Kubah
bermeriam besar ( 90mm ke atas) merupakan salah satu komponen sistem
kesenjataan kendaraan tempur darat yang menjadi fokus perhatian dewasa
ini. Tidak mengherankan, mengingat ceruk pasar dan kebutuhannya
besar.Kubah bermeriam besar menjadi fokus di tengah upaya militer banyak
Negara untuk merampingkan postur angkatan daratnya untuk menciptakan
satuan manuver yang ringan tetapi memiliki daya pukul besar. Alasan yang
mendasari bisa banyak, terutama soal dana dan anggaran. Sejak
berakhirnya Perang Dingin, Negara-negara Eropa terutama yang ada dalam
NATO telah mengurangi budget militernya secara masif. Perawatan
alutsista konvensional macam MBT (Main Battle Tank) boleh dikatakan
sangat mahal, dan akan lebih mahal lagi biaya yang dibutuhkan untuk
menggelarnya ke berbagai trouble spot di luar daratan Eropa yang secara
tradisional divisikan sebagai medan pertempuran saat menghadang Uni
Soviet. Bayangkan saja, untuk mengirim MBT ke Afghanistan seperti yang
dilakukan oleh Kanada dan Denmark, mereka harus menyewa pesawat angkut
raksasa An-124 Ruslan, itupun satu sorti hanya dapat menampung maksimal
dua unit MBT.
Sebagai akibatnya. angkatan bersenjata Eropa seperti Belanda,
Swiss, dan Belgia memensiunkan armada Main Battle Tank dan menggantinya
dengan kendaraan tempur yang dilengkapi dengan sistem kubah bermeriam
besar. Ada yang memilih platform berpenggerak roda, ada yang masih
nyaman dengan penggerak rantai untuk wahana pengusungnya. Tidak ada
kategorisasi yang jamak dan baku untuk tipe kendaraan bermeriam tank
ini. Ada yang menyebutnya tank destroyer, ada yang memasukkannya dalam
Fire Support Vehicle, dan ada pula yang memilih menyebutnya Medium Tank,
seperti proyek joint development medium tank yang baru diluncurkan oleh
Pindad dan FNSS Turki dalam Pameran Indo Defence 2014. Kesemuanya
memanfaatkan hull/ sasis kendaraan tempur yang diperkuat, dengan alasan
biaya pengembangannya dapat ditekan dan biaya perawatan untuk kendaraan
dalam satu platform tentunya akan jauh lebih murah.
Melihat
pasar yang semakin berkembang, pabrikan senjata besar dunia kini tidak
lagi memilih untuk menawarkan satu ranpur utuh. Banyak pabrikan kini
menawarkan kubah dengan sistem modular, siap didudukkan ke ranpur
manapun yang dibuat atau dibeli oleh Negara pengguna, selama spek hull
tersebut kompatibel dengan requirement minimum. Alasannya simpel:
membuat hull jauh lebih mudah dibandingkan dengan membuat kubah yang
dipenuhi sistem canggih termasuk meriam, sensor dan sistem penggerak
meriam dan kubah yang tidak sembarang Negara dapat membuatnya. Kalau
tidak memiliki basis produksi dengan miniaturisasi dan peralatan
presisi, niscaya akan sulit, belum lagi kemampuan meracik bahan baku
berkualitas tinggi. Ini adalah merupakan jalan yang ditempuh untuk
mewujudkan tank medium untuk TNI AD.
Saat ini tim TNI AD dan
Departemen Pertahanan sedang mengkaji pilihan kubah dan meriam terbaik
untuk tank medium Indonesia, dan CT-CV 105HP dan OTO Melara santer
disebut-sebut sebagai kandidat kuat untuk digunakan sebagai opsi untuk
mempercepat pengembangan Medium Tank Indonesia. Maklum saja, dengan
target desain dasar sudah harus selesai pada 2016, akan cukup sulit
untuk membangun medium tank dari nol. Langkah paling cepat adalah
membangun hull bersama, kemudian dikawinkan dengan solusi kubah yang
sudah tersedia di pasaran. Penulis tidak hendak menghakimi siapa yang
menang dari apa, karena jalannya pertarungan masih akan panjang. yuk
sigi bareng fitur, keunggulan, dan kelemahan masing-masing produk!
