CB, Jakarta -
Pemerintah pusat sepakat membubarkan otorita Batam dengan mencabut
Badan Pengusahaan (BP) Batam. Upaya tersebut ditempuh untuk melenyapkan
dualisme kewenangan yang selama ini meresahkan investor seiring dengan
perubahan Batam menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Menteri
Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo mengungkapkan, pemerintah pusat
akan merampungkan pembahasan keputusan tersebut pada rapat koordinasi,
Jumat (19/2/2016) mendatang. Pemerintah juga akan membentuk Dewan KEK
dengan mengundang Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) serta pimpinan DPRD
setempat.
"Nanti Jumat jam 9 pagi di kantor Kemenko Bidang
Perekonomian kita undang Gubernur Kepri dan Ketua DPRD untuk finalisasi,
seperti Peraturan Pemerintah (PP) soal KEK dan membentuk dewan
kawasan," jelasnya di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta,
Selasa (16/2/2016).
Lebih jauh kata Tjahjo, keputusan pemerintah
pusat terhadap pengelolaan Batam sebagai KEK adalah membubarkan otorita
atau BP Batam. Lanjutnya, digantikan sementara waktu oleh Dewan KEK di
bawah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Sementara sampai
Pemerintah Kota (Pemko) Batam diisi seorang Walikota baru.
"Tetap
otorita Batam bubar, dengan keluarnya PP, otomatis BP Batam bubar. Lalu
Dewan KEK untuk sementara sampai Walikota dilantik Maret nanti. Baru
kemudian langsung diambilalih (kewenangan) oleh Pemkot Batam. Jadi
nunggu PP dulu," terangnya.
Dewan KEK, sambung Tjahjo terdiri dari Menko Bidang Perekonomian,
Mendagri, Menteri Perdagangan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Gubernur
Kepri dan Ketua DPRD setempat. "Untuk sementara transisi dulu. Kita
berharap semakin cepat semakin baik," paparnya.
Dengan bubarnya
BP Batam dan Pemkot mengambilalih kewenangan pelayanan investasi,
dijelaskan Tjahjo, akan memberikan kepastian hukum dan jaminan
pengembangan bisnis maupun investasi baru di Kota Batam.
"Tujuannya
untuk memudahkan agar jangan ada dualisme lagi. Buat pengusaha ada
kepastian hukum, jaminan pengembangan bisnis mereka di Batam, ya satu
komando. Misalnya saja di Borobudur, dipegang 4 lembaga, Batam 2
lembaga, belum lagi Gubernur terlibat, ya tidak akan jalan. Makanya mau
kita sederhanakan," tegasnya.
Perihal pelayanan BP Batam yang
dinilai investor lebih profesional ketimbang Pemko, Tjahjo menangkisnya.
Ia memastikan, investor akan lebih bergairah menanamkan modalnya di
Batam apabila dualisme ini dihilangkan.
"Ya tidak lah, apapun
negaranya pasti harus satu aturan. Masa satu negara menciptakan
dualisme. Pengusaha kan maunya satu, kalau ada pungutan juga satu.
Intinya itu saja," ucap Tjahjo.
Sebelumnya, Manager of Admin dan
General Affair PT Batamindo Investment Cakrawala, pengelola kawasan
industri Batamindo, Tjaw Hioeng membenarkan masih adanya dualisme
kewenangan perizinan antara BP Batam dan Pemko Batam.
Pemerintah
pusat, lanjut dia, memberikan wewenang BP Batam dalam hal perizinan
pusat. Sementara Pemkot Batam berwenang mengeluarkan izin daerah
meskipun proses perizinan ada di bawah Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP).
"Kewenangan BP Batam seperti menerbitkan izin prinsip
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), angka pengenal impor dari
Kementerian Perdagangan dan izin dari Kementerian lain. Sedangkan Pemkot
Batam menangani izin daerah, seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
domisili, tanda daftar perusahaan dan izin-izin lingkungan," ujar Tjaw.
Tugas
dan tanggungjawab serta wewenang yang diberikan kepada BP Batam dan
Pemko Batam, diakuinya sangat membingungkan investor. Sehingga Tjaw
mengindikasikan banyaknya kepentingan politik dalam kasus ini.
"Pengurusan
izin Penanaman Modal Asing (PMA) melalui BP Batam dan Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) via Pemkot Batam. Agak sedikit membingungkan sih,
kelihatannya penuh dengan kepentingan politik di mana pemerintah
propinsi mau berkuasa," kata Tjaw.
Dia yang sehari-hari berurusan
dengan investor menilai bahwa penanganan dan pelayanan BP Batam kepada
penanam modal lebih profesional daripada Pemkot Batam.
Beberapa contoh kasus menunjukan buruknya pelayanan Pemkot Batam dalam menjalankan wewenangnya.
"Terus
terang BP Batam lebih profesional ketimbang Pemkot Batam dari segi
layanan. Contohnya, ketemu pejabat Pemkot tidak mudah, walaupun sudah
janjian bisa dibatalkan," tegas Tjaw.
Parahnya lagi, mengurus
perizinan lingkungan, seperti dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan atau
Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) memakan waktu tiga hari lamanya.
"Mana tahan investor seperti itu. Dan itu wewenangnya Pemkot Batam,"
tegasnya.
Sedangkan Tjaw berpendapat, pelayanan BP Batam lebih
baik dibanding Pemkot Batam, di mana BP Batam mampu menerbitkan izin
secara cepat, misalnya izin prinsip pendirian perusahaan PMA hanya
dibutuhkan kurang dari tiga hari saja.
"Mereka (BP Batam) juga sering bawa prospek investor berbagai negara ke kita (pengelola kawasan industri)," ujarnya.
Ia
meminta pemerintah pusat mencari jalan keluar terbaik atas tumpang
tindih kewenangan ini. Harapannya dengan memberikan wewenang khusus
urusan investasi kepada satu instansi saja. Pasalnya kepastian hukum
dalam berinvestasi sangat dibutuhkan investor.
"Apakah mau BP
Batam, Pemko Batam atau Badan Pengelolaan lainnya. Yang penting ada
kepastian hukum dalam berinvestasi. Itu yang diharapkan investor," ujar
dia.
Credit
Liputan6.com