington juga mencatat bahwa sikap Indonesia yang menjunjung tinggi atau bersikap hormat terhadap hukum internasional. Sebagai contoh, negara yang beribukota di Jakarta ini teguh menjaga integritas teritorial di Laut China Selatan dan kedaulatannya.
Saat menyambut diplomat tertinggi Indonesia itu, Menhan Amerika memuji Indonesia dalam peran kontraterorisme dan upaya rekonsiliasi untuk Afghanistan.
"Saya percaya kedua negara kita memiliki peluang - mungkin bahkan peluang dalam satu generasi - untuk kerja sama dalam masalah ekonomi, diplomatik dan keamanan bersama," kata Mattis dalam sebuah upacara menyambut diplomat tertinggi Indonesia tersebut.
"Saya pikir penting bagi negara-negara kita untuk bekerja bersama dan berbagi tanggung jawab untuk keamanan regional di persimpangan kritis perdagangan global," ujar Mattis yang dikutip SINDOnews, selasa (27/3/2018) dari website resmi Pentagon.
Mattis mengatakan, Indonesia adalah titik tumpu geografis dan diplomatik untuk kawasan Indo-Pasifik. Dia mencatat kemampuan Indonesia dalam membangun konsensus di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), yang dia sebut berperan penting dalam upaya untuk memperluas kontraterorisme, meningkatkan kerja sama maritim dan mempromosikan keamanan kolektif.
"Kami juga menghargai dukungan Indonesia untuk upaya rekonsiliasi di Afghanistan," puji kepala Pentagon tersebut.
"Kami menyambut inisiatif Anda untuk menjadi tuan rumah pertemuan segitiga para pemimpin agama (ulama) Afghanistan, Pakistan, dan Indonesia. Mengingat masyarakat multietnis bangsa Anda, suara Anda dalam mengecam kekerasan teologis dan dukungan Anda terhadap proses perdamaian menunjukkan jalan menuju perdamaian abadi di Afghanistan, negara yang telah menderita terlalu lama dari perang," papar Mattis.
Menhan Mattis juga berterima kasih kepada Menlu Retno atas kepemimpinan Indonesia dalam pelatihan dan interoperabilitas dengan tetangga-tetangganya. "Kami percaya itu adalah faktor stabilisasi atas apa yang Anda lakukan," katanya.
"Perjanjian kerja sama trilateral Anda dengan Malaysia dan Filipina berfungsi sebagai model yang baik dari Laut Natuna Utara, hingga Laut Sulu dan seterusnya," imbuh Mattis.
Credit sindonews.com
Sambut Menlu Retno di Pentagon, Menhan AS Puji Indonesia
WASHINGTON
- Menteri Pertahanan (Menhan) Amerika Serikat (AS) James Norman Mattis
menyambut kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Lestari
Priansari Marsudi ke Pentagon, Senin waktu AS. Mattis memuji Indonesia
dalam peran kontraterorisme dan upaya rekonsiliasi untuk Afghanistan.
"Saya percaya kedua negara kita memiliki peluang - mungkin bahkan peluang dalam satu generasi - untuk kerja sama dalam masalah ekonomi, diplomatik dan keamanan bersama," kata Mattis dalam sebuah upacara menyambut diplomat tertinggi Indonesia tersebut.
"Saya pikir penting bagi negara-negara kita untuk bekerja bersama dan berbagi tanggung jawab untuk keamanan regional di persimpangan kritis perdagangan global," ujar Mattis yang dikutip SINDOnews, selasa (27/3/2018) dari website resmi Pentagon.
Mattis mengatakan, Indonesia adalah titik tumpu geografis dan diplomatik untuk kawasan Indo-Pasifik. Dia mencatat kemampuan Indonesia dalam membangun konsensus di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), yang dia sebut berperan penting dalam upaya untuk memperluas kontraterorisme, meningkatkan kerja sama maritim dan mempromosikan keamanan kolektif.
"Kami juga menghargai dukungan Indonesia untuk upaya rekonsiliasi di Afghanistan," puji kepala Pentagon tersebut.
"Kami menyambut inisiatif Anda untuk menjadi tuan rumah pertemuan segitiga para pemimpin agama (ulama) Afghanistan, Pakistan, dan Indonesia. Mengingat masyarakat multietnis bangsa Anda, suara Anda dalam mengecam kekerasan teologis dan dukungan Anda terhadap proses perdamaian menunjukkan jalan menuju perdamaian abadi di Afghanistan, negara yang telah menderita terlalu lama dari perang," papar Mattis.
Menhan Mattis juga berterima kasih kepada Menlu Retno atas kepemimpinan Indonesia dalam pelatihan dan interoperabilitas dengan tetangga-tetangganya. "Kami percaya itu adalah faktor stabilisasi atas apa yang Anda lakukan," katanya.
"Perjanjian kerja sama trilateral Anda dengan Malaysia dan Filipina berfungsi sebagai model yang baik dari Laut Natuna Utara, hingga Laut Sulu dan seterusnya," imbuh Mattis.
"Saya percaya kedua negara kita memiliki peluang - mungkin bahkan peluang dalam satu generasi - untuk kerja sama dalam masalah ekonomi, diplomatik dan keamanan bersama," kata Mattis dalam sebuah upacara menyambut diplomat tertinggi Indonesia tersebut.
"Saya pikir penting bagi negara-negara kita untuk bekerja bersama dan berbagi tanggung jawab untuk keamanan regional di persimpangan kritis perdagangan global," ujar Mattis yang dikutip SINDOnews, selasa (27/3/2018) dari website resmi Pentagon.
Mattis mengatakan, Indonesia adalah titik tumpu geografis dan diplomatik untuk kawasan Indo-Pasifik. Dia mencatat kemampuan Indonesia dalam membangun konsensus di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), yang dia sebut berperan penting dalam upaya untuk memperluas kontraterorisme, meningkatkan kerja sama maritim dan mempromosikan keamanan kolektif.
"Kami juga menghargai dukungan Indonesia untuk upaya rekonsiliasi di Afghanistan," puji kepala Pentagon tersebut.
"Kami menyambut inisiatif Anda untuk menjadi tuan rumah pertemuan segitiga para pemimpin agama (ulama) Afghanistan, Pakistan, dan Indonesia. Mengingat masyarakat multietnis bangsa Anda, suara Anda dalam mengecam kekerasan teologis dan dukungan Anda terhadap proses perdamaian menunjukkan jalan menuju perdamaian abadi di Afghanistan, negara yang telah menderita terlalu lama dari perang," papar Mattis.
Menhan Mattis juga berterima kasih kepada Menlu Retno atas kepemimpinan Indonesia dalam pelatihan dan interoperabilitas dengan tetangga-tetangganya. "Kami percaya itu adalah faktor stabilisasi atas apa yang Anda lakukan," katanya.
"Perjanjian kerja sama trilateral Anda dengan Malaysia dan Filipina berfungsi sebagai model yang baik dari Laut Natuna Utara, hingga Laut Sulu dan seterusnya," imbuh Mattis.
Credit sindonews.com
Indonesia Masuk 'Tentara Islam' Ide Erdogan untuk Serang Israel
ANKARA
- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melontarkan ide membentuk
“Tentara Islam”, sebuah pasukan gabungan negara-negara anggota
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) termasuk di dalamnya Indonesia. Jika
terbentuk, pasukan gabungan ini diserukan Erdogan untuk menyerang Israel
dari semua sisi.
Gagasan Erdogan ini muncul dalam artikel surat kabar Yeni Safak—media corong pemerintah Turki. Artikel ini sejatinya sudah terbit bulan lalu, namun baru menjadi sorotan, khususnya dari media-media Barat, hari ini.
Ide pembentukan “Tentara Islam” ini tak lepas dari krisis Yerusalem, di mana Israel dinyatakan oleh negara-negara Muslim sebagai pihak yang menduduki Yerusalem. Puncak krisis Yerusalem terjadi setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Padahal, rakyat Palestina sudah lama mendambakan wilayah timur Yerusalem sebagai ibu kota masa depan negara mereka.
"İsrail'e karşı 'İslam Ordusu' kurulsa..." bunyi judul artikel itu yang bermakna "Jika 'Tentara Islam' didirikan melawan Israel ...".
Disebutkan dalam artikel itu, bahwa 57 negara anggota (OKI) diserukan untuk membentuk pasukan gabungan. Tujuannya untuk secara bersamaan menyerang Israel dari semua sisi.
"Jika negara-negara anggota OKI bersatu secara militer, mereka akan membentuk tentara terbesar dan terlengkap di dunia," bunyi salah satu kutipan dalam artikel tersebut.
OKI sejauh ini belum berkomentar atas laporan media Turki tersebut. Seperti diketahui, Indonesia adalah salah satu anggota negara OKI yang terkenal aktif dalam mewujudkan perdamaian.
"Jumlah prajurit yang aktif setidaknya akan mencapai 5.206.100 pasukan, sementara anggaran pertahanan akan mencapai sekitar USD175 miliar," lanjut artikel itu yang dikutip SINDOnews, Senin (26/3/2018).
Uniknya, laporan itu disertai peta interaktif yang menyediakan formasi pasukan militer untuk serangan "tentara Islam" secara bersama-sama terhadap Israel.
Artikel itu memberikan rincian tambahan dari rencana tersebut, dengan menyatakan; "Diharapkan 250.000 tentara akan berpartisipasi dalam operasi pertama yang memungkinkan."
“Basis darat, udara dan laut dari negara-negara anggota yang terletak di wilayah paling kritis akan digunakan," imbuh artikel tersebut.
"Pangkalan gabungan akan dibangun dalam waktu singkat ... Ini mungkin untuk 500 tank dan kendaraan lapis baja, 100 pesawat dan 500 helikopter tempur dan 50 kapal untuk dimobilisasi dengan cepat."
Gagasan Erdogan ini muncul dalam artikel surat kabar Yeni Safak—media corong pemerintah Turki. Artikel ini sejatinya sudah terbit bulan lalu, namun baru menjadi sorotan, khususnya dari media-media Barat, hari ini.
Ide pembentukan “Tentara Islam” ini tak lepas dari krisis Yerusalem, di mana Israel dinyatakan oleh negara-negara Muslim sebagai pihak yang menduduki Yerusalem. Puncak krisis Yerusalem terjadi setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Padahal, rakyat Palestina sudah lama mendambakan wilayah timur Yerusalem sebagai ibu kota masa depan negara mereka.
"İsrail'e karşı 'İslam Ordusu' kurulsa..." bunyi judul artikel itu yang bermakna "Jika 'Tentara Islam' didirikan melawan Israel ...".
Disebutkan dalam artikel itu, bahwa 57 negara anggota (OKI) diserukan untuk membentuk pasukan gabungan. Tujuannya untuk secara bersamaan menyerang Israel dari semua sisi.
"Jika negara-negara anggota OKI bersatu secara militer, mereka akan membentuk tentara terbesar dan terlengkap di dunia," bunyi salah satu kutipan dalam artikel tersebut.