OTO Melara HITFACT
OTO Melara sudah lama terkenal sebagai pembuat meriam terkenal.
Produknya diakui dan digunakan banyak Angkatan Laut dunia. Maka ketika
mereka melansir produk kubah OTO HITFACT (Highly Integrated Technology
Firing Against Combat Tanks), harapan besar pun disampirkan ke
pundaknya. HITFACT merupakan sistem kubah modular yang dipilih untuk
pengembangan ranpur penghancur tank Centauro varian 1B, yang mengusung
kanon 120mm menggantikan kubah lama dengan kanon 105mm.
Versi
pertama dari HITFACT digunakan oleh Centauro yang dibeli oleh AD Oman,
juga sudah menggunakan meriam 120mm. Belajar dari pelanggan mereka, OTO
Melara menawarkan HITFACT dalam dua varian, 105 dan 120mm. Yang menarik,
OTO Melara mengonsepkan HITFACT sebagai sistem yang tumbuh dengan
banyak opsi. Kalau mau murah, yang disediakan hanya kubah, sistem
penembakan, dan meriam. Kalau mau lebih komprehensif disediakan lagi
opsi pemasangan RCWS (Remote Controlled Weapon System) Hitrole sehingga
awaknya lebih aman saat harus berhadapan dengan ancaman infantri atau
helikopter serang.
Apabila
melongok ke dalam kubah HITFACT, pembaca akan melihat layout kubah
konvensional. Ya, HITFACT memang masih menggunakan format komandan, juru
tembak, dan pengisi peluru, tanpa menggunakan sistem isi otomatis
(autoloader). OTO Melara tengah mengembangkan varian kubah dengan sistem
pengisian peluru otomatis. Seluruh tubuh kubah dibuat dari bahan
alumunium, dan dapat ditingkatkan dengan penggunaan applique armour
model bolt on untuk meningkatkan perlindungan kubah sampai STANAG4569
Level 4 atau mampu menahan impak peluru 14,5mm.
Komandan duduk di sebelah kiri meriam, sementara juru tembak dan
pengisi duduk di sebelah kanan. Pengisi meriam diposisikan di belakang
juru tembak, agar dapat mengakses kompartemen peluru di bagian bustle
dan memasukkannya ke dalam kamar peluru. Kompartemen amunisi di bustle
dilindungi oleh dinding tahan api, jadi apabila bagian ini tertembak,
resiko kebakaran di kompartemen tempur dapat ditekan. Resiko kebakaran
lebih dapat ditekan lagi karena HITFACT juga menggunakan sistem elektrik
untuk perputaran kubahnya, sehingga lebih halus dan tidak berisik saat
diputar.
Walaupun
terpisahkan oleh meriam, komandan tetap dapat melihat tampilan yang
tersaji di sistem bidik juru tembak berkat display LCD yang terhubung ke
sistem bidik juru tembak. Untuk membantunya awas terhadap keadaan
sekitar, di sekeliling palka komandan dipasangi sembilan periskop
prismatik untuk melihat ke arah luar. Untuk mencari sasarannya, komandan
dilengkapi sistem bidik/ kamera panoramik Selex ES Atilla yang
distabilisasi dan mampu berputar secara independen dari putaran kubah.
Atilla terdiri dari kamera digital dengan pembesaran 10x, kamera termal
Erica FF dan sistem laser rangefinder untuk mengukur jarak ke sasaran.
Sementara
untuk juru tembak disediakan sistem bidik terstabilisasi Selex ES
Lothar-S yang berisi kamera termal generasi ketiga Tilde-A untuk memburu
sasaran pada kondisi minim cahaya atau dalam cuaca buruk. Juru tembak
juga memiliki akses ke optik bidik konvensional sebagai cadangan apabila
sistem elektronik mengalami kerusakan.