OKI sejauh ini belum berkomentar atas laporan media Turki tersebut. Seperti diketahui, Indonesia adalah salah satu anggota negara OKI yang terkenal aktif dalam mewujudkan perdamaian.
"Jumlah prajurit yang aktif setidaknya akan mencapai 5.206.100 pasukan, sementara anggaran pertahanan akan mencapai sekitar USD175 miliar," lanjut artikel itu yang dikutip SINDOnews, Senin (26/3/2018).
Uniknya, laporan itu disertai peta interaktif yang menyediakan formasi pasukan militer untuk serangan "tentara Islam" secara bersama-sama terhadap Israel.
Artikel itu memberikan rincian tambahan dari rencana tersebut, dengan menyatakan; "Diharapkan 250.000 tentara akan berpartisipasi dalam operasi pertama yang memungkinkan."
“Basis darat, udara dan laut dari negara-negara anggota yang terletak di wilayah paling kritis akan digunakan," imbuh artikel tersebut.
"Pangkalan gabungan akan dibangun dalam waktu singkat ... Ini mungkin untuk 500 tank dan kendaraan lapis baja, 100 pesawat dan 500 helikopter tempur dan 50 kapal untuk dimobilisasi dengan cepat."
Ke-57 negara anggota OKI yang diserukan membentuk “Tentara Islam” itu antara lain; Afghanistan, Albania, Azerbaijan, Bahrain, Bangladesh, Benin, Uni Emirat Arab (UEA), Brunei, Burkina-Faso, Aljazair, Djibouti, Chad, Indonesia, Maroko, Pantai Gading, Palestina, Gabon, Gambia, Guinea, Guinea-Bissau, Guyana Irak, Iran, Kamerun, Qatar, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Komoro, Kuwait, Libya, Lebanon, Maladewa, Malaysia, Mali, Mesir, Mauritania, Mozambik, Niger, Nigeria, Uzbekistan, Pakistan, Senegal, Sierra Leone, Somalia, Sudan, Suriname, Arab Saudi, Tajikistan, Togo, Tunisia, Turki, Turkmenistan, Uganda, Oman, Yordania, dan Yaman.
Artikel tersebut juga memuat perbandingan kekuatan “Tentara Islam” dengan tentara Israel. Dalam sebuah infografis disebutkan, negara-negara OKI yang bila membentuk “Tentara Islam” memiliki total penduduk 1.674.526.931 jiwa dan bisa memiliki tentara gabungan 5.206.100 pasukan. Sebaliknya, Israel hanya memiliki populasi 8.049.314 jiwa dengan kekuatan 160.000 tentara.
Dari segi anggaran pertahanan pun juga diulas. Negara-negara OKI bila membentuk “Tentara Islam” bisa mengumpulkan anggaran pertahanan USD174.728.420. Sedangkan anggaran pertahanan Israel ditaksir sekitar USD15.600.000.
Tak hanya itu, OKI dalam artikel tersebut juga memiliki kekuatan senjata nuklir. Hal itu merujuk pada senjata nuklir yang dimiliki Pakistan, sebagai salah satu anggotanya. Israel sendiri sejatinya juga memiliki senjata nuklir namun tidak pernah bersedia mengonfirmasi.
Credit sindonews.com
Heboh, Erdogan Serukan 'Tentara Islam' Serang Israel di Semua Sisi
ANKARA
- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Partai Keadilan dan
Pembangunan (AKP)-nya diam-diam merencanakan untuk membuat "tentara
Islam" dan menyerukannya untuk perang melawan Israel di semua sisi.
Rencana Erdogan yang menghebohkan media Barat ini terungkap dari artikel
surat kabar Turki, Yeni Safak.
Surat kabar yang dikenal sebagai corong pemerintah Erdogan ini sejatinya menerbitkan artikel itu pada bulan lalu dalam bahasa Turki. Artikel itu sejatinya hasil pertemuan Erdogan dan AKP—partai berkuasa di Turki saat ini.
"İsrail'e karşı 'İslam Ordusu' kurulsa..." bunyi judul artikel itu yang bermakna "Jika 'Tentara Islam' didirikan melawan Israel ...".
Disebutkan dalam artikel itu, bahwa 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) diserukan untuk membentuk pasukan gabungan. Tujuannya untuk secara bersamaan menyerang Israel dari semua sisi.
"Jika negara-negara anggota OKI bersatu secara militer, mereka akan membentuk tentara terbesar dan terlengkap di dunia," bunyi salah satu kutipan dalam artikel tersebut.
OKI sejauh ini belum berkomentar atas laporan media Turki tersebut. Seperti diketahui, Indonesia adalah salah satu anggota negara OKI yang terkenal aktif dalam mewujudkan perdamaian.
"Jumlah prajurit yang aktif setidaknya akan mencapai 5.206.100 pasukan, sementara anggaran pertahanan akan mencapai sekitar USD175 miliar," lanjut artikel itu yang dikutip SINDOnews, Senin (26/3/2018).
Uniknya, laporan itu disertai peta interaktif yang menyediakan formasi pasukan militer untuk serangan "tentara Islam" secara bersama-sama terhadap Israel.
Artikel itu memberikan rincian tambahan dari rencana tersebut, dengan menyatakan; "Diharapkan 250.000 tentara akan berpartisipasi dalam operasi pertama yang memungkinkan."
“Basis darat, udara dan laut dari negara-negara anggota yang terletak di wilayah paling kritis akan digunakan," imbuh artikel tersebut.
"Pangkalan gabungan akan dibangun dalam waktu singkat ... Ini mungkin untuk 500 tank dan kendaraan lapis baja, 100 pesawat dan 500 helikopter tempur dan 50 kapal untuk dimobilisasi dengan cepat."
Erdogan tidak membantah dukungannya atas laporan itu dan pada beberapa kesempatan mengatakan dia ingin menghidupkan kembali Kekaisaran Ottoman.
Pemerintah Erdogan saat ini telah mendirikan pangkalan militer di Qatar dan Somalia dan baru-baru ini mencapai kesepakatan dengan Sudan untuk memperoleh sebuah pulau Sudan di Laut Merah untuk digunakan sebagai pangkalan militer.
Surat kabar yang dikenal sebagai corong pemerintah Erdogan ini sejatinya menerbitkan artikel itu pada bulan lalu dalam bahasa Turki. Artikel itu sejatinya hasil pertemuan Erdogan dan AKP—partai berkuasa di Turki saat ini.
"İsrail'e karşı 'İslam Ordusu' kurulsa..." bunyi judul artikel itu yang bermakna "Jika 'Tentara Islam' didirikan melawan Israel ...".
Disebutkan dalam artikel itu, bahwa 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) diserukan untuk membentuk pasukan gabungan. Tujuannya untuk secara bersamaan menyerang Israel dari semua sisi.
"Jika negara-negara anggota OKI bersatu secara militer, mereka akan membentuk tentara terbesar dan terlengkap di dunia," bunyi salah satu kutipan dalam artikel tersebut.
OKI sejauh ini belum berkomentar atas laporan media Turki tersebut. Seperti diketahui, Indonesia adalah salah satu anggota negara OKI yang terkenal aktif dalam mewujudkan perdamaian.
"Jumlah prajurit yang aktif setidaknya akan mencapai 5.206.100 pasukan, sementara anggaran pertahanan akan mencapai sekitar USD175 miliar," lanjut artikel itu yang dikutip SINDOnews, Senin (26/3/2018).
Uniknya, laporan itu disertai peta interaktif yang menyediakan formasi pasukan militer untuk serangan "tentara Islam" secara bersama-sama terhadap Israel.
Artikel itu memberikan rincian tambahan dari rencana tersebut, dengan menyatakan; "Diharapkan 250.000 tentara akan berpartisipasi dalam operasi pertama yang memungkinkan."
“Basis darat, udara dan laut dari negara-negara anggota yang terletak di wilayah paling kritis akan digunakan," imbuh artikel tersebut.
"Pangkalan gabungan akan dibangun dalam waktu singkat ... Ini mungkin untuk 500 tank dan kendaraan lapis baja, 100 pesawat dan 500 helikopter tempur dan 50 kapal untuk dimobilisasi dengan cepat."
Erdogan tidak membantah dukungannya atas laporan itu dan pada beberapa kesempatan mengatakan dia ingin menghidupkan kembali Kekaisaran Ottoman.
Pemerintah Erdogan saat ini telah mendirikan pangkalan militer di Qatar dan Somalia dan baru-baru ini mencapai kesepakatan dengan Sudan untuk memperoleh sebuah pulau Sudan di Laut Merah untuk digunakan sebagai pangkalan militer.
Dia juga berulang kali mengancam akan menyerang pulau-pulau Yunani di Mediterania dan baru-baru ini menyerang Afrin, Suriah, dengan dalih memerangi "teroris" Kurdi.
Credit sindonews.com
Sekejn PBB terkejut oleh pidato Jenderal Myanmar soal etnik minoritas
PBB, New York (CB) - Sekretaris Jenderal PBB Antonio
Guterres terkejut oleh pernyataan kepala staf Angkatan Darat Myanmar
mengenai orang Rohingya, kata wakil juru bicara Guterres pada Senin
(26/3).
"Sekretaris jenderal terkejut dengan laporan hari ini mengenai pernyataan yang dikeluarkan oleh Jenderal Senior Myanmar U Min Aung Hlaing," kata Farhan Haq di dalam satu pernyataan.
Dalam satu pertemuan di Negara Bagian Kachin, Myanmar Utara, Min Aung Hlaing dilaporkan menyebut orang Rohingya sebagai "orang Benggala" dan mengatakan mereka "tidak memiliki karakter atau kebudayaan yang sama dengan etnik Myanmar".
Sekretaris jenderal PBB tersebut mendesak semua pemimpin di Myanmar agar mengambil sikap bersatu melawan hasutan kebencian dan mendorong keharmonisan masyarakat, kata pernyataan itu, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi. "Kepemimpinan semacam itu sangat diperlukan untuk memajukan langkah kelembagaan guna memerangi diskriminasi dan menerapkan saran Komisi Penasehat Rakhine," katanya.
Sekretaris jenderal PBB itu kembali menyampaikan pentingnya penanganan pangkal kerusuhan dan tanggung-jawab Pemerintah Myanmar untuk menyediakan keamanan dan bantuan buat mereka yang memerlukan, kata pernyataan tersebut.
Sementara itu, penting bahwa keadaan dipastikan orang Rohingya bisa pulang secara sukarela, aman dan bermartabat, tambah pernyataan tersebut.
Milisi Rohingya melancarkan serangan mematikan terhadap pasukan keamanan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, pada 25 Agustus 2017. Tindakan itu menyulut aksi pembalasan oleh tentara pemerintah dan penjaga keamanan Myanmar.
Sebanyak 688.000 pengungsi Rohingya telah menyeberangi perbatasan ke negara tetangga Myanmar, Bangladesh, sampai Februari 2018.
"Sekretaris jenderal terkejut dengan laporan hari ini mengenai pernyataan yang dikeluarkan oleh Jenderal Senior Myanmar U Min Aung Hlaing," kata Farhan Haq di dalam satu pernyataan.
Dalam satu pertemuan di Negara Bagian Kachin, Myanmar Utara, Min Aung Hlaing dilaporkan menyebut orang Rohingya sebagai "orang Benggala" dan mengatakan mereka "tidak memiliki karakter atau kebudayaan yang sama dengan etnik Myanmar".
Sekretaris jenderal PBB tersebut mendesak semua pemimpin di Myanmar agar mengambil sikap bersatu melawan hasutan kebencian dan mendorong keharmonisan masyarakat, kata pernyataan itu, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi. "Kepemimpinan semacam itu sangat diperlukan untuk memajukan langkah kelembagaan guna memerangi diskriminasi dan menerapkan saran Komisi Penasehat Rakhine," katanya.
Sekretaris jenderal PBB itu kembali menyampaikan pentingnya penanganan pangkal kerusuhan dan tanggung-jawab Pemerintah Myanmar untuk menyediakan keamanan dan bantuan buat mereka yang memerlukan, kata pernyataan tersebut.
Sementara itu, penting bahwa keadaan dipastikan orang Rohingya bisa pulang secara sukarela, aman dan bermartabat, tambah pernyataan tersebut.
Milisi Rohingya melancarkan serangan mematikan terhadap pasukan keamanan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, pada 25 Agustus 2017. Tindakan itu menyulut aksi pembalasan oleh tentara pemerintah dan penjaga keamanan Myanmar.
Sebanyak 688.000 pengungsi Rohingya telah menyeberangi perbatasan ke negara tetangga Myanmar, Bangladesh, sampai Februari 2018.
Credit antaranews.com
Tiangong-1 jatuh ke Bumi mulai 31 Maret, perlukah waspada? ini penjelasannya
Beijing (CB) - Pengamat dari Pusat Pengendalian Ruang
Angkasa Beijing (BACC) memperkirakan stasiun ruang angkasa pertama milik
China Tiangong-1 jatuh ke bumi antara tanggal 31 Maret hingga 4 April
2018.
Lembaga Teknis Ruang Angkasa Nirawak China (CMSEO) mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir kejatuhan serpihan material stasiun ruang angkasa itu karena akan terbakar habis saat menyentuh atmosfer, demikian media resmi setempat, Selasa.
Berdasarkan pengamatan lembaga tersebut pada Minggu (25/3), Tiangong-1 berada pada orbitnya di ketinggian 216,2 kilometer dari permukaan bumi dan dalam kondisi utuh.
Tiangong-1 diluncurkan pada 29 September 2011 dan tugasnya berakhir pada 16 Maret 2016 setelah sudah tidak memberikan sinyal apa pun ke bumi.
Rentang orbit stasiun luar angkasa itu berada pada kisaran 43 derajat lintang utara hingga 43 derajat lintang selatan.
Hal itu berarti orbitnya membentang luas di atas kawasan Amerika Utara, Amerika Selatan, China, Timur Tengah, Afrika, Australia, sebagian Eropa, Samudra Pasifik, dan Samudra Atlantik.
Pakar luar angkasa, Pang Zhihao, mengemukakan bahwa sesuai tradisi yang berlaku secara internasional biasanya bekas pesawat luar angkasa yang berada di orbit dekat bumi dibiarkan jatuh hingga dasar lautan di Samudra Pasifik yang jauh dari wilayah daratan.
Dasar lautan yang disebut sebagai kuburan pesawat luar angkasa itu juga sebelumnya menjadi "tempat peristirahatan terakhir" bagi stasiun luar angkasa MIR dan program luar angkasa Rusia serta Observatorium Compton Gamma Ray milik Amerika Serikat.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin mengatakan bahwa jatuhnya Tiangong-1 tidak dapat dicegah.
Namun dia meminta media massa dan pengamat agar tidak berandai-andai yang justru berpotensi meresahkan masyarakat, apalagi jatuhnya pesawat atau stasiun luar angksa telah beberapa kali terjadi sehingga tidak perlu dikhawatirkan.
Kalaupun nanti di wilayah Indonesia, dia memperkirakan lokasi jatuhnya Tiangong-1 di kawasan tidak berpenghuni karena wilayah permukiman Indonesia jauh lebih kecil daripada luas lautan, hutan, dan gurun.
Lembaga Teknis Ruang Angkasa Nirawak China (CMSEO) mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir kejatuhan serpihan material stasiun ruang angkasa itu karena akan terbakar habis saat menyentuh atmosfer, demikian media resmi setempat, Selasa.
Berdasarkan pengamatan lembaga tersebut pada Minggu (25/3), Tiangong-1 berada pada orbitnya di ketinggian 216,2 kilometer dari permukaan bumi dan dalam kondisi utuh.
Tiangong-1 diluncurkan pada 29 September 2011 dan tugasnya berakhir pada 16 Maret 2016 setelah sudah tidak memberikan sinyal apa pun ke bumi.
Rentang orbit stasiun luar angkasa itu berada pada kisaran 43 derajat lintang utara hingga 43 derajat lintang selatan.
Hal itu berarti orbitnya membentang luas di atas kawasan Amerika Utara, Amerika Selatan, China, Timur Tengah, Afrika, Australia, sebagian Eropa, Samudra Pasifik, dan Samudra Atlantik.
Pakar luar angkasa, Pang Zhihao, mengemukakan bahwa sesuai tradisi yang berlaku secara internasional biasanya bekas pesawat luar angkasa yang berada di orbit dekat bumi dibiarkan jatuh hingga dasar lautan di Samudra Pasifik yang jauh dari wilayah daratan.
Dasar lautan yang disebut sebagai kuburan pesawat luar angkasa itu juga sebelumnya menjadi "tempat peristirahatan terakhir" bagi stasiun luar angkasa MIR dan program luar angkasa Rusia serta Observatorium Compton Gamma Ray milik Amerika Serikat.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin mengatakan bahwa jatuhnya Tiangong-1 tidak dapat dicegah.
Namun dia meminta media massa dan pengamat agar tidak berandai-andai yang justru berpotensi meresahkan masyarakat, apalagi jatuhnya pesawat atau stasiun luar angksa telah beberapa kali terjadi sehingga tidak perlu dikhawatirkan.
Kalaupun nanti di wilayah Indonesia, dia memperkirakan lokasi jatuhnya Tiangong-1 di kawasan tidak berpenghuni karena wilayah permukiman Indonesia jauh lebih kecil daripada luas lautan, hutan, dan gurun.
Credit antaranews.com
Jelang Pemilu, Malaysia Ajukan RUU Anti-Hoaks
Perdana Menteri Malaysia Najib Razak
mengajukan rancangan undang-undang (RUU) anti-hoaks menjelang pemilihan
umum. (REUTERS/Olivia Harris)
Rancangan Undang-undang (RUU) tersebut diajukan menjelang pemilihan umum yang sedianya bakal digelar beberapa pekan mendatang, di tengah menyebarnya kritik atas skandal dana 1Malaysia Development Berhad (1MDB).
Di bawah RUU Anti-Berita Palsu 2018, siapa saja yang terbukti mempublikasikan hoaks dapat dikenakan denda 500 ribu ringgit (Rp1,76 miliar), 10 tahun penjara, atau dua-duanya.
"Beleid yang diusulkan bertujuan untuk melindungi masyarakat dari menyebarnya berita palsu, dan memastikan hak-hak kebebasan berbicara dan berekspresi yang dihormati di bawah Konstitusi Federal," kata pemerintah Malaysia terkait RUU tersebut.
|
RUU yang mencakup publikasi digital, dan sosial media, akan berlaku untuk para pelanggar di luar Malaysia, termasuk warga asing, jika hal itu mempengaruhi Malaysia atau warga Malaysia.
Dalam RUU itu, pemerintah menyatakan bahwa masyarakat diharapkan lebih bertanggung jawab dan berhati-hati dalam berbagi berita dan informasi.
Kalangan oposisi di parlemen mempertanyakan urgensi dari RUU tersebut. Mereka beralasan pemerintah sudah memiliki kekuasaan yang luas atas kebebasan berbicara dan media.
"Ini adalah serangan terhadap pers dan upaya untuk menanamkan rasa takut di kalangan rakyat sebelum GE14," kata politisi oposisi Ong Kian Ming di akun Twitter-nya, tak lama setelah RUU itu diajukan. GE14 adalah istilah Malaysia untuk pemilihan umum tahun ini.
Parlemen, di mana pemerintah menguasai mayoritas, diperkirakan bakal menggelar pemungutan suara atas RUU tersebut minggu ini.
Presiden AS Donald Trump mempopulerkan istlah 'berita palsu' atau 'fake news', yang dia gunakan untuk menggambarkan laporan media dan organisasi yang kritik terhadap dia.
Istilah tersebut dengan cepat menjadi bagian dari ujaran standar para pemimpin di negara-negara otoriter seperti Venezuela dan Myanmar.
Beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Singapura dan Filipina juga telah mengusulkan beleid yang mencegah penyebaran 'berita palsu'. Rencana tersebut menuai kekhawatiran dari para aktivis kebebasan media.
Asosiasi Pers Malaysia memperingatkan beleid itu dapat melumpuhkan media karena akan memberi kekuasaan penuh bagi pemerintah untuk menghapus artikel yang dianggap merugikan ketertiban umum atau keamanan nasional.
"Memungkinkan satu pihak memiliki kekuatan yang tak perlu dipertanyakan lagi, untuk menghapus artikel yang tidak disukai dengan mudah," kata Serikat Jurnalis Nasional dalam sebuah pernyataan yang dilansir Reuters, Senin (26/3).
Foto: REUTERS/Olivia Harris
|
Skandal 1MDB yang diekspos media asing dan blog-blog berita pada 2015, tak mereda pemberitaan mereka meski PM Najib secara konsisten menyangkal kesalahan dan cengkeraman pemerintah atas media arus utama Malaysia.
Transaksi terkait 1MDB sedang diselidiki di enam negara, termasuk Amerika Serikat, di mana Departemen Kehakiman telah meluncurkan kasus perdata guna memulihkan aset-aset terkait dana tersebut, di bawah penyelidikan anti-kleptokrasi.
Pemerintah Malaysia menindak keras pemberitaan media terkait 1MDB. Menangguhkan satu surat kabar, The Edge pada 2015 dan memblokir situs web yang mempublikasikan berita yang kritis terhadap peran Najib dalam skandal tersebut.
Seorang deputi menteri, dikutip media Malaysia, pekan lalu menyatakan berita apapun tentang 1MDB yang tidak diverifikasi pemerintah adalah 'berita palsu'.