Yang menarik, sistem
kendali penembakan pada HITFACT dibuat modular dan dengan arsitektur
terbuka. Ini memungkinkan HITFACT untuk diupgrade dengan sistem terbaru
apabila diinginkan oleh pengguna tanpa harus mengucurkan investasi yang
besar. Sistem kendali penembakannya sendiri terdiri dari komputer
balistik, sensor meteorologi (cuaca, angin, kelembapan), sensor
kemiringan kendaraan dan sudut elevasi meriam, dan yang terpenting,
meriamnya juga distabilisasi dalam dua sumbu sehingga memampukan
penembakan sambil bergerak. Apabila diinginkan, sistem LWR (Laser
Warning Receiver) dapat dipasang sebagai opsi sehingga awak tahu saat
kendaraan dibidik oleh ATGM musuh, dan dapat meluncurkan perlindungan
berupa tabir asap.
Opsi lainnya yang disediakan untuk HITFACT
adalah sistem manajemen informasi dan pertempuran SICCONA (Sistema di
Comando, COntrollio e NAvigazione – Komando, kontrol, dan navigasi) yang
merupakan sistem BMS (Battlefield Management System) buatan OTO Melara.
Fungsi-fungsi seperti pemetaan posisi kawan, penentuan rute/ waypoint,
dan pemberian perintah untuk manuver dapat dilakukan melalui SICCONA
sampai ke level batalion.
Bicara soal sistem kesenjataan, HITFACT
mampu dipasangi dua jenis meriam: 120mm L45 dan 105mm L52. Meriam OTO
Melara 120mm L45 smoothbore setara dengan meriam Rheinmetall L44, namun
diracik khusus dengan teknik untuk mengurangi gaya hentak (recoil) yang
dicapai melalui dua hal: modifikasi pada recoil travel atau gerak meriam
ke belakang yang lebih jauh pada saat dihentak oleh penembakan (+/-
700mm pada 120mm L45 vs 330mm pada 120mm L44) dan pemasangan muzzle
brake model biji merica (pepper pots) pada sepuluh kuadran yang
masing-masing memiliki lima lubang. Modifikasi ini mampu menurunkan
hentakan kanon 120mm sehingga mendekati gaya hentakan munisi kanon
105mm. Kemampuan penetrasi dari kanon 120mm L45 tersebut mampu menembus
pelat RHA setebal 600mm dari jarak 3.000m dengan amunisi tipe APFSDS
(Armor Piercing Fin Stabilised Discarding Sabot) yang sesuai. Untuk
mengurangi resiko asap mesiu penembakan kembali ke kompartemen tempur,
meriam 120mm L45 pada HITFACT juga sudah dilengkapi dengan bore
evacuator.
Kalau kanon 120mm dianggap terlalu berlebih, HITFACT
juga dapat dipasangi meriam 105mm L52 yang beralur dan galangan (rifled)
yang merupakan turunan dari meriam Royal Ordnance L7 standar tank-tank
NATO pada era 1970an-1980an. Meriam 105mm menawarkan daya gebuk yang
masih trengginas, dengan biaya pembelian amunisi yang tentunya masih
lebih murah dibandingkan dengan munisi 120mm. Dengan kemampuan penetrasi
460mm pada jarak 2.000m, meriam 105mm masih mampu menghajar MBT dari
arah samping, dan tentunya seluruh jenis ranpur dari kelas di bawahnya.
Sebagai
senjata pertahanan, tersedia pelontar granat asap 76mm sebanyak 8 unit
yang dapat dikendalikan secara manual atau otomatis (apabila terhubung
dengan sistem LWR). Untuk komandan disediakan senapan mesin 7,62mm atau
12,7mm yang dapat dilengkapi dengan perisai, begitu pula untuk juru
tembak. Saat ini, selain terpasang pada Centauro 1B yang sudah berdinas
aktif, OTO HITFACT sudah diujicoba pada ranpur Pandur dan juga Marder
Revolution.
SPEK OTO HITFACTKaliber : 105/120mm
Awak : 3 orang (komandan, juru tembak, pengisi)
Kecepatan tembak : 6 peluru/ menit
Bobot kosong : 6 ton
Elevasi meriam : -3 o sampai dengan 15o
CMI Cockerill CT-CV 105HPKonglomerasi
CMI Groupe yang menaungi bisnis pertahanan melalui CMI Defence adalah
salah satu pemain dengan banyak solusi sistem kubah untuk berbagai
kendaraan tempur. Melalui kerjasama erat dengan PT Pindad yang sudah
mulai melisensi perakitan kanon CSE90LP untuk Panser Kanon Badak, CMI
sudah memiliki pijakan yang cukup baik dalam pertarungan bisnis
alutsista di Indonesia.