Credit cnnindonesia.com
Eks Presiden Catalonia Ditangkap, Upaya Kemerdekaan Terancam
Ilustrasi gerakan kemerdekaan Catalonia. (Reuters/Albert Gea)
Namun, meski protes pecah dan memakan banyak korban di seluruh penjuru Catalonia, penangkapan Puigdemont pada Minggu (25/3) membuat gerakan kemerdekaan jatuh ke titik terlemah dalam beberapa tahun terakhir. Hampir seluruh jajaran kepemimpinan upaya pembebasan kawasan kini sudah berada di balik jeruji menanti persidangan atau hidup di perasingan.
Melarikan diri dari Spanyol ke Belgia pada lima bulan lalu, Puigdemont dihadapkan pada dakwaan pemberontakan dengan ancaman 25 tahun penjara. Langkah hukum Madrid diambil setelah Perdana Menteri Mariano Rajoy lebih dulu membubarkan pemerintahan daerah dan menerapkan kekuasaan langsung atas Catalonia.
Sebagian besar analis yang dikutip Reuters meyakini Catalonia akan tetap dinodai kekisruhan politik hingga pemilu regional baru bisa membentuk pemerintahan yang stabil. Namun, mereka ragu krisis ini bisa berujung pada kerusuhan serius di jalanan Barcelona dan kota-kota Catalan lainnya.
Pada Minggu malam, demonstrasi menentang penangkapan Puigdemont digelar oleh puluhan ribu warga Catalan di Barcelona. Mereka pun terlibat bentrokan dengan polisi.
Di luar kantor pemerintahan pusat, polisi antihuru-hara memukuli demonstran yang mengibarkan bendera. Sejumlah orang yang dihantam dengan baton itu tampak berdarah-darah di bagian jidat.
Sekitar 100 orang terluka di seluruh penjuru wilayah, termasuk 23 anggota kepolisian Spanyol. Sementara itu, sembilan warga ditangkap, kata pihak berwenang.
Gelombang protes itu menyusul keputusan Mahkamah Agung Spanyol pada Jumat, yang menyatakan 25 pemimpin Catalan, termasuk Puigdemont, akan disidang atas dugaan pemberontakan, penggelapan atau penentangan terhadap pemerintah, terkait referendum kemerdekaan Oktober lalu.
Pemerintahan Madrid menganggap referendum yang diboykot oleh penentang kemerdekaan itu adalah langkah yang ilegal. PM Rajoy kemudian mengambil alih kuasa atas kawasan kaya raya di timur laut itu, menyusul deklarasi simbolis yang dilakukan parlemen Catalan.
Pada Jumat, pengadilan juga mengatifkan kembali surat perintah penangkapan internasional untuk empat polirikus lain yang mengasingkan diri, tahun lalu. Puigdemont dan sejumlah separatis lain menampik telah melakukan pelanggaran hukum.
Tindakan paksa pemerintah dan pengadilan tampaknya mengakhiri krisis politik paling parah di Spanyol sejak kembalinya demokrasi pada 1970-an silam.
"Tampaknya gerakan separatis mulai tumbang," kata analis Kepler Chevreux, Adrian Zunzunegui, dalam catatan pada Senin. "Kami memperkirakan bakal ada beberapa bulan ketidakpastian, dan kemungkinan besar pemilu akan diadakan saat itu."
Pemilu bisa menguntungkan maupun merugikan pemerintahan, mengingat simpati separatis masih tersisa di Catalonia, meski jumlah dukungannya terus menurun dalam beberapa bulan terakhir.
Credit cnnindonesia.com
Fenomena Aneh Salju Oranye di Rusia dan Eropa Timur
Siberia yang tertutup salju. (REUTERS/Ilya Naymushin)
Foto-foto salju berwarna oranye muncul di berbagai media sosial, termasuk dari para pemain ski di sebuah resor dekat Sochi, Rusia.
Salju yang biasanya berwarna putih, berubah warna akibat badai pasir yang bertiup di seluruh gurun pasir Sahara, Afrika Utara.
"Kami berski di Mars hari ini," tulis seorang pengguna akun media sosial sembari meluncur di lereng bersalju seperti dilansir CNN, Minggu (25/3).
Badai pasir menyebar dari Yunani hingga Rusia begitu luasnya hingga dapat terlihat dari gambar satelit badan antariksa Amerika Serikat, NASA.
Observatorium Athena menyatakan fenomena tersebut merupakan perpindahan pasir terbesar ke Yunani dari Gurun Sahara.
Debu Afrika menyelimuti seluruh Yunani dengan konsentrasi tertinggi dalam 10 tahun terakhir.
Debu oranya tersebut mengurangi daya jarak pandang orang-orang yang meluncur di lereng salju di Sochi.
Steven Keates, dari badan cuaca Inggris, Met Office, mengatakan fenomena tersebut pernah terjadi sebelumnya di belahan dunia yang lain.
"Pasir atau debu dari Afrika Utara dan Sahara, dari badai pasir yang terbentuk di pasang pasir," kata Keates seperti dilansir The Independent.
"Ketika pasir diterbangkan ke atmosfer, ia menyebar ke tempat-tempat lain."
"Melihat gambar satelit dari NASA menunjukkan banyak pasir dan debu atmosfer melayang menyeberangi Laut Mediterania," kata Keates.
"Saat hujan atau salju turun menyeret apapun termasuk pasir di atmosfer."
Kemana partikel pasir atau debu berpindah tergantung dari arah angin.
Tahun lalu, matahari dan langit di atas Inggris berubah menjadi merah akibat Badai Ophelia menyeret udara tropis dan debu dari Gurun Sahara.
Pada 2007, penduduk kota Siberia melaporkan salju berwarna oranye yang berbau busuk dan berminyak saat disentuh.
Para pejabat mengatakan salju tersebut berasal dari negara tetangga Kazakhstan yang menyebu debu dan tanah liat dari kawasan Omsk.
Menurut badan pengawas lingkungan Rusia, salju oranye tersebut kemungkinan berasal dari polusi bahan kimia yang mengandung besi, asam dan nitrat.
Credit cnnindonesia.com
60 Diplomatnya Diusir, Rusia: AS Tak Paham Apa Pun Selain Kekuatan
WASHINGTON
- Pemerintah Rusia melalui duta besarnya di Amerika Serikat (AS)
mengecam keputusan Presiden Donald Trump yang memerintahkan pengusiran
60 diplomat Moskow. Rusia janji akan memberikan balasan yang tepat
terhadap langkah permusuhan Washington.
Keputusan Trump sebagai tanggapan atas tuduhan bahwa Mosokow mendalangi serangan racun terhadap mantan agen ganda Kremlin, Sergei Skripal dan putrinya di Salisbury, Inggris, pada 4 Maret 2018 lalu.
"Saya dapat mengatakan bahwa AS tidak memahami apa pun selain kekuatan. Saya pikir respons-nya harus memadai. Moskow akan mengambil keputusan yang tepat. Saya pikir, bahkan hanya sebagai warga negara Federasi Rusia, langkah provokatif yang tidak masuk akal seperti itu tidak dapat dibiarkan tanpa dijawab," kata Duta Besar Rusia untuk AS Anatoly Antonov kepada wartawan.
Dubes Antonov telah dipanggil Departemen Luar Negeri AS pada hari Senin, di mana dia diberitahu bahwa AS memutuskan untuk mengusir 48 diplomat Rusia. Kemudian, Antonov diberitahu lagi bahwa Washington telah mengumumkan 12 diplomat Rusia di PBB dalam status persona non grata.
"Saya sebutkan dalam pernyataan saya kepada Departemen Luar Negeri bahwa saya menganggap tindakan ini kontraproduktif," kata Antonov, seperti dikutip Russia Today, Selasa (27/3/2018). "Saya mengatakan bahwa Amerika Serikat mengambil langkah yang sangat buruk dengan memotong apa yang masih sangat sedikit dalam hal hubungan Rusia-Amerika."
Trump selain memerintahkan 60 diplomat Moskow diusir, juga minta penutupan konsulat Rusia di Seattle pada 2 April 2018.
"Saya ingin menggarisbawahi bahwa sampai hari ini tidak ada sedikit pun bukti campur tangan Rusia dalam penyelidikan kasus (Skripal), atau keterlibatan Rusia dalam tragedi yang terjadi di Salisbury," kata diplomat Moskow tersebut.
"Saya ingin menggarisbawahi pendekatan paling optimal untuk menyelesaikan apa yang disebut kasus Skripal adalah penyelidikan yang tenang dan profesional di dalam Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW), di mana semua negara ada yang diwakili."
Keputusan Trump sebagai tanggapan atas tuduhan bahwa Mosokow mendalangi serangan racun terhadap mantan agen ganda Kremlin, Sergei Skripal dan putrinya di Salisbury, Inggris, pada 4 Maret 2018 lalu.
"Saya dapat mengatakan bahwa AS tidak memahami apa pun selain kekuatan. Saya pikir respons-nya harus memadai. Moskow akan mengambil keputusan yang tepat. Saya pikir, bahkan hanya sebagai warga negara Federasi Rusia, langkah provokatif yang tidak masuk akal seperti itu tidak dapat dibiarkan tanpa dijawab," kata Duta Besar Rusia untuk AS Anatoly Antonov kepada wartawan.
Dubes Antonov telah dipanggil Departemen Luar Negeri AS pada hari Senin, di mana dia diberitahu bahwa AS memutuskan untuk mengusir 48 diplomat Rusia. Kemudian, Antonov diberitahu lagi bahwa Washington telah mengumumkan 12 diplomat Rusia di PBB dalam status persona non grata.
"Saya sebutkan dalam pernyataan saya kepada Departemen Luar Negeri bahwa saya menganggap tindakan ini kontraproduktif," kata Antonov, seperti dikutip Russia Today, Selasa (27/3/2018). "Saya mengatakan bahwa Amerika Serikat mengambil langkah yang sangat buruk dengan memotong apa yang masih sangat sedikit dalam hal hubungan Rusia-Amerika."
Trump selain memerintahkan 60 diplomat Moskow diusir, juga minta penutupan konsulat Rusia di Seattle pada 2 April 2018.
"Saya ingin menggarisbawahi bahwa sampai hari ini tidak ada sedikit pun bukti campur tangan Rusia dalam penyelidikan kasus (Skripal), atau keterlibatan Rusia dalam tragedi yang terjadi di Salisbury," kata diplomat Moskow tersebut.
"Saya ingin menggarisbawahi pendekatan paling optimal untuk menyelesaikan apa yang disebut kasus Skripal adalah penyelidikan yang tenang dan profesional di dalam Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW), di mana semua negara ada yang diwakili."
Credit sindonews.com
George Galloway: AS Usir 60 Diplomat Rusia Adalah Deklarasi Perang
LONDON
- Politisi, penyiar dan penulis Inggris George Galloway mengecam
keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengusir 60
diplomat Rusia dan menutup konsulat Rusia di Seattle. Galloway
menyebutnya sebagai deklarasi perang.
Keputusan Trump itu sebagai respons atas tuduhan bahwa Moskow mendalangi serangan racun saraf Novichok terhadap mantan agen ganda Sergei Skripal di Salisbury, Inggris, pada 4 Maret 2018 lalu. Tindakan Washington ini mengikuti jejak Inggris yang sudah mengusir 23 diplomat Moskow.
Galloway juga menyindir negara-negara anggota Uni Eropa (UE) yang mengikuti jejak Inggris dan AS dengan mengusir para diplomat Moskow. Dia menilai negara-negara UE hanya bertindak sebagai "negara-negara bawahan" yang melakukan apa yang diperintahkan Washington dan London.
"Negara-negara Eropa telah membuat pengusiran satu diplomat atau dua atau tiga, tetapi tindakan Amerika Serikat adalah semacam deklarasi perang, yang lebih mengejutkan menurut pertemuan liberal di Amerika Serikat, Presiden Trump adalah orang Rusia," kata Galloway kepada Russia Today, semalam (26/3/2018).
Mantan anggota parlemen Inggris itu mengatakan bahwa keputusan menyisakan hanya 40 diplomat Rusia untuk melakukan pekerjaannya di AS adalah kemerosotan hubungan yang tajam dibanding pendahulu Trump.
Rusia, kata Galloway, seharusnya tidak bersikap lunak dalam menanggapi tindakan Trump, sehingga akan memiliki efek.
"Jika saya yang membuat keputusan, saya pasti tidak akan melanjutkan dengan asumsi bahwa menjadi lunak akan memuaskan hewan buas yang mengais-ngais darah Rusia pada titik ini," paparnya.
Menurut Galloway, Inggris belum melakukan penyelidikan yang serius dan tuduhan serangan racun terhadap Skripal dan putrinya, Yulia Skripal adalah tuduhan bias.
"Sejauh yang saya lihat, tidak ada investigasi," katanya. "Putusan dinyatakan sebelum penyelidikan dimulai dan saya pikir tidak ada investigasi karena hasil penyelidikan analitis ilmiah yang serius akan menunjukkan bahwa tuduhan terhadap Rusia tidak berdasar."
Galloway mengatakan masih banyak pertanyaan yang tidak terjawab dalam kasus Skripal.
"Saya tidak percaya bahwa Rusia bertanggung jawab atas tindakan ini. Dan kabar baiknya adalah sebagian besar publik Inggris cenderung setuju," katanya.
Keputusan Trump itu sebagai respons atas tuduhan bahwa Moskow mendalangi serangan racun saraf Novichok terhadap mantan agen ganda Sergei Skripal di Salisbury, Inggris, pada 4 Maret 2018 lalu. Tindakan Washington ini mengikuti jejak Inggris yang sudah mengusir 23 diplomat Moskow.
Galloway juga menyindir negara-negara anggota Uni Eropa (UE) yang mengikuti jejak Inggris dan AS dengan mengusir para diplomat Moskow. Dia menilai negara-negara UE hanya bertindak sebagai "negara-negara bawahan" yang melakukan apa yang diperintahkan Washington dan London.
"Negara-negara Eropa telah membuat pengusiran satu diplomat atau dua atau tiga, tetapi tindakan Amerika Serikat adalah semacam deklarasi perang, yang lebih mengejutkan menurut pertemuan liberal di Amerika Serikat, Presiden Trump adalah orang Rusia," kata Galloway kepada Russia Today, semalam (26/3/2018).
Mantan anggota parlemen Inggris itu mengatakan bahwa keputusan menyisakan hanya 40 diplomat Rusia untuk melakukan pekerjaannya di AS adalah kemerosotan hubungan yang tajam dibanding pendahulu Trump.
Rusia, kata Galloway, seharusnya tidak bersikap lunak dalam menanggapi tindakan Trump, sehingga akan memiliki efek.
"Jika saya yang membuat keputusan, saya pasti tidak akan melanjutkan dengan asumsi bahwa menjadi lunak akan memuaskan hewan buas yang mengais-ngais darah Rusia pada titik ini," paparnya.
Menurut Galloway, Inggris belum melakukan penyelidikan yang serius dan tuduhan serangan racun terhadap Skripal dan putrinya, Yulia Skripal adalah tuduhan bias.
"Sejauh yang saya lihat, tidak ada investigasi," katanya. "Putusan dinyatakan sebelum penyelidikan dimulai dan saya pikir tidak ada investigasi karena hasil penyelidikan analitis ilmiah yang serius akan menunjukkan bahwa tuduhan terhadap Rusia tidak berdasar."
Galloway mengatakan masih banyak pertanyaan yang tidak terjawab dalam kasus Skripal.
"Saya tidak percaya bahwa Rusia bertanggung jawab atas tindakan ini. Dan kabar baiknya adalah sebagian besar publik Inggris cenderung setuju," katanya.
Credit sindonews.com
Rusia Bersumpah Balas Pengusiran Diplomatnya
Ilustrasi bendera Rusia. (AFP Photo/Vasily Maximov)
"Kami menyatakan protes keras atas keputusan yang diambil sejumlah negara Uni Eropa dan NATO untuk mengusir diplomat Rusia," kata kementerian dalam pernyataan yang dikutip AFP, Senin (26/3). Institusi menyebut langkah itu "sikap yang provokatif."
Moskow bersumpah "langkah tidak bersahabat oleh sekelompok negara ini tidak akan berlalu begitu saja dan kami akan merespons."
Rusia menyebut langkah itu bertentangan dengan kepentingan mengidentifikasi siapa yang bersalah di balik serangan terhadap mantan agen ganda Sergei Skripal dan putrinya, Yulia, di Salisbury. Keduanya kini dalam keadaan tidak sadar di rumah sakit setelah terpapar racun saraf yang dikembangkan di Uni Soviet.
|
Negara tersebut menuding negara-negara yang ikut mengusir diplomatnya "mendukung niat buruk otoritas Inggris" dan "tidak mau melihat apa yang sebenarnya terjadi." Rusia juga menyatakan hal ini merupakan bagian dari dinamika konfrontasional yang bertujuan "mengeskalasi keadaan."
Moskow menyatakan pihak berwenang Inggris telah membuat "tudingan tak berdasar" terhadap Rusia dan mengambil posisi "berpraduga, bias dan munafik."
Selain itu, Moskow juga mengeluhkan ketiadaan informasi terkait "percobaan pembunuhan terhadap warga Rusia."
Credit cnnindonesia.com
Trump Usir 60 Diplomat Rusia, Tutup Konjen di Seattle
Presiden Amerika Serikat Donald Trump
memerintahkan pengusiran 60 diplomat dan intelijen Rusia serta menutup
konsulat jenderal di Seattle, Senin (26/3). (REUTERS/Jonathan Ernst)
"Pemerintah AS memutuskan untuk mengusir 60 diplomat Rusia dan menutup konsulat jenderal Rusia di Seattle," kata pejabat pemerintah dalam brifing khusus seperti dilansir kantor berita Rusia, TASS, Senin (26/3).
Ke-60 diplomat tersebut 48 staf kedutaan dan 12 anggota Misi Permanen Rusia di Perserikatan Bangsa-bangsa. "Mereka akan meninggalkan Amerika Serikat dalam sepekan," tulis TASS.
Tindakan itu diambil Trump sebagai balasan atas kasus dugaan peracunan mantan agen ganda Rusia di Inggris.
Sebanyak 12 diplomat Rusia di Perserikatan Bangsa-bangsa New York dan 48 lagi di Kedutaan Rusia di Washington menghadapi ancaman pengusiran.
Pemerintah Amerika Serikat juga menutup konsulat Rusia di Seattle, yang diyakini sebagai tempat penting operasi intelijen Rusia.
Langkah tersebut diumumkan Senin, saat pemerintah Trump merespons keras serangan terhadap mantan agen ganda Rusia, Sergei Skripal, 66 tahun dan putrinya, Yulia di Salisbury, Inggris. Keduanya kini kritis setelah ditemukan pingsan di luar sebuah pusat perbelanjaan pada 4 Maret lalu.
Negara-negara Eropa juga bakal mengumumkan pengusiran diplomat Rusia.
|
Washington Post melaporkan tindakan Amerika Serikat diperkirakan bakal memicu tindakan balasan terhadap diplomat AS di Rusia.
Pengusiran 60 diplomat adalah tindakan paling besar setelah Presiden Ronald Reagan memerintahkan pengusiran 55 diplomat Rusia pada 1986.
Pada Desember 2016, pemerintah Obama mengusir 35 terduga agen intelijen Rusia sebagai balasan atas campur tangan Moskow dalam pemilihan presidne AS.
Akhir Juli lalu, pemerintah Rusia meminta Amerika Serikat mengurangi staf diplomatik sebanyak 755 sebagai balasan atas sanksi baru dari Kongres AS terhadap Rusia.
Sebagai balasan atas langkah Moskow, pemerintah Trump menutup konsulat Rusia di San Francisco dan gedung aneksasi di New York dan Washington, Agustus lalu.
Credit cnnindonesia.com
Tiga negara Baltik juga usir diplomat Rusia
Jakarta (CB) - Tiga negara Baltik bekas Uni Soviet
--Lithuania, Estonia dan Latvia-- serempak mengusir diplomat-diplomat
Rusia di ketiga negara itu sebagai bagian dari langkah koordinatif Uni
Eropa dan NATO menyusul kasus peracunan mantan agen ganda Rusia Sergei
Skripal dan putrinya di Inggris selatan belum lama awal bulan ini.
Dari Vilnius, Reuters melaporkan bahwa Lithuania hari ini mengusir tiga diplomat Rusia berkaitan dengan serangan gas saraf itu.
Kementerian Luar Negeri Lithuania juga menyatakan akan melarang 44 orang Rusia lainnya masuk negeri ini setelah serangan di Salisbury, Inggris, 4 Maret lalu yang sudah dibantah Rusia itu.
"Dengan mengusir orang-orang yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang tidak sejalan dengan status diplomatik mereka, negara-negara (Uni Eropa) tengah menunjukkan tanda kesetiakawanan kepada Inggris dan mengambil langkah terhadap jejaring mata-mata Rusia di Eropa," kata kementerian luar negeri Lithuania seperti dikutip Reuters.
Dari Riga, ibu kota Latvia, dilaporkan bahwa negeri ini akan mengusir seorang diplomat Rusia sebagai solidaritas kepada Inggris.
"Sebagai solidaritas kepada Inggris menyangkut serangan Salisbury dan untuk pelanggaran konvensi Wina, Latvia bergabung dengan negara-negara Uni Eropa mengusir diplomat Rusia selain mendaftarhitamkan warga Rusia," kata menteri luar negeri Latvia Edgars Rinkevics via Twitter.
Negara ketiga di Baltik, Estonia, juga melakukan hal sama dengan mengusir atase pertahanan Rusia di negeri ini.
"Sore ini kami memanggil duta besar Rusia yang kepada siapa kami memberikan nota bahwa atase pertahanan kedutaan besar Rusia harus meninggalkan negeri ini," kata Menteri Luar Negeri Estonia Sven Mikser dalam jumpa pers. "Tindakan-tindakan dia tidak sejalan dengan Konvensi Wina."
Dari Vilnius, Reuters melaporkan bahwa Lithuania hari ini mengusir tiga diplomat Rusia berkaitan dengan serangan gas saraf itu.
Kementerian Luar Negeri Lithuania juga menyatakan akan melarang 44 orang Rusia lainnya masuk negeri ini setelah serangan di Salisbury, Inggris, 4 Maret lalu yang sudah dibantah Rusia itu.
"Dengan mengusir orang-orang yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang tidak sejalan dengan status diplomatik mereka, negara-negara (Uni Eropa) tengah menunjukkan tanda kesetiakawanan kepada Inggris dan mengambil langkah terhadap jejaring mata-mata Rusia di Eropa," kata kementerian luar negeri Lithuania seperti dikutip Reuters.
Dari Riga, ibu kota Latvia, dilaporkan bahwa negeri ini akan mengusir seorang diplomat Rusia sebagai solidaritas kepada Inggris.
"Sebagai solidaritas kepada Inggris menyangkut serangan Salisbury dan untuk pelanggaran konvensi Wina, Latvia bergabung dengan negara-negara Uni Eropa mengusir diplomat Rusia selain mendaftarhitamkan warga Rusia," kata menteri luar negeri Latvia Edgars Rinkevics via Twitter.
Negara ketiga di Baltik, Estonia, juga melakukan hal sama dengan mengusir atase pertahanan Rusia di negeri ini.
"Sore ini kami memanggil duta besar Rusia yang kepada siapa kami memberikan nota bahwa atase pertahanan kedutaan besar Rusia harus meninggalkan negeri ini," kata Menteri Luar Negeri Estonia Sven Mikser dalam jumpa pers. "Tindakan-tindakan dia tidak sejalan dengan Konvensi Wina."
Credit antaranews.com
Belanda, Italia, dan Denmark ikut usir diplomat Rusia
Jakarta (CB) - Belanda, Italia dan Denmark menjadi tiga
dari empat belas negara anggota Uni Eropa yang hari ini serempak
mengusir diplomat Rusia dari negara masing-masing menyusul dugaan
keterlibatan Rusia dalam peracunan mantan agen ganda Rusia Sergei
Skripal.
Dari Amsterdam, Reuters melaporkan bahwa Perdana Menteri Mark Rutte telah menyatakan akan mengusir dua diplomat Rusia menyusul serangan gas saraf di Salisbury, Inggris selatan, belum lama awal bulan ini.
Kedua diplomat bekerja sebagai staf intelijen pada kedutaan besar Rusia di Den Haag. Mereka diberi waktu dua pekan untuk meninggalkan Belanda.
Dari Roma, pemerintah Italia juga mengusir dua diplomat Rusia di sana.
"Sebagai tanda solidaritas dengan Inggris dan setelah berkoordinasi dengan sekutu-sekutu NATO dan mitra-mitra Eropa, kementerian luar negeri hari ini telah mengkomunikasikan keputusannya mengeluarkan dua pejabat kedutaan besar Rusia di Roma yang memiliki kredensial diplomat dari wilayah Italia dalam jangka waktu satu pekan," kata kementerian luar negeri Italia.
Pada hari yang sama Denmark juga mengambil langkah yang sama mengusir dua diplomat Rusia di negeri itu.
"Penjelasan Rusia dalam insiden itu kurang lebih hanya imajinasi, beberapa di antaranya penyangkalan belaka dan sebagian besar merupakan dalih untuk menciptakan keraguan," kata Menteri Luar Negeri Denmark Anders Samuelsen.
Kedua diplomat Rusia diberi waktu sampai satu pekan untuk meninggalkan Denmark.
Denmark menyatakan akan menerapkan juga sanksi ekonomi sebagai tanda solidaritas dengan Uni Eropa dalam kasus ini.
Para pemimpin Uni Eropa pekan lalu menyebut presentasi PM Inggris Theresa May mengenai ketelibatan Rusia dalam peracunan Skripal sebagai bukti yang punya dasar yang kuat.
Dari Amsterdam, Reuters melaporkan bahwa Perdana Menteri Mark Rutte telah menyatakan akan mengusir dua diplomat Rusia menyusul serangan gas saraf di Salisbury, Inggris selatan, belum lama awal bulan ini.
Kedua diplomat bekerja sebagai staf intelijen pada kedutaan besar Rusia di Den Haag. Mereka diberi waktu dua pekan untuk meninggalkan Belanda.
Dari Roma, pemerintah Italia juga mengusir dua diplomat Rusia di sana.
"Sebagai tanda solidaritas dengan Inggris dan setelah berkoordinasi dengan sekutu-sekutu NATO dan mitra-mitra Eropa, kementerian luar negeri hari ini telah mengkomunikasikan keputusannya mengeluarkan dua pejabat kedutaan besar Rusia di Roma yang memiliki kredensial diplomat dari wilayah Italia dalam jangka waktu satu pekan," kata kementerian luar negeri Italia.
Pada hari yang sama Denmark juga mengambil langkah yang sama mengusir dua diplomat Rusia di negeri itu.
"Penjelasan Rusia dalam insiden itu kurang lebih hanya imajinasi, beberapa di antaranya penyangkalan belaka dan sebagian besar merupakan dalih untuk menciptakan keraguan," kata Menteri Luar Negeri Denmark Anders Samuelsen.
Kedua diplomat Rusia diberi waktu sampai satu pekan untuk meninggalkan Denmark.
Denmark menyatakan akan menerapkan juga sanksi ekonomi sebagai tanda solidaritas dengan Uni Eropa dalam kasus ini.
Para pemimpin Uni Eropa pekan lalu menyebut presentasi PM Inggris Theresa May mengenai ketelibatan Rusia dalam peracunan Skripal sebagai bukti yang punya dasar yang kuat.
Credit antaranews.com
Jerman usir empat diplomat Rusia
Berlin (CB) - Jerman akan mengusir empat diplomat Rusia
menyusul dugaan keterlibatan Rusia dalam peracunan mantan agen ganda
Rusia Sergei Skripal di Inggris, kata Kementerian Luar Negeri Jerman
seperti dikutip Reuters.
Rusia sendiri telah membantah bertanggung jawab atas serangan 4 Maret terhadap Skripal dan putrinya yang keduanya masih dalam perawatan intensif setelah serangan gas saraf pertama di Eropa sejak Perang Dunia Kedua itu.
Langkah Jerman itu adalah bagian dari gelombang reaksi terkoordinasi Uni Eropa dan NATO terhadap sekitar 100 diplomat Rusia yang adalah pengusiran diplomat Rusia oleh Eropa yang terbesar sejak Perang Dingin.
"Sudah jelas harus ada konsekuensi. Kami di Uni Eropa untuk itu mengadopsi posisi tegas dan bahu membahu dengan Inggris," kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas.
Seraya memberi tenggat waktu tujuh hari kepada para diplomat Rusia yang diusir untuk meninggalkan Jerman, Maas menyatakan pemerintah Rusia tidak menjawab satu pun pertanyaan mengenai serangan gas saraf itu dan menunjukkan ketidakmauan memainkan peran konstruktif dalam mengklarifikasi hal-hal seputar kasus itu.
Rusia sendiri telah membantah bertanggung jawab atas serangan 4 Maret terhadap Skripal dan putrinya yang keduanya masih dalam perawatan intensif setelah serangan gas saraf pertama di Eropa sejak Perang Dunia Kedua itu.
Langkah Jerman itu adalah bagian dari gelombang reaksi terkoordinasi Uni Eropa dan NATO terhadap sekitar 100 diplomat Rusia yang adalah pengusiran diplomat Rusia oleh Eropa yang terbesar sejak Perang Dingin.
"Sudah jelas harus ada konsekuensi. Kami di Uni Eropa untuk itu mengadopsi posisi tegas dan bahu membahu dengan Inggris," kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas.
Seraya memberi tenggat waktu tujuh hari kepada para diplomat Rusia yang diusir untuk meninggalkan Jerman, Maas menyatakan pemerintah Rusia tidak menjawab satu pun pertanyaan mengenai serangan gas saraf itu dan menunjukkan ketidakmauan memainkan peran konstruktif dalam mengklarifikasi hal-hal seputar kasus itu.
Credit antaranews.com
Ikuti Langkah Inggris, Jerman dan Ukraina Usir Diplomat Rusia
BERLIN
- Pemerintah Jerman dan Ukraina dilaporkan mengusir sejumlah diplomat
Rusia. Pengusiran diplomat Rusia ini terkait dengan kasus serangan
terhadap pembelot Rusia, Sergei Skripal di Inggris beberapa waktu lalu.
Kementerian Luar Negeri Jerman menuturkan, pihaknya akan mengusir setidaknya empat orang diplomat Rusia. Kemlu Jerman menuturkan, pengusiran ini dikarenakan Rusia menolak bekerjasama dalam penyelidikan kasus Skripal.
"Hari ini kami mengusir empat diplomat Rusia. Setelah serangan menggunakan racun di Salisbury, Rusia masih belum bekerja sama dengan penyelidikan," kata Kemlu Jerman merujuk pada kota tempat Skripal diserang, seperti dilansir Reuters pada Senin (26/3).
Sementara itu Ukraina akan mengusir setidaknya 13 orang diplomat Rusia dengan alasan yang sama. Pengumuman pengusiran diplomat Rusia ini disampaikan langsung oleh Presiden Ukraina, Petro Poroshenko.
"Keputusan itu diambil dalam semangat solidaritas dengan mitra Inggris dan sekutu transatlantik dan dalam koordinasi dengan negara-negara Uni Eropa (UE)," kata Poroshenko dalam sebuah pernyataan.
Selain Jerman dan Ukraina, sejumlah negara Eropa lainnya juga dikabarkan bersiap untuk mengusir beberapa diplomat Rusia dari negara mereka. Moskow sendiri belum berkomentar mengenai hal ini.
Kementerian Luar Negeri Jerman menuturkan, pihaknya akan mengusir setidaknya empat orang diplomat Rusia. Kemlu Jerman menuturkan, pengusiran ini dikarenakan Rusia menolak bekerjasama dalam penyelidikan kasus Skripal.
"Hari ini kami mengusir empat diplomat Rusia. Setelah serangan menggunakan racun di Salisbury, Rusia masih belum bekerja sama dengan penyelidikan," kata Kemlu Jerman merujuk pada kota tempat Skripal diserang, seperti dilansir Reuters pada Senin (26/3).
Sementara itu Ukraina akan mengusir setidaknya 13 orang diplomat Rusia dengan alasan yang sama. Pengumuman pengusiran diplomat Rusia ini disampaikan langsung oleh Presiden Ukraina, Petro Poroshenko.
"Keputusan itu diambil dalam semangat solidaritas dengan mitra Inggris dan sekutu transatlantik dan dalam koordinasi dengan negara-negara Uni Eropa (UE)," kata Poroshenko dalam sebuah pernyataan.
Selain Jerman dan Ukraina, sejumlah negara Eropa lainnya juga dikabarkan bersiap untuk mengusir beberapa diplomat Rusia dari negara mereka. Moskow sendiri belum berkomentar mengenai hal ini.
Credit sindonews.com
14 negara Uni Eropa serempak usir diplomat Rusia
Varna, Bulgaria (CB) - Empat belas negara Uni Eropa, Senin,
serempak mengusir diplomat Rusia di negara mereka masing-masing, kata
seorang pejabat teras Uni Eropa setelah organisasi regional ini pekan
lalu menyatakan akan sejalan dengan Inggris dalam menyalahkan Rusia
berada di balik peracunan seorang mantan mata-mata Rusia.
"Sudah dilakukan hari ini, empat belas negara angota telah memutuskan untuk mengusir diplomat Rusia," kata Presiden Dewan Eropa Donald Tusk seperti dikutip Reuters dalam jumpa pers di Varna, Bulgaria.
"Langkah-langkah berikutnya, termasuk sanksi yang lebih jauh di dalam kerangka Uni Eropa, tidak bisa dikesampingkan dalam beberapa hari dan pekan ke depan," sambung Tusk.
"Sudah dilakukan hari ini, empat belas negara angota telah memutuskan untuk mengusir diplomat Rusia," kata Presiden Dewan Eropa Donald Tusk seperti dikutip Reuters dalam jumpa pers di Varna, Bulgaria.
"Langkah-langkah berikutnya, termasuk sanksi yang lebih jauh di dalam kerangka Uni Eropa, tidak bisa dikesampingkan dalam beberapa hari dan pekan ke depan," sambung Tusk.
Credit antaranews.com
Senin, 26 Maret 2018
Rusia Bantah Bantu Taliban Afghanistan
KABUL
- Rusia membantah tudingan komandan NATO di Afghanistan yang menyebut
Moskow mendukung bahkan memasok senjata ke Taliban. Tudingan ini menjadi
warna dalam ketegangan atas keterlibatan Moskow dalam konflik.
Dalam sebuah wawancara, Jenderal John Nicholson mengatakan, Rusia telah bertindak untuk melemahkan upaya Amerika Serikat (AS) di Afghanistan meskipun ada kepentingan bersama dalam memerangi terorisme dan narkotika. Ia menyebut ada indikasi bahwa Moskow memberikan dukungan keuangan dan bahkan senjata.
"Kami telah membawa senjata ke markas ini dan diberikan kepada kami oleh para pemimpin Afghanistan dan mengatakan ini diberikan oleh Rusia kepada Taliban," katanya.
Sebuah pernyataan dari kedutaan Rusia di Kabul menepis komentar itu, menyebutnya sebagai "omong kosong". Pernyataan ini sekaligus mengulangi bantahan sebelumnya oleh para pejabat Rusia.
"Sekali lagi, kami bersikeras bahwa pernyataan seperti itu benar-benar tidak berdasar dan meminta para pejabat untuk tidak berbicara omong kosong," kata kedutaan Rusia seperti dikutip dari Reuters, Minggu (25/3/2018).
Para komandan AS, termasuk Nicholson, telah mengatakan pada beberapa kesempatan selama tahun lalu bahwa Rusia mungkin memasok senjata ke Taliban. Meskipun begitu, tuduhan ini tidak dibarengi dengan bukti yang dipublikasikan.
Komentar Nicholson juga muncul di tengah ketegangan yang meningkat antara anggota NATO dan Moskow terkait kasus Sergei Skripal. Skripal adalah mantan agen intelijen Rusia yang kini berada dalam kondisi kritis setelah diracun dengan zat saraf langka di Inggris.
Para pejabat Rusia mengatakan bahwa kontak terbatas mereka dengan Taliban ditujukan untuk mendorong pembicaraan damai dan menjamin keselamatan warga Rusia. Moskow menawarkan untuk membantu mengoordinasikan pembicaraan damai di Afghanistan.
Para pejabat Taliban mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok itu telah memiliki hubungan yang signifikan dengan Moskow sejak setidaknya 2007. Taliban menambahkan bahwa keterlibatan Rusia tidak melampaui dukungan moral dan politik.
Moskow sangat kritis terhadap AS dan NATO atas penanganan perang di Afghanistan. Namun, pada awalnya, Rusia membantu menyediakan helikopter untuk militer Afghanistan dan menyetujui rute pasokan untuk bahan koalisi melalui Rusia.
Sebagian besar kerja sama itu telah runtuh ketika hubungan antara Rusia dan Barat memburuk dalam beberapa tahun terakhir atas konflik di Ukraina dan Suriah.
Dalam sebuah wawancara, Jenderal John Nicholson mengatakan, Rusia telah bertindak untuk melemahkan upaya Amerika Serikat (AS) di Afghanistan meskipun ada kepentingan bersama dalam memerangi terorisme dan narkotika. Ia menyebut ada indikasi bahwa Moskow memberikan dukungan keuangan dan bahkan senjata.
"Kami telah membawa senjata ke markas ini dan diberikan kepada kami oleh para pemimpin Afghanistan dan mengatakan ini diberikan oleh Rusia kepada Taliban," katanya.
Sebuah pernyataan dari kedutaan Rusia di Kabul menepis komentar itu, menyebutnya sebagai "omong kosong". Pernyataan ini sekaligus mengulangi bantahan sebelumnya oleh para pejabat Rusia.
"Sekali lagi, kami bersikeras bahwa pernyataan seperti itu benar-benar tidak berdasar dan meminta para pejabat untuk tidak berbicara omong kosong," kata kedutaan Rusia seperti dikutip dari Reuters, Minggu (25/3/2018).
Para komandan AS, termasuk Nicholson, telah mengatakan pada beberapa kesempatan selama tahun lalu bahwa Rusia mungkin memasok senjata ke Taliban. Meskipun begitu, tuduhan ini tidak dibarengi dengan bukti yang dipublikasikan.
Komentar Nicholson juga muncul di tengah ketegangan yang meningkat antara anggota NATO dan Moskow terkait kasus Sergei Skripal. Skripal adalah mantan agen intelijen Rusia yang kini berada dalam kondisi kritis setelah diracun dengan zat saraf langka di Inggris.
Para pejabat Rusia mengatakan bahwa kontak terbatas mereka dengan Taliban ditujukan untuk mendorong pembicaraan damai dan menjamin keselamatan warga Rusia. Moskow menawarkan untuk membantu mengoordinasikan pembicaraan damai di Afghanistan.
Para pejabat Taliban mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok itu telah memiliki hubungan yang signifikan dengan Moskow sejak setidaknya 2007. Taliban menambahkan bahwa keterlibatan Rusia tidak melampaui dukungan moral dan politik.
Moskow sangat kritis terhadap AS dan NATO atas penanganan perang di Afghanistan. Namun, pada awalnya, Rusia membantu menyediakan helikopter untuk militer Afghanistan dan menyetujui rute pasokan untuk bahan koalisi melalui Rusia.
Sebagian besar kerja sama itu telah runtuh ketika hubungan antara Rusia dan Barat memburuk dalam beberapa tahun terakhir atas konflik di Ukraina dan Suriah.
Credit sindonews.com
Bolton, Penasihat Keamanan Baru Trump yang Anti-Korut
Keputusan Presiden AS Donald Trump untuk
menunjuk John Bolton sebagai penasihat keamanan nasional menggantikan HR
McMaster menuai sejumlah kontroversi. (REUTERS/Joshua Roberts/File
Photo)
Hal ini lantaran Bolton, mantan duta besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)tersebut dikenal sebagai pengamat garis keras.
Pria 69 tahun itu dikenal sangat mengedepankan pendekatan agresif militer dalam menghadapi "musuh". Lewat akun Twitter-nya dia menentang pertemuan Trump dengan Kim Jong-un dengan menyebut bahwa berbicara dengan Korut tidak akan menghasilkan apa-apa.
Penunjukan Bolton pun lantas memunculkan kekhawatiran bagaimana kelanjutan rencana dialog Washington dengan Korea Utara menjelang pertemuan puncak antara Trump dan Kim Jong-un, Mei nanti.
"Sekarang saya khawatir," ucap Megan Stifel, mantan staf Dewan Keamanan Nasional era pemerintahan Barack Obama, merespons berita penunjukkan Bolton melalui Twitter seperti dikutip CNN, Jumat (23/3).
Dalam wawancaranya kepada The Wall Street Journal, Februari lalu, Bolton mengatakan AS seharusnya bisa menyerang Korut sebagai pencegahan dan upaya menghentikan ancaman senjata nuklir negara itu.
Bolton juga menganggap berdialog dengan Pyongyang merupakan langkah yang sia-sia.
Selain isu Korut, selama ini Botlon juga dikenal menolak keras kesepakatan perjanjian nuklir AS dengan Iran yang disepakati Presiden Obama 2015 lalu.
Bolton kerap mendesak pemerintah untuk mengabaikan perjanjian nuklir tersebut. Dikutip USA Today, majalah The American Conservative bahkan mengatakan "Bolton telah bertahun-tahun terobsesi mendorong AS berperang melawan Iran."
Dia juga terkenal dengan pandangannya yang anti-China dan Rusia. Ketika Trump berupaya memperkuat relasinya dengan Moskow, Bolton malah meremehkan Rusia.
"Pemilu terbaru Rusia kemarin menjadi kesempatan Presiden Vladimir Putin berlatih mengintervensi pemilunya sendiri agar bisa lebih baik lagi mencampuri pemilu di negara lainnya," kata Bolton beberapa waktu lalu.
Sejumlah anggota Kongres pun mempertanyakan pilihan Trump yang jatuh pada Bolton ini karena menyangkut jabatan krusial di Gedung Putih.
"Ini bukan pilihan yang bijak. Bolton tidak memiliki kriteria untuk menjadi Penasihat Keamanan yang efektif," ujar Senator Demokrat Jack Reed melalui pernyataan.
Nama Bolton telah lama dikenal di antara pejabat publik di Washington. Dia bahkan pernah berniat mencalonkan diri sebagai presiden dari Partai Republik pada 2016.
Bolton pernah ditunjuk Presiden George W Bush untuk menjadi dubes AS untuk PBB meski dirinya merupakan salah satu kritikus paling vokal terhadap organisasi internasional itu.
Bolton bahkan pernah berkata bahwa PBB merupakan organisasi internasional antar-pemerintah yang paling tidak effisien.
|
Lebih lanjut, terpilihnya Bolton dianggap sejumlah pihak semakin menegaskan bahwa pemerintahan Trump masih akan menggunakan pendeketan tegas terutama opsi militer dalam menghadapi ancaman AS, terutama Korut dan Iran.