Satu
andalan CMI untuk kanon kaliber besar adalah kubah CT-CV 105HP (High
Pressure) yang mampu memuntahkan munisi 105mm standar NATO, berkat
penggunaan meriam 105mm rifled (beralur dan galangan) yang mengadopsi
kanon 105mm Royal Ordnance L7. Hanya bedanya, kanon Cockerill 105HP
menggunakan muzzle brake tipe single baffle atau lubang tunggal, berguna
untuk mengurangi sentakan gaya tolak balik yang dirasakan kendaraan.
Namun
begitu, CMI yang memiliki pabrik baja modern mampu menerapkan metode
autofrettage alias perlakuan tekanan maha besar secara merata dalam
proses pembuatan laras, sehingga meriam yang terpasang pada kanon
Cockerill 105HP pada kubah CT-CV memiliki tahanan tekanan maksimal
sebesar 120% dari yang dimiliki oleh meriam L7 standar. Hal ini berarti
CT-CV 105HP dapat digunakan untuk melontarkan munisi yang menghasilkan
tekanan lebih besar (dengan mesiu khusus), untuk menghasilkan kecepatan
luncur proyektil yang lebih besar pula. Kecepatan yang lebih besar akan
bermanfaat untuk meningkatkan daya penetrasi, khususnya pada munisi
APFSDS.
Yang juga hebat pada sistem kubah dan meriam Cockerill
105HP adalah kemampuan elevasi kanon yang mencapai +42o. Kalau rekan ARC
sering menyigi info yang beredar, pasti tahu spek apa yang diinginkan
oleh tim Joint Development. Ini berarti FSV atau pembawa akan mampu
melayani tembakan lawan dari ketinggian, atau memberikan tembakan
bantuan lintas lengkung melewati perbukitan atau pegunungan. Ini berarti
unit Kavaleri sebagai pengguna medium tank tidak akan terlalu
tergantung pada dukungan artileri pada saat memasuki arena pertempuran,
dan benar-benar dapat menjadi penggempur yang sangat efektif. Jarak
tembak maksimal untuk tembakan lintas lengkung mencapai 8-10km dengan
amunisi HE.
Kanon Cockerill 105HP sendiri dinyatakan telah mampu
(cleared) untuk menembakkan segala jenis munisi 105mm NATO, jadi bagi
Negara yang sebelumnya telah memakai tank lawas dengan kanon 105mm masih
dapat memanfaatkan stok amunisi mereka. Walaupun rata-rata Negara Barat
telah beralih ke kanon 120mm, kanon 105mm masih memiliki potensi yang
cukup besar. Daya penetrasi munisi yang mencapai 500-560mm RHA masih
mampu menjebol tank sekelas T-72M1 (tanpa perlindungan balok ERA) dari
arah frontal. Dari sisi, hampir seluruh MBT masih cukup rentan terhadap
ancaman munisi 105mm NATO. Yang paling patut diingat, biaya akuisisi
munisi 105mm hanya sepersepuluh sampai seperlima munisi 120mm. Ini tentu
faktor yang cukup menentukan, mengingat utilisasi kendaraan tempur
berkanon besar (bagi sebagian besar Negara) akan lebih difokuskan pada
latihan untuk mempertahankan profisiensi dibandingkan saat berperang.
Di
luar keunggulan pada kualitas laras yang digunakan, sesungguhnya CMI
mendesain CT-CV secara spesifik dengan memfokuskan pada bobot kendaraan
pengusung. Desain yang efisien dari kubah CT-CV memampukannya untuk
ditanam pada kendaraan dengan GVW (Gross Vehicle Weight) kelas 18 ton ke
atas. Ini artinya panser kanon sekelas Piranha, LAV III, Pandur, atau
Rosomak mampu mengusung kubah CT-CV 105HP. Sistem kubahnya sendiri
dibuat secara modular, dengan kemampuan standar proteksi NATO 4569
STANAG 3 (7,62x51mm AP, 150 meter). Ada opsi applique plate yang dapat
dipasang sesuai kebutuhan untuk meningkatkan proteksinya sampai ke level
STANAG 4 dan bahkan ke STANAG 5 (25mm NATO AP) sehingga mampu bertahan
dari serangan kendaraan tempur dengan kanon tembak cepat.
Untuk
konfigurasi awak, berbeda dengan HITFACT, CMI memutuskan menggunakan
dua awak saja, plus sistem autoloader. Penggunaan sistem pengisian ulang
otomatis sesungguhnya memang memiliki faktor plus dan minus. Bagi
pendukungnya, sistem autoloader akan memangkas jumlah awak dan tentunya
logistik yang diperlukan untuk menggelar FSV/ medium tank ke palagan.
Yang kedua, komandan atau juru tembak tinggal memilih amunisi yang
dibutuhkan melalui komputer, dalam hal ini layar sentuh pada CT-CV
105HP, tanpa resiko salah memasukkan, atau kru pengisi tidak dapat
melakukan tugasnya karena terluka misalnya. Bagi yang pro dengan sistem
pengisian manual, fakta bahwa jumlah amunisi tersedia lebih banyak juga
sukar dibantahkan. Belum lagi kru pengisi dapat bertindak sebagai awak
cadangan dan juru radio yang meringankan kerja komandan kendaraan.
Terlepas
dari hal tersebut, CMI menjamin bahwa sistem autoloader yang terpasang
pada CT-CV 105HP dapat diandalkan. Seluruh peluru juga disimpan dalam
bustle di bagian belakang kubah yang dilindungi dengan dinding penahan
api(Firewall). Amunisi diisikan pada bustle dari luar tank, dengan
membuka pintu baja pada sisi belakang bustle. Pengisian satu persatu
dari dalam kendaraan juga memungkinkan, walau waktu yang diperlukan
tentu lebih lama. Tersedia 15 slot untuk beragam jenis peluru yang dapat
berputar dengan sistem revolver. Satu sistem sabuk rantai akan membawa
amunisi yang dipilih, dibawa keluar oleh nampan dari bustle ke arah
kamar peluru.
Biarpun kanon Cockerill 105mm High Pressure sangat
trengginas untuk menggasak tank dan ranpur, tak dipungkiri bahwa
penggunanya tidak bisa memilih lawan di medan pertempuran, alias mungkin
saja bertemu MBT mutakhir yang dilengkapi dengan sistem perlindungan
reaktif macam ERA dan NERA. Untuk menghadapi ancaman semacam ini, CMI
dan pabrikan GKSTB Luch dari Ukraina bekerjasama menciptakan rudal
berpemandu laser Falarick (nama tongkat sakti dalam mitologi Irlandia)
yang merupakan GLATGM (Gun Launched Anti Tank Guided Missile). Ukraina
memang sudah paham dengan sistem rudal berpemandu laser, memanfaatkan
teknologi hasil pengembangan Uni Soviet.
Falarick memiliki garis
genealogi yang sama seperti rudal R-2 Baryer dari Ukraina, yang
nantinya direncanakan juga akan terpasang pada ranpur BTR-4 yang dibeli
oleh Korps Marinir TNI AL. Teknologi Falarick yang digunakan sama
seperti pada ATGM yang diluncurkan dari laras meriam macam 9M119M, yaitu
sinar laser yang disorotkan dari kendaraan penembak ke arah sasaran,
dan rudal tinggal mengikuti. Rudal Falarick sendiri dibuat untuk dapat
ditembakkan dari laras 90mm ataupun 105mm. Memiliki panjang 1 meter dan
bobot 20kg, Falarick saat terbang distabilkan oleh sirip-sirip dan
rudder alumunium yang terpasang di belakang (total 8 buah), dan rudal
berotasi pada sumbunya saat diluncurkan. Pada saat masuk di laras, sirip
ini akan terlipat dan akan terbuka begitu keluar dari laras.
Pada
saat diujicoba, Falarick yang ditembakkan dari jarak 3,9km dapat
mengenai sasaran standar NATO dengan menempuh waktu selama 14 detik.
Dengan hululedak HEAT (High Explosive Anti Tank) ganda, Falarick
dikatakan mampu menembus pelat baja RHA yang dilindungi oleh balok
reaktif ERA setebal 500mm, ini setara dengan ketebalan glacis T-72M1.
Kelemahannya, sama seperti GLATGM era Soviet, kendaraan benar-benar
harus dibuat dalam keadaan diam. Sedikit pergerakan akan mengakibatkan
rudal berbelok atau malah kehilangan panduan laser. Penembak
mengendalikan Falarick dengan menggunakan joystick ganda, mirip pada
sistem kemudi pada pesawat terbang. Retikula akan tersaji pada layar LCD
di hadapannya, dan penembak tinggal berkonsentrasi menjaga agar
retikula tetap berada pada sasarannya.
Untuk kubah, LCTS90
menerapkan format yang sama seperti CSE90LP, komandan duduk di kiri dan
penembak di kanan. Layout dalam kabin terasa lega karena tidak lagi
ditemui panel-panel dengan lingkaran indikator analog. Baik komandan
maupun juru tembak memiliki akses terhadap segala informasi kendaraan
melalui dua layar MFID (Multi Function Information Display). Informasi
atas kondisi kendaraan, pemilihan jenis amunisi, mengarahkan laras
meriam, semua dilakukan dengan melihat pada layar MFID.
Bedanya
antara MFID komandan dan juru tembak hanya pada susunan MFID tersebut,
dimana pada komandan dua layar tersusun vertikal, sementara pada juru
tembak tersusun horizontal. Komandan memiliki akses penuh terhadap
sistem pembidik pada juru tembak, sehingga koordinasi mudah dilakukan.
Apabila CT-CV 105HP ditambah opsi RCWS (Remote Controlled Weapon
System), komandan juga yang mengoperasikannya. Sistem RCWS buatan CMI
mampu mengakomodasi senapan mesin sedang 7,62mm, senapan berat 12,7mm,
sampai pelontar granat 40mm.
Penembak memiliki kamera bidik
dengan kamera termal terstabilisasi. Bedanya, di atas blok kamera bidik
dipasang kotak pemandu laser untuk sistem rudal Falarick. Sementara
untuk komandan disiapkan sistem kamera panoramik yang independen,
sehingga komandan dapat bertindak sebagai pemburu, semua tinggal
dilakukan dengan menggerakkan joystick. Kalau kondisi kurang cahaya atau
malam hari, tinggal nyalakan fitur kamera termal, sehingga lawan yang
bersembunyi pun mudah ketahuan.
Sistem kendali penembakan (Fire
Control System) sudah mengadopsi komputer balistik dan sensor seperti
kemiringan kendaraan, sudut elevasi meriam, tekanan udara, kecepatan
angin, kelembapan, suhu udara, dan tentu saja laser rangefinder, kurang
lebih sama seperti yang dipergunakan pada MBT modern. Dengan meriam
distabilisasi pada dua sumbu, CT-CV 105HP dapat ditembakkan saat
kendaraan bergerak pelan, sehingga mengurangi kemungkinan FSV/ tank
pengguna terkena tembakan lawan.
Untuk melindungi diri dari
ancaman, CMI sudah menyediakan banyak perangkat pelindung. Ada sistem
pelontar granat 76mm untuk menciptakan tabir asap, ada sistem LWR (Laser
Warning Receiver) untuk memperingatkan awak atas ancaman iluminasi ATGM
lawan, dan ada sistem filter Nubika untuk pertempuran dalam medan yang
terkontaminasi. Untuk ancaman infantri, CT-CV 105HP juga sudah
dilengkapi senapan mesin koaksial kaliber 7,62x51mm NATO dengan 2.000
butir amunisi.
SPEK CMI Cockerill CT-CV 105HPMeriam : Cockerill 105 High Pressure L51
Kaliber : 105mm NATO
Awak : 2 orang (komandan, juru tembak)
Kecepatan tembak : 5-6 peluru/ menit
Gaya recoil puncak : < 150kn
Elevasi meriam : -10 o sampai dengan 42o
SPEK Falarick 105
Jarak maksimum : 5.000m
Waktu terbang : 17 detik
Sistem pandu : semi-otomatis dengan laser
Hululedak : tandem hollow charge
Penetrasi : 550mm RHA di belakang ERA
Bobot : 25,2kg
Panjang : 1.015mm
Suhu operasional : -40 sampai 60oC