"Bolton telah lama mendukung tindakan pencegahan termasuk opsi militer untuk menghadapi Korut. Pengangkatannya sebagai Penasihat Keamanan Nasional memberikan sinyal kuat bahwa Presiden Trump tetap membuka opsi militer dalam hal tersebut," kata Abraham Denmark, wakil asisten menteri pertahanan untuk Asia Timur era Presiden Obama.
"Terpilihnya Bolton juga mengindikasikan bakal ada pendekatan yang lebih konfrontatif terhadap China. Perang dagang AS dan China mungkin hanya permulaan dari kompetisi geopolitik yang lebih luas lagi," kata Denmark seperti dikutip Reuters.
Namun dalam wawancara Fox News terbaru, Bolton menyatakan pernyataan-pernyataan keras dia sebelumnya telah menjadi 'masa lalu'. "Yang penting sekarang adalah apa yang dikatakan Presiden," kata Bolton dalam wawancara Fox News "The Story" seperti dilansir CNN, Jumat (23/3).
Credit cnnindonesia.com
PM Turki: Rudal Patriot AS Bukan Alternatif untuk S-400 Rusia
ANKARA
- Perdana Menteri (PM) Turki Binali Yıldırım mengatakan, sistem rudal
Patriot Amerika Serikat (AS) bukanlah alternatif untuk pembelian sistem
rudal pertahanan S-400 Rusia yang sudah disepakati Ankara dengan Moskow.
Komentar itu muncul setelah para diplomat Turki berencana melanjutkan pembahasan pembelian sistem rudal Patriot selama berkunjung ke AS beberapa hari ke depan.
”Turki adalah anggota NATO, sehingga perbatasan NATO dimulai dengan perbatasan selatan Turki. Kami melihat setiap upaya untuk melindungi perbatasan selatan Turki dengan hangat,” kata PM Yıldırım.
”Meskipun ada beberapa kesalahan yang dilakukan oleh Amerika Serikat di Suriah, Washington masih merupakan sekutu kami. Sistem rudal Patriot AS bukanlah alternatif untuk S-400,” ujarnya, seperti dikutip dari Yeni Safak, semalam (24/3/2018).
Seperti diberitakan sebelumnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki Hami Aksou mengonfirmasi upaya Ankara untuk melanjutkan pembicaraan dengan AS mengenai pembelian sistem rudal Patriot.
”Saya dapat mengatakan bahwa diskusi kami dengan AS mengenai sistem rudal Patriot terus berlanjut,” kata Aksoy dalam konferensi pers di ibu kota Ankara, hari Jumat lalu.
Upaya Ankara melanjutkan pembahasan pembelian sistem rudal Patriot dengan Washington itu diumumkan setelah sekelompok anggota parlemen AS, yang dipimpin oleh Senator Bob Menendez, merekomendasikan ancaman sanksi untuk Ankara karena sedang dalam proses pembelian sistem rudal pertahanan S-400 Rusia. Rekomendasi itu disampaikan dalam surat kepada Departemen Luar Negeri AS tertanggal 17 Maret 2018.
Dalam surat tersebut, para senator menyatakan bahwa setiap pembelian sistem pertahanan udara S-400 Rusia, termasuk oleh Turki, harus mengarah pada tindakan sanksi di bawah Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) atau UU Sanksi Pencegahan Musuh Amerika.
Komentar itu muncul setelah para diplomat Turki berencana melanjutkan pembahasan pembelian sistem rudal Patriot selama berkunjung ke AS beberapa hari ke depan.
”Turki adalah anggota NATO, sehingga perbatasan NATO dimulai dengan perbatasan selatan Turki. Kami melihat setiap upaya untuk melindungi perbatasan selatan Turki dengan hangat,” kata PM Yıldırım.
”Meskipun ada beberapa kesalahan yang dilakukan oleh Amerika Serikat di Suriah, Washington masih merupakan sekutu kami. Sistem rudal Patriot AS bukanlah alternatif untuk S-400,” ujarnya, seperti dikutip dari Yeni Safak, semalam (24/3/2018).
Seperti diberitakan sebelumnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki Hami Aksou mengonfirmasi upaya Ankara untuk melanjutkan pembicaraan dengan AS mengenai pembelian sistem rudal Patriot.
”Saya dapat mengatakan bahwa diskusi kami dengan AS mengenai sistem rudal Patriot terus berlanjut,” kata Aksoy dalam konferensi pers di ibu kota Ankara, hari Jumat lalu.
Upaya Ankara melanjutkan pembahasan pembelian sistem rudal Patriot dengan Washington itu diumumkan setelah sekelompok anggota parlemen AS, yang dipimpin oleh Senator Bob Menendez, merekomendasikan ancaman sanksi untuk Ankara karena sedang dalam proses pembelian sistem rudal pertahanan S-400 Rusia. Rekomendasi itu disampaikan dalam surat kepada Departemen Luar Negeri AS tertanggal 17 Maret 2018.
Dalam surat tersebut, para senator menyatakan bahwa setiap pembelian sistem pertahanan udara S-400 Rusia, termasuk oleh Turki, harus mengarah pada tindakan sanksi di bawah Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) atau UU Sanksi Pencegahan Musuh Amerika.
Credit sindonews.com
Beli S-400 Rusia Diancam, Turki Isyaratkan Beli Rudal Patriot AS
ANKARA
- Turki telah diancam akan dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat (AS)
karena sedang dalam proses pembelian sistem rudal pertahanan S-400
Rusia. Setelah mendapat ancaman tersebut, Ankara akan membahas pembelian
sistem rudal Patriot buatan Washington.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki Hami Aksoy mengonfirmasi rencana pembelian sistem pertahanan buatan Amerika tersebut.
Menurut laporan surat kabar lokal, Aksoy diperkirakan akan membahas rencana itu selama kemungkinan kunjungannya ke AS minggu depan.
Laporan ini muncul setelah sekelompok anggota parlemen AS, yang dipimpin oleh Senator Bob Menendez, merekomendasikan ancaman sanksi untuk Ankara karena sedang dalam proses pembelian sistem rudal pertahanan S-400 Rusia. Rekomendasi itu disampaikan dalam surat kepada Departemen Luar Negeri AS tertanggal 17 Maret 2018.
Dalam surat tersebut, para senator menyatakan bahwa setiap pembelian sistem pertahanan udara S-400 Rusia, termasuk oleh Turki, harus mengarah pada tindakan sanksi di bawah Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) atau UU Sanksi Pencegahan Musuh Amerika.
”Saya dapat mengatakan bahwa diskusi kami dengan AS mengenai sistem rudal Patriot terus berlanjut,” kata Aksoy dalam konferensi pers di Ibu Kota Ankara pada hari Jumat, yang dikutip dari surat kabar Yeni Safak, Sabtu (24/3/2018).
Menurutnya, Wakil Menteri Luar Negeri Ümit Yalçın akan segera mengunjungi Washington dan kemungkinan berlangsung minggu depan.
Turki dan AS telah mencoba untuk menyelesaikan sejumlah masalah yang memicu ketegangan sesama sekutu NATO tersebut. Beberapa masalah itu salah satunya, pembelaan Washington terhadap kelompok YPG Kurdi di Suriah yang sedang diperangi Ankara karena dianggap sebagai kelompok teroris. Oleh AS, pasukan YPG Kurdi merupakan sekutu dalam perang melawan ISIS.
Rusia dan Turki telah menandatangani kesepakatan pembelian sistem rudal pertahanan udara S-400 buatan Moskow pada Desember 2017. Menurut kesepakatan itu, Rusia akan memasok Turki dengan empat baterai S-400.
Pengiriman awal baterai S-400 ke Ankara direncanakan dilakukan pada kuartal pertama tahun 2020, dan sistem akan dioperasikan oleh angkatan bersenjata Turki secara independen.
Kesepakatan itu memicu kecaman dari sekutu-sekutu Turki di keanggotaan NATO. Pada tanggal 3 Maret 2018, Wakil Sekretaris Jenderal NATO Rose Gottemoeller mengatakan bahwa S-400 tidak sesuai dengan doktrin sistem keanggotaan NATO. Sedangkan Ketua Komite Militer NATO Petr Pavel memperingatkan bahwa membeli sistem rudal dari Rusia akan mendapatkan konsekuensi.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki Hami Aksoy mengonfirmasi rencana pembelian sistem pertahanan buatan Amerika tersebut.
Menurut laporan surat kabar lokal, Aksoy diperkirakan akan membahas rencana itu selama kemungkinan kunjungannya ke AS minggu depan.
Laporan ini muncul setelah sekelompok anggota parlemen AS, yang dipimpin oleh Senator Bob Menendez, merekomendasikan ancaman sanksi untuk Ankara karena sedang dalam proses pembelian sistem rudal pertahanan S-400 Rusia. Rekomendasi itu disampaikan dalam surat kepada Departemen Luar Negeri AS tertanggal 17 Maret 2018.
Dalam surat tersebut, para senator menyatakan bahwa setiap pembelian sistem pertahanan udara S-400 Rusia, termasuk oleh Turki, harus mengarah pada tindakan sanksi di bawah Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) atau UU Sanksi Pencegahan Musuh Amerika.
”Saya dapat mengatakan bahwa diskusi kami dengan AS mengenai sistem rudal Patriot terus berlanjut,” kata Aksoy dalam konferensi pers di Ibu Kota Ankara pada hari Jumat, yang dikutip dari surat kabar Yeni Safak, Sabtu (24/3/2018).
Menurutnya, Wakil Menteri Luar Negeri Ümit Yalçın akan segera mengunjungi Washington dan kemungkinan berlangsung minggu depan.
Turki dan AS telah mencoba untuk menyelesaikan sejumlah masalah yang memicu ketegangan sesama sekutu NATO tersebut. Beberapa masalah itu salah satunya, pembelaan Washington terhadap kelompok YPG Kurdi di Suriah yang sedang diperangi Ankara karena dianggap sebagai kelompok teroris. Oleh AS, pasukan YPG Kurdi merupakan sekutu dalam perang melawan ISIS.
Rusia dan Turki telah menandatangani kesepakatan pembelian sistem rudal pertahanan udara S-400 buatan Moskow pada Desember 2017. Menurut kesepakatan itu, Rusia akan memasok Turki dengan empat baterai S-400.
Pengiriman awal baterai S-400 ke Ankara direncanakan dilakukan pada kuartal pertama tahun 2020, dan sistem akan dioperasikan oleh angkatan bersenjata Turki secara independen.
Kesepakatan itu memicu kecaman dari sekutu-sekutu Turki di keanggotaan NATO. Pada tanggal 3 Maret 2018, Wakil Sekretaris Jenderal NATO Rose Gottemoeller mengatakan bahwa S-400 tidak sesuai dengan doktrin sistem keanggotaan NATO. Sedangkan Ketua Komite Militer NATO Petr Pavel memperingatkan bahwa membeli sistem rudal dari Rusia akan mendapatkan konsekuensi.
Credit sindonews.com
Langganan:
Postingan (Atom